• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

3.1.1. Definisi

Eco-Industrial Park

yang digunakan

Model “eco-industrial park” (EIP) adalah “suatu sistem industri dimana terjadi pertukaran material dan energi secara terencana dan berupaya untuk menurunkan penggunaan bahan baku dan energi, menurunkan limbah, dan membangun hubungan keberlanjutan antara ekonomi, ekologi, dan sosial” (The United States President’s Council on Sustainable Development dalam

3.1.2.1 Asumsi Dasar

Korhonen 2001).

3.1.2. Asumsi Dasar dan Batasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi dasar, yaitu sebagai berikut: a. Aplikasi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kawasan Industri dalam jangka

panjang akan bersifat efektif dan efisien.

b. Regulasi pemerintah terkait dengan pengembangan industri bersifat konsisten dan tidak anti-competitive.

c. Tidak adanya resistensi terhadap penerapan rancangan model oleh pemangku kepentingan.

d. Setelah semua fasilitas penunjang AEIP Bitung selesai dibangun (dengan tahun initial/awal 2010) maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan keseluruhan pabrik adalah lima belas tahun.

3.1.2.2. Batasan Penelitian

1. Batasan penelitian ini adalah seperti yang dirumuskan di dalam tujuan umum, yaitu perancangan model pengembangan “agro-eco-industrial park” (AEIP) Bitung, Provinsi Sulawesi Utara; dan ke-tiga tujuan khusus penelitian, yaitu mengevaluasi kondisi aktual dari aktivitas industri agro; menyusun model pengembangan AEIP Bitung, dan menganalisis implikasi dan rekomendasi kebijakan penerapan model.

2. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk merancang desain tata letak, mendesain infrastruktur atau mendesain bangunan, dan fasilitas pendukung Agro-eco-industrial park.

3. Model yang dibangun tidak memasukkan unsur teknologi sebagai variabel dalam pemodelan.

(2)

4. Kinerja AEIP diketahui melalui simulasi Model Pengembangan AEIP (MP-AEIP) Bitung, yang dibatasi pada variabel-variabel: Nilai Produksi AEIP Bitung, Penyerapan Tenaga Kerja, Penurunan Kuantitas limbah padat, dan Penurunan Kuantitas Limbah Cair. Model yang dibangun tidak mempertimbangkan biaya investasi, biaya produksi, pajak, dan tidak dilakukan analisis finansial di dalam penyusunan model.

5. Model dibangun dengan menggunakan “Kawasan AEIP sebagai faktor pembatas” sedangkan ketersediaan bahan baku digunakan sebagai rujukan untuk menentukan jumlah dan kapasitas produksi.

3.2. Rancangan Penelitian

3.2.1. Pendekatan Penelitian yang Digunakan

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan sistem (goal oriented). Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Pendekatan ini diperlukan karena permasalahan yang dihadapi semakin kompleks dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih komprehensif, yang dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh (Marimin 2007).

Langkah-langkah yang dilakukan di dalam analisis sistem adalah: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, dan (4) pemodelan: Model Pengembangan AEIP Bitung (disingkat MP-AEIP Bitung), Provinsi Sulawesi Utara.

3.2.2. Perancangan Model Pengembangan AEIP Bitung

3.2.2.1. Analisis Kebutuhan (Need Analysis)

Setelah mendapatkan data yang diperlukan untuk penetapan kebutuhan dasar yang diperoleh melalui analisis terhadap pemangku kepentingan, maka dapat diperkirakan analisis kebutuhan, seperti pada Tabel 3.1.

(3)

Tabel 3.1. Analisis Kebutuhan Pemangku Kepentingan Pemangku

Kepentingan

Kebutuhan

Industriawan 1. pendapatan usaha meningkat

2. suplai sumberdaya alam, bahan baku dan energi terjamin dan kontinu dengan harga rendah

3. tenaga kerja tersedia dengan upah kompetitif 4. biaya penanganan limbah relatif murah 5. modal usaha tersedia

6. peluang pasar besar 7. iklim berusaha yang kondusif

8. adanya sistem insentif bagi industri yang berlokasi di dalam kawasan industri 9. bebas dari gangguan premanisme dan pungutan liar

10. peraturan pemerintah yang konsisten

11. harga lahan di dalam kawasan industri terjangkau 12. tersedianya infrastruktur pendukung aktivitas industri 13. ketersediaan teknologi aplikatif

Pemerintah dan Pemda

1. peningkatan pajak/devisa negara

2. aktivitas produksi industri dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan 3. lapangan kerja tersedia

4. kualitas lingkungan terpelihara

5. kemudahan atas pengawasan dampak lingkungan aktivitas industri 6. terkonsentrasinya industri di dalam kawasan industri

7. citra industri dalam bidang lingkungan meningkat 8. tumbuhnya industri baru (industri komplementer) 9. program corporate social responsibility diterapkan.

10. kurangnya dampak negatif seperti kriminalitas, kemacetan lalu lintas, dan prostitusi. Pengelola/

pengembang kawasan industri

1. permintaan atas lahan industri di dalam kawasan industri meningkat 2. ditetapkannya kebijakan relokasi industri ke kawasan industri 3. tersedianya infrastruktur pendukung aktivitas industri 4. iklim berusaha yang kondusif

5. modal usaha tersedia

6. bebas dari gangguan premanisme dan pungutan liar 7. regulasi pemerintah yang konsisten

Masyarakat 1. tersedianya lapangan kerja

2. lingkungan hidup yang tidak tercemar

3. adanya pembiayaan program corporate social responsibility dari industri 4. tersedianya produk industri dengan harga relatif terjangkau

5. tersedianya pasar bagi bahan baku yang diproduksi masyarakat 6. tidak adanya gangguan kesehatan/keselamatan karena aktivitas industri 7. berputarnya roda perekonomian masyarakat (tempat kost, rumah makan, warung,

kios, dan tempat hiburan)

8. terpeliharanya budaya dan keyakinan lokal/kearifan lokal Perbankan 1. tersalurnya dan meningkatnya kredit investasi

2. dikembalikannya pinjaman modal tepat waktu (risiko kredit menurun) 3. konsistensi peraturan pemerintah

4. peraturan pemerintah yang kondusif Badan

Penanaman Modal

1. peraturan pemerintah yang kondusif 2. konsistensi peraturan pemerintah 3. meningkatnya realisasi investasi 4. meningkatnya lapangan kerja Perguruan

Tinggi/Lemba-ga Penelitian

1. tersedianya mitra kerja untuk penelitian dan pengembangan 2. penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan

3.2.2.2. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eryatno 2003). Hasil identifikasi sistem dinyatakan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat

(4)

yang merupakan gambaran keputusan yang dapat dilakukan secara kontinu (Gambar 3.1.).

Gambar 3.1. Diagram Lingkar Sebab Akibat MP AEIP Bitung

Hasil dari diagram lingkar sebab akibat dilanjutkan pada interpretasi kedalam konsep kotak hitam (black box). Dalam penyusunan kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Diagram kotak hitam dari MP-AEIP Bitung disajikan pada Gambar 3.2.

Bahan ikutan Model AEIP Industri baru Ketersedi-aan lahan industri Pertukaran materi dan limbah Kerjasa-ma antar industri Limbah industri + + + + + + + + + + + + Kualitas lingkungan +/- +/- + + +/- + + + + + + Kekurangan pasokan bahan baku + Pasokan lahan industri Keberlanjut-an industri Rekruitmen TK lokal Kinerja Industri Agro Pasokan energi Energi listrik terbarukan Potensi SDA Peran aktivitas industri Dampak lingkungan + + + - - - Persepsi masyarakat

(5)

Gambar 3.2. Diagram Kotak Hitam MP-AEIP

3.2.2.3. Formulasi Permasalahan

Keberlanjutan aktivitas industri sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, sebagai sumber devisa negara, dan penyerap lapangan kerja. Namun dilain pihak, aktivitas industri mengakibatkan pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa metode penanggulangan pencemaran industri, yaitu command-and-control yang sangat umum diaplikasi, dan market-based incentives. Namun demikian, metode penanggulangan pencemaran industri tersebut lebih cenderung melihat proses produksi industri dan pencemaran lingkungan yang dihasilkannya sebagai suatu proses yang linear. Ekologi industri, dilain pihak, melihat proses produksi industri sebagai suatu siklus, dimana limbah atau by-products yang dihasilkan oleh suatu industri dipandang sebagai input atau peluang usaha bagi industri lainnya. Disamping itu, penerapan konsep tersebut harus dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan kelangkaan sumbedaya alam, bahan baku, dan energi.

Salah satu implikasi dari rencana kebijakan pemerintah tentang kawasan industri adalah setiap daerah yang berencana mengembangkan industri manufakturnya harus memiliki kawasan industri. Penetapan suatu kawasan

Input tak terkontrol:

- Populasi penduduk - Angkatan kerja

- Kebutuhan lapangan kerja - Perubahan paradigma

berpikirterhadap limbah industri

- Harga produk di pasaran

Model Pengembangan

AEIP Bitung

Input terkontrol:

- pemeliharaan LH

- perubahan pola penyediaan pasokan bahan baku, air, dan energi

- peluang usaha baru

- desain infrastruktur yang murah - Program pengembangan

masyarakat

- insentif kepada tenan

Output tidak dikehendaki:

- Limbah tak terkelola - Kelangkaan SDA dan energi - Biaya investasi meningkat - Konflik sosial

- Perkembangan industri yang lamban.

Output dikehendaki:

- Kesempatan kerja dan berusaha - Keberlanjutan aktivitas industri - Biaya sosial penanganan

pencemaran berkurang - Kelestarian LH

- Hubungan harmonis industri-masyarakat

- Peningkatan kinerja industry - Peningkatan kerjasama industri - Peningkatan keragaman industri

Input lingkungan:

- Peraturan perundangan - Perubahan pola hidup

(6)

menjadi kawasan industri perlu didahului oleh kajian yang komprehensif dan mempertimbangkan perkembangan terakhir (state of the art) dalam bidang tersebut.

Beberapa contoh keberhasilan penerapan konsep ekologi industri di dunia adalah seperti di Kalundborg, Denmark dan Finlandia (Korhonen 2001). Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya secara umum menyimpulkan bahwa pengembangan kawasan industri berkelanjutan dapat dicapai melalui implementasi konsep pengembangan kawasan industri berbasis ekologi. Tetapi masih sedikit contoh penerapan ekologi industri yang terdokumentasi. Sebelum dapat dibangunnya sistem manajemen yang lebih jelas, kebijakan, atau desain dari konsep itu, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana menghubungkan antara teori dengan studi kasus, tidak hanya di wilayah yang berbeda tetapi juga di negara yang berbeda, karena faktor kondisi lokalitas sangat penting untuk konsep ekologi industri (Korhonen 2001).

Perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi aktual industri agro, status kualitas lingkungan, dan pola keterkaitan antar industri berbasis agro/manufaktur di Kota Bitung?

2. Bagaimana bangun Model Pengembangan AEIP Bitung?

3. Bagaimana implikasi dan rekomendasi kebijakan penerapan Model AEIP di Kota Bitung?

Permasalahan di atas perlu dicarikan solusinya supaya tujuan menuju keberlanjutan aktivitas industri manufaktur dapat dicapai. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan menerapkan manajemen pengembangan industri menggunakan konsep ”eco-industrial park” (EIP) (Gambar 3.3.). Selanjutnya, diagram alir perancangan model dicantumkan pada Gambar 3.4.

(7)

Pendirian industri manufaktur baru

MP AEIP Bitung BERKELANJUTAN?

Status quo:

Industri manufaktur di luar KI dengan lokasi tersebar

Industri manufaktur tidak wajib dalam KI

KI yang sudah ada/beroperasi KI baru Pendirian KI di Provinsi Sulawesi Utara Klasifikasi industri manufaktur di Provinsi Sulut Peraturan perundangan/kebijakan industri

Aktivitas industri berbasis agro yang berkelanjutan

Contoh-contoh kasus/hasil-hasil penelitian terbaru: faktor-faktor hubungan sosial, jaringan co-location dan hubungan antara perusahan; roundput, keragaman, saling ketergantungan, dan lokalitas; kesadaran perlindungan lingkungan; public planning vs private planning

Gambar 3.3.

Perumusan Masalah

Sosial

Ekonomi Lingkungan

- Karakteristik dan pola keterkaitan industri berbasis agro - Persepsi pemangku kepentingan terhadap aktivitas industri - Program pengembangan AEIP

Pendekatan klaster industri

(8)

Gambar 3.4. Diagram Alir Perancangan Model

3.2.2.4. Perancangan Model Pengembangan AEIP Bitung

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka pendekatan sistem analisis adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.5.

Pengujian Model Penetapan Tujuan • Analisis Kebutuhan • Formulasi Masalah • Analisis Laboratorium • Survey Lapangan Analisis Kondisi Aktual

Industri Manufaktur/Agro

Faktor-faktor Penentu Pengembangan Model

Pola Keterkaitan antar Industri Kinerja Industri Persepsi

Pemangku Kepentingan

Tahapan Implementasi Model Alternatif Model Prioritas

ya Implementasi Model

Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Perancangan Model Dinamik

(9)

Gambar 3.5. Pendekatan Sistem Analisis Perancangan Model AEIP Bitung

3.2.3. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 3.6.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (Gambar 3.7.). Mayoritas industri yang berkembang di koridor ini adalah industri berbasis-agro, dimana yang menjadi industri unggulan yaitu industri perikanan laut dan industri kelapa (Dinas Perindag Kota Bitung, 2008). Tidak jauh dari Kota Bitung, yaitu Kota Manado terdapat Bandara Primer, sedangkan di Kota Bitung terdapat Pelabuhan Utama Primer, oleh karena itu disebut sebagai kota-kota pintu gerbang nasional (Dirjen Penataan Ruang, Departemen Kimpraswil, 2002). Kedua sarana tersebut berperan besar sebagai faktor pendorong berkembangnya dan terkonsentrasinya aktivitas industri di Kota Bitung.

Metode Pendekatan Sistem • Analisis Kebutuhan • Formulasi Permasalahan • Identifikasi Sistem Mulai

Tabulasi (FasT-facility synergy tool), Connectance value, bagan alir

Metode ISM (Program ISM VAXO) Evaluasi terhadap kondisi aktual

dari industri agro/manufaktur di Kota Bitung

Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP Bitung Persepsi pemangku kepentingan

terhadap aktivitas industri agro/manufaktur di Kota Bitung

Skala Likert

Model Pengembangan AEIP Bitung

Sintesis terhadap output tujuan-tujuan khusus penelitian dan selanjutnya

model dirancang dengan menggunakan Program Powersim

Studio Expert 2005 Model alternatif AEIP prioritas

Metode AHP (Program Criterium Decision Plus)

Metode Deskriptif Implikasi dan Rekomendasi

(10)

Gambar 3.6. Tahapan Penelitian

Survei dan pengumpulan data, survei pakar

Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP Bitung Kondisi aktual dari

aktivitas industri manufaktur di Kota

Bitung

Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Penerapan Model

Model Pengembangan AEIP Bitung Mulai Alternatif AEIP Persepsi pemangku kepentingan terhadap aktivitas industri manufaktur di Kota Bitung

Selesai Analisis hubungan

kontekstual antar sub-elemen

Elemen kunci Struktur hirarkhi sub-elemen Pengelompokan sub-elemen Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Tahapan Implementasi Alternatif AEIP Ekonomi Sosial Lingkungan Analisis Kebutuhan Formulasi masalah Identifikasi sistem Simulasi Model Pola Keterkaitan antar Industri Tahap 1

(11)

Pelaksanaan penelitian selama 24 bulan. Penelitian dimulai pada bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2009. Jadwal pelaksanaan penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Dokumen-dokumen: Rencana Tata Ruang Wilayah, Peraturan perundangan/Perda, Masterplan Rencana Pembangunan Kawasan Industri Kota Bitung, dan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan aktivitas industri manufaktur/agro.

a) Peta-peta: peta administrasi dan peta RTRW lokasi penelitian.

b) Bahan-bahan penyusunan kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data primer meliputi: persepsi pemangku kepentingan, pendapat pakar, dan lain-lain.

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi berbagai software untuk keperluan analisis seperti Criterium Decision Plus, Modul ISM VAXO, dan Powersim Studio 2005.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer yang digunakan adalah survei lapang berupa pengamatan secara langsung, wawancara, dengan atau tanpa panduan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Wawancara individu menggunakan kuisioner, dilaksanakan di lokasi penelitian terhadap beberapa responden/pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yang menjadi responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi industriawan, aparatur pemerintah, akademisi/peneliti, dan masyarakat. Khusus untuk kuisioner bagi para industriawan, digunakan kuisioner dengan beberapa modifikasi merujuk pada Lowe (2001). Selain menggunakan kuesioner juga dilakukan wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan pakar/praktisi. Indepth interview dimaksudkan untuk menggali informasi sekaligus mendapatkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam merumuskan pengembangan industri manufaktur dengan menggunakan model AEIP. Pemilihan pakar secara lokal karena pertimbangan akan pengetahuan terhadap karakteristik pengembangan industri.

(12)

Gambar 3.7. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian

(13)

Jumlah responden dipilih secara acak sederhana (simple random sampling), jumlahnya ditetapkan secara proporsional terhadap jumlah populasi dalam kelompok.

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari penelusuran literatur/referensi dari berbagai sumber, yaitu BPS, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait, serta Dinas Perindustrian dan Provinsi Slawesi Utara dan Kota Bitung, Bappeda, BPLH, Perguruan Tinggi, dan sumber relevan lainnya.

3.4.3. Penetapan Responden

Pertimbangan yang digunakan di dalam pemilihan pakar adalah keberadaan, keterjangkauan, dan kesediaan untuk diwawancarai; reputasi, kedudukan, kredibilitas dan pengalaman di bidangnya. Responden pakar dapat berasal dari luar lokasi penelitian. Responden pakar adalah James Rompas, Ketua Bappeda Kota Bitung, yang telah berpengalaman dalam pengembangan industri/kawasan industri dan Jen Tatuh, ahli dalam bidang Institusi/Kelembagaan dan Agribisnis. Responden masyarakat dipilih berdasarkan domisili atau keterkaitan tugas dengan sektor industri.

Untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan terhadap aktivitas industri dan kebijakan industri di Koridor Kema-Bitung maka akan dilakukan pengukuran dengan menggunakan Skala Likert (Sugiyono 2006).

Penetapan jumlah responden dilakukan dengan menggunakan Tabel Nomogram Herry King, dengan tingkat kepercayaan 95% (atau tingkat kesalahan 5%) (Sugiyono 2006:100).

3.4.4. Variabel yang Diamati

Data penelitian yang diperlukan dibedakan atas data primer dan sekunder, meliputi parameter lingkungan, ekonomi, dan sosial. Secara rinci jenis data dan variabel yang akan diamati/ dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.1.

3.5. Metode Analisis

Metode penelitian yang dibahas berikut adalah untuk menjawab ke-lima tujuan khusus penelitian. Ringkasan dari metode penelitian yang meliputi tujuan penelitian, sumber data, data, metode analisis, dan output yang diharapkan adalah seperti yang diperlihatkan di dalam Tabel 3.4.

(14)

3.5.1. Evaluasi Kondisi Aktual dari Aktivitas Industri Agro

(A). Kinerja Industri Agro

Untuk mengevaluasi kinerja industri di Kota Bitung digunakan metode FaST (facility synergy tool). Output dari analisis FaST adalah profil database industri. Metode FaST dirumuskan oleh Industrial Economics, Inc., Cambridge, MA 1998 (Anonim 1998) untuk perencanaan EIP, yang memberikan informasi

Tabel 3.2. Parameter, Data, Variabel, dan Jenis Data Penelitian

No Parameter Data Variabel Jenis Data

1 Lingkungan Limbah industri Limbah cair Primer/sekunder

Limbah padat Primer/sekunder

Bahan ikutan industri (by-products)

Kepala, sirip, ekor, dan isi perut ikan

Primer/sekunder

Air kelapa Primer/sekunder

Sabut dan tempurung kelapa Primer/sekunder

Paring kelapa Primer/sekunder

Bungkil kelapa Primer/sekunder

Iklim Curah hujan Sekunder

Kecepatan angin Sekunder

Lama penyinaran Sekunder

Status Kualitas Lingkungan/Isu Pokok Lingkungan Hidup

Sampah kota Primer/sekunder

Pencemaran air permukaan Primer/sekunder

Pencemaran tanah Sekunder

Konversi lahan Sekunder

Erosi tanah dan degradasi lahan Sekunder 2 Ekonomi Industri manufaktur Perkembangan perusahan industri Sekunder Perkembangan tenaga kerja Sekunder Perkembangan nilai produksi Sekunder

Investasi Sekunder

Pertumbuhan ekonomi dan struktur

perekonomian

Pertumbuhan ekonomi, kontribusi beberapa sektor dalam PDRB

Sekunder

Penggunaan lahan Permintaan dan penawaran lahan Sekunder

Ketenagakerjaan Angkatan kerja Sekunder

Penyerapan tenaga kerja Sekunder

Prasarana Jalan Sekunder

Listrik Sekunder

Air Minum Sekunder

Perhubungan laut Sekunder

Pertanian Tanaman pangan dan perkebunan Sekunder

Perikanan Primer/Sekunder

3 Sosial Hubungan sosial antara industri dan masyarakat sekitar

Persepsi pemangku kepentingan terhadap aktivitas industri agro/manufaktur

Primer/sekunder

Program-program pengembangan masyarakat

Kebijakan dan regulasi pemerintah

Peraturan dan kebijakan terkait pengembangan industri dan atau kawasan industri

Primer/sekunder

Kelembagaan Kelembagaan terkait pengembangan KI/AEIP

Primer/sekunder 4 Ekosistem

industri

Pola keterkaitan antar Industri agro dan industri terkait

Jumlah kerjasama pemanfaatan limbah industri dan atau by-products Primer/sekunder 5 Faktor-faktor penentu pengem-bangan AEIP Elemen-elemen yang terkait dengan pengembangan AEIP

Hubungan kontekstual antar elemen dari tujuan dari program; kendala utama dari program.

(15)

dasar utama yang diperlukan untuk merencanakan AEIP, dalam bentuk profil database industri yang menggambarkan input dan output dari setiap fasilitas yang dapat dilibatkan dalam AEIP. Berikut diberikan ilustrasi tentang profil database yang akan dihasilkan (Gambar 3.8.). Profil database industri yang akan dikaji akan terdiri atas satu profil industri untuk setiap jenis industri yang terdapat di Kota Bitung.

Situasi aktivitas industri di Kota Bitung meliputi semua data seperti yang tercantum pada “Kolom Data” dari Tabel 3.2. Faktor-faktor tersebut selanjutnya dikelompokkan menurut pengelompokan kekuatan (S), kelemahan (W), kesempatan (O), dan ancaman (T).

Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk mengetahui prinsip-prinsip ekologi industri dari aktivitas industri agro di Kota Bitung. Salah satu contoh dari prinsip-prinsip ekologi industri adalah pola keterkaian antara industri dalam pemanfaatan by-products secara bersama dan dengan terencana. Untuk mengukur keterkaitan tersebut digunakan “connectance value” (C) (Hardy dan Graedel 2002).

Gambar 3.8. Ilustrasi Profil Industri (Diagram Aliran Materi Tahunan)

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dan juga dengan menggunakan informasi database dari profil industri yang telah diperoleh sebelumnya, dibuat bagan alir pola keterkaitan antar industri agro.

Profil industri:

Diagram aliran materi tahunan

Kebutuhan Kebutuhan energi air

Input materi Produk

Output non-produk

(16)

(B). Analisis Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Aktivitas Industri

Agro/Manufaktur dan Rencana Pembangunan Kawasan Industri

Untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan terhadap aktivitas industri dan rencana pembangunan kawasan industri di Kota Bitung, dilakukan pengukuran dengan menggunakan Skala Likert (Sugiyono 2006). Pengukuran dilakukan terhadap beberapa objek persepsi, yaitu manfaat langsung atau manfaat tidak langsung, pengaruh terhadap kenyamanan hidup; dan tingkat persetujuan terhadap rencana pembangunan kawasan industri di Kota Bitung. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka jawaban pemangku kepentingan terhadap objek persepsi akan diberikan skor. Dengan mengalikan jumlah responden yang memilih skala tertentu maka akan diketahui posisi persepsi pemangku kepentingan terhadap objek persepsi yang dipertanyakan.

(C). Analisis Pola Keterkaitan Antar Industri

Analisis pola keterkaitan antar industri dilakukan untuk mengetahui prinsip-prinsip ekologi industri yang telah berkembang pada aktivitas industri di Kota Bitung. Salah satu contoh dari prinsip-prinsip ekologi industri adalah pola keterkaian antara industri dalam pemanfaatan by-products dan limbah industri secara bersama dan dengan terencana. Untuk mengukur keterkaitan tersebut digunakan “connectance value” (C) (Hardy dan Graedel 2002).

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dan juga dengan menggunakan informasi database dari profil industri yang telah diperoleh sebelumnya, dibuat bagan alir pola keterkaitan antar industri yang telah berkembang dan yang potensial dikembangkan. Identifikasi pola keterkaitan yang potensial dikembangkan akan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya wilayah, trend investasi dan permintaan, regulasi, teknologi, dan lainnya.

3.5.2. Program Pengembangan MP-AEIP

(A). Faktor-faktor Penentu Pengembangan Model

Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP dianalisis menggunakan Metode ISM (Interpretive Structural Modelling) (Marimin 2004). Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian di dalam kuisioner diberikan dalam bentuk simbol V, A, O, dan X, sebagai berikut:

• V: Sub-elemen (1) mempengaruhi/mendukung/menyebabkan/memberikan kontribusi tercapainya/memerlukan dukungan sub-elemen (2), tetapi tidak sebaliknya.

(17)

• A: Sub-elemen (2) mempengaruhi/mendukung/menyebabkan/memberikan kontribusi tercapainya/memerlukan dukungan sub-elemen (1), tetapi tidak sebaliknya.

• X: Sub-elemen (1) dan sub-elemen (2), saling mempengaruhi/ mendukung/menyebabkan/memberikan kontribusi tercapainya/memerlukan dukungan.

• O: Sub-elemen (1) dan sub-elemen (2), tidak saling mempengaruhi/ mendukung/menyebabkan/memberikan kontribusi tercapainya/memerlukan dukungan.

Jenis-jenis hubungan kontekstual dari elemen-elemen di atas adalah seperti yang diperlihatkan di dalam Tabel 3.3.

Pernyataan hubungan kontekstual antar sub-elemen, yang dinyatakan dengan simbol-simbol V, A, X, dan O diisi ke dalam sel-sel yang terletak di sebelah atas garis diagonal tabel hubungan kontekstual tersebut.

Sel-sel yang masih kosong (di bawah garis diagonal) diisi dengan simbol-simbol yang merupakan pencerminan dari simbol-simbol-simbol-simbol hubungan kontekstual sebelumnya (contoh: bila eij adalah V maka eji

No

adalah V). Tabel yang semua selnya telah lengkap terisi disebut Structural Self-Interaction Matrix (SSIM).

Tabel 3.3. Elemen dan Hubungan Kontekstual Antar Sub-Elemen Elemen Hubungan Kontekstual Antar Sub-Elemen 1 Tujuan dari Program Sub-elemen tujuan yang satu memberikan

kontribusi tercapainya sub-elemen tujuan lainnya

2 Kendala Utama dari Program

Sub-elemen kendala yang satu menyebabkan sub-elemen kendala lainnya

3 Program

Implementasi AEIP

Sub-elemen program pengembangan yang satu mempengaruhi sub-elemen program pengembangan lainnya

Selanjutnya, Reachability Matrix (RM) diperoleh dengan cara mengkonversi SSIM menggunakan ketentuan-ketentuan, sebagai berikut:

V : eij = 1; eji = 0 A : eij = 0; eji = 1 X : eij = 1; eji = 1 O : eij = 0; eji (B). Alternatif AEIP = 0

Kajian terhadap Alternatif AEIP dilakukan dengan menggunakan Teknik AHP (Marimin 2004). Adapun yang menjadi kriteria penentuan alternatif A-EIP

(18)

prioritas adalah Faktor-faktor Penentu Pengembangan AEIP yang telah

diperoleh sebelumnya.

(C). Tahapan Implementasi Program Pengembangan AEIP Bitung

Kajian terhadap Tahapan Implementasi program pengembangan AEIP Bitung dilakukan menggunakan metode ISM, seperti yang telah dijelaskan untuk mengkaji Faktor-faktor Penentu Pengembangan Model di atas.

(D). Perancangan Model Dinamik Pengembangan AEIP Bitung

Perancangan model dilakukan dengan cara mensintesis output dari tujuan-tujuan khusus penelitian menggunakan Program Powersim Studio 2005. Output dari tujuan umum ini adalah program komputer “Model Pengembangan AEIP Bitung” (yang disingkat: MP-AEIP Bitung). Rangkuman dari tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis, dan Output yang Diharapkan dicantumkan di dalam Tabel 3.4.

1. Pengujian Model

Oleh karena Model AEIP Bitung yang akan dibangun merupakan model yang belum nyata atau belum ada realitas di lapangan, maka pengujian model hanya akan dilakukan dengan cara melakukan pengujian kesesuaian model, yaitu: (a) apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar, (b) apakah prosedur perhitungan sudah sesuai (Hartrisari 2007).

2. Simulasi Model

Berdasarkan struktur model yang dibangun selanjutnya dilakukan simulasi terhadap beberapa variabel dominan dari model dinamik AEIP Bitung. Simulasi model dilakukan dalam kurun waktu lima belas tahun (2010-2024).

3.5.3. Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi aktual dan persepsi masyarakat terhadap aktivitas industri manufaktur serta perancangan Model Dinamik Pengembangan AEIP maka selanjutnya disusun Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Penerapan AEIP. Rekomendasi tersebut dapat menjadi bahan untuk pengembangan kawasan indusri agro berbasis ekologi (AEIP), khususnya di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara.

(19)

Tabel 3.4. Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis, dan Output yang Diharapkan

Tujuan

Penelitian Sumber data Jenis Data Metode Analisis Output yang Diharapkan

Tujuan Khusus 1: Mengevaluasi kondisi aktual aktivitas industri agro di Kota Bitung

 Data primer dan sekunder

 Studi pustaka

 Responden pemangku kepentingan

• Akitivitas industri agro/manufaktur di Kota Bitung

• Persepsi aktivitas industri manufaktur/agro

• Persepsi terhadap kebijakan pemerintah tentang kawasan industri.

• FaST (facility synergy tool).

• Pengelompokan SWOT

Connectance value

• Bagan alir • Skala Likert

• Kinerja industri agro

• Kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman aktivitas industri agro di Kota Bitung • Pola keterkaitan dan pertukaran materi antara

industri yang telah ada dan yang potensial dikembangkan

• Persepsi pemangku kepentingan terhadap dampak positif maupun negatif aktivitas industri di Kota Bitung.

• Persepsi pemangku kepentingan terhadap kebijakan kawasan industri (rencana pendirian Kawasan Industri di Kelurahan Tanjung Merah, Kota Bitung)

Tujuan khusus 2: Menganalisis program pengembangan AEIP  Survei lapang  Responden pakar  Studi pustaka

• Data aktivitas industri manufaktur/agro

• Persepsi pemangku kepentingan • Faktor-faktor penentu

pengembangan AEIP

• Metode ISM / Modul ISM VAXO

Pairwise comparison

Metode AHP/ Criterium Decision Plus Versi 3.0

• Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP • Alternatif AEIP Prioritas

• Program Implementasi AEIP

Tujuan Khusus 3: Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Penerapan AEIP • Implementasi Model Dinamik AEIP

• Data hasil simulasi model • Metode deskritif • Rekomendasi kebijakan

Tujuan Umum: Perancangan Model Pengembangan AEIP Bitung • Sumber data Tujuan Khusus Penelitian No. 1-2

Output Tujuan khusus 1-2 • Sintesis tujuan khusus 1-2 dengan

menggunakan Program Powersim Studio Expert 2005

• Program komputer “Model Pengembangan AEIP Bitung” disingkat MP-AEIP Bitung

Gambar

Tabel 3.1.  Analisis Kebutuhan Pemangku Kepentingan
Gambar 3.1. Diagram Lingkar Sebab Akibat MP AEIP Bitung
Gambar 3.2.  Diagram Kotak Hitam MP-AEIP
Gambar 3.4. Diagram Alir Perancangan Model
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan menjawab bagaimana perubahan perempuan yang menjunjung tinggi kesetaraan gender dengan

(9) Dalam hal surat izin Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (8)

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan jumlah ragi terhadap karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik tapai pisang kepok..

Menangkap makna terkait fungsi sosial dan unsur kebahasaan secara kontekstual lirik lagu terkait kehidupan remaja

Pelaporan keuangan sekarang ini diharapkan mampu memberikan pelaporan yang komprehensif mengenai kinerja ekonomi,social dan lingkungan perusahaan.Sementara itu cost 

Substitusi leksem s itul, si pakak, si baal ‘Si Tuli’ dalam kalimat. Ketiga leksem itu menduduki fungsi subjek di dalam kalimat. Dalam tataran gramatikal, ketiga

Sistem ember adalah salah satu pernerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain, cocok digunakan untuk petemak kecil,

f) Guru menjelaskan kepada siswa mengenai peta pikiran dan memberikan contoh, sehingga siswa dapat membuat peta pikiran dengan kreasinya sendiri pada waktu yang telah