• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJUAN PUSATAKA A. Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain) - Farhan Riyadi Bab II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJUAN PUSATAKA A. Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain) - Farhan Riyadi Bab II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJUAN PUSATAKA

A. Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain) 1. Narkotika

Dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, mengurangi sampai menghilangi rasa nyeri, dan dapat menumbuhkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (Agsya, 2010). Lebih lanjut pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, mengenai pengertian Narkotika di atur dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Narkotika adalah Zat atau obat yang berasal dari tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

(2)

Delta 9 Tetrahydrocannabinol, Asetorfina, dan lain-lain sampai dengan 26 jenis dan turunannya.

Narkotika golongan I antara lain meliputi: Alfesetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, Alfentanil, Allilprodina, Anileridina, Asetilmetadol, Benzetidin, Benzilmorfinz, dan lain-lain sampai 87 jenis dan turunannya. Narkotika golongan III antara lain meliputi: Asetildihydrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina, dan lain-lain sampai 14 jenis dan turunannya.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pegobatan, Dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada: Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter dan pasien.

Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas dan Balai Pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan: menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

2. Psikotropika

Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, mengenai pengertian Psikotropika di atur dalam pasal 1 bahwa Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

(3)

II antara lain: Amfetamina, Deksamfetamina, Fenmetrazina, Fensklidina, Metafetamina dan Metilfenidat. Psikotropika golongan III antara lain meliputi: Amobarbital, Glutetimida, Pentobarbital, Sekobarbital, dan Siklobarbital. Psikotropka golongan IV antara lain: Amfepramonam Barbital, Etinamat, Fenobarbital, Meprobanat, Etakualon, Metfenobarbital, Meiprilon, dan Piprodo.

3. Zat Adiktif Lain

Zat adiktif lain adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi: Minuman beralkohol, Inhalasi (gas yang dihirup), dan Solven (zat pelarut) dan tembakau. Minuman beralkohol yaitu yang mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan Narkotika atau Psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu (BNN, 2012):

a. Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)

b. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur).

c. Golongan C : kadar etanol 20-45%, (Whiskey, Vodka, KW, Manson house, Johny Walker, Kamput).

Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan, antara lain lem, thiner, penghapus cat kuku, bensin (BNN, 2012).

(4)

menjadi pintu masuk penyalahgunaan Napza lain yang lebih berbahaya (BNN, 2012).

Bahan/obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Sama sekali dilarang: Narkotika golongan I dan golongan II. b. Penggunaan dengan resep dokter: amfeamin, sedatif hipnotika. c. Diperjualbelikan secara bebas: Lem, thiner dan lain-lain.

d. Ada batas umur dalam penggunaanya : alkohol, rokok (BNN, 2012).

B. Efek Napza

(5)

C. Gejala Klinis Penyalahgunaan Napza 1. Perubahan Fisik

Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tetapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut (Agus, 2007): a. Pada saat menggunaan Napza: jalan sempoyongan, bicara pelo

(cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga.

b. Bila kelebihan dosis (over dosis): nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal. c. Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau): mata dan hidung berair,

menguap terus menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun.

d. Pengaruh jangka panjang: penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan keropos, terhadap bakas suntikan pada lengan atau di bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik).

2. Perubahan sikap pada perilaku

a. Prestasi telah menurun, sering tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.

b. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau di tempat kerja.

c. Sering bepergian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa memberi tahu terlebih dahulu.

d. Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar dengan anggota keluarga lain dirumah.

e. Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga, kemudian menghilang.

(6)

g. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.

D. Penyebab Penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan dan ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemakaian yang bersifat patologik yang perlu dibedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik. Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis Napza secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Ketergantungan Napza adalah keadaan ketika telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah Napza yang semakin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat. Oleh karena itu ia selalu memperoleh Napza yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal (BNN, 2010). Penyebab penyalahgunaan Napza sangat kompleks akibat interaksi antar faktor yang terkait dengan faktor keluarga, kepribadian, teman sebaya dan faktor kesempatan. Tidak terdapat adanya penyebab tunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan Napza adalah sebagai berikut:

1. Faktor Keluarga

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkuan pergaulan baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahgunaan Napza (Hawari, 2006).

(7)

pengguna tersebut yang akan menimbulkan keinginan untuk mencoba dan merasakan bagaimana Napza. Penyebab yang timbul dari faktor keluarga ikut menentukan terjadinya penyalahgunaan Napza.

Penyebab dari faktor lingkungan keluarga antara lain: komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif, hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga, orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh, orang tua otoriter atau serba melarang, orang tua yang serba membolehkan (permisif), kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan, orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah Napza, tatatertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten), kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga, dan orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna Napza (Hawari, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Abu Hanifah dan Nunung Unayah (2011), jika keluarga kerap menjadi tertuduh dalam masalah tersebut, hal itu bukanah tanpa alasan. Terdapat beberapa tipe keluarga yang anggota keluarganya (anak dan remaja) beresiko tinggi terlibat penyalahgunaan Napza. Tipe-tipe keluarga tersebut antara lain:

Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan napza;

a. Keluarga dengan manajemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten yang dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak)

b. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara sodara.

(8)

menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat atau demi kemajuan, dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidak setujuan.

d. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

e. Keluarga yang neurosis yaitu keluarga yang meliputi rasa kecemasan dengan alasan yang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

Menurut Agus (2007) penggunaan opioida selain mempunyai khasiat analgesik (menghilangkan rasa sakit), opioida juga mempunyai khasiat hipnotik (menidurkan) dan eufona (menimbulkan rasa gembira dan sejahtera). Penggunaan opioida berulang kali dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Bila sudah terjadi ketergantungan terhadap opioida, lalu jumlah penggunaan dikurangi atau dihentikan, maka akan timbul gejala putus zat. Pada umumnya opioida dikonsumsi melalui suntikan intravena, inhalasi, dicampur dalam rokok tembakau, atau secara oral. Prevalensi penyalahgunaan napza semasa hidup dirumah tangga 2,4 %. Prevalensi jauh tebih tinggi pada laki-laki (4,6%) dibanding perempuan (0,4%). Angka penyalahgunaan napza semasa hidup pada laki-laki kelompok usia 10-19 tahun 2,2%, dan tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun 10,6%. Angka penyalahgunaan napza lebih tinggi di kota (pada laki-laki 5,4%) dibanding di pedesaan pada laki-laki (2,6%).

2. Faktor Kepribadian

(9)

yang rentan untuk menyalahgunakan Napza. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai resiko lebih besar untuk menjadi pengguna Napza.

Ciri-ciri tersebut antara lain: cenderung membrontak dan menolak otoritas, cenderung memilki gangguan jiwa lain (depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissaosial), perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku, rasa kurang percaya diri (low confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negative (low self-esteem), sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif, mudah murung, pemalu, pendiam, mudah merasa bosan dan jenuh, keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran, keinginan untuk bersenang-senang (just for fun), keinginan untuk mengikuti mode, keinginan untuk diterima dalam pergaulan, identitas diri yang rendah, tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran Napza dengan tegas, kemampuan komunikasi rendah, melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan, ketidakmampuan dan lain-lain), putus sekolah, kurang menghayati iman kepercayaannya (Hawari, 2006).

(10)

terjadi perubahan yang besar dan penting, perubahan tersebut berkenaan dengan kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah terutama seksual. Perubahan yang menonjol pada masa remaja ini adalah adanya kesadaran yang mendalam mengenai diri sendiri.

Penyalahgunaan napza dapat terjadi akibat faktor kepribadian. Kepribadian-kepribadian tertentu mempunyai kecenderungan untuk menyalahgunakan napza. Apalagi yang bersangkutan sedang menghadapi masalah-masalah sulit. Pengaruh-pengaruh luar yang seperti ini akan mengarahkan pribadi tersebut untuk melakukan tindakan destruktif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Salah satunya penyalahgunaan napza.

Gambaran kepribadian yang potensial terjerumus dalam penyalahgunaan napza antara lain :

a. Kepribadian yang mudah stress

Pribadi seperti ini biasanya gampang mempersalahkan diri atau orang lain dan selalu merasa tidak puas. Tampaknya dia sok hebat, sok sempurna, bahkan sok nekat.

b. Kepribadian yang terlalu nekat

Pada jaman sekarang ini banyak orang yang nekat dan memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan yang berlebihan hingga menyebabkan frustasi dan kebingungan sendiri. Ada yang malas hingga ia merasa bosan sendiri. Tidak aneh jika hal ini menimbulkan konflik dengan orang lain gampang terjadi.

c. Kepribadian yang tidak tahan perubahan

Pribadi ini ditandai dengan alergi terhadap perubahan-perubahan seperti cuaca, makanan, orang baru, tugas baru dan lain sebagainya. Dia akan bingung atau akan bereaksi secara meledak. d. Kepribadian yang tidak tahu atau tidak mampu mengurus diri

(11)

hidup, lingkungan, suasana menjadi hambar kacau balau. Kehidupannya kacau dan bisa saja dia mulai mengidap penyakit fisik dan sosial.

e. Kepribadian yang demam obat

Pribadi ini akan lebih banyak tergantung kepada obat, entah disebabkan karena stres akibat ulah diri sendiri ataupun akibat dia salah menjaga diri dalam kehidupannya. Pokoknya banyak keluhan, kerjanya mencari-cari obat, kombinasi obat mujarab, bahkan badannya menjadi apotik hidup. Dan tak khayal lagi kalau obat berikutnya yang dia cari adalah napza yang akan sangat merugikan bagi pemakainya.

Hal ini menuntut kita untuk lebih berhati-hati dalam kehidupan kita. Kita mesti berhasil mengalahkan segala rintangan dan mampu mengembangkan pribadinya secara sehat, kalau tidak ia akan menjadi sangat rentan terhadap hal-hal atau peristiwa yang menegangkan. Ia akan mudah panik dan gampang menyerah. Hal ini lama kelamaan akan menghilangkan daya tahan atau imunitas diri di semua bidang baik fisik, mental, spiritual, dan sosial. Yang akhirnya akan merusak masa depan para pemakai napza. (BNN, 2010)

(12)

penyalahgunaan Napza dengan memberikan informasi yang cukup kepada mahasiswa dan masyarakat luas disekitarnya.

3. Faktor Teman Sebaya

Disadari atau tidak, sebuah kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan pada seseorang yang berada dalam kelompoknya agar berperilaku seperti kelompok itu. Karena tekanan dalam peer group itu semua orang ingin disukai oleh kelompoknya dan tidak ada yang mau dikucilkan. Demikian juga pada kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan napza, dapat memunculkan penyalahgunaan baru.

Penyebab dari faktor lingkungan teman sebaya antara lain: berteman dengan penyalahguna Napza, tekanan atau ancaman teman kelompok ataupun pengedar. Adapun penyebab dari faktor lingkungan masyarakat/sosial anatara lain: lemahnya penegakan hukum dan situasi politik, sosial serta ekonomi yang kurang mendukung (Hawari, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Hawari (2002) menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan napza. Sedangkan tersedianya dan mudahnya napza diperoleh mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan napza.

(13)

keluar sebagai alternatif mengatasi gejolak yang berkecamuk di dalam hati dan pikirannya yang masih labil karena dalam tahap pancaroba.

4. Faktor Kesempatan

Penyebab dari faktor Napza antara lain: mudahya Napza didapat dimana-mana dengan harga terjangkau, banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba, serta efek farmakologik Napza yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain. Ketersediaan dan kemudahan memperoleh Napza juga dapat dikatan sebagai pemicu. Saat ini indonesia merupakan sasaran empuk bagi sindikat Narkoba internasional untuk mengedarkan barang tersebut, yang pada gilirannya menjadikan zat ini dengan mudah diperoleh (BNN, 2010).

Menurut Siswanto Sunarto (2010: 114) ketidaktahuan generasi muda pada narkoba serta gejolak kepribadian dan ketersediaan narkoba merupakan pokok permasalahan dalam memerangi narkoba atau napza. Oleh karenanya, variabel pasokan dengan permintaan harus ditangi sekaligus.

(14)

Menurut O.C Kaligis dan Soedjono Dirjosisworo (2006), beberapa jenis obat psikotropika seperti pil ekstasi dan sabu juga bisa diproduksi atau dirakit di Indonesia, bahkan dilaporkan ada yang sudah mengekspornya ke Hongkong dan Australia. Dengan kata lain, indonesia kini bukan saja sebagai daerah transit, tetapi telah juga menjadi daerah pemasaran dan produsen. Karena pada kenyataannya sudah ada yang memproduksi ekstasi di Indonesia, maka para pemakai semakin mudah mendapatkannya. Jika pada waktu-waktu yang lalu peredarannya terbatas di tempat-tempat hiburan di kota-kota besar seperti Jakarta, Badung, Denpasar, pada saat ini selain di wilayah pemukiman banyak pula di kampus-kampus universitas dan sekolah menengah sebagai pasar potensial para pengedar napza. Dan yang lebih menyedihkan lagi, beberapa SD di Jakarta sudah menjadi sasaran penjualan obat-obat yang tergolong daftar G, seperti nipam dan megadon.

(15)

Pemasyarakatan Nusakambangan yang dikenal dengan sebutan Kapten (Kompas, 13/9-2010).

Tidak kalah pentingnya beberapa kasus penangkapan terhadap pengedar dan penyalahgunaan napza berasal dari informasi masyarakat. Peran serta masyarakat membantu pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nakotika dan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

Hasil penelitian Siregar Mastauli (2004) menyimpulkan bahwa penyalahgunaan alkohol pada tahun 1984 disebabkan karena pengaruh teman, mencoba-coba, dan untuk bersenang-senang. Pada tahun 1999, faktor yang mempengaruhi bertambah yaitu karena perasaan menjadi senang, menghilangkan stress. Siregar Mastauli (2004) menemukan adanya pengaruh keluarga yaitu mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua selama 6 (enam) bulan berturut-turut dan hubungan orang tua yang tidak harmonis.

E. Gambaran Umum Kota Purwokerto

Purwokerto tidak bisa dipisahkan dengan Banyumas karena Purwokerto adalah ibukota dari kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Berbagai julukan di sandang kota di jalur selatan Jawa Tengah ini dari Kota Wisata, Kota Kripik, Kota Transit, Kota Pendidikan sampai kota Pensiunan karena begitu banyaknya pejabat-pejabat negara yang pensiun dan akhirnya menetap di kota ini. Di kota ini pula terdapat museum Bank Rakyat Indonesia, karena bank pertama kali berdiri ada disini dan pendiri bank ini adalah R. Wirya Atmadja putra daerah Purwokerto. Dengan jumlah penduduk sekitar 249.705 jiwa pada tahun 2005. Purwokerto terletak di selatan Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah & terbesar di Jawa. Secara geografi Purwokerto terletak di koordinat

(16)

pusat koordinasi daerah Jawa Tengah bagian Barat Bakorlin III. Batas wilayah kota Purwokerto adalah sebagai berikut :

Barat : Karanglewas Timur : Kota Purbalingga

Utara : Baturraden (Kaki gunung Slamet) Selatan : Kabupaten Banyumas

F. Gambaran Umum Lapas Kelas IIA Purwokerto

Lembaga Pemasyarakatan adalah adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tanggal 26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan kapasitas tempat kedudukan dan kegiatan kerjanya, ditetapkan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB, selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.16.PR.03 Tahun 2001 Tanggal 31 Desember 2003 tentang Organinsasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan kapasitas tempat kedudukan dan kegiatan kerjanya, ditetapkan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA yang membawahi Rumah Tahanan Banyumas Kelas IID, Purbalingga, dan Banjarnegara. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.03.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai rumah tahanan (RUTAN).

(17)

tahun 2001, gedung kantor mendapat perluasan 2 (dua) lantai. Sarana fisik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Purwokerto sebagai berikut

1. Perkantoran

Gedung perkantoran terdiri dari: a. Ruang kepala

b. Ruang Kasubag Tata Usaha c. Ruang Umum

d. Ruang Kepegawaian dan Keuangan e. Ruang Komandan Jaga

f. Ruang Kepala Administrasi Keamanan dan Ketertiban g. Ruang Keamanan dan Pelaporan Tata Tertib

h. Ruang Kepala Kesatuan Lembaga Pemasyarakatan i. Ruang Administrasi KPLP

j. Ruang Kasubsi Bimaswat k. Ruang Kasubsi Registrasi l. Ruang Kasi BINADIK m. Ruang Keuangan

n. Ruang Kasi Bimbingan Kerja 2. Dapur Umum

3. Poliklinik

4. Ruang Latihan Kerja Narapidana 5. Ruang Gudang

6. Empat Pos Pengamanan 7. Satu Pos Penjagaan Luar 8. Ruang Ibadah/ Masjid 9. Ruang Perpustakaan 10. Lapangan Olahraga 11. Garasi Motor/ Mobil

12. Adapun tempat untuk Narapidana dan Tahanan terbagi menjadi 2 blok yaitu:

(18)

Kamar No. 22, 24, 26 : Khusus Narapidana Kamar No. 21 : Narapidana Narkoba

Kamar No. 23 : Narapidana membantu kebersihan kantor

Kamar No. 10 : Narapidana yang tugas di dapur b. Blok A yang terdiri dari 21 kamar yang ditempati Tahanan

Kamar No. 19, 20 : Ruang Isolasi Kamar No. 1-9, 12-18 : Kamar Tahanan Kamar No. 11 : Tahanan Narkoba

Kapasitas dari blok dan kamar Narapidana dan Tahanan adalah 111 orang, sedangkan penghuni dari Lembaga Pemasyarakatn Purwokerto adalah 368 orang. Selain itu, untuk menunjang pekerjaan pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Purwokerto juga disediakan fasilitas komputer di setiap sub bagian serta kendaraan inventaris berupa mobil dan sepeda motor. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat digunakan untuk pegawai dalam menjalankan pekerjaanya.

Jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Purwokerto pada bulan Juli 2013 adalah 368 orang terdiri dari Narapidana dan Tahanan.

Jumlah Narapidana dan Tahanan bulan Juli 2013: Narapidana : 266 orang

Tahanan : 102 orang

(19)

G. Kerangka Konsep

Gambar 1.1. Kerangka Konsep

H. Hipotesis

Mengacu pada hasil penelitian terdahulu dan model penelitian, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Faktor keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap

penyalahgunaan napza.

H2 : Faktor Kepribadian berpengaruh dan signifikan terhadap

penyalahgunaan napza.

H3 : Faktor teman sebaya berpengaruh dan signifikan terhadap

penylahgunaan napza.

H4 : Faktor kesempatan berpengaruh dan signifikan terhadap

penylahgunaan napza.

PenyalahgunaanNapza (Y)

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

setiap sel darah dari morfologi (luas area, perbandingan luas area, rasio diameter, dan rasio kebundaran sel) sehingga akan terlihat mana sel darah merah yang normal dan

Membuat aplikasi TOEFL yang dapat melakukan update aplikasi yang akan digunakan pada perangkat mobile phone Android6. Operating System yang digunakan yaitu Android

Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 memperlihatkan perbandingan anta- ra produksi aktual, effort aktual, dan rente da- lam pengelolaan ikan karang sebagai ikan de- mersal

Lembaga-lembaga yang telah terbentuk seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi

Bhikkhu Sariputta mendengar kabar bahwa adiknya sudah bergabung dengan Sanggha, ia lalu meminta izin dari Buddha untuk menengok Samanera Rewata, namun Buddha memintanya

tempoh poh sia siang ng dan dan mal malamn amnya ya ada adalah lah 24 24 jam jam.Be .Begit gitu u jug juga a den dengan gan kaw kawasa asan n yan yang g Mengalami

Dalam proses kerja alat kompresor udara menitik beratkan pada tekanan kompresi pada ruang bakar motor bakar torak, dari dari ruang bakar tersebut dilanjutkan

Tujuan dari penelitian ini bagaimana merancang transmisi roda gigi yang diaplikasikan pada PLTA pico hydro1. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam merancang