RANCANG BANGUN ANTENA
HORN
MENGGUNAKAN
TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz
SKRIPSI
MUHAMMAD ICHSAN 0806331084
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK
UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANG BANGUN ANTENA
HORN
MENGGUNAKAN
TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
MUHAMMAD ICHSAN 0806331084
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Muhammad Ichsan
NPM : 0806331084
Tanda Tangan :
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan hingga proses penulisan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini.
2. Dr. Fitri Yuli Zulkifli S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini;
3. Prof. Dr. Ir. Eko Tjipto Raharjo M.Sc., dan Bapak Basari S.T.,M.Eng, PhD., atas segala masukan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis mengenai materi pada skripsi ini;
4. Kedua orang tua penulis atas segala bentuk dukungan yang diberikan selama proses penulisan skripsi ini;
5. Seluru teman AMRG atas suka dan duka dalam pengerjaan skripsi bersama-sama;
6. Teman-teman Elektro UI angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama ini;
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini mampu membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, Juni 2012
dibawah ini :
Nama : Muhammad Ichsan
NPM : 0806331084
Program Studi : Teknik Elektro Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
RANCANG BANGUN ANTENA
HORN
MENGGUNAKAN
TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat,dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 25 Juni 2012
Yang menyatakan
Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Rancang Bangun Antena Horn Menggunakan Teknik Penambahan Batang Metal yang bekerja pada Frekuensi 2,8 GHz – 3,1 GHz
Antena horn menawarkan keuntungan dalam hal gain yang tinggi, bandwidth yang lebar, dan fabrikasi yang mudah. Namun salah satu kekurangan dari antena horn adalah dimensinya yang cukup besar. Skripsi ini membahas mengenai rancang bangun antena horn menggunakan teknik penambahan batang metal. Perancangan antena bertujuan untuk mereduksi dimensi dari antena horn tersebut, yaitu dengan menggunakan suatu teknik dengan menambahkan dua batang metal yang saling tegak lurus yang diletakkan di dalam antena, dan kemudian digabungkan dengan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal. Perancangan antena horn dilakukan dengan menggunakan software CST Microwave Studio. Hasil penulisan skripsi ini adalah sebuah antena horn dengan penambahan batang metal sehingga mereduksi dimensi antena horn konvensional sebesar 35,72 %. Adapun antena horn tersebut bekerja pada frekuensi 2,8 GHz – 3,1 GHz yang merupakan rentang frekuensi pada S-band. Hasil simulasi berupa gain sebesar 12,4 dBi, HPBW sebesar 43,1º, dan side lobe level sebesar -18,8 dBi.
Kata kunci:
Study Program : Electrical Engineering
Title : Horn Antenna Design Using Metal Rods Addition Technique at frequency 2.8 GHz – 3.1 GHz
Horn antenna offers benefits such as high gain value, wide bandwidth, and ease of fabrication. One of the drawbacks of horn antenna is its relatively large dimension. This undergraduate thesis examines the design of a horn antenna using the metal rod addition technique. The antenna design aims to reduce the dimension of horn antenna by utilizing a certain technique where two metal rods are placed perpendicular to each other inside the antenna which is connected afterwards by adding the total number of metal rods on the horizontal plane. The horn antenna is designed using the CST Microwave Studio software. The result of this undergraduate thesis is a horn antenna with the addition of metal rods thereby reducing the dimension from a conventional horn antenna by 35.72%. This horn antenna works in the frequency range of 2.8 GHz – 3.1 GHz, which is the S-band frequency range. The simulation results are gain of 12.4 dBi, HPBW of 43.1o, and a side lobe level of -18.8 dBi.
Key words:
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... II HALAMAN PENGESAHAN ... III KATA PENGANTAR ... IV HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... V ABSTRAK ... VI ABSTRACT ... VII DAFTAR ISI ... VIII DAFTAR TABEL ... X DAFTAR GAMBAR ... XI BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 LATAR BELAKANG ... 1 1.2 TUJUAN ... 2 1.3 PEMBATASAN MASALAH ... 2 1.4 METODOLOGI PENELITIAN ... 3 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ... 3
BAB 2 ANTENA HORN... 5
2.1 DEFINISI ANTENA ... 5 2.2 PARAMETER ANTENA ... 7 2.2.1. Frekuensi Kerja ... 7 2.2.2. Pola Radiasi ... 8 2.2.3. Keterarahan (directivity) ... 9 2.2.4. Gain ... 9 2.3 PROPAGASI GELOMBANG ... 10
2.3.1. Daerah Medan Radiasi Antena ... 10
2.3.2. Daerah Fresnel ... 12
2.4 ANTENA HORN ... 13
BAB 3 PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI ... 19
3.1 PENDAHULUAN ... 19
3.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN ... 19
3.2.1. Material Antena ... 19
3.2.2. Simulator Antena... 20
3.3 TAHAPAN PERANCANGAN ... 21
3.4 MENENTUKAN KARAKTERISTIK ANTENA ... 21
3.5.1 Antena Horn Piramida (Tanpa Penambahan Dua Batang Metal) ... 22
3.5.2 Antena Horn Piramida dengan Penambahan Dua Batang Metal ... 29
3.5.3 Antena Horn piramida (dengan penambahan dua batang metal dan telah direduksi dimensi nya)... 32
3.5.4 Antena Horn piramida (dengan menambahkan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal) ... 39
3.6 PEMBUATAN ANTENA ... 44
BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ... 47
4.1 KONDISI PENGUKURAN ANTENA ... 47
4.1.1 Perhitungan Jarak Far-Field ... 47
4.1.2 Perhitungan Ketinggian Antena ... 48
4.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN ... 49
4.2.1 Perangkat Keras (Hardware) ... 49
4.2.2 Perangkat Lunak (Software) ... 50
4.3 PENGUKURAN S11 PARAMETER ... 50
4.4 PENGUKURAN POLA RADIASI ... 53
4.4.1 Pola radiasi bidang E ... 54
4.4.2 Pola radiasi bidang H ... 55
4.5 ANALISA HASIL PENGUKURAN POLA RADIASI ... 56
4.6 PENGUKURAN GAIN ... 57
4.7 ANALISIS KESALAHAN UMUM ... 59
BAB 5 KESIMPULAN ... 61
BAB 6 DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN A ... 63
LAMPIRAN B ... 64
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1. BESAR NILAI PENGURANGAN DIMENSI ANTENA ... 37 TABEL 3.2. ALAT DAN BAHAN ... 45 TABEL 4.1. HASIL PENGUKURAN NILAI S12 ... 59
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1. DEFINISI ANTENA [4] ... 5
GAMBAR 2.2. JENIS – JENIS ANTENA [6] ... 7
GAMBAR 2.3. DAERAH MEDAN RADIASI ANTENA[6] ... 14
GAMBAR 2.4. DAERAH FRESNEL [8] ... 15
GAMBAR 2.5. JENIS – JENIS ANTENA HORN [6] ... 15
GAMBAR 2.6. PARAMETER ANTENA HORN PIRAMIDA ... 15
GAMBAR 2.7. FLARE ANGLE DARI ANTENA HORN [3] ... 15
GAMBAR 2.8. SKEMA ANTENA HORN DENGAN PENAMBAHAN 2 BATANG METAL [3] ... 18
GAMBAR 3.1. DIAGRAM ALIR PERANCANGAN ANTENA HORN ... 21
GAMBAR 3.2. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN ... 23
GAMBAR 3.3. HASIL ITERASI NILAI C ... 25
GAMBAR 3.4. HASIL ITERASI NILAI J ... 26
GAMBAR 3.5. HASIL ITERASI NILAI T ... 26
GAMBAR 3.6. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN SESUAI SPESIFIKASI ... 27
GAMBAR 3.7. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN SESUAI SPESIFIKASI ... 28
GAMBAR 3.8. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN DENGAN PENAMBAHAN DUA BATANG METAL ... 29
GAMBAR 3.9. HASIL ITERASI NILAI Y... 30
GAMBAR 3.10. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN DENGAN PENAMBAHAN BATANG METAL ... 31
GAMBAR 3.11. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN DENGAN PENAMBAHAN BATANG METAL ... 32
GAMBAR 3.12. HASIL ITERASI NILAI A ... 33
GAMBAR 3.13. HASIL ITERASI NILAI B ... 33
GAMBAR 3.14. HASIL ITERASI NILAI A ... 34
GAMBAR 3.15. HASIL ITERASI NILAI B ... 35
GAMBAR 3.16. HASIL ITERASI NILAI V ... 35
GAMBAR 3.17. HASIL ITERASI NILAI H ... 35
GAMBAR 3.19. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI ... 38 GAMBAR 3.20. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN MODIFIKASI ... 39 GAMBAR 3.21. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR ... 40 GAMBAR 3.22. ITERASI PENAMBAHAN JUMLAH BATANG METAL PADA BIDANG HORIZONTAL ... 41 GAMBAR 3.23. ITERASI PENAMBAHAN JUMLAH BATANG METAL PADA BIDANG VERTIKAL ... 41 GAMBAR 3.24. HASIL ITERASI NILAI X ... 42 GAMBAR 3.25. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR ... 43 GAMBAR 3.26. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN MODIFIKASI AKHIR ... 44 GAMBAR 3.27. DESAIN AKHIR ANTEA HORN ... 46 GAMBAR 4.1. GRAFIK S11 PARAMETER HASIL PENGUKURAN ... 52 GAMBAR 4.2. GRAFIK PERBANDINGAN HASIL SIMULASI DENGAN PENGUKURAN ANTENA HORN MODIFIKASI AKHIR ... 50 GAMBAR 4.3. SMITH CHART INPUT IMPEDANCE HASIL
PENGUKURAN ANTENA HORN MODIFIKASI AKHIR ... 53 GAMBAR 4.4. GRAFIK POLA RADIASI PENGUKURAN ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR PADA BIDANG E ... 53 GAMBAR 4.5. GRAFIK POLA RADIASI PENGUKURAN ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR PADA BIDANG H... 54 GAMBAR 4.6 PERBANDINGAN POLA RADIASI BIDANG E HASIL PENGUKURAN DAN HASIL SIMULASI ... 55 GAMBAR 4.7. PERBANDINGAN POLA RADIASI BIDANG H HASIL PENGUKURAN DAN HASIL SIMULASI ... 58
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini, kebutuhan akan antena yang bersifat low profile, dengan ukuran yang relatif kecil dan ringan namun tetap memiliki performansi yang baik semakin meningkat. Performansi dari antena yang diperlukan yang harus dicapai yaitu berupa gain yang tinggi, bandwidth yang lebar, dan ukuran yang relatif kecil dan ringan.
Salah satu solusi untuk memperoleh antena dengan performansi seperti diatas yaitu dengan menggunakan antena horn. Jenis antena ini memiliki karakteristik berupa gain yang tinggi dan bandwidth yang lebar sehingga aplikasinya cukup banyak, seperti sebagai pemancar untuk satelit dan peralatan komunikasi di seluruh dunia, serta sebagai pencatu untuk antena reflektor [1]. Kelebihan antena horn antara lain mempunyai gain yang tinggi, bandwidth yang relatif lebar, dan mudah untuk difabrikasi. Selain itu penggunaan antena horn juga luas. Namun antena ini juga memiliki kekurangan, yaitu dari segi dimensinya yang cukup besar, sehingga kurang bersifat low profile.
Jika ingin mereduksi dimensi dari antena horn, maka akan berakibat naiknya frekuensi dan turunnya gain dari antena tersebut. Naiknya frekuensi kerja merupakan hal yang tidak boleh dilakukan, karena frekuensi kerja antena yang ingin dicapai untuk penelitian ini sudah ditetapkan, yaitu pada rentang s-band (2,8 – 3,1 GHz). Antena horn dengan rentang frekuensi s-band dipilih karena penggunaannya yang cukup luas, antara lain digunakan untuk komunikasi satelit dan peralatan transceiver radar [2]. Begitu pula dengan menurunnya gain, karena gain yang ingin dicapai untuk penelitian ini sudah ditetapkan, yaitu ≥ 12 dBi. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk dapat menurunkan frekuensi kerja dari antena horn tanpa mengurangi gain dari antena ini. Salah satu teknik tersebut adalah dengan menambahkan dua
batang metal yang saling tegak lurus pada bidang H dan bidang E yang diletakkan di dalam ruang antena horn yang akan dirancang [3]. Dengan menggunakan teknik ini, nilai gain akan meningkat dan frekuensi kerja dari antena horn akan menurun. Untuk lebih meningkatkan performa dari antena horn yang akan dibuat, penulis menggunakan satu teknik lagi untuk menggabungkan dengan teknik sebelumnya, yaitu dengan menambahkan satu lagi batang metal pada bidang horizontal sehingga jumlah batang metal nya menjadi tiga buah. Dengan menambah teknik ini, nilai gain akan meningkat dan bandwidth dari antena horn ini menjadi semakin besar.
Spesifikasi yang harus diperoleh dalam rancang bangun antena horn pada penelitian ini, yaitu:
a. Frekuensi kerja : 2,8 – 3,1 GHz (S-Band) b. Gain ≥ 12 dBi
c. VSWR ≤ 1,5
d. Reduksi dimensi antena horn 1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan rancang bangun antena horn piramida dengan frekuensi kerja 2,8 – 3,1 GHz (S-Band) dengan menggunakan teknik penambahan batang metal yang bertujuan untuk mereduksi dimensi dari antena horn tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai rancang bangun antena horn yang bekerja pada frekuensi dari 2.8 GHz sampai dengan 3.1 GHz, bandwidth antena mencapai 300 MHz, dimensi antena yang relatif kecil, dan gain yang diperoleh mencapai 12 dBi. Untuk mendapatkan spesifikasi tersebut digunakan suatu teknik dengan menambahkan dua batang metal yang saling tegak lurus pada bidang H dan bidang E yang diletakkan di dalam ruang antena horn yang akan dirancang serta dengan menambahkan satu teknik lagi, yaitu dengan menambah jumlah batang metal pada bidang horizontal.
1.4 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian dan penulisan skripsi ini adalah: Studi kepustakaan
Metode ini dilakukan berdasarkan penelitian pada bahan-bahan literatur seperti jurnal-jurnal penelitian, buku, artikel yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Konsultasi dengan pembimbing. Simulasi Perangkat Lunak
Menggunakan perangkat lunak khusus untuk mensimulasikan rancangan antena dan melihat parameter-parameter antena berdasarkan hasil simulasi. Perangkat lunak yang dipakai adalah CST Microwave Studio. Pembuatan Antena
Pembuatan Antena dilakukan di PT. NUSATEL yang terletak di daerah cempaka putih, dimana antena horn ini dibuat sendiri dengan bahan alumunium setebal 1 mm.
Pengukuran Antena
Pengukuran prototip antena dilakukan untuk melihat parameter antena sesungguhnya dan kemudian dapat dibandingkan dengan hasil simulasi. 1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini dibagi menjadi empat bab, di mana pada masing-masing bab akan menjelaskan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai Latar Belakang, Tujuan, Pembatasan Masalah, Metodologi Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II: ANTENA HORN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dasar antena, teori dasar antena horn, jenis-jenis antena horn, dan parameter-parameter antena. BAB III: PERANCANGAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai langkah – langkah yang dilakukan dalam melakukan perancangan antena, meliputi langkah simulasi, desain pembuatan antena, dan hasil simulasi dari antena yang akan difabrikasi. BAB IV: HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dijelaskan hasil pengukuran parameter prototip antena. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil simulasi. BAB V: KESIMPULAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh pembahasan pada laporan skripsi ini.
BAB 2 ANTENA HORN
2.1 Definisi antena
Sebuah antena adalah element rangkaian yg merubah bentuk gelombang terbimbing pada saluran kabel (Tx) ke dalam gelombang ruang bebas dan menangkap semua gelombang elektromagnetik, dan sebaliknya-Rx [4]. Seperti terlihat pada Gambar 2.1. di bawah ini:
Gambar 2.1. Definisi Antena [4]
Antena merupakan suatu perangkat yang berfungsi untuk mentransfer energi listrik ke bentuk radiasi elektromagnetik dari media kabel ke udara dan sebaliknya untuk menerima radiasi elektromagnetik di udara ke bentuk sinyal listrik melalui media kabel. Karena antena merupakan perangkat perantara antara media kabel dengan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. [5]
Dari definisi diatas, antena dapat diterapkan dalam beberapa fungsi sebagai berikut :
Antena pemancar broadcast untuk memancarkan sinyal ke area yang sangat luas, misalnya antena pemancar radio FM, antena pemancar TV, antena GPS dan sebagainya.
Antena komunikasi point-to-point untuk mentransfer sinyal dari satu tempat ke tempat yang lain, misalnya antena sistem transmisi terrestrial, antena sistem satelit, dan sebagainya.
Antena penerima yang difungsikan untuk menerima sinyal, baik dari pemancar buatan manusia (dalam kasus broadcast ataupun point-to-point) atau menerima sinyal bebas dari langit (dalam kasus radiometer, pengukur noise temperatur atmosfer atau radio sonde untuk mencari bintang dilangit).
Jenis – jenis antena :
a. Antena Kabel (Wire Antena), contohnya : monopole, dipole, dan loop b. Antena Celah (Aperture Antena), contohnya : Sectoral Horn dan
Piramidal Horn
c. Antena Pantul (Reflector Antena), contohnya : Parabolic dish dan corner reflector
d. Antena Mikrostrip e. Antena Array f. Antena Lens
Gambar 2.2. Jenis – jenis antena [6]
2.2 Parameter Antena
Antena memiliki berbagai parameter yang menunjukkan karakteristik dari antena tersebut. Parameter-parameter yang juga harus diperhatikan dalam merancang suatu antena tersebut adalah : Gain, frekuensi kerja, bandwidth, beamwidth, Impedansi masukan, pola radiasi, return loss, keterarahan (directivity). [6]
Dalam buku skripsi ini, penelitian akan lebih memfokuskan pada beberapa parameter saja, yaitu frekuensi kerja dan gain. Namun beberapa parameter lainnya tetap akan dibahas.
2.2.1. Frekuensi Kerja
Frekuensi kerja adalah frekuensi dimana antena tersebut memenuhi spesifikasi yang diinginkan, dalam hal ini adalah nilai Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) ≤ 1.5 yang menggunakan standar S11 ≈ -14dB. VSWR adalah perbandingan amplitude maksimum dengan amplitude minimum gelombang berdiri. Gelombang berdiri adalah superposisi antara gelombang
datang dan gelombang pantul. Berikut adalah hubungan antara VSWR, Return loss, dan Koefisien Refleksi : [7]
𝑉𝑆𝑊𝑅 = 1− Γ1+Γ (2.1)
Return loss = -20 log10 (Γ) (2.2)
Dimana : Koefisien Refleksi = Γ
Return loss digambarkan sebagai peningkatan amplitudo dari gelombang yang direfleksikan, Vo- , dibandingkan dengan gelombang yang dikirim, Vo+. Return loss dapat terjadi akibat adanya diskontinuitas antara saluran transmisi dengan impedansi masukan beban (antena). Nilai return loss ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau belum.
2.2.2. Pola Radiasi
Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena.[6] Pola radiasi antena dibentuk oleh dua buah pola radiasi berdasarkan bidang irisan, yaitu pola radiasi pada bidang irisan arah elevasi (pola elevasi) dan pola radiasi pada bidang irisan arah azimuth (pola azimuth).
Kedua pola di atas akan membentuk pola dimensi. Pola radiasi 3-dimensi inilah yang umum disebut sebagai pola radiasi antena dipol. Sebuah antena yang meradiasikan sinyalnya sama besar ke segala arah disebut sebagai antena isotropis. Antena seperti ini akan memiliki pola radiasi berbentuk bola. Namun, jika sebuah antena memiliki arah tertentu, di mana pada arah tersebut distribusi sinyalnya lebih besar dibandingkan pada arah lain, maka antena ini akan memiliki directivity. Semakin spesifik arah distribusi sinyal oleh sebuah antena, maka directivity antena tersebut akan semakin besar.
2.2.3. Keterarahan (Directivity)
Keterarahan (directivity) antena didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada semua arah.[6] Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4𝜋. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas radiasi maksimum merupakan arah yang dimaksud. Keterarahan dihitung dengan:
𝐷 𝜃, ∅ =𝑈𝑜𝑈 = 𝑃𝑟𝑎𝑑4𝜋 (2.3)
dengan D adalah keterarahan, U adalah intensitas radiasi, Uo adalah intensitas radiasi pada sumber isotropik, dan Prad adalah daya total radiasi.
Direktivitas dari sebuah antena isotropis adalah
𝐷 𝜃, ∅ = 1. (2.4)
Direktivitas maksimum dapat didefinisikan dengan persamaan:
[𝐷 𝜃, ∅ ] = 𝐷0 (2.5)
Rentang direktivitas untuk setiap antena adalah:
0 ≤ 𝐷 𝜃, ∅ ≤ 𝐷0 (2.6)
Sehingga direktivitas dalam satuan dB dapat didefinisikan dengan persamaan:
𝐷 𝜃, ∅ 𝑑𝐵 = 10𝑙𝑜𝑔10𝐷 𝜃, ∅ (2.7)
2.2.4. Gain
Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel.
Gain dari suatu antena menunjukkan performa dari antena yang bergantung nilainya terhadap directivity dan efficiency. Gain merupakan
ukuran kemampuan suatu sirkuit untuk meningkatkan power atau amplitude dari sinyal dari input ke output. Biasanya gain ini didefinisikan sebagai ratio dari sinyal output dan sinyal input. Gain ini ditulis sebagai ukuran logaritmik. Besar kekuatan gain dari suatu antena bergantung dari 4𝜋 dari ratio intensitas radiasi terhadap seluruh power input.
𝑔𝑎𝑖𝑛 = 4𝜋𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 (2.8.)
2.3. Propagasi Gelombang
Ada dua hal yang saling berkaitan dengan mekanisme propagasi gelombang yang diradiasikan antena. Keduanya harus diperhatikan untuk mengeahui kondisi pengukuran yang tepat agar didapatkan hasil pengukuran yang valid. Kedua hal tersebut akan dibahas pada sub bab berikut ini:
2.3.1. Daerah Medan Radiasi Antena
Daerah medan radiasi antena terbagi menjadi tiga daerah [6]. Pada masing – masing daerah ini karakteristik distribusi medan akan berbeda. Perbedaan karakteristik distribusi medan pada masing – masing daerah terletakpada fungsi distribusi medan terhadap jarak. Ketiga daerah tersebut adalah:
a. Reactive Near – Field Region.
Daerah ini merupakan daerah yang paling dekat dengan antena, dimana medan reaktif paling mendominasi dibandingkan dengan medan radiasi. Distribusi medan merupakan fungsi terhadap jarak 1/r3. Sehingga setiap penambahan jarak 1/r3 distribusi medan akan bervariasi [8]. Oleh karena itu medan radiasi antena pada daerah ini belum stabil dan daerah ini tidak dapat digunakan sebagai daerah propagasi antena untuk transmisi.
b. Radiating Near – Field Region
Daerah ini merupakan daerah transisi antara daerah reactive near – field dan daerah far – field. Batas daerah ini dimulai dari jarak R1 dari antena sampai pada batas far – field.
𝑅1 = 0.62 × 𝐷 2
𝜆 (2.9)
Daerah ini didominasi oleh medan radiasi dan distribusi medan angular sangat tergantung pada jarak 1/𝑟2 . Kekuatan medan memang tidak secara signifikan berkurang dengan bertambahnya jarak, namun medan pada daerah ini akan memiliki karakter osilator (bolak – balik) sehingga daerah transisi ini belum dapat digunakan untuk menghitung gain antena [8].
c. Far – Field Region
Far – field region merupakan daerah dimana pola radiasi antena tidak bergantung pada jarak. Medan radiasi pada daerah ini sudah stabil, sehingga pengukuran parameter antena seperti pola radiasi dan gain dilakukan pada daerah ini. Daerah far – field antena dimulai pada jarak R2. Pada praktiknya, agar propagasi gelombang dari antena pengirim menuju antena penerima berhasil, jarak antara pengirim dan penerima harus memenuhi jarak far – field ini [6].
𝑅2 = 2 𝐷𝜆2 (2.10)
Dimana: D = dimensi linier terbesar dari antena [m] λ = panjang gelombang [m]
Gambar 2.3. Daerah medan radiasi antena [6]
2.3.2. Daerah Fresnel
Seorang ilmuwan fisika dari Perancis bernama Austin Fresnel menemukan bahwa ketika cahaya merambat dan melewati jalur yang berdekatan dengan benda padat, maka cahaya tersebut dapat dibelokkan atau mengalami difraksi (penyebaran). Difraksi yang terjadi dapat menyebabkan intensitas cahaya datang berkurang atau meningkat. Dan karena cahaya dan gelombang radio memiliki kesamaan sifat berdasarkan hukum fisika, maka karakteristik cahaya tersebut juga berlaku pada radiasi elektromagnetik gelombang radio. Jika terdapat objek berupa pohon atau bangunan pada jalur sinyal radio, maka objek-objek tersebut akan mempengaruhi kualitas dan kekuatan sinyal ketika diterima. Hal ini dapat terjadi bahkan ketika objek tersebut tidak secara visual menghalangi jalur sinyal radio. Fenomena ini dikenal dengan Efek Fresnel [8].
Untuk menghindari terjadinya degradasi kualitas dan kekuatan sinyal, jalur sinyal radio antara pengirim dan penerima harus dibuat LOS (Line of Sight), yaitu kondisi dimana pada jalur sinyal tidak terdapat objek yang menghalangi. Kondisi LOS sendiri terdiri dari dua kategori, yaitu visual LOS dan radio LOS. Visual LOS adalah ketika jalur secara visual (penglihatan mata
manusia) bebas dari objek penghalang. Namun walaupun telah memenuhi visual LOS, Efek Fresnel masih dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan jalur propagasi belum memenuhi syarat radio LOS. Kondisi radio LOS akan terpenuhi jika daerah Fresnel pertama (First Fresnel Zone) bebas dari objek penghalang [8].
Gambar 2.4. Daerah Fresnel [8]
2.4. Antena Horn
Salah satu antena yang paling sederhana dan paling banyak digunakan adalah antena horn. Antena Horn merupakan salah satu antena microwave yang digunakan secara luas. Antena ini muncul dan digunakan pada awal tahun 1800-an. Walaupun sempat terabaikan pada tahun 1900-an, antena horn digunakan kembali pada tahun 1930-an. Antena ini dipakai dalam sistem telekomunikasi gelombang mikro [6]. Horn atau biasanya disebut juga sebagai elektromagnetik horn dipakai sebagai alat transisi antara saluran transmisi dan ruang bebas sehingga merupakan matching untuk gelombang terbimbing ke gelombang bebas atau sebaliknya. Disamping itu juga horn dipakai sebagai alat untuk memberikan pengarahan (directivity) yang baik bagi gelombang-gelombang elektromagnet dengan bidang frekuensi yang cukup lebar.Salah satu kelebihan antena horn adalah pengaplikasiannya yang cukup banyak, seperti sebagai pemancar untuk satelit dan peralatan komunikasi di seluruh dunia, serta sebagai pencatu untuk aplikasi radar. Antena horn piramida umumnya dioperasikan pada frekuensi gelombang
mikro (microwave) di atas 1000 MHz. Antena horn ini dipilih karena mempunyai gain yang tinggi, VSWR yang rendah, lebar pita (bandwidth) yang relatif besar, tidak berat, dan mudah dibuat. Antena ini merupakan antena celah (aperture anntena) berbentuk piramida yang mulutnya melebar ke arah bidang medan listrik (E) dan bidang magnet (H) dengan berbasis saluran bumbung gelombang persegi (rectangular waveguide). [6]
Berikut ini adalah jenis – jenis dari antena horn:
Gambar 2.5. Jenis – jenis antena horn [6]
Antena horn Piramida merupakan antena yang dipakai dalam sistem telekomunikasi gelombang mikro (microwave). Skema antena horn piramida (pyramidal horn antena) berikut dimensi-dimensinya ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Antena horn piramida termasuk E-plane sectoral horn. Yang dimaksud dengan E-plane sectoral horn adalah antena horn yang bukaannya meradiasikan gelombang elektromagnetik ke arah bidang E.[6] Contoh antena E-plane sectoral horn dapat dilihat lagi pada Gambar 2.5. Untuk penjelasan parameter – parameter antena horn yang akan dirancang dapat dilihat pada Gambar 2.6. dibawah ini :
Gambar 2.6. Parameter antena horn piramida
Keterangan : a. Bentuk geometris antena horn piramida b. Penampang melintang pada bidang H c. Penampang melintang pada bidang E
Berdasarkan Gambar 2.6. diatas, panjang penampang bidang E (Re)
antena horn (lihat Gambar 2.6.c) dan panjang penampang pada bidang H (Rh)
antena horn (lihat Gambar 2.6.b) dinyatakan dengan persamaan : [10]
Re = λ 𝐾 (2.11.)
Rh = 𝐾 .λ2
𝑅𝑒
(2.12.)
Dimana untuk mendapatkan nilai dari λdan K dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
λ = 𝑐
𝑓 (2.13)
K = 10
𝐺 10
keterangan : f = frekuensi kerja antena (GHz)
λ= panjang gelombang (cm)
c = kecepaan cahaya (3.108 m/detik) K = konstanta
G = Gain antena (dBi)
Untuk menentukan parameter dari aperture antena, yaitu mulut antena horn sisi A dan B (lihat Gambar 2.6.a) diperoleh dengan persamaan:
A = 0,5 𝑥 λ x 𝐺 (2.15.)
B = 𝐺 𝑥 λ 2
0,15 𝑥 8 𝑥 𝜋 𝑥 𝐴 (2.16.) Salah satu kekurangan dari antena horn adalah dimensi nya yang relatif besar, sehingga kurang bersifat low profile. Pada penelitian ini digunakan suatu teknik untuk dapat mereduksi dimensi dari antena horn, yaitu dengan cara menambahkan dua batang metal yang saling tegak lurus pada bidang H dan bidang E yang diletakkan di dalam antena horn tersebut. [3] Teknik ini bertujuan untuk menurunkan frekuensi kerja dan juga menaikkan gain dari antena horn yang akan dibuat. Sehingga hasil antena yang akan dibuat mempunyai dimensi yang relatif kecil dengan frekuensi kerja yang sesuai dengan spesifikasi radar udara (2,8 GHz – 3,1 GHz).
Gambar 2.7. Flare Angle pada Antenna Hon [3]
Pada Gambar 2.7. di atas dapat dilihat bahwa terdapat dua flare angle pada antena horn, yaitu flare angle 𝜃e pada bidang E dan 𝜃h pada bidang H.
Dimensi aperture yaitu, χap pada bidang H dan yap pada bidang E.
Penambahan batang metal berfungsi untuk mengurangi phase curvature dari antena horn. Phase curvature merupakan faktor pengurang flare angle dari antena. Flare angle berpengaruh terhadap gain dari antena, dimana semakin besar flare angle maka semakin besar pula gain dari antena. Jadi semakin kecil pengaruh dari phase curvature, maka semakin besar gain yang diperoleh antena. Sehingga dengan penambahan batang metal ini, phase curvature akan berkurang dan gain dari antena akan meningkat. Skema antena horn dengan penambahan dua batang metal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut ini : [3]
Gambar 2.7. Skema antena horn dengan penambahan 2 batang metal [3]
Dari Gambar 2.7. diatas dapat dilihat bahwa dua batang metal diletakkan saling tegak lurus satu sama lain di dalam antena horn yang akan dirancang.
BAB 3
PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI
3.1.Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah antena horn dengan frekuensi kerja 2,8 GHz – 3,1 GHz (rentang S-Band) pada batas RL ≤ -14 dB atau setara dengan VSWR ≤ 1,5 dan gain ≥ 12 dBi dengan mereduksi dimensi dari antena horn ini. Salah satu kelemahan dari antena horn adalah dimensi nya yang cukup besar sehingga kurang low profile. Pada penelitian ini digunakan suatu teknik untuk mereduksi dimensi dari antena horn,yaitu dengan menambahkan 2 buah batang metal yang saling tegak lurus yang diletakkan di dalam antena horn tersebut. Untuk mendapatkan frekuensi kerja antena sesuai spesifikasi yang diinginkan, yaitu 2,8 GHz – 3,1 GHz haruslah dilakukan perhitungan matematis dalam membuat dimensi antena horn.
Dalam perancangan ini perlu dilakukan beberapa tahap dalam merancang suatu antena horn sebelum difabrikasi. Tahapan-tahapan ini dapat dilihat pada diagram alir yang akan dijelaskan selanjutnya. Seluruh tahapan tersebut diterapkan pada perangkat lunak yang digunakan yaitu CST Microwave Studio.
3.2. Alat dan bahan yang digunakan
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap perancangan dan simulasi antena horn ini meliputi perangkat lunak simulator dan material yang dipakai dalam pembuatan antena horn.
3.2.1. Material Antena
Antena Horn sebagai pencatu untuk aplikasi radar udara ini akan dibuat dengan menggunakan material aluminium dengan ketebalan 1 mm. Material ini dipilih karena harganya yang tidak terlalu mahal, mudah untuk didapatkan, ringan, mudah untuk konstruksi dan penyambungannya. Untuk konektor antena digunakan N-Connector.
3.2.2. Simulator Antena
Dalam perancangan antena dan simulasi, selain melakukan perhitungan matematis untuk mendapatkan parameter antena yang diinginkan, perlu dilakukan suatu simulasi sebelum melakukan tahap produksi dan pengukuran. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak CST Microwave Studio. Perangkat lunak CST dapat melihat karakteristik parameter antena seperti bandwidth, Return Loss, Gain, Pola Radiasi, dsb.
Tutorial guide pada CST Microwave Studio : 1. Set Units
Adalah suatu menu untuk menentukan spesifikasi ukuran yang ingin ditentukan. Contohnya adalah dimensi, frekuensi, waktu, temperatur, dsb. 2. Set Background Material
Background material digunakan untuk menentukan jenis material yang diinginkan. Salah satu option yang dipilih adalah material type dimana digunakan untuk menentukan jenis material antara PEC dan normal. Sedangkan untuk option epsilon/mue untuk menentukan epsilon dan mue. 3. Define Structure
Define Structure digunakan untuk menentukan bentuk dari objek yang kita inginkan.
4. Set Frequency
Menentukan rentang frekuensi yang kita inginkan untuk mensimulasikan antena yang telah dirancang dan melihat hasil simulasinya.
5. Set Excitation
Set Excitation ini digunakan untuk menentukan port input dari suatu objek tersebut atau bidang sumber yang diinginkan seperti plane wave, farfield sources, dsb.
6. Set Boundary Conditions
Boundary Conditions digunakan untuk menentukan area diluar objek. Boundary Conditions model ini diGambarkan oleh suatu box.
7. Start Solver
Start Solver digunakan untuk menjalankan simulasi dari antena yang telah dibuat yang akan memberikan hasil simulasi dari antena tersebut. 3.3.Tahapan Perancangan
Dalam perancangan antena horn ini, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan baik sebelum simulasi dan sesudah simulasi. Untuk memudahkan perencanaan maka dibuatlah alur perencanaan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3 .1. Diagram Alir Perancangan Antena Horn
3.4. Menentukan Karakteristik Antena
Dalam suatu perancangan Antena, diperlukan suatu diagram alir untuk menentukan langkah – langkah yang akan dilakukan dalam merancang antena agar lebih terstruktur dan jelas. Sebelum melakukan sebuah perancangan yang kompleks pada pembuatan sebuah antena, kita perlu
menentukan karakteristik dari Antena tersebut agar tujuannya tercapai. Karakteristik Antena yang diinginkan dalam penelitian ini adalah :
1. Frekuensi kerja : 2,8 – 3,1 GHz (S-Band) 2. Gain ≥ 12 dBi
3. VSWR ≤ 1,5
4. Reduksi dimensi dari antena horn
3.5. Perhitungan, Desain dan Hasil Simulasi Antena Horn
Pada sub bab ini, penulis akan memperlihatkan dan menjelaskan perhitungan, desain, dan hasil simulasi dari antena horn yang akan difabrikasi pada penelitian ini.
3.5.1. Antena Horn Piramida (Tanpa Penambahan Dua Batang Metal) Antena horn merupakan salah satu antena yang sederhana. Dalam penelitian ini, desain antena horn yang digunakan adalah antena horn piramida. Desain antena horn ini merupakan desain yang dibuat dengan menggunakan perangkat lunak CST Microwave Studio. Bahan antena yang digunakan pada simulasi ini adalah aluminium dengan ketebalan 1 mm. Sedangkan untuk hasil simulasi nya merupakan grafik S11 parameter dan nilai gain dari antena yang telah dirancang.
Desain antena horn dan parameter-parameter antena nya akan diperlihatkan pada gambar 3.2. di bawah ini:
Gambar 3.2. Desain dan Parameter antena horn
Berdasarkan gambar 3.2. di atas, dapat diberikan keterangan untuk parameter-parameter antena horn yang akan dibuat, yaitu:
A = Panjang dari Bidang Aperture Antena Horn B = Lebar dari Bidang Aperture Antena Horn C = Tebal dari Bidang Aperture Antena Horn a = Panjang dari Bidang Waveguide Antena Horn b = Lebar dari Bidang Waveguide Antena Horn c = Tebal dari Bidang Waveguide Antena Horn
t = Tinggi N-Connector dari Alas Bidang Waveguide j = Jarak N-Connector dari Dinding Bidang Waveguide
Dengan menggunakan nilai gain (G) = 12 dBi dan frekuensi kerja (f) = 3 GHz, maka dapat ditentukan nilai dari parameter panjang (A) dan lebar (B) mulut dari antena horn piramida pada bidang aperture, yaitu dengan terlebih dahulu mencari nilai lamda (λ). Untuk mencari nilai λ digunakan persamaan 2.13 (pada bab 2), maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
λ = 𝑐
𝑓
=
3 𝑥 1010 𝑐𝑚 /𝑠
3 𝑥 109𝐻𝑧
= 10 cm
Setelah diperoleh nilai λ, maka dapat diperoleh nilai A dan B dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16 (pada bab 2), dengan perhitungan sebagai berikut: A = 0,5 𝑥 λ x 𝐺 = 0,5 𝑥 10 𝑐𝑚 𝑥 12 = 15,58 𝑐𝑚 B = 𝐺 𝑥 λ 2 0,15 𝑥 8 𝑥 𝜋 𝑥 𝐴 = 12 𝑥 100 0,15 𝑥 8 𝑥 3,14 𝑥 15,58= 20,43 𝑐𝑚
Sedangkan untuk menentukan nilai lebar dari bidang aperture antena horn (C) dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mencari nilai K. Untuk mencari nilai K digunakan persamaan 2.14 (pada bab 2), maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
K = 10
𝐺 10
15,7497 =
1012 10
15,7497
≈ 1
Setelah diperoleh nilai K, maka dapat diperoleh nilai C dengan menggunakan persamaan 2.9 (pada bab 2), dengan perhitungan sebagai berikut:
Dan untuk bidang waveguide nya, digunakan jenis waveguide WR 650 dengan nilai panjang (a) = 16,9 cm dan lebar (b) = 8,66 cm. Untuk nilai tebal dari bidang waveguide antena horn (c), jarak N-Connector dari dinding bidang waveguide (j), dan tinggi N-Connector dari alas bidang waveguide (t) dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai yang menghasilkan performa antena yang maksimal.
Setelah memperoleh hasil perhitungan parameter-parameter antena horn, selanjutnya akan dilakukan iterasi untuk memperoleh performa yang maksimal dari antena horn ini. Gambar 3.3. di bawah ini adalah hasil iterasi untuk nilai c:
Gambar 3.3. Hasil Iterasi Nilai c
Dari Gambar 3.3. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tebal dari bidang waveguide antena horn (c) tidak terlalu berpengaruh kepada performa antena.
Untuk iterasi nilai j akan diperlihatkan pada Gambar 3.4. berikut ini:
Gambar 3.4. Hasil Iterasi Nilai j
Dari Gambar 3.4. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak N-Connector dari dinding bidang waveguide (j) sangat berpengaruh kepada performa antena. Dimana nilai yang paling baik adalah letak port berada di tengah, yaitu 3,25 cm dari dinding waveguide.
Untuk iterasi nilai t akan diperlihatkan pada Gambar 3.5. berikut ini:
Dari Gambar 3.5. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tinggi N-Connector dari alas bidang waveguide (t) sangat berpengaruh kepada performa antena. Dimana nilai yang paling baik adalah 2 cm.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn adalah sebagai berikut:
a = 8,66 cm b = 16,9 cm c = 6,5 cm A = 15,58 cm B = 20,43 cm C = 10 cm j = 3,25 cm t = 2 cm
Dimensi antena yang dirancang dapat dikatakan cukup besar, hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai frekuensi kerja yang cukup rendah (2,8 GHz – 3,1 GHz) dan nilai gain yang cukup tinggi (≥ 12 dBi) dari antena horn tersebut.
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat pada Gambar 3.6. berikut ini:
Dari Gambar 3.6. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena horn ini menunjukkan bahwa bandwidth yang diinginkan telah tercapai, yaitu sekitar 600 MHz. Frekuensi kerja juga sudah sesuai spesifikasi yang diinginkan, yaitu antara 2,8 GHZ – 3,4 GHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang dijelaskan pada Gambar 3.7. berikut ini:
Gambar 3.7. Hasil Simulasi Gain Antena Horn sesuai spesifikasi
Dapat dilihat pada Gambar 3.7. di atas bahwa gain yang diperoleh dari simulasi ini sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan, yaitu 12 dB pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Hal ini memungkinkan bahwa antena horn yang telah dirancang dapat diaplikasikan sebagai pencatu reflect array antenna. Namun dimensi antena yang cukup besar sehingga kurang low profile membuat antena ini harus dimodifikasi yang nanti nya dimensi dari antena ini dapat direduksi.
3.5.2. Antena Horn Piramida dengan Penambahan Dua Batang Metal Pada penelitian ini penulis akan menggunakan teknik penambahan dua batang metal. Namun sebelum mereduksi dimensi dari antena horn, penulis akan mencoba meletakkan 2 batang metal tersebut ke dalam antena horn yang telah dirancang, untuk mengetahui dampak yang diberikan oleh dua batang metal tersebut. Desain antenna horn dengan penambahan dua batang metal akan diperlihatkan pada gambar 3.8. di bawah ini:
Gambar 3.8. Desain dan Parameter Antena Horn dengan Penambahan Dua Batang Metal
Sebelum melakukan perancangan, terlebih dahulu akan dilakukan iterasi nilai jarak batang metal dari dinding waveguide (Y) untuk memperoleh performa antena yang paling optimal. Gambar 3.9. berikut ini akan memperlihatkan hasil iterasi nilai Y:
Gambar 3.9. Hasil Iterasi Nilai Y
Dari Gambar 3.9. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak batang metal dari dinding bidang waveguide (Y) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin jauh jarak batang metal dari dinding waveguide, maka akan semakin turun frekuensi kerja dari antena horn.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn pada Gambar 3.10. di atas adalah sebagai berikut:
a = 8,66 cm b = 16,9 cm c = 6,5 cm A = 15,58 cm B = 20,43 cm C = 10 cm
j = 3,25 cm t = 2 cm Y = 15,7 cm
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat pada Gambar 3.10. berikut ini:
Gambar 3.10. Grafik s11 parameter Antena Horn dengan Penambahan Batang Metal
Dari Gambar 3.10. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena horn dengan penambahan batang metal ini menunjukkan bahwa dampak yang diberikan oleh batang metal telah tercapai, yaitu menurunnya frekuensi kerja dari antena ini (2,70 GHz – 2,77 GHz). Namun bandwidth yang diinginkan masih belum tercapai, yaitu sekitar 70 MHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang dijelaskan pada Gambar 3.11. berikut ini:
Gambar 3.11. Hasil Simulasi Gain Antena Horn dengan Penambahan Batang Metal
Dapat dilihat pada Gambar 3.11. di atas bahwa dampak yang diberikan oleh penambahan batang metal telah tercapai, yaitu meningkatnya gain dari antena ini, yaitu 13,4 dB dan juga sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Hal ini memungkinkan bahwa antena horn yang telah dirancang dan telah ditambah dua batang metal tersebut dapat direduksi dan juga dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan tanpa mengurangi performa dari antena horn tersebut.
3.5.3. Antena Horn piramida (dengan penambahan dua batang metal dan telah direduksi dimensi nya)
Selanjutnya akan dilakukan simulasi desain antena horn dengan penambahan dua batang metal dan telah direduksi dimensinya, dalam penulisan ini penulis menyebut desain ini dengan desain antena horn modifikasi. Untuk memperoleh dimensi dari antena horn modifikasi ini, dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai panjang (a) dan lebar (b) bidang waveguide, panjang (A) dan (B) lebar bidang aperture, letak batang metal pada bidang vertikal (v), letak batang metal pada bidang horizontal (h), dan jarak batang metal dari dinding bidang waveguide antena horn (Y) untuk memperoleh performa yang paling optimal dari antena ini.
Berikut ini adalah hasil iterasi nilai a:
Gambar 3.12. Hasil Iterasi Nilai a
Dari Gambar 3.12. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai panjang dari bidang waveguide antena horn (a) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai panjang bidang waveguide, maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai lebar bidang waveguide antena horn (b) akan diperlihatkan pada Gambar 3.13. berikut ini:
Dari Gambar 3.13. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai lebar dari bidang waveguide antena horn (b) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai lebar bidang waveguide, maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai panjang bidang aperture antena horn (A) akan diperlihatkan pada Gambar 3.14. berikut ini:
Gambar 3.14. Hasil Iterasi Nilai A
Dari Gambar 3.14. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai panjang dari bidang aperture antena horn (A) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai panjang bidang aperture, maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai lebar bidang aperture antena horn (B) akan diperlihatkan pada Gambar 3.15. berikut ini:
Gambar 3.15. Hasil Iterasi Nilai B
Dari Gambar 3.15. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai lebar dari bidang aperture antena horn (B) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai lebar bidang aperture, maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai letak batang metal pada bidang vertikal (v), akan diperlihatkan pada Gambar 3.16. berikut ini:
Gambar 3.16. Hasil Iterasi Nilai v
Dari Gambar 3.16. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai letak batang metal pada bidang vertikal (v) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai v, maka semakin meningkat frekuensi kerja dari antena tersebut.
akan diperlihatkan pada Gambar 3.17. berikut ini:
Gambar 3.17. Hasil Iterasi Nilai h
Dari Gambar 3.17. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai letak batang metal pada bidang horizontal (h) cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai h, maka semakin meningkat frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai jarak batang metal dari dinding bidang waveguide antena horn (Y) akan diperlihatkan pada Gambar 3.18. berikut ini:
Gambar 3.18. Hasil Iterasi Nilai Y
jarak batang metal dari dinding bidang waveguide (Y) antena horn cukup berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai jarak batang metal dari dinding bidang waveguide antena horn, maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn modifikasi adalah sebagai berikut:
a = 6,2 cm b = 11,2 cm c = 6,5 cm A = 11,9 cm B = 14,4 cm C = 10 cm j = 3,25 cm t = 2 cm Y = 9,5 cm v = 0 cm h = 0 cm
Dimensi antena horn modifikasi telah berkurang dibandingkan dimensi antena yang sebelumnya (tanpa penambahan batang metal), dengan tetap memenuhi spesifikasi yang diinginkan, bahkan nilai gain dari antena ini naik dibandingkan antena sebelumnya (penambahan nilai gain dapat dilihat pada pembahasan berikutnya). Besar nilai pengurangan dimensi dari antena ini dari antena sebelumnya (dalam persen) adalah:
Tabel 3.1. Besar Nilai Pengurangan Dimensi Antena
Sebelum Modifikasi Setelah Modifikasi Persen Pengurangan Panjang bidang waveguide 8,66 cm 6,2 cm 28,41 % Lebar bidang waveguide 16,9 cm 11,2 cm 33,73 % Panjang bidang aperture 15,58 cm 11,9 cm 23,62 % Lebar bidang waveguide 20,43 cm 14,4 cm 29,52 %
Berdasarkan Tabel 3.1. diatas dapat disimpulkan bahwa pengurangan dimensi antena horn dengan menggunakan teknik penambahan batang metal telah berhasil tercapai dengan persen pengurangan total dimensi sebesar 35,72 %.
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat pada Gambar 3.19. berikut ini:
Gambar 3.19. Grafik S11 parameter Antena Horn Modifikasi
Dari Gambar 3.19. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena horn modifikasi ini menunjukkan bahwa bandwidth yang diinginkan telah tercapai, yaitu sekitar 370 MHz. Frekuensi kerja juga sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan, yaitu antara 2,79 GHZ – 3,16 GHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang dijelaskan pada Gambar 3.20. berikut ini:
Gambar 3.20. Hasil Simulasi Gain Antena Horn Modifikasi
Dapat dilihat pada Gambar 3.20. di atas bahwa gain yang diperoleh dari simulasi ini sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan, yaitu 12,2 dB pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Bahkan nilai gain dari antena yang sudah dimodifikasi ini lebih besar dari nilai gain dari antena sebelumnya yang dimensi nya lebih besar (12 dB). Hal ini memungkinkan bahwa antenna horn modifikasi ini dapat diaplikasikan sebagai pencatu reflect array antenna.
3.5.4. Antena Horn piramida (dengan menambahkan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal)
Selanjutnya akan dilakukan simulasi desain antena horn dengan menambahkan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal yang digabungkan dengan teknik sebelumnya, dalam penulisan ini penulis menyebut desain ini dengan desain antena horn modifikasi akhir. Desain dari antena horn modifikasi akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.21. berikut ini:
Sebelum melakukan perancangan, terlebih dahulu akan dilakukan iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal, iterasinya dapat dilihat pada Gambar 3.22. di bawah ini:
Gambar 3.22. iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal Dari Gambar 3.22. di atas, dapat dilihat bahwa hasil s11 parameter dari antena horn yang paling baik adalah saat jumlah batang metal pada bidang horizontal sebanyak dua buah (2 x 1). Untuk iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang vertikal dapat dilihat pada Gambar 3.23. di bawah ini:
Dari Gambar 3.23. di atas, dapat dilihat bahwa hasil s11 parameter dari antena horn yang paling baik adalah saat jumlah batang metal pada bidang vertikal sebanyak satu buah (1 x 1). Sehingga berdasarkan dua iterasi tersebut didapatkan performa antena yang paling baik yaitu jumlah batang metal pada bidang horizontal sebanyak 2 buah dan jumlah batang metal pada bidang vertikal sebanyak satu buah (2 x 1).
Selajutnya akan dilakukan iterasi nilai jarak antar batang metal pada bidang horizontal (X) untuk memperoleh performa antena yang paling optimal. Gambar 3.24. di bawah ini akan memperlihatkan hasil iterasi nilai X:
Gambar 3.24. Hasil Iterasi Nilai X
Dari Gambar 3.24. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak antar batang metal pada bidang horizontal (X) tidak terlalu berpengaruh kepada performa antena.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn pada Gambar 3.21. di atas adalah sebagai berikut:
b = 11,2 cm c = 6,5 cm A = 11,9 cm B = 14,4 cm C = 10 cm j = 3,25 cm t = 2 cm Y = 9,5 cm X = 1 cm
Dimensi antena horn modifikasi akhir ini sama dengan dimensi antena horn sebelumnya (antena horn modifikasi). Namun hasil simulasi nya lebih baik dibandingkan desain sebelumnya. Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat pada Gambar 3.25. berikut ini:
Gambar 3.25. Grafik S11 parameter Antena Horn Modifikasi Akhir
Dari Gambar 3.25. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena horn modifikasi akhir ini menunjukkan peningkatan performa antena dari desain sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari bandwidth yang diperoleh yaitu sekitar 430 MHz (naik sekitar 60 MHz dari desain antena horn sebelumnya). Dengan frekuensi kerja yaitu antara 2,79 GHZ – 3,22 GHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5),
seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang dijelaskan pada Gambar 3.26. berikut ini:
Gambar 3.26. Hasil Simulasi Gain Antena Horn Modifikasi Akhir
Dari Gambar 3.26. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena horn modifikasi akhir ini menunjukkan peningkatan performa antena dari desain sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari gain yang diperoleh yaitu sebesar 12,4 dB (naik 0,2 dB dari desain antena horn sebelumnya). Hal ini menunjukkan bahwa antena horn modifikasi akhir ini telah berhasil mencapai spesifikasi yang diinginkan.
3.6 Pembuatan Antena
Setelah mendapatkan dimensi antena yang sesuai dengan spesifikasi yang ingin dicapai, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah produksi antena. Produksi antena horn ini dibuat secara manual, dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh PT. Nusatel, di cempaka putih, Jakarta Pusat.
Untuk merancang antena horn dengan frekuensi 2,8 Ghz – 3,1 Ghz dibutuhkan beberapa alat dan bahan, yaitu:
Tabel 3.2. Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Tang jepit dan tang potong 1. Plat aluminium 1 mm
2. Gerinda tangan 2. Paku rivet
3. Gergaji tangan 3. N Connector
4. Grinder 4. Kawat tembaga
5. Alat tekuk plat aluminium 5. Mur
6. Bor 6. Baut
7. Tang rivet 8. Alat kikir
Tahapan pembuatan antena dimulai dengan membuat layout dari dimensi antena horn yang akan dibuat. Kemudian layout tersebut diplot pada plat aluminium setebal 1 mm. Aluminium setebal 1 mm kemudian dipotong menggunakan gerinda tangan, dan menggunakan gergaji tangan untuk detail-detail yang kecil. Setelah terbentuk layout-nya, haluskan tiap sisi aluminium dengan menggunakan grinder, hal ini penting dilakukan untuk segi keamanan.
Tahap selanjutnya adalah menekuk plat aluminium yang sudah terbentuk menjadi sebuah antena horn yang telah didesain dan simulasikan sebelumnya dengan alat tekuk yang disediakan oleh PT. Nusatel. Dengan alat ini, aluminium setebal 1 mm dapat ditekuk dengan rapi. Apabila sudah terbentuk antena horn, langkah selanjutnya adalah membolongkan bagian samping antena horn dengan bor, kemudian dilekatkan dengan menggunaka paku rivet. Paku rivet sebelumnya harus dipotong terlebih dahulu, agar sisa paku tidak terlalu banyak.
Setelah membuat antena horn, hal selanjutnya yang dilakukan adalah membolongkan bagian tengah dari waveguide sebagai tempat untuk meletakkan N-connector. N-connector sebelumnya sudah disambungkan dengan kawat tembaga dengan cara disolder. Setelah itu langkah selanjutnya adalah membolongkan bagian samping antena horn untuk memasang batang metal yang sebelumnya telah dipotong. Setelah terbentuk antena horn dengan penambahan batang metal yang kokoh, antena dihaluskan kembali menggunakan amplas agar
terlihat lebih rapi. Hasil akhir antena horn yang dirancang dapat dilihat pada gambar 3.27.
BAB 4
HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS
4.1. Kondisi Pengukuran Antena
Berdasarkan proses perancangan dan simulasi, diperoleh rancang bangun akhir antena dengan performa yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Hasil rancangan tersebut kemudian difabrikasi dan diukur di dalam ruang anti gema (anechoic chamber) untuk mengetahui performa kerja dari antena tersebut. Pengukuran antena dilakukan pada jarak far-field dan untuk mengetahui performa antena saat antena diletakkan pada satelit juga dilakukan pengukuran antena dengan menggunakan model satelit.
4.1.1. Perhitungan Jarak Far-Field
Pengukuran yang dilakukan di dalam ruang anti gema (anechoic chamber) dilakukan pada daerah medan far – field, dimana pada daerah medan ini, antena sudah beradiasi dengan stabil. Jarak dari far – field bergantung pada dimensi linier terbesar dari antena dan panjang gelombang antena tersebut. Antena yang akan diukur di dalam ruang anti gema (anechoic chamber) pada jarak far – field biasa disebut dengan AUT (Antenna Under Test).
Dimensi linier terbesar dari antena horn untuk pencatu reflect array antena ini adalah diagonal dari bidang aperture paling ujung dari antena horn, dengan besar dimensi nya adalah 19,5 cm dengan frekuensi kerja (f) sebesar 3 Ghz sehingga diperoleh panjang gelombang sebesar 0,1 m, maka perhitungan jarak far – fieldnya adalah sebagai berikut.
m m m D R 7605 , 0 1 , 0 195 , 0 2 2 2 2 Sehingga area far – field AUT dimulai dari jarak 0,7605 m atau 76,05 cm di depan AUT sampai jarak tak hingga. Dengan jarak far – field sebesar 76,05 cm untuk antena horn ini, dapat dikatakan jarak far – field pengukuran berada pada kondisi dimana antena sudah dapat beradiasi dengan stabil hingga hasil pengukuran menjadi lebih akurat.
4.1.2. Perhitungan Ketinggian Antena
Kondisi pengukuran antena yang kedua adalah bahwa AUT dan antena penguji harus berada dalam keadaan Line of Sight (LOS), dan daerah Fresnel pertama tidak terganggu oleh penghalang. Besarnya radius daerah Fresnel pertama perlu dihitung untuk menentukan ketinggian antena. Ketinggian antena harus dibuat sedemikian sehingga daerah Fresnel pertama antena tidak menyentuh permukaan lantai ruang anti gema (unechoic chamber) agar tidak terjadi pantulan sinyal.
Perhitungan radius daerah Fresnel pertama bisa menggunakan persamaan berikut.
𝐹 = 17.3 × 𝑑1𝑑2 𝑓(𝑑1 + 𝑑2)
Dimana: F = Fresnel zona pertama (m)
𝑑1, 𝑑2 = jarak AUT ke antena penguji (Km)
f = frekuensi kerja AUT (GHz)
𝐹 = 17,3 × (0,0005 × 0,0005)
3(0,0005 + 0,0005)= 17,3 × 0,00913 = 0,158 𝑚
Radius daerah Fresnel pertama untuk frekuensi kerja 3 GHz adalah sebesar 0,158 m atau 15,8 cm. Untuk mencegah terjadinya pantulan pada lantai maka ketinggian AUT harus lebih dari 15,8 cm. Agar AUT dan antena penguji bekerja pada daerah Fresnel pertama yang sama maka tinggi kedua antena haruslah sama. Dalam pengukuran antena, penulis membuat tinggi kedua antena sebesar 1 m.
4.2. Peralatan yang Digunakan
Pada pengukuran, dibutuhkan perangkat – perangkat untuk mendukung proses pengukuran dan analisis hasil pengukuran tersebut. Perangkat – perangkat yang dibutuhkan terbagi menjadi perangkat keras dan perangkat lunak.
4.2.1. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras yang digunakan pada pengukuran adalah sebagai berikut.
1. Connector N 50 Ohm
Konektor digunakan untuk memberikan port pada antena yang akan menghubungkan feed line antena dengan saluran transmisi alat ukur network analyzer.
2. Kabel coaxial RG-55/U Fujikura
Kabel ini digunakan sebagai penghubung antara port pada network analyzer dan port pada antena.
3. Calibration Kit Agilent 85052D
Peralatan kalibrasi digunakan saat mengkalibrasi network analyzer sebelum melakukan pengukuran.
4. Network Analizer Agilent N5230C
Network Analizer ini akan digunakan untuk melihat nilai hasil pengukuran parameterreturn lossdan pola radiasi antena. Untuk mengukur besarnya return loss, antena diukur dengan menggunakan 1 port, dan untuk menghitung pola radiasi, digunakan Network Analizer dengan 2 port yang dihubungkan dengan kabel yang terhubung ke anechoic chamber.
5. 3.5 to 3.5 mm Test Port Cable Set Agilent 58131D-FG
Kabel jenis ini adalah kabel yang digunakan untuk mengkalibrasi Network 6. Rohde & Schwarz HF 907 Double Ridged Horn Antennas
Antena horn ini digunakan sebagai antena pengirim untuk mengetahui pola radiasi antena dipole lipat yang dibuat.