A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran membaca pada peseta didik kelas awal merupakan pekerjaaan guru yang berat karena pada fase tersebut fondasi anak untuk bisa mengikuti pembelajaran baru ditanamkan. Pada tahun 2012-2013 yang lalu pernah terjadi silang pendapat siapakah yang berkewajiban mendidik anak calistung (baca tulis dan berhitung) mengingat anak yang belum berumur enam tahun menurut teori pendidikan belum boleh mengenyam pendidikan tersebut apakah TK/RA maupun SD/MI. Saling lempar tanggung jawab dan membebankan yang lain itulah yang mengindikasikan beratnya proses pembelajaran mengenalkan huruf dan kata pada anak.
Dalam meringankan beban guru dan memperlancar proses pembelajaran membaca, USAID PRIORITAS bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan meluncurkan progran Bantuan 600 Buku Bacaan Berjenjang (B3) bagi sekolah-sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan yang bermitra dengan USAID PRIORITAS.
Ternyata anak-anak Sekolah Dasar (SD) kelas rendah sebagian besar kemampuan membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya masih sangat rendah, bahkan ada yang sama sekali belum dapat membaca.Hal itu terbaca dari hasil survei yang dilakukan USAID Amerika Ed Data II, RTI International kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Agama (Kemenag) dan Myriad Research tentang penilaian kemampuan membaca siswa kelas awal (EGRA) dan Potret Efektivitas Pengelolaan Sekolah (SSME) di Indonesia.
Banyak buku bacaan beredar di pasar, namun sulit ditemukan buku
yang disesuaikan khusus untuk anak kelas awal. Buku yang dikembangkan
berdasarkan tingkat kemampuan membaca (bukan tingkat kelas).
Kemampuan membaca harus diajarkan. Padahal semakin baik keterampilan
membaca siswa, semakin baik pula keterampilannya mengolah informasi.
Semakin baik keterampilan mengolah informasinya, semakin besar
kemungkinannya berhasil dalam belajar.
Kurangnya jumlah buku yang sesuai untuk anak kelas awal masih
problem besar di tanah air. Salah satu fokus pemerintah Indonesia saat ini
adalah pengembangan budaya membaca. Demi mewujudkan fokus itu,
USAID PRIORITAS bekerjasama dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia
(YLAI) untuk mengembangkan buku bacaan berjenjang khusus untuk siswa
kelas awal. Ada enam tingkatan buku tersebut setiap jenjang ditandai dengan
huruf dan warna sampul berbeda. Buku yang enam jenjang ini meliputi
jenjang A (21 judul), jenjang B (9 judul), jenjang C (9 judul), jenjang D (14
Buku Bacaan Berjenjang (B3) merupakan sarana penting untuk
meningkatkan keterampilan membaca mulai dari membaca literal(tersurat)
hingga membaca interpretatif (tersirat/membutuhkan interpretasi). Supaya B3
bisa dimanfaatkan secara maksimal semua guru untuk kemajuan siswa, B3
perlu dikelola dengan baik.
Dalam pelaksanaan program membaca mandiri dengan menggunakan
buku berjenjang pengelolaan kelas menjadi faktor yang sangat penting agar
tujuan kegiatan tercapai. Pada saat melaksanakan kegiatan membaca dikelas ,
seorang guru perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan yang berkaitan
dengan pengelolaan kelas, seperti kiat mengelola siswa, melilih buku serta
merancang tugas untuk siswa dan pengelolaan waktu. Setiap strategi
membaca membutuhkan pengelolaan kelas yang berbeda.
waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Kurikulum 2013 menyadari peran penting bahasa sebagai wahana untuk menyebarkan pengetahuan dari seseorang ke orang-orang lain. Penerima akan dapat menyerap pengetahuan yang disebarkan terebut hanya bila menguasai bahasa yang dipergunakan dengan baik, dan demikian juga berlaku untuk pengirim. Ketidaksempurnaan pemahaman bahasa akan menyebabkkan terjadinya distorsi dalam proses pemahaman terhadap pengetahuan. Apa pun yang akan disampaikan pendidik kepada peserta didiknya hanya akan dapat dipahami dengan baik apabila bahasa yang dipergunakan dapat dipahami dengan baik oleh kedua belah pihak (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: iv).
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dijelaskan pula pada pasal 25 ayat (3) bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Negara berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media masa.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar adalah sesuai dengan konteks waktu, tujuan dan suasana saat komunikasi dilangsungkan. Standar kompetensi Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan peserta didik yang mengggambarkan penguasaan pengetahaun keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang dimaksud yaitu, peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan
penghargaan terhadap hasil karya kesastraan.
Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis
yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi
secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia
khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Pengajaran
Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan
menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan.
Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca
harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara
langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan
belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah
sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka.
Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami
kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata
informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan
penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya,
kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya
yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.
Menurut pandangan “whole language”membaca tidak diajarkan
sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu
kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa
yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran
bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan
berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak
selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat
hanya menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa
yang dilakukan bermakna.
Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan
atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis
di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan,
sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis
lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas rendah Sekolah Dasar
dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca
dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan
dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain
buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat,
sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan
“Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar siswa dapat
membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”
(Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada
tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas
guru yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru memegang
peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa.
Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator,
motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru
yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk
mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya
dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu (1993: 131)
“Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru terlalu banyak
menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis
dan berbicara”.
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar membaca yang berbeda.
Tidak bisa setiap anak diajarkan membaca dengan cara dan bahan yang sama.
Kalau pengetahuan awal anak tidak ada, maka pengetahuan yang
disampaikan tidak ada yang dipahami anak. Jadi dengan adanya buku
berjenjang maka bahan bacaan disesuikan dengan kemampuan awal anak.
Jika anak sudah terbiasa membaca dengan buku berjenjang, maka
anak-anak tidak akan frustasi lagi membaca. Selama ini anak-anak-anak-anak frustasi
membaca, karena selama ini anak menganggap membaca itu sulit.
Guru harus mengelompokan siswa sesuai tingkat keterampilan
perkembangan keterampilan membaca setiap anak. Hal ini bertujuan agar
seluruh siswa mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Buku berjenjang ini akan lebih menarik bagi anak karena disesuaikan dengan
minat anak. Dampak buku berjenjang ini bisa membentuk sikap mandiri anak
untuk membaca.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis melakukan survei terhadap sekolah-sekolah penerima program B3 dan sekolah non penerima program B3 di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga untuk mengetahui perbedaan siswa terhadap minat dan kemampuan membacanya. Untuk itu penulis mengambil judul “Kajian Komparatif Minat dan Kemampuan Membaca Siswa Sekolah Penerima Program B3 dan Sekolah Non Penerima Program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti paparkan, maka rumusan masalah dalam penelitan ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah minat baca pada siswa sekolah penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
2. Bagaimanakah kemampuan membaca pada sekolah penerima program B3
di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
4. Bagaimanakah kemampuan membaca pada sekolah non penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
5. Manakah yang lebih tinggi minat baca dan kemampuan membaca antara siswa sekolah penerima program B3 dengan sekolah non penerima program B3.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui minat baca pada siswa sekolah penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
2. Untuk mengetahui kemampuan membaca pada siswa sekolah penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
3. Untuk mengetahui minat baca pada siswa sekolah non penerima program
B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
4. Untuk mengetahui kemampuan membaca pada siswa sekolah non penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga. 5. Untuk mengetahui lebih tinggi manakah minat baca dan kemampuan
membaca siswa di sekolah penerima program B3 dengan sekolah non penerima program B3.
D. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
ini adalah Program buku bacaan berjenjang. Adapun variabel terikatnya adalah minat baca dan kemampuan membaca pemahaman.
B3 adalah Buku Bacaan berjenjang yang merupakan media yang digunakan guru dalam kegiatan literasi di kelas awal sekolah penerima program B3 pada Kecamatan Karangeja Kabupaten Purbalingga. Penggunaan buku bacaan berjenjang ini sebagai media yang menekankan kepada upaya menumbuhkan minat dan kemampuan membaca.
Minat baca merupakan variabel terikat pertama, minat baca merupakan keinginan yang kuat yang disertai usaha-usaha seorang untuk membaca. Minat baca yang kuat diwujudkan dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadaran sendiri. Kemampuan membaca merupakan variabel terikat kedua yang menunjukkan hasil belajar siswa setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan media buku bacaan berjenjang. Hasil belajar siswa tersebut diukur dari aspek keterampilan membaca.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai beikut.
b. Penelitian ini dapat mengetahui pengaruh B3 terhadap kemampuan membaca siswa di sekolah penerima program B3 di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut.
a. Bagi Peserta Didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan minat baca dan kemampuannya dalam belajar, khususnya dalam kemampuan membaca.
b. Bagi Guru
Secara umum, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai rujukan untuk mengatasi masalah rendahnya minat baca dan kemampuan membaca pada peserta didik saat pembelajaran membaca dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Di sisi lain guru juga dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk menggunakan B3 dalam rangka meningkatkan minat baca dan kemampuan membaca di kelasnya.
c. Bagi Kepala Sekolah