BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan
(Daradjat, 2004:35). Peranan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak juga dikarenakan secara hereditas mereka di takdirkan menjadi
orang tua yang melahirkan. Maka secara kodrati, mau tidak mau orang tua yang menjadi penanggungjawab utama dan pertama. Kaidah ini telah diakui oleh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia (Tafsir,
2008: 155). Dengan demikian, orang tua memegang peran dan tanggung jawab yang penting dalam pendidikan anaknya, yang terwujud dalam suatu
keluarga menjadi lembaga yang pertama dalam masalah pendidikan anak. Orang tua memegang peranan penting untuk menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa. Karena keberhasilan siswa dalam meningkatkan
motivasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar di sekolahan saja, tetapi juga perlu didukung dengan kondisi dan perlakuan
orang tua (pola asuh orang tua di rumah) yang dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik (Ahmadi, 2004: 3). Di samping itu, para pendidik dan orang tua dapat melakukan pembinaan dengan jalan memberikan contoh teladan
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak
dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembetukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar, Artinya orang tua memiliki tanggungjawab untuk
mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya
yang ada di lingkungannya (Sokhid, 1998: 198). Selama proses pengasuhan orang tualah yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian
anak. Dengan demikian pola asuh yang diajarkan orang tua kepada anaknya sangatlah berpengaruh terhadap berkembangnya pendidikan bagi seorang anak.
Pendidikan yang hanya mengedepankan kecerdasan intelektual tanpa menyinergikan nilai-nilai kecerdasan emosional dan spiritual, dikhawatirkan
pendidikan akan menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi buta hati. Terbukti banyak orang berpendidikan tinggi gelar di depan dan di belakang, tetapi masih tetap melakukan korupsi, kolusi, dan manipulasi; banyak lulusan
pendidikan yang tidak dapat berkiprah di dunia pekerjaan sehingga terjadilah pengangguran intelektual. Apabila populasi pengangguran meningkat,
terjadilah masalah sosial, seperti krisis moral yang dapat berbuntut pada multikrisis yang kita saksikan dan dirasakan sekarang ini. Tujuan menerapkan pendidikan sejak dini adalah membentuk insan yang kamil atau manusia
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Lingkungan utama
yang sangat berperan dalam seorang anak tentulah datang dari orang tua atau keluarga, yaitu ayah, ibu serta adik dan kakaknya. Lingkungan ini merupakan
lingkungan yang paling urgen dan yang paling bertanggung jawab dalam mendidik seorang anak. Peran orang tua tidak hanya menyediakan materi dan saat-saat belajar tetapi juga pengawasan waktu belajar dan juga membimbing
anak-anaknya untuk mengatasi kesulitan belajar. Pendidikan yang ditanamkan pada usia dini ini bukan berarti sebuah pendidikan yang sangat formal dari
orang tua, tetapi pendidikan yang lebih santai dengan cara bermain. Bermain merupakan bagian dari perkembangan anak yang tidak bisa lepas begitu saja, terutama untuk anak usia dini yang sedang memasuki tahap emas. Di usia
emas (0-3) tahun anak membutuhkan banyak sekali stimulus agar syaraf-syaraf di otaknya semakin berkembang sehingga kecerdasanya bisa optimal.
Aktivitas yang tepat pada usia dini akan mendukung perkembangannya kelak. Pendidikan di usia dini bertujuan juga untuk memberikan stimulus (rangsangan) dari lingkungan terdekat seperti orang tua untuk dapat
mengoptimalkan kemampuan anak. Seperti yang dikatakan bahwa periode emas menjadi masa kritis untuk anak, mengingat sangat berpengaruh hingga
perkembangan dewasa dan ini menjadi hal yang sangat penting dalam penerapan pendidikan, masa itu hanya datang sekali dan sekali terlewatkan maka peluang akan habis.
ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga proses peralihan
nilai-nilai ajaran Islam (transfer of values). Tujuan pendidikan Islam menjadikan manusia yang bertaqwa, manusia yang dapat mencapai al-falah, kesuksesan
hidup yang abadi dunia dan akhirat (muflihun).
Jika akidah seseorang sudah menyimpang merupakan sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar maka
sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka
pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara diputus pacarnya. Begitu pula sebuah masyarakat yang
tidak dibangun di atas fondasi akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan
materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan materi. Jadilah mereka
budak-budak dunia, shalat pun mereka tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan kampungnya umat
Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12)
Menurut Stewart dan Koch (1983: 178) mengatakan bahwa pola asuh
anak-anaknya tidak hanya berpengaruh kepada perilaku anak, tetapi juga dapat
mempengaruhi perkembangan pendidikan anak, baik perkembangan pendidikan aqidah maupun prestasi belajar.
Jadi Sekolah juga berperan penting penting dalam pendidikan anak setelah orang tua. Sekolah dirancang untuk melaksanakan pembimbingan dalam sebagian perkembangan hidup manusia. Sekolah melanjutkan proses
sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya yaitu dalam keluarga dan lingkungan sekitar rumah tangga, dan menyiapkan anak untuk memasuki
tahapan hidup selanjutnya. Di dalam sekolah guru mengajarkan berbagai macam pengetahuan sosial maupun agama. Salah satunya yaitu pendidikan aqidah pada perkembangan keagamaan bagi psikologi anak agar kelak anak
bisa memilih yang mana yang benar dan yang salah dan dapat mengetahui kewajiban yang harus di jalankan sebagai umat islam. Agar kelak anak tidak
menyimpang dari jalur yang aqidah yang di ajarkan kepada anak. Dengan demikian pola asuh yang di berikan orang tua dalam perkembangan aqidah anak dapat mempengaruhi kehidupan masa depanya kelak.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pola asuh orang tua dalam perkembangan pendidikan aqidah anak sangatlah mempengaruhi
perkembangan pembentukan kepribadian seorang anak dan juga dalam pembentukan keagamaan. Karna anak sejak usia dini harus sudah di bekali pendidikan mulai dari pendidikan yang terdekat yaitu keluarga. Jadi dari latar
maka penelitian ini penulis akan menyusun menyusun sebuah penelitian
skripsi dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Aqidah Anak Kelas % SDN Kemojing KecamatanBinangn
Kabupaten Cilacap”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan masalah: “Seberapa besar pengaruh pola asuh
orang tua terhadap pembentukan akidah anak kelas V SDN Kemojing 02 Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh
pola asuh orang tua terhadap pembentukan akidah anak kelas V SDN Kemojing 02 Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
1. Bagi orangtua, dan masyarakat bahkan siswa, hasil penelitian ini dapat memberikan arahan dan pedoman bagi guru, sendiri tentang
pentingnya Pola Asuh Asuh Orang Tua dalam pembentukan akidah siswa.
2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memotivasi bagi peneliti untuk