BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan suatu bisnis perusahaan membutuhkan berbagai
sumberdaya, seperti modal, material dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan
sumberdaya manusia, yaitu para karyawan. Diantara beberapa jenis sumberdaya
yang dapat menunjang jalannya suatu sumberdaya manusialah yang paling
memegang peranan penting dalam perusahaan, karena tanpa sumberdaya
manusia yang bagus maka perusahaan itu tidak berjalan dengan baik pula.
Karyawan merupakan sumberdaya yang penting bagi perusahaan, dan kreatifitas
yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai visi dan misi
perusahaan (Mangkunegara, 2008).
Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintah yang baik, termasuk pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat. Undang-undang tersebut mengamanatkan
sikap profesionalisme pada semua lembaga penyelenggara pelayanan publik. Hal
ini bertujuan membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan yang
dilakukannya.
Rumah sakit, sebagai bagian dari lembaga penyelenggara pelayanan
mudah, terjangkau dan terukur kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait.
Untuk itu diperlukan peningkatan kualitas dan standar pelayanan.
Undang-undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan kesehatan, sedangkan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Peraturan Tenaga Kesehatan,
dijelaskan bahwa perawat termasuk tenaga kesehatan jenis tenaga keperawatan.
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan
penting dalam upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tenaga
perawat yang merupakan The Caring Profession mempunyai kedudukan penting
dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena
pelayanan yang diberikan berdasarkan pendekatan biologi, psikologi, sosial dan
spiritual (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Perawat merupakan salah satu dari staf non medis rumah sakit yang
langsung berhubungan dengan pasien. Perawat dapat didefinisikan sebagai
profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat
sehingga perawat dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati
(Wikipedia.org). Perawat bekerja selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam
menjadikan perawat sebagai orang yang paling dekat dengan pasien, sehingga
mereka harus siap melayani setiap pasien yang ada (Citra, 2009).
Pada prakteknya perawat sebagai tenaga non medis rumah sakit dan juga
ujung tombak pelayanan kesehatan, tidak hanya berhubungan dengan pasiennya
saja tetapi dengan keluarga pasien, teman pasien, rekan kerja, serta berhubungan
dengan dokter dan sesama perawat yang lainnya juga. Dalam pelaksanaan
tugasnya, perawat bekerjasama dengan rekan kerja yang lainnya juga. Dalam
pelaksanaan tugasnya, perawat bekerjasama dengan rekan kerja yang lain
sebagai sebuah tim. Disamping itu perawat dalam melaksanakan tugasnya juga
diatur oleh kode etik keperawatan dan standar praktik keperawatan (Asmadi,
2008). Peraturan ini dibuat agar dapat membina perilaku perawat dan mencegah
perawat melakukan tindakan tidak baik.
Profesi sebagai perawat merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki
peran penting karena bertanggung jawab secara langsung pada kesehatan,
kesembuhan dan kelangsungan hidup pasien (Asmadi, 2008). Profesi sebagai
perawat juga berhubungan langsung dengan orang-orang yang memiliki
permasalahan sakit fisik maupun sakit mental. Kondisi kerja yang demikian
dapat menyebabkan ketegangan dan kecemasan akan tertular penyakit tersebut.
Anoraga (2001) menjelaskan bahwa pekerjaan dengan resiko yang besar dan
beban kerja tidak sesuai dengan kondisi perawat dapat mempengaruhi keadaan
Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini
menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi atau informasi tinggi
pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil.
Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi
perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan. Perusahaan besar dan terkenal
telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak
keberhasilan perusahaanya. Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan
kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being
yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau
reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tututan
external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000).
Menurut Geerts (dalam Rahma dkk, 2013) etos kerja adalah sikap yang
mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini
digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi
keyakinannya dalam mengambil keputusan. Menurut kamus Webster’s Online
Dictionary, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai
panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi
(guilding beliefs of a person, group or institution).
Perawat dalam melakukan pekerjaan sehari-hari selalu melibatkan
perasaan dan emosi, sehingga setiap memberikan perawatan kepada pasien
dituntut memiliki totalitas dalam melakukan pekerjaannya. Ketika pasien
sepertinya penyakit mereka akan cepat sembuh. Sebaliknya, saat pasien dirawat
oleh perawat yang judes, pasien akan merasa tertekan berada dirumah sakit
(Bharata, 2008).
Menurut Moehadjir (2000) seseorang yang memiliki etos kerja yang
rendah akan nampak dalam bentuk mudah putus asa dalam bekerja, kurang
disiplin, cepat mengeluh dan kurang bekerja sama. Hasil studi pendahuluan
peneliti dan dari hasil survey yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Islam
Purwokerto, menunjukan masih ditemukannya keluhan dari pasien atau keluarga
pasien mengenai perawat yang kurang ramah, kurang peduli, suka marah-marah,
cerewet, serta kurang sabar dalam menghadapi keluhan-keluhan dari pasiennya.
Berdasarkan wawancara dengan 2 orang perawat, didapatkan hasil bahwa
dalam bekerja perawat harus sebaik mungkin dan bertanggung jawab penuh
terhadap pasien karena itu adalah tuntutan dari profesi sebagai perawat. Selain
itu perawat harus bisa memberikan perawatan dan pelayanan yang maksimal
untuk kesembuhan pasien, walaupun terkadang perawat harus menghadapi sikap
pasien yang sulit diatur. Kondisi kerja yang demikian membuat perawat
merasakan ketegangan, merasa cepat lelah, muncul sikap acuh dan mudah marah
bahkan sampai tidak bersemangat dalam bekerja.
Efendi (2005) menyatakan bahwa dengan adanya kecerdasan spiritual,
seornag perawat akan mempunyai komitmen yang kuat terhadap tugasnya.
Kecerdasan spiritual yang tinggi bisa membuat kita menjadi kreatif, luwes,
eksistensial yaitu secara pribadi kita merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan.
Dengan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, perawat diharapkan untuk
bisa lebih cermat dalam menghadapi masalah yang dihadapi, ketika menghadapi
tugas dan tanggung jawab sehingga mampu membuat keputusan yang baik untuk
menyelesaikan masalah. Dari hasil study pendahuluan yang dilakukan di Rumah
Sakit Islam Purwokerto, masih ditemukanya perawat yang kurang peduli
terhadap pasien, kurang mampu menghadi masaah dan tekanan yang berkaitan
dengan beban kerja yang diemban, kurang kreatif dalam memecahkan masalah
atau problem yang sulit.
Hasil survey majalah SWA (dalam Rahmasari, 2012) menunjukan bahwa
penerapan nilai-nilai spiritual dalam perusahaan mampu miningkatkan
produktivitas. Sedangkan hasil penelitian Trihandini (2004) menyimpulkan
bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh yang nyata terhadap etos kerja
karyawan. Seperti yang dijelaskan Zohar dan Marshall (2001) bahwa kecerdasan
spiritual juga memegang peranan yang besar terhadap kesuksesan seseorang
dalam melakukan pekerjaannya. Seseorang karyawan dalam hal ini perawat yang
memperoleh kebahagiaan dalam bekerja akan berkarya lebih baik.
Darajat (1990) menyatakan bahwa unsur terpenting yang dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia adalah iman yang
direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka dalam Islam yang menjadi
sumber kehidupan manusia adalah iman, karena iman menjadi pengendali sikap,
besar dalam diri seseorang, diantaranya keimanan membuat individu percaya
kepada dirinya sendiri, dapat meningkatkan kemampuan, dapat membangkitkan
rasa tenang dalam jiwa dan dapat menimbulkan kedamaian hati juga memberi
rasa bahagia (Najati, 202).
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual
merupakan suatu kecerdasan yang dapat diimplikasiakan untuk menempatkan
perilaku dan hidup individu dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, yaitu
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibanding dengan yang lain.
Individu yang memiliki spiritualitas tinggi merasa diri mereka
mempunyai keterampilan sosial yang lebih baik. Kemampuan untuk bertingkah
laku yang baik, seperti menunjukan rasa belas kasihan, mengungkapkan rasa
terima kasih, menunjukan rasa malu, menunjukan kasih sayang, dan menunjukan
rasa rela berkorban atas nama kasih, merupakan salah satu komponen dalam
kecerdasan spiritual (Emmons, 2000). Kecerdasan spiritual sangat penting bagi
perawat untuk memperkuat etos kerja pada perawat dan membentengi diri dari
sikap kurang peduli terhadap pasienya atau etos kerja yang rendah.
Menurut Agustin (2001), kecerdasan spiritual dalam Islam mengikuti
konsep-konsep rukun iman yang menjadi dasar agama, dan sumber spiritual
dalam Islam adalah Al-Quran dan As-Sunah.
Freke (2002), menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual sebagai suatu
hidup. Individu yang mampu melakukan suatu aktivitas jiwa dan diri menuju
Tuhannya, untuk mendapatkan rasa aman tentram terlepas dari rasa bersalah dan
berdosa. Individu yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan mampu
berinteraksi dengan baik di lingkungan kerja dan mampu meningkatkan
produktivitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan apa yang di sebutkan dalam
terjemah Al-Qur’an yaitu QS : 17 : 82 “Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Iskandar,
2012).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti ada tidaknya
hubungan kecerdasan spiritual dengan etos kerja perawat instalasi rawat inap
Rumah Sakit Islam Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan suatu rumusan
permasalahan penelitian sebagaiberikut: “Apakah ada hubungan antara
kecerdasan spiritual dengan etos kerja pada perawat instalasi rawat inap di
Rumah Sakit Islam Purwokerto ?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan kecerdasan spiritual
terhadap etos kerja perawat instalasi rawat inap di Rumah Sakit Islam
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan wacana bagi
perkembangan ilmu psikologi pada umumnya dan psikologi industri
pada khususnya, terutama mengenai hubungan kecerdasan spiritual
dengan etos kerja pada perawat.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu bahan referensi
mengenai hubungan kecerdasan spiritual dengan etos kerja pada
perawat. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada