• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal Shinta Sari 1), Sri Elniati 2), Ahmad Fauzan 3) Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal Shinta Sari 1), Sri Elniati 2), Ahmad Fauzan 3) Abstract"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

54

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Shinta Sari

1)

, Sri Elniati

2)

, Ahmad Fauzan

3)

1) FMIPA UNP : email:shinta130992@gmail.com 2,3)Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Abstract

Mathematics problem solving skill of students in Junior High School Number 1 Padang hadnot developed optimally. Problem Based Learning (PBL) Approach was hoped to become the solution to develop mathematics problem solving skill of students. Problem Based Learning Approach facilitated the unstructured contextual problem as the starting point of learning. The aim of this research was to compare the increasing of mathematics problem solving skill between students who were taught by using PBL approach and convensional, and describe the developing of mathematics problem solving skill of students who were taught by using PBL approach. The kind of this research was combination experiment research and descriptive by using Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Instrument that was used in this research was test of mathematics problem solving and worksheet. Increasing of students’ score of the test was analyzed by using Mann-Whitney U test, and the data of students’ worksheet score was analyzed descriptively. Result of this research shows that the increasing of mathematics problem solving skill of students who were taught by using PBL approach is higher than convensional, and PBL approach has positive impact to develop mathematics problem solving skill of students.

Keywords – problem based learning approach, mathematics problem solving skill

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan negara Indonesia sesuai amanat UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Cara mencapai tujuan tersebut antara lain dengan melakukan pembelajaran matematika disekolah. Pembelajaran matematika diharapkan dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir, sehingga kecerdasan yang diperoleh bukan hanya berdasarkan nilai akademis di sekolah, akan tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini diungkapkan tujuan pembelajaran matematika berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, yaitu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang pendekatan matematika, menyelesaikan pendekatan, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah [1].

Berdasarkan lima tujuan yang telah dikemukakan, kemampuan pemecahan masalah memegang peranan penting, karena selain sebagai tuntutan pembelajaran matematika, kemampuan tersebut juga bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung oleh fakta bahwa poin utama penilaian pada studi internasional seperti Thrends International Mathematics Science Study

(TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA) adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Hasil terbaru TIMSS tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia kelas delapan SMP berada di peringkat 38 dari 45 negara. Indonesia hanya mampu mengumpulkan 386 poin dari skor rata-rata 500. Demikian juga penelitian dari PISA 2009 dengan hasil yang relatif sama untuk nilai matematika, Indonesia berada pada peringkat ke-61 dari 65 negara peserta [2].

Hal tersebut di atas terjadi karena pengaplikasian kurikulum mengenai kemampuan pemecahan masalah

(2)

55

matematika siswa di Indonesia masih kurang [3].

Pembelajaran matematika cenderung berorientasi pada pemberian rumus, contoh soal dan latihan soal. Siswa lebih dominan berlatih mengerjakan soal rutin yang penyelesaiannya menggunakan rumus dan algoritma. Konsekuensinya jika siswa diberikan soal non rutin atau bentuk pemecahan masalah, maka mereka belum mampu menyelesaikannya. Bagi siswa di sekolah unggul sekalipun, soal pemecahan masalah masih dianggap sebagai soal yang rumit dan langka.

Salah satu sekolah unggul di Kota Padang adalah SMP Negeri 1 Padang. Beragam prestasi, baik dari segi akademik maupun non-akademik pernah diraih oleh sekolah ini, akan tetapi predikat unggul yang dimiliki oleh sekolah belum menjamin kemampuan pemecahan masalah matematika siswanya tinggi. Berdasarkan tes yang diberikan, diketahui bahwa siswa mengalami kendala dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Berikut ini contoh soal pemecahan masalah yang diberikan kepada 23 siswa kelompok VIII SMPNegeri 1 Padang.

Luas suatu persegi panjang 40 satuan. Persegi panjang itu dibagi menjadi 4 bagian dengan luas masing-masing bagian adalah 7, 8, n dan x satuan dengan x > n. Jika selisih dari x dan n adalah 5 satuan, tentukan luas persegi panjang yang belum diketahui!

Berdasarkan penyelesaian siswa untuk soal tersebut, dapat dilakukan analisa sesuai indikator pemecahan masalah matematika. Indikator pemecahan masalah matematika yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menjalankan rencana, dan (4) mengecek kembali dan menarik kesimpulan.

Terdapat 9 siswa yang mampu memahami permasalahan yang diberikan dan 14 siswa belum memahami permasalahan tersebut. Pemahaman siswa terhadap masalah dilihat dari kemampuan mereka menuliskan informasi yang diketahui dan ditanya oleh soal.

Kekeliruan siswa dalam memahami masalah disebabkan mereka kurang terbiasa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Soal yang diberikan kepada siswa cenderung bersifat rutin dan berupa penerapan algoritma biasa.

Pemahaman siswa terhadap masalah harus diikuti dengan perencanaan penyelesaian. Perencanaan penyelesaian meliputi penetapan langkah-langkah, pemilihan konsep, persamaan, dan teori yang sesuai. Dari 9 siswa yang mampu memahami masalah, terdapat 8 orang yang membuatkan persamaan yang sesuai untuk permasalahan. Mereka dapat membuatkan bahwa pembagian persegi panjang tersebut memenuhi persamaan

.

Siswa tidak membuat perencanaan penyelesaian karena mereka belum mampu mengaitkan permasalahan yang

ditemui dengan konsep matematika yang telah dipelajari. Pembelajaran yang kurang bermakna menjadi pemicu hal tersebut. Perencanaan penyelesaian diperlukan agar siswa lebih terbantu dalam menyelesaikan soal dan apa yang akan dikerjakan menjadi lebih jelas.

Siswa yang mampu menjalankan penyelesaian sesuai persamaan yang telah dirancang adalah sebanyak 7 orang, sedangkan satu orang lainnya terkendala dalam menghubungkan persamaan-persamaan yang telah diperoleh. Siswa tersebut sudah mendapatkan bahwa

dan juga mengetahui , akan tetapi penyelesaian tidak dilanjutkan karena belum mengetahui metode yang tepat untuk menghubungkan kedua persamaan tersebut.

Setelah menyelesaikan permasalahan, siswa harus melakukan pengecekan terhadap pekerjaan mereka untuk meyakinkan kebenaran langkah-langkah dan penyelesaian yang didapatkan. Sebagian besar siswa mengungkapkan bahwa mereka hanya melakukan pengecekan apabila merasa ragu terhadap hasil yang diperoleh. Jika pengecekan kembali tidak dilakukan, maka penyelesaian yang diperoleh siswa belum sesuai dengan persyaratan yang terdapat di soal. Misalnya pada kasus siswa yang mendapatkan hasil x=20 dan n=5, ditemukan kesalahan karena pada soal dinyatakan selisih x dan n adalah 5.

Pengecekan kembali juga dapat berupa penulisan penafsiran atau kesimpulan terhadap penyelesaian masalah. Jika dilihat dari permasalahan yang diberikan, maka 7 orang siswa mendapatkan hasil yang benar dan sesuai dengan persyaratan, akan tetapi mereka tidak menyimpulkan dengan kalimat, sehingga dapat dikatakan mereka belum menjawab yang ditanyakan.

Berdasarkan hasil analisa terhadap jawaban siswa, dapat diperoleh bahwa 23 orang belum mampu menyelesaikan soal pemecahan masalah secara tepat, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika bagi siswa, sudah sewajarnya dicarikan solusi untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Solusi yang diperkirakan cocok adalah dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang diterjemahkan dari Problem Based Learning (PBL).

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) termasuk dalam ketegori teaching via problem solving, dimana pengajaran konten matematika dilakukan melalui penyajian masalah yang berorientasi inkuiri. Pembelajaran dimulai dari situasi konkrit dan berangsur-angsur ke masalah yang abstrak. Sejalan dengan itu, Barell mengungkapkan bahwa PBM mengajak siswa untuk tertarik menemukan pengetahuan yang nyata dan relevan, serta membiarkan mereka untuk belajar dari situasi nyata [4].

Melalui pendekatan PBM, diharapkan siswa dapat berlatih mengaitkan masalah kehidupan sehari-hari dengan

(3)

56

pembelajaran matematika, sehingga matematika tidak lagi

terlalu abstrak bagi mereka dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Fogarty mendefinisikan PBM sebagai suatu model kurikulum yang didisain di seputar masalah dunia nyata yang tidak terstruktur, open-ended atau ambigu. Suatu masalah yang tidak terstruktur bersifat samar-samar, tidak jelas, atau belum teridentifikasi. Situasi yang diciptakan dalam permasalahan tersebut seringkali membingungkan dan kompleks, serta memuat hal-hal yang tidak berhubungan [4].

Menurut Hung, peserta didik memperoleh beberapa manfaat melalui PBM yaitu: (1) dapat beradaptasi dengan perubahan, (2) dapat bernalar dan berhadapan dengan masalah, (3) membiasakan bersikap empati, bekerja sama dan menghargai orang lain, (4) mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan sendiri, (5) memelihara suatu pembelajaran dengan terbuka, kritis dan aktif [5]. Hal tersebut menjelaskan bahwa PBM dapat memberikan manfaat dalam kehidupan peserta didik. Melalui pendekatan PBM, peserta didik dapat belajar memecahkan masalah, menggunakan penalaran dan bekerjasama dengan orang lain.

Senada dengan hal tersebut, Duch, Gron, dan Alen dalam Armiati menyebutkan bahwa PBM dapat menghasilkan banyak kemampuan, diantaranya: (1) berpikir kritis, menganalisa dan menyelesaikan masalah kompleks dan masalah dunia nyata, (2) menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan sumber-sumber belajar yang sesuai, (3) bekerja secara kooperatif, baik kelompok besar maupun kelompok kecil, (4) komunikasi yang efektif dan akurat secara lisan maupun tulisan, (5) menerapkan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk menjadi pebelajar sepanjang hayat [5].

Berdasarkan kedua pendapat sebelumnya, terlihat bahwa pendekatan PBM membuat peserta didik berpikir visibel dan menstimulasikan pemikiran yang multipel untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur dan baru. Melalui penerapan pendekatan PBM dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dan untuk melihat lebih mendalam dampak penerapan pendekatan PBM dalam proses pembelajaran matematika di sekolah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan PBM dan siswa yang diajar secara konvensional, serta mendeskripsikan perkembangan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajar dengan pendekatan PBM. Hipotesis yang diajukan adalah “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan PBM lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar secara konvensional”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah gabungan antara penelitian eksperimen semu dan deskriptif [6]. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Pretest-Posttest Design [7]. Rancangan tersebut dapat digambarkan dalam Tabel I berikut.

TABEL I RANCANGAN PENELITIAN

Kelompok Pretest Variabel Terikat Posttest

Eksperimen T1 X T2

Kontrol T1 - T2

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Padang tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 6 kelas. Setelah dilakukan penarikan sampel secara acak, terpilih kelas VIII D sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelompok kontrol. Selanjutnya, siswa kelompok eksperimen atau VIII D yang diajar dengan pendekatan PBM dijadikan subjek penelitian deskriptif.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan PBM, sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini yaitu berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (pretest dan posttest) dan LKS (individual worksheet).

Data yang diperoleh dari peningkatan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dianalisa menggunakan uji Mann-Whitney U. Pengujian dengan Mann-Whitney U dilakukan karena data yang diperoleh tidak berdistribusi normal. Data yang diperoleh dari skor LKS siswa dianalisa secara deskriptif dengan melihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa selama diajar dengan pendekatan PBM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Pretest dan Posttest

Hasil pretest kedua kelompok sampel dideskripsikan pada Tabel II berikut.

(4)

57

TABEL II

HASIL PRETESTKEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA Kelompok N Maks Skor

Eksperimen 24 96 64 28 45,13 12,24 Kontrol 22 96 83 27 49,27 14,52

Pada Tabel II terlihat bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol lebih tinggi daripada eksperimen. Nilai maksimum siswa kelompok kontrol lebih tinggi daripada eksperimen, sedangkan nilai minimum siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Berikut ini disajikan hasil pretest siswa kelompok eksperimen untuk setiap indikator pemecahan masalah matematika.

TABEL III

HASIL PRETESTSISWA KELOMPOK EKSPERIMEN PER INDIKATOR

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ukuran Indikator Pemecahan Masalah Matematika 1 2 3 4 Rata-rata 15,96 10,92 14,00 4,25 Skor Tertinggi 24 19 19 10 Skor Terendah 10 4 7 0 Skor Ideal 24 24 24 24 Skor Minimal untuk Kategori Pencapaian Indikator 18 18 18 18 Jumlah Siswa yang Mencapai Indikator 10 1 3 0 Persentase Siswa yang Mencapai Indikator 41,67% 4,17% 12,5% 0 Keterangan: 1. Memahami Masalah 2. Merencanakan Penyelesaian 3. Menjalankan Rencana

4. Mengecek Kembali dan Menarik Kesimpulan

Pada tabel III tampak bahwa persentase siswa yang mencapai indikator pemecahan masalah masih rendah dan kurang dari 50%, bahkan mencapai 0 untuk indikator mengecek kembali dan menarik kesimpulan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa untuk kelompok eksperimen masih rendah.

Hasil pretest siswa kelompok kontrol untuk setiap indikator pemecahan masalah matematika disajikan pada Tabel IV.

TABEL IV

HASIL PRETEST SISWA KELOMPOK KONTROL PER INDIKATOR PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Ukuran Indikator Pemecahan Masalah Matematika

1 2 3 4 Rata-rata 16,09 13,91 14,50 4,77 Skor Tertinggi 23 20 23 17 Skor Terendah 8 7 8 0 Skor Ideal 24 24 24 24 Skor Minimal untuk Kategori Pencapaian Indikator 18 18 18 18 Jumlah Siswa yang Mencapai Indikator 10 4 7 0 Persentase Siswa yang Mencapai Indikator 45,45% 18,18% 31,82% 0

Sama halnya dengan kelompok eksperimen, pada kelompok kontrol juga belum terdapat siswa yang mampu menguasai indikator mengecek kembali dan menarik kesimpulan. Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol masih rendah.

Apabila diadakan perbandingan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka persentase siswa kelompok kontrol yang mampu menguasai indikator memahami masalah, merencanakan penyelesaian, dan menjalankan rencana sedikit lebih tinggi daripada siswa kelompok eksperimen, namun tetap belum ada yang mencapai 50%. Untuk indikator mengecek kembali dan menarik kesimpulan, siswa pada kedua kelompok memperoleh persentase yang sama, yaitu 0. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol sama-sama mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika, terutama pada indikator mengecek kembali dan menarik kesimpulan.

Hasil posttest kedua kelompok sampel dideskripsikan pada Tabel V.

TABEL V

HASIL POSTTESTKEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA Kelompok N Maks Skor

Eksperimen 24 96 94 43 78,00 15,27 Kontrol 22 96 84 5 61,77 17,33 Pada Tabel V terlihat bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Nilai

(5)

58

0 20 40 60 80

Sko

r

Eksperimen Kontrol 0 0,2 0,4 0,6 0,8

Sk

or

Gain Ternormalisasi Eksperimen Kontrol

maksimum dan nilai minimum siswa kelompok eksperimen juga lebih tinggi daripada siswa kelompok kontrol.

Interpretasi perbandingan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok sampel seperti terlihat pada Gambar. 1.

Gambar. 1 Rata-rata Pretest dan PosttestKelompok Sampel

Gambar. 1 memperlihatkan adanya peningkatan skor rata-rata yang diperoleh siswa kedua kelompok sampel dari

pretest ke posttest. Peningkatan yang lebih tinggi dialami oleh kelompok eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen mengalami peningkatan lebih tinggi daripada siswa kelompok kontrol.

Data gain ternormalisasi dideskripsikan sebagai skor peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada masing-masing kelompok sampel. Total nilai gain ternormalisasi yang diperoleh dari kelompok eksperimen adalah 15,41 dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,64. Skor tertinggi gain pada kelompok eksperimen adalah 0,97 dan skor terendah adalah -0,09. Total nilai gain ternormalisasi yang diperoleh dari kelompok kontrol adalah 4,03 dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,18. Skor tertinggi gain pada kelompok kontrol adalah 0,80 dan skor terendah -1,31.

Perbandingan rata-rata gain ternormalisasi kedua kelompok sampel diinterpretasikan seperti pada Gambar. 2.

Gambar. 2 Rata-rata Gain TernormalisasiKelompok Sampel Tampak pada Gambar. 2 bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan

pendekatan PBM lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan kriteria gain ternormalisasi, maka peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen termasuk kategori sedang karena rata-rata gain ternormalisasi kelompok tersebut berada pada rentang 0,3 ≤ g < 0,7. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok kontrol tergolong kategori rendah dengan nilai rata-rata gain ternormalisasi

0,18.

Uji hipotesis dengan menggunakan data dari gain ternormalisasi skor tes masing-masing siswa memberikan hasil z = -3,64, sehingga nilai P = 0,0001. Nilai P tersebut lebih kecil dari α = 0,05 yang ditetapkan, dan mengakibatkan H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol.

B. Data Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada tiap pertemuan dideskripsikan pada Tabel VI. Pada tabel tampak bahwa rata-rata skor LKS tertinggi berada pada LKS 2 yaitu 3,84 dan yang terendah terdapat pada LKS 6 yaitu 3,23. Rata-rata perolehan skor siswa selama 8 kali pertemuan pembelajaran dengan pendekatan PBM mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini berarti bahwa perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika juga berfluktuasi; terkadang meningkat dan terkadang menurun. Peningkatan dan penurunan kemampuan siswa tersebut dipengaruhi oleh pendekatan PBM yang digunakan, dan perbedaan tingkat penguasaan siswa terhadap masing-masing materi yang dipelajari.

Soal

Seorang walikota merencanakan membuat taman rekreasi berbentuk lingkaran dengan diameter 1.400 m. Karena kekurangan dana, dalam realisasinya hanya dibangun taman dengan diameter 700 m. Berapa persen biaya yang bisa dihemat dari biaya pembebasan tanah untuk taman itu dari rencana semula?

Contoh Jawaban Siswa:

(6)

59

Berdasarkan jawaban siswa pada Gambar. 3, tampak

bahwa mereka belum memahami permasalahan yang diberikan. Siswa menuliskan luas sebagai hal yang diketahui dari permasalahan, padahal pada permasalahan tidak diketahui mengenai luas. Pada jawaban belum terdapat perencanaan penyelesaian yang memuat rumus ataupun konsep. Siswa langsung mendapatkan jawaban 50% tanpa menuliskan langkah-langkah ataupun rumus yang digunakan. Siswa sudah membuat kesimpulan pada bagian akhir penyelesaian, akan tetapi kesimpulan yang didapatkan masih belum tepat.

Gambar. 4 merupakan jawaban siswa pada saat

posttest.

Gambar. 4 Contoh Jawaban Siswa pada Saat Posttest

Berdasarkan jawaban pada Gambar. 4, terlihat bahwa siswa telah mampu memahami permasalahan yang diberikan. Hal yang diketahui dan ditanya sudah sesuai dengan yang terdapat pada permasalahan. Untuk indikator perencanaan penyelesaian, siswa juga sudah terlihat mampu merencanakan penyelesaian dengan menuliskan konsep mengenai perubahan luas yang akan digunakan. Siswa sudah baik dalam menjalankan rencana dengan melakukan prosedur yang benar dan lengkap, serta mendapatkan hasil yang benar. Kesimpulan yang dituliskan oleh siswa sudah mampu menjawab permasalahan yang ada dengan bahasa penulisan yang jelas.

Berdasarkan perbandingan kedua jawaban siswa pada saat pretest dan posttest tersebut, dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa untuk setiap indikator pemecahan masalah matematika mengalami peningkatan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan PBM lebih tinggi daripada siswa yang diajar secara konvensional.

2. Pendekatan PBM memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa terutama dalam hal mengecek kembali dan menarik kesimpulan.

REFERENSI

[1] Tim Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

[2] International Study Center. (2011) TIMSS 2011. [Online]. Available: http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf

[3] Kesumawati, Nila. (2008) Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika.[Online].Available:

http://eprints.uny.ac.id/6928/1/P-18%20Pendidikan(Nila%20K).pdf [4] Fogarty, Robin. 1997. Problem-Based Learning and Other

Curriculum Models for the Multiple Intelegences Classroom.Hawker Brownlow Education.Melbourn Australia.

[5] Armiati. 2010. Menata Kecerdasan Emosional melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Matematika. Semnas Matematika. UNP. [6] Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

[7] Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa

Kekurangan cara ini adalah butuhnya waktu lebih untuk melakukan pemesanan ke toko lain dan tidak dapat mengambil untung karena harga jual yang ditawarkan sama dengan harga yang

Lingkup pekerjaan : Melakukan inventarisasi data infrastruktur industri pengguna energi panas bumi, melakukan evaluasi terhadap data yang terkumpul dan selanjutnya

Adanya variasi waktu penahanan yang diberikan pada briket batok kelapa muda pada proses pirolisis fluidisasi bed menggunakan media gas argon, mampu memperbaiki

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

Menurut Odum (1993), nilai dominansi mendekati 0 maka dominansi rendah atau tidak ada yang mendominansi dan jika nilai dominansi mendekati 1 maka dominansi tinggi

Maksud dalam ikut serta disini saya (guru PAI) mengintervensi secara langsung siswa yang melakukan sikap indisipliner atau siswa yang tidak disiplin saat kegiatan

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan