ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH LEBAKPEUNDEUY KECAMATAN CIHARA, KABUPATEN LEBAK
PROVINSI BANTEN
Nadya Widiyanti1, Ildrem Syafri2, Aton Patonah2 1
Student at the Dept. Of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang
2
Lecturer at the Dept. Of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang
SARI
Daerah penelitian terletak di Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Secara geografi terletak pada koordinat 106° 07' 24.38" BT - 106° 09' 2.21" BT dan 06° 49' 35.66" LS - 06° 47' 57.92" LS. Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan alterasi. Berdasarkan analisis Secara stratigrafi daerah penelitian terdiri atas batuan terobosan granodiorit. Berdasarkan asosiasi mineral ubahan daerah penelitian terbagi menjadi dua zona, yaitu: zona serisit – klorit dan zona klorit – epidot. Hasil pengamatan mineragrafi terdapat mineral bijih pirit dan kalkopirit secara menyebar (disseminated) dan penggantian (replacement). Daerah penelitian digolongkan dalam endapan sulfida tinggi.
Kata kunci : alterasi, mineralisasi, endapan sulfida tinggi, diseminasi, penggantian.
ABSTRACT
The research area is in Cihara, Lebak, Banten. Geographically, the research area is located at 106° 07' 24.38" - 106° 09' 2.21" E and 06° 49' 35.66" - 06° 47' 57.92" S. This research was done by the alteration mapping. Based on the analysis, a several samples are chosen for petrographic analysis, mineragraphy and PIMA. Based on regional stratigraphic, the research area consists of Granodiorite Intrution. Alteration mineral assemblage the alteration zone can be divided to two zones which are Serisit-Chlorite zone and Chlorite-Epidote zone. Based on mineragraphy observation, there are found ore minerals which are pyrite and chalcopyrite. These minerals formed as disseminated and replacement. The research area is classified to the high sulfidation deposit.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah gugusan kepulauan yang secara geologi terletak dekat dengan zona tumbukan (subduction) di sebelah selatannya. Proses tumbukan antara lempeng Australia dan Eurasia mengakibatkan adanya aktifitas-aktifitas vulkanisme dan magmatisme yang terjadi pada sebagian besar daerahnya. Aktifitas-aktifitas tersebut menjadi salah satu sumber mineralisasi pada beberapa daerah.
Untuk menentukan tipe endapan, karakteristik, dan keterdapatan mineral bijih maka dilakukan kegiatan pemetaab untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis atau kajian kemungkinan dilakukannya penambangan.
Zona Bayah merupakan salah satu lokasi yang menarik untuk diteliti untuk mengetahui karakteristik alterasi dan mineralisasinya. Penelitian difokuskan di daerah Lebakpeundeuy, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Secara garis besar penelitian ini dibatasi oleh beberapa aspek, diantaranya: Bagaimana tatanan geologi lokal daerah penelitian, bagaimana tipe dan penyebaran
alterasi pada daerah penelitian, serta bagaimana endapan mineral pada daerah penelitian.
Secara administratif, daerah penelitian termasuk Desa Lebakpeundeuy, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 106° 07' 24.38" BT sampai 106° 09' 2.21" BT dan 06° 49' 35.66" LS sampai 06° 47' 57.92" LS (Gambar 1.1).
GEOLOGI REGIONAL
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Jawa Barat terbagi menjadi beberapa jalur utama yang berarah barat timur sesuai dengan sumbu panjang Pulau Jawa, salah satunya daerah penelitian termasuk Zona Pegunungan Bayah.
Menurut Sujatmiko & S.Santosa (1992) dalam Peta Geologi Lembar Lewidamar, daerah penelitian termasuk dalam Formasi Cimapag (Tmc), Granodiorit (Tomg), Metamorf (Tomm), Formasi Cikotok (Temv) dan Anggora Batulempung Formasi Bayah (Tebm). (Gambar 1.2)
METODE PENELITIAN
Secara garis besar, tahap penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, diantaranya: tahap pengambilan sampel batuan, tahap analisis laboratorium berupa
petrografi untuk mendapatkan hasil mineral ubahan, mineragrafi untuk analisis mineral bijih dan PIMA untuk menentukan jenis mineral lempung.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan aspek-aspek morfografi, morfometri, morfogenetik dan material penyusun yang terdapat pada daerah penelitian serta didukung oleh analisi peta topografi dan DEM, maka pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi dua satuan yaitu satuan geomorfolog perbukitan intrusi agak curam dan satuan geomorfologi perbukitan intrusi curam (Gambar 1.3).
Geologi Daerah Penelitian
1. Geomorfologi Daerah Penelitian A. Satuan Geomorfologi Perbukitan Intrusi
Agak Curam : Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 55% dari total luas daerah penelitian. Karakteristik morfografi pada satuan ini merupakan bentuk lahan intrusi agak curam dengan ketinggian 234 – 360 mdpl dan sungai-sungai membentuk pola subdendritik dan subparalel. Analisis morfometri pada satuan ini menghasilkan kemiringan lereng yang berkisar antara 13,2 - 20% dengan kelas relief agak curam. Litologi
penyusun satuan ini adalah batuan terobosan granodiorit. Genesa pembentukan satuan ini dipengaruhi oleh tektonik dan proses eksogen seperti pelapukan dan erosi.
B. Satuan Geomorfologi Perbukitan Intrusi Curam : Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 45% dari total luas daerah penelitian. Karakteristik morfografi pada satuan ini merupakan bentuk lahan vulkanik curam dengan ketinggian 94 – 380 mdpl dan sungai-sungai membentuk pola subparalel. Analisis morfometri pada satuan ini menghasilkan kemiringan lereng yang berkisar antara 20,4 – 54,7% dengan kelas relief curam. Litologi penyusun satuan ini adalah batuan terobosan granodiorit.
2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Pembagian satuan batuan di daerah penelitian didasarkan pada ciri litologi yang didapat dari hasil pengamatan di lapangan yang meliputi jenis batuan dan karakteristiknya, keseragaman gejala litologi, serta gejala lainnya yang berada dalam tubuh batuan dengan prinsip vulkanostratigrafi dan litostratigrafi sehingga penamaan satuan batuan menggunakan tata nama satuan yang tidak
resmi yang kemudian disebandingkan dengan penamaan secara resmi hasil peneliti terdahulu.
Satuan ini terdiri atas dominasi granodiorit dan sebagian kecil tuf. Secara megaskopis granodiorit memiliki warna segar abu – abu tua, warna lapuk hitam kecokelatan, sangat keras, leucocratic, faneritik, subhedral, holokristalin, inequigranular (Gambar 1.4). Mineral primer yaitu kuarsa, plagioklas, biotit, amfibol, piroksen. Mineral sekunder diantaranya klorit, serisit, epidot, mineral karbonat, kuarsa sekunder dan mineral lempung, serta terdapat mineral opak. Tipe alterasi propilitik dan filik. Dinamakan Granodiorit Terubah (Streckeisen,1976).
Satuan Granodiorit dari rekonstruksi penampang, menerobos Satuan tuf kristal, sehingga umurnya lebih muda dari satuan Satuan tuf kristal. Satuan batuan ini disebandingkan dengan Granodiorit Cihara berumur Oligosen Akhir (Sujatmiko & S.Santosa, 1992), Lingkungan pengendapan yaitu darat.
Berdasarkan pengamatan litologi di lapangan, Satuan Granodiorit ini menerobos Satuan tuf kristal dengan hubungan ketidakselarasan nonconformity.
3. Struktur Geologi Daerah Penelitian Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terjadi pada kala Oligosen – Miosen, berupa lipatan dan sesar. Sesar mendatar dekstral di selatan daerah penelitian diduga sebagai zona lemah yang menyebabkan terjadinya intrusi granodiorit pada daerah penelitian.
Alterasi Daerah Penelitian
Mineral ubahan (Gambar 1.5) pada daerah penelitian dapat dilihat pada peta kerangka alterasi (Gambar 1.6). Penyebaran manisfestasi mineral ubahan berada pada bagian baratlaut, timurlaut, selatan, dan baratdaya daerah penelitian dalam hal ini kehadiran mineral ubahan tersebut sebagian besar berada pada batuan terobosan granodiorit.
Intensitas alterasi di daerah penelitian semakin kuat pada wilayah selatan daerah penelitian, dapat dilihat dengan kehadiran mineral bersuhu tinggi seperti epidot, alunit. Semakin tinggi suhu mineral ubahan artinya semakin dekat dengan sumber.
Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya, daerah penelitian terbagi kedalam tujuh zona alterasi, yaitu :
A. Zona Klorit – Epidot
Secara megaskopis, zona alterasi ini umumnya berwarna abu – abu kehitaman, terdapat mineral pirit yang tersebar secara
disseminated, sangat keras, dengan intensitas ubahan sedang. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral dan mineral epidot berwarna kecoklatan, relief tinggi, ubahan dari plagioklas.
Keterbentukan mineral klorit dan epidot menunjukan bahwa zona ini termasuk ke dalam kelompok mineral calc-silikat yang terbentuk pada kondisi normal hingga alkalin (Corbett and Leach, 1996).
B. Zona Klorit – Serisit
Zona ini hadir pada sampel batuan granodiorit. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral dan mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas. Mineral lain yang hadir adalah mineral kuarsa sekunder tidak berwarna, relief rendah pleokroisme tidak ada, nmineral>nmedium, subhedral-anhedral, sudut pemadaman bergelombang
C. Zona Klorit – Serisit – Epidot dan Mineral Karbonat
Zona ini hadir pada sampel batuan granodiorit. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral, mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas, mineral epidot berwarna kecoklatan, relief tinggi, ubahan dari plagioklas, mineral karbonat berwarna cokelat, relief rendah, pleokroisme tidak ada, nmineral<nmedium, subhedral – anhedral, hasil ubahan dari plagioklas. Mineral lain yang hadir adalah mineral lempung dengan jenis mineral lempung ilit dan halosit. D. Zona Serisit – Klorit – Kuarsa
Zona ini hadir pada sampel batuan granodiorit. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas, klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral, mineral kuarsa sekunder tidak berwarna, relief rendah pleokroisme tidak ada, nmineral>nmedium, subhedral-anhedral, sudut pemadaman bergelombang.
Pada zona ubahan ini proses hidrolisis mengambil peranan yang cukup penting dalam pembentukan mineral serisit, menurut klasifikasi Sales dan Meyer (1946), unsur utama SiO2 secara signifikan mengalami pengkayaan SiO2, K2O dan total Fe sedangkan Na2O3, H2o dan CaO mengalami pengurangan unsur.
E. Zona Serisit, Klorit, Mineral Karbonat Zona ini hadir pada sampel batuan granodiorit. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas, klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral, mineral karbonat berwarna cokelat, relief rendah, pleokroisme tidak ada, nmineral<nmedium, subhedral – anhedral, hasil ubahan dari plagioklas. F. Zona Serisit – Kuarsa
Zona ini dicirikan oleh mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas, mineral kuarsa sekunder tidak berwarna, relief rendah pleokroisme tidak ada, nmineral>nmedium, subhedral-anhedral, sudut pemadaman bergelombang.
G. Zona Serisit – Kuarsa – Mineral Karbonat
Zona ini hadir pada sampel batuan granodiorit. Proses ubahan yang utama ditunjukan oleh kehadiran mineral mineral serisit berwarna kecoklatan, relief sedang, anhedral, berserabut, merupakan ubahan dari plagioklas, klorit berwarna hijau kekuningan, relief tinggi, pleokroisme lemah, subhedral-anhedral, mineral karbonat berwarna cokelat, relief rendah, pleokroisme tidak ada, nmineral<nmedium, subhedral – anhedral, hasil ubahan dari plagioklas.
Tipe Alterasi daerah penelitian
Mengacu pada Corbett and Leach, 1996, tipe alterasi di daerah penelitian terbagi menjadi dua, yaitu (Gambar 1.7):
A. Tipe Alterasi Propilitik
Pembentukan tipe alterasi propilitik merupakan tahap perpindahan panas lanjutan pada kedalaman melting yang lebih dangkal, terjadi transfer panas selama masa pendinginan fluida terhadap batuan dinding yang mengakibatkan terjadinya penurunan temperatur pembentukan mineral pada kondisi pH sedikit di bawah netral.
Pembentukan zona propilitik juga disertai dengan pelepasan volatile magma sehingga mengakibatkan batuan yang berada
di daerah pembentukan zona propilitik memiliki tingkat ubahan yang relatif lebih tinggi. Zona ini ditandai dengan kemunculan mineral klorit, epidot, serisit dan mineral karbonat dan diperkirakan terbentuk pada suhu 2500 – 3000C.
B. Tipe Alterasi Filik
Zona ini merupakan kelanjutan dari transfer panas selama peleburan yang terjadi di dekat permukaan. Pada tahap ini terjadi penurunan temperatur dan berkurangnya derajat keasaman yang diperkirakan akibat dari air meteoric. Zona alterasi filik ditandai dengan kemunculan mineral serisit, klorit, kuarsa dan mineral karbonat dan diperkirakan terbentuk pada suhu 2000 – 3000C.
Mineralisasi Daerah Penelitian
Mineralisasi merupakan proses pembentukan mineral atau pengisian batuan mengandung endapan yang bersifat ekonomis. Mineralisasi yang berkembang di daerah penelitian dijumpai pada zona propilitik. Hampir di setiap litologi batuan di daerah penelitian terkandung mineral opak berupa pirit. Di beberapa stasiun terdapat mineral kalkopirit secara menyebar (disseminated).
Empat sampel dari daerah penelitian telah dikumpulkan untuk dilakukan analisis
minegrafi untuk mengetahui jenis mineral bijih, asosiasi dan paragenesanya. Sampel yang dikumpulkan berupa batuan yang secara megaskopis terlihat mengandung mineral bijih dengan kode sampel N8, N10, N12 dan N14.
Berdasarkan hasil analisis minegrafi pada empat sampel tersebut ditemukan mineral bijih yaitu pirit dan kalkopirit. Secara keseluruhan paragenesa mineral bijih di daerah penelitian tumbuh pada dua stage dimana terdapat penggantian mineral
(replacement) (Gambar 1.8) antara mineral pirit (stage 1) digantikan dengan kalkopirit (stage2) (Tabel 1.1).
Sistem Endapan Mineral
Mineral gangue dapat ditentukan berdasarkan megaskopis maupun mikroskopis. Mineral gangue yang ditemukan diantaranya kuarsa, feldspar, mineral lempung seperti alunit, ilit, monmorilonit, halosit, karbonat. Hampir disetiap litologi batuan di daerah penelitian terkandung mineral opak berupa pirit dan kalkopirit. Mineral – mineral tersebut terbentuk secara menyebar (disseminated). Terdapat penggantian mineral (replacement) antara mineral pirit digantikan oleh kalkopirit (Tabel 1.2).
Endapan sulfida tinggi daerah penelitian yaitu: terdapat tekstur vuggy pada
batuan terobosan granodiorit; mineral pirit dan kalkopirit; alterasi batuan yaitu filik dan bagian luar berupa alterasi propilitik. Dengan suhu 2000 – 300oC; sumber fluida dominan dari sisa air magmatik, sesuai dengan ciri endapan epitermal sulfida tinggi menurut Hedenquist (1992) (Gambar 1.9).
SIMPULAN
Litologi yang terdapat di daerah penelitian adalah batuan terobosan granodiorit. Diperkirakan berumur Oligosen. Batuan granodiorit ini menerobos satuan tuf yang berumur Eosen.
Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya daerah penelitian terbagi kedalam tujuh zona, yaitu : zona klorit, epidot, zona klorit, serisit, zona klorit, serisit, epidot dan mineral karbonat, zona serisit, klorit, kuarsa, zona serisit, klorit, mineral karbonat, zona serisit, kuarsa, zona serisit, kuarsa, mineral karbonat. Mengacu pada klasifikasi Corbett and Leach, 1997 termasuk kedalam tipe alterasi propilitik dengan dominasi mineral klorit dan epidot serta tipe filik dengan dominasi mineral serisit dan klorit.
Mineralisasi di daerah penelitian didominasi oleh mineral pirit secara
disseminated dan sebagian digantikan oleh
kalkopirit. Berdasarkan karakteristik tersebut termasuk dalam system endapan epitermal silfida tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Arribas, A., 1995. Epithermal High Sulfidation. Mineralogical
Association of Canada Short Course Vol. 2.
Bateman, A.M., 1950. Economic Mineral Deposits, 2nd ed. Wiley, New York, 916 pp. Bateman, A.M., 1981, Mineral Deposit 3rd edition, Jhon Wiley and Sons, New York. Baumann. Paul, 1972, Summary od the
stratigraphical result obtained duringthe SW
Java field campaign of Lemigas. Lembaga Minyak Bumidan Bagian Eksplorasi dan
Produksi, Jakarta.
Buchanan, L.J., 1981, Precious metal deposits associated with volcanic environments in the southwest, in
Dickson, W.R. and Payne, W.D., eds., Relationsof Tectonics to Ore Deposits in the Southern Cordillera: Arizona GeologicalSociety Digest, v. 14, p. 237-262.
Corbett, G.J & Leach, T.M., 1996,
Southwest Pasific Rim Gold / Copper System: Structure, Alteration and Mineralitation, A workshop presented for the Society of Eksploration Geochemist, Townsville.
Corbett, G.J., 1996. High Sulfidation Au-Cu-Ag. A workshop presented.
Corbett, G.J., and Leach, T.M., 1998, Southwest Pacific rim gold-copper systems: Structure, alteration and mineralisation: Economic Geology, Special Publication 6, 238 p., Society of Economic Geologists.
Hedenquist, J.W., and Reid, F., 1985, Epithermal gold: Sydney, Earth Resources Foundation, University of Sydney, p. 311.
Leach, T.M., and Muchemi, G.G., 1987, Geology and hydrothermal alteration of the north and west exploration wells in the Olkaria geothermal field, Kenya, in 9th New Zealand
geothermal workshop, 1987, Auckland, New Zealand,
proceedings: Auckland, University of Auckland Geothermal Institute, p. 187-192.
Lindgren, W., 1933, “Mineral Deposit”, McGraw-Hill Book Company, Inc, USA. Pannekoek, A.J., 1946,
Geomorphologische waarnemingen
op het Djampangplateau in West Java : Genootschap, Vol. LXIII, pt. 3, p. 340 - 367.
Pirajno, Franco. 1992. Hydrothermal Mineral Deposit. Jerman : Springer-Verlag.
Raymond, Loren A.. 2000. Petrology: The Study of Igneous Sedimentary and Metamorphic Rocks Second Edition. McGraw-Hill Higher Education: New York.
Schmid, R., 1981, Descriptive nomenclature and classification of pyroclastic deposits and fragments:
Recommendations of the IUGS Subcommission on thesystematics of igneous rocks. Geology, 9, 41−43.
Sujatmiko, Santoso, S.. 1992. PetaGeologi Lembar Leuwidamar, Jawa. Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (P3G), Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Volume I A. The Hague Martinus Nijhoff, Netherland.
Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian
Gambar 1.2 Peta geologi regional daerah penelitian bagian dari peta geologi regional Lewidamar menurut Sujatmiko & S.Santosa (1992)
Metamorf (Tomm) Formasi Cikotok (Temv) Anggota Batulempung Formasi Bayah (Tebm) Formasi Cimapag (Tmc) Granodiorit (Tomg)
Gambar 1.3 Peta Geomorfologi Daerah Penelitian
Gambar 1.6Peta Kerangka Alterasi Daerah Penelitian
Gambar 1.5 memperlihatkan kehadiran mineral klorit, serisit, epidot dan mineral karbonat
Klorit
Serisit
Epidot
Gambar 1.7 Peta Zonasi Alterasi Daerah Penelitian
Gambar 1.8 Sayatan poles sampel granodiorit N8
Pirit
Mineral Bijih (Ore) Stage I Stage II Pirit
Kalkopirit
Tabel 1.2 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi tinggi daerah Lebakpeundeuy Host Rock Granodiorit
Bentuk
Endapan Diseminasi dan menggantian mineral bijih Kontrol
struktur Struktur geologi dan porositas batuan Tipe Alterasi Propilitik dan Filik
Mineral Bijih Pirit dan kalkopirit Mineral
gangue
Kuarsa, klorit, alunit, montmorilonit, ilit, serisit, halosit, epidot, mineral karbonat
Gambar 1.9 Perkiraan posisi endapan alterasi dan mineralisasi daerah penelitian, mengikuti model tipe endapan epitermal menurut Buchanan (1981)
Tabel 1.1 Stage pembentukan mineral bijih (ore)
Daerah Penelitian