• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE PPTQ SAFINDA DALAM MENERJEMAHKAN Al-QUR AN DI MADRASAH DINIYAH HIDAYATUL MUBTADIIN SIDOMULYO BATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE PPTQ SAFINDA DALAM MENERJEMAHKAN Al-QUR AN DI MADRASAH DINIYAH HIDAYATUL MUBTADIIN SIDOMULYO BATU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI METODE PPTQ SAFINDA

DALAM MENERJEMAHKAN Al-QUR’AN DI MADRASAH DINIYAH HIDAYATUL MUBTADIIN SIDOMULYO BATU

Ali Mohtarom

Universitas Yudharta Pasuruan alimohtarom@yudharta.ac.id

Abstrak: Mempelajari al-Qur‟an membutuhkan metode untuk bisa memahaminya. Salah satu metode yang diteliti oleh peneliti yakni metode PPTQ Safinda.Tujuan dari penilitian yakni untuk mengetahui Implementasi PPTQ Safinda dalam menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah diniyah Hidayatul Mubtadiin Sidomulyo Batu. Selain itu juga untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Implementasi PPTQ Safinda dalam menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah diniyah Hidayatul Mubtadiin Sidomulyo Batu.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif, dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penilitian menunjukan bahwa dengan menggunakan metode PPTQ Safinda siswa kelas 3 MHM merasa lebih mudah dalam mempelajari materi tafsir yakni pelajaran menerjemahkan al-Qur‟an. Karena dengan menggunakan metode ini siswa menerjemahkan kata perkata lebih mudah dalam memahami daripada memahami makna per ayat.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya keberhasilan pembelajaran didominasi oleh metode yang digunakan dalam materi pembelajaran tersebut. Selain itu media yang digunakan dalam menyampaikan materi juga mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar. Metode PPTQ Safinda ini menggunakan alat peraga agar guru tidak lagi kesulitan untuk menyampaikan materi juga mempersingkat waktu karena tidak perlu lagi menulis materinya di papan tulis. Saran yang ditujukan peneliti untuk pihak sekolah yakni memberikan alokasi waktu tambahan untuk materi yang memerlukan, memunculkan guru yang lebih inovatif dalam menyampaikan

(2)

pembelajaran, membagi siswa dalam beberapa kelompok mengingat kecerdasan yang dimiliki siswa tidak sama.

Kata Kunci: Implementasi, Metode PPTQ Safinda, Terjemah al-Qur‟an.

Pendahuluan

PPTQ Safinda (Program Pelatihan Terjemah al-Qur‟an Safinda) merupakan suatu program pelatihan terjemah al-Qur‟an yang dikembangkan oleh pondok pesantren Safinatul Huda Surabaya. Metode ini menggunakan cara menerjemahkan ayat al-Qur‟an kata per kata lalu merangkainya menjadikan satu kalimat, maka makna al-Qur‟an tersebut akan terasa jauh lebih mendalam.

Metode PPTQ Safinda ini bisa diajarkan sejak anak usia dini, sesungguhnya jika usia dini sudah lancar membaca al-Qur‟an dan mulai mempelajari maknanya serta menanamkan kepada dirinya sendiri bahwa al-Qur‟an adalah bacaan, lafadz dan makna, maka akan terbentuk generasi Qur‟ani.

Alasan dipilihnya metode PPTQ Safinda ini disebabkan karena materi dalam mata pelajaran terjemah al-Qur‟an mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Selain itu metode PPTQ Safinda adalah model pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana sehingga cocok digunakan untuk mengaplikasikan dalam mata pelajaran terjemah al-Qur‟an. Metode ini tidak hanya mempelajari makna dari ayat al-Qur‟an saja akan tetapi mempelajari ilmu nahwu dan ilmu sharaf.

Metode PPTQ Safinda merupakan Program Pelatihan Terjemah al-Qur‟an yakni metode yang mempelajari terjemah al-Qur‟an sekaligus tata bahasanya langsung dari bahasa arabnya dengan cara sederhana, mudah dan praktis.1

Berdasarkan hasil observasi dengan guru mata pelajaran terjemah al-Qur‟an pada siswa kelas 3 Madrasah Hidayatul Mubtadiin maka diperoleh keterangan bahwa metode ini sangat efektif digunakan karena mempermudah siswa dalam kegiatan

1 PPTQ Safinda, Program Pelatihan Terjemah Quran. (Online), (PPTQ SAFINDA

SURABAYA Program Pelatihan Terjemah AlQur‟an (PPTQ). html), diakses 24 April 2016

(3)

belajar mengajar. Sebelum menggunakan metode PPTQ Safinda siswa merasa kesulitan karena harus menghafalkan dan memahami per ayat. Selain faktor tersebut guru yang belum terlalu faham dengan metode yang diajarkan sehingga guru juga merasa kesulitan untuk menyampaikan dan berdampak pada siswa yang tidak faham dengan materi yang dijarkan oleh guru.

Metode PPTQ Safinda telah diajarkan di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin sejak tahun 2014. Setiap guru yang mengajar al-Qur‟an beserta artinya dengan mengunakan metode Safinda PPTQ ini mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut: tahapan pertama guru membaca kata-perkata dengan diikuti siswa, tahapan kedua guru dan siswa membaca kata-perkata dengan disertai nahwu sorof nya, tahapan ketiga siswa membaca kata-perkata diikuti guru mengartikannya, tahapan keempat siswa mengartikan keseluruhan ayat yang sudah dibaca bersama-sama dan berikutnya siswa membaca satu-persatu serta diberikan kesempatan tanya jawab kepada siswa yang masih belum faham, tahapan terakhir ialah guru menjabarkan semua ayat yang telah dipelajari bersama-sama dengan teliti sehingga hasil belajar siswa setelah menggunakan metode ini sangat signifikan.

Berdasarkan latar belakang diatas, sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar dalam mata pelajaran terjemah al-Qur‟an, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Metode PPTQ Safinda Dalam Menerjemahkan al-Qur‟an Di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubatdiin Sidomulyo Batu”.

Kajian Teori

1. Implementasi Metode Terjemah al-Qur‟an

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, implementasi mengandung arti penerapan.2 Penerapan sebuah metode tidak lepas dari manajemen. Manajemen adalah serangkaian kegiatan

2 Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia Besar,(Jakarta:

(4)

yang menunjuk kepada usaha kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.3

Seperti halnya dalam proses pembelajaran hal penting yang harus dilakukan oleh seorang guru sebagai perencanaan adalah bagaimana seorang guru mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Karena dalam proses pembelajaran anak didik berposisi sebagai pihak yang melakukan proses, dan untuk itu anak didik haruslah berperan aktif. Jika mereka pasif, proses pembelajaran tersebut tidak dapat berlangsung dan berhasil sebagaimana tujuan pembelajaran itu sendiri.4

Pekerjaan mengajar merupakan pekerjaan yang kompleks dan sifatnya dimensional. Berkenaan dengan hal tersebut, guru paling sedikit harus menguasai berbagai teknik yang erat hubungannya dengan kegiatan-kegiatan penting dalam pengajaran. Urutan pembelajaran yang baik selalu melibatkan keputusan guru berdasarkan berbagai tugas.5

Kerangka perencanaan dan implementasi pengajaran melibatkan urutan langkah-langkah yang sangat penting bagi para guru dalam mempersiapkan pelaksanaan rencana pengajaran.

Kerangka tersebut membatasi banyaknya aktivitas khusus yang akan diselesaikan oleh guru, yaitu hanya enam aktivitas terutama bagi para guru baru. Enam jenis aktivitas dirasakan sudah cukup berat untuk mulai karirnya sebagai tenaga yang profesional. Dalam kerangka tersebut terlihat adanya hubungan yang erat antara keenam aktivitas tersebut.6

Pertama, “mendiagnosa kebutuhan peserta didik”, berarti

para guru harus menaruh perhatian khusus terhadap peserta didik dalam kelas. Antara lain bertalian dengan minat para individu, kebutuhan dan kemampuan mereka. Selanjutnya dicari jalan keluar bagaimana memenuhi hal tersebut. Disamping itu

3 Suharsini Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yokyakarta: Aditya

Media, 2008), hal 3

4 Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah Kiat menjadi pendidik yang kompeten,

(Jokjakarta: AR_Ruzz, 2006), hal.155

5Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Mukhlis (Ed.) Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

(5)

guru harus juga menentukan bahan pelajaran yang dipilih dan diajarkan kepada peserta didik. Jawaban-jawaban atau usaha tersebuta akan dapat membantu guru untuk melangkah kepada aktivitas berikutnya.

Kedua, yaitu “memilih isi dan menentukan saran”. Sasaran

pengajaran kita melukiskan apa yang sebenarnya diharapkan dari peserta didik, agar mereka mampu melakukan sesuatu sesuai dengan urutan pembelajaran, dengan demikian para guru dapat mengetahui bahwa peserta didik tersebut telah mempelajari sesuatu dalam kelas. Dalam hubungan ini para guru juga perlu mempertimbangkan adanya perbedaan individu yang terdapat dalam kelas tersebut selama mengajar.

Ketiga, mengidentifikasi teknik-teknik “pembelajaran”.

Aktivitas ini dilakukan karena guru telah mengetahui sasaran-sasaran tertentu yang dapat dipergunakan sabagai basis untuk mengambil suatu keputusan. Guru dapat memilih secara bebas setiap teknik pembelajaran, sehingga merupakan penyesuaian yang bersifat profesional, dan tindakan semacam ini dapat membantu para peserta didik untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan semula.

Keempat, merencanakan aktivitas “Merumuskan unit-unit

dan merencanakan pelajaran”. Dalam aktivitas ini yang paling penting adalah mengorganisasi keputusan-keputusan yang telah diambil, yaitu mengenai peserta didik secara individu, sasaran-sasaran, dan teknik pembelajaran dan dibukukan pada dokumen resmi, sehingga dapat dipergunakan untuk melanjutkan pembelajaran berikutnya.

Kelima, “Memberikan motivasi dan implementasi program”.

Perencanaan pada aktivitas ini mempersiapkan guru secara khusus bertalian dengan teknik motivasional yang akan diterapkan dan beberapa prosedur administratif yang perlu diikuti agar rencana pengajaran tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam hubungannnya dengan tugas dan aktivitas ini terdapat suatu keputusan yang sangat penting yang harus dilakukan, yaitu menetapkan transisi antara satu bagian dari

(6)

pelajaran yang diberikan pada hari itu ke pelajaran pada hari-hari berikutnya.

Keenam, merupakan aktivitas yang terakhir, yaitu

perencanaan yang dipusatkan pada “Pengukuran, evaluasi, dan penetuan tingkat”. Aktivitas ini merupakan pengembangan perencanaan untuk mengadakan tes dan penyesuaian tentang penampilan peserta didik secara individual. Perlu diperhatikan bahwa terdapat hubungan antara pengukuran, evaluasi dan penentuan tingkatan tersebut dengan keenam aktivitas lain yang terdapat dalam kerangka kerja sebagaimana diutarakan diatas. Dengan demikian terdapat hubungan yang langsung antara masing-masing aktivitas tersebut.

2. Metode Terjemah al-Qur‟an

Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalaui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia “metode” adalah: “Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud ”.7

Sementara menurut Surakhmat yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, metode ialah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.8 Kata “tepat” dan “cepat” inilah yang sering diungkapkan dalam perkataan “efektif” dan “efisien”

Secara umum atau luas metode atau metodik berarti ilmu tentang jalan yang dilalui untuk mengajar kepada anak didik supaya dapat tercapai tujuan belajar dan mengajar. Prof. Dr.Winarno Surachmad mengatakan bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan dari pada murid-murid di sekolah.

7Dalam konteks bahasa Arab, istilah metode dapat disandarkan pada kata thariqah.

Hal ini sebagaimana dikutip dalam Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, hlm. 40

8 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)

(7)

Pasaribu dan Simanjutak mengatakan bahwa metode adalah cara sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan.9

Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian ada satu istilah lain yang erat kaitannya dengan dua istilah ini, yakni teknik yaitu cara yang spesifik dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan dalam melaksanakan prosedur.10

“Bagi segala sesuatu itu ada metodenya, dan metode masuk surga adalah ilmu” (HR. Dailami)11

3. Gambaran Umum Terjemah al-Qur‟an a. Pengertian dan Pembagiannya

Sudah menjadi keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non muslim untuk mengetahui apa yang terkandung dalam al-Qur‟an, sementara al-Quran turun dalam bahasa Arab (Qur’anan ‘arobiyyan), padahal tidak semua orang dapat mengerti apalagi menguasai bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan al-Quran sangat dibutuhkan hingga ke dalam berbagai bahasa di dunia.

Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain.12 Sedangkan yang dimaksud dengan terjemah al-Qur‟an adalah seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni memindahkan al-Qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah.13

9Ws, Rina. 2013. Pengertian Metode dan Metodologi Penelitian. (Online), (http: Goresan

Item Pengertian Metode Dan Metodologi Penelitian.html), diakses 24 April 2016

10 Ibid,diakses 24 April 2016

11Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Mukhlis (Ed.) Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. Hal.135

12 Efendi, Nur & Fathurrohman, M. 2014. Studi Al-Qur’an (Sokip, Ed.) Yogyakarta:

Sukses Offset

(8)

Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti:14

1) Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.

2) Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama.

3) Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain.

4) Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang („Urf), dari kata Tarjamah.

b. Perbedaan antara Tarjemah Tafsiriyah dan Tafsir

Ada beberapa titik perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir dari dua segi:

1) Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda. 2) Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan

susunan teks asli beserta arti yang di tunjukan, di samping teks terjemahanya, sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskanya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, makapembaca yang lain akan menemukannya. Sedangkan pembaca terjemah, tidak sampai ke situ, karena dia tidak tahu susunan al-Qur‟an dan arti yang ditunjukanya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia bacadan ia pahami dari terjemah tersebutadalah Tafsir atau arti yang benar terhadap al-Qur‟an, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah di luar batas kemampuanya, selama dia tidak tahu bahasa al-Qur‟an.

14 Wulandary, Desi. 2015. Makalah Ulumul Qur‟an. (Online). (http:

“Terjemah”kumpulan makalah makalah ulumul Qur‟an terjemah. html), diakses 24 April 2016

(9)

c. Syarat-syarat Penerjemah

Seorang penerjemah al-Qur‟an harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Penerjemah haruslah seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya.

2) Penerjemah haruslah seorang yang adil dan tsiqah. Karenanya, seorang fasiq tidak diperkenankan menerjemahkan al-Qur‟an.

3) Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis dalam bahasa sasaran dengan baik.

4) Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran al-Qur‟an dan memenuhi kriteria sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.

Selain syarat di atas, shighat terjemahan harus benar jika diletakkan pada tempat aslinya dan terjemahan haruslah cocok benar dengan makna-makna dan tujuan-tujuan aslinya, dan penerjemah harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemah Qur‟an tersebut bukanlah al-Qur‟an, melainkan tafsir al-Qur‟an.

d. Cara menerjemahkan al-Qur‟an dengan baik

1) Mengetahui huruf-huruf tambahan padaawal dan akhir kalimat, seperti huruf wawu atau ya‟ dan nun pada jama‟ mudzakar salim, atau alif dan ta‟ pada jama‟ muannassalim. Untuk mengetahui hal tersebut, kita harus mengetahui bentuk tsulasi mujarot pada setiap kalimat. Contoh pada kata وحتفيhuruf tambahannya adalah ya‟ dan wawu, dengan demikian akar katanya adalah حتف. Yang perlu diketahui adalah apa arti huruf tambahan dan akar kata tersebut.15 2) Mengetahui makna kata sambung, apakah huruf athaf,

huruf jer, amil nawasib, amil jawazim, bentuk dlomir, atau bentuk lainnya. Untuk mengetahui makna dari huruf atau kalimat penghubung tersebut, kita bisa lihat pada

15 Wulandary, Desi. 2015. Makalah Ulumul Qur‟an. (Online). (http:

“Terjemah”kumpulan makalah makalah ulumul Qur‟an terjemah. html), diakses 24 April 2016

(10)

kitab nahwu, dan kata penghubung tersebut harus dihafalkan atau di ketahui masing-masing.16

3) Memperhatikan bentuk kalimat apakah fi‟il madhi, mudhori‟ atau amr, kata jadian masdar, isim zaman, isim makan, isim alat, isim maf‟ul, isim fa‟il atau lainnya.17

4) Mengetahui arti akar kata pada setiap kalimat, sedangkan akar kata yang perlu dilihat adalah akar kata yang ada pada surah al-Baqarah. Kita bisa memulai dengan melihat arti setiap kalimat yang ada pada surah al-Baqarah satu persatu, kalimat baru perlu diketahui dan dihafalkan dengan diberi coret bawah, kemudian jika kalimat yang sudah diketahui artinya terulang lagi, tidak perlu digaris bawah, dan begitu seterusnya.18

e. Manfaat Terjemah Al-Qur‟an

Adapun manfaat lainnya banyak sekali, diantaranya :

1) Membantu dalam menghafal al-Qur‟an. Karena salah satu metode menghafal yang paling efektif dan sudah teruji (diakui oleh para penghafal al-Qur‟an) adalah dengan memahami terlebih dahulu arti ayat yang akan dihafal. 2) Mempelajari bahasa arab terutama dalam menambah kosa

kata yang bersumber dari al-Quran.

3) Membantu dalam menyampaikan ceramah, kultum, dan pengajian.

f. Adab dan Syarat Menerjemahkan al-Qur‟an

1) Terjemahan itu tidak boleh dijadikan sebagai pengganti al-Qur‟anyang cukup dengannya tanpa kitab al-Qur‟an. Berdasarkan hal ini, maka harus ditulis dahulu teks al-Qur‟an dalam bahasa Arabnya, kemudian di sampingnya teks terjemahan tersebut agar menjadi semacam tafsir terhadapnya.

2) Hendaknya penerjemah adalah orang yang mengetahui betul arahan-arahan lafadz di dalam kedua bahasa tersebut dan hal-hal yang dituntut di dalam redaksinya.

16 Ibid, diakses 24 April 2016 17Ibid, diakses 24 April 2016 18Ibid, diakses 24 April 2016

(11)

3) Hendaknya penerjemah adalah orang yang mengetahui benar makna-makna lafadz-lafadz syari‟at didalam al-Qur‟an.

Di dalam penerjemahan al-Qur‟an al-Karim, hanya orang-orang yang amanah saja yang boleh diterima, yaitu seorang Muslim yang lurus di dalam dirinya.19

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang hasilnya berupa data deskriptif melalui pengumpulan fakta-fakta dari kondisi alami sebagai sumber langsung dengan instrumen dari peneliti sendiri20

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan penelitian kualitatif (qualitative research) sebagai suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas social, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi tersebut digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang menuju pada kesimpulan.21

Penelitian kualitatif bersifat induktif, maksudnya peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Kemudian data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi deskripsi yang mendetil disertai catatan-catatan Hasil wawancara yang mendalam (interview), serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan. Berdasarkan uraian diatas penggunaan pendekatan kualitatif dapat menghasilkan data deskriptif tentang implementasi metode PPTQ Safinda dalam menerjemahkan al-Qur‟an.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan bahwa studi kasus (case study) merupakan suatu penelitian yang

19 Ibid, diakses 24 April 2016

20 Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2004), hlm. 4.

21 Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Bandung: PT.

(12)

dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Secara singkatnya, studi kasus adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus tersebut.22

Dalam penelitian ini, peneliti meneliti suatu kasus yang terjadi di Madrasah Hidayatul Mubtadiin Sidomulyo Batu tentang implementasi metode PPTQ Safinda dalam menerjemahkan al-Qur‟an. Dengan adanya studi kasus ini diharapkan peneliti dapat mengumpulkan data-data yang diperoleh, kemudian menganalisis dan menyimpulkannya, sehingga peneliti mendapatkan pemahaman yang jelas tentang implementasi metode PPTQ Safinda dalam menerjemahakan al-Qur‟an di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin Sidomulyo Batu.

Pembahasan

Setelah peniliti mengumpulkan data yang diperoleh dari penelitian, dari Hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, maka selanjutnya peneliti akan melakukan analisa data untuk menjelaskan lebih lanjut dari hasil penelitian.Sesuai dengan teknik analisa datayang dipilih oleh peneliti yaitu peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif (pemaparan) dengan menganalisa data yang telah dikumpulkan selama peneliti mengadakan penelitian dengan lembaga terkait.

Data yang telah diperoleh dan dipaparkan oleh peneliti akan dianalisa oleh peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang mengacu pada beberapa konteks penelitian di atas. Di bawah ini adalah hasil dari analisa peneliti tentang “Implementasi Metode PPTQ Safinda dalam Menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin”.

1. Implementasi Metode PPTQ Safinda dalam Menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah DiniyahHidayatul Mubtadiin

22Ibid, hlm. 64.

(13)

Metode PPTQ Safinda merupakan Program Pelatihan Terjemah Qur‟an yakni metode yang mempelajari terjemah al-Qur‟an sekaligus tata bahasanya langsung dari bahasa arabnya dengan cara sederhana, mudah dan praktis.

Alasan dipilihnya metode PPTQ Safinda diterapkan pada pelajaran tafsir di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin karena menurut bapak Wahyudi dengan menggunakan metode ini banyak mendapat segi positif dilihat dari hasil pembelajaran tafsir yang diajarkan pada siswa.

Keberhasilan dalam pembelajaran sangat didominasi oleh metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Metode menerjemahkan dengan metode PPTQ Safinda yang mengadopsi terjemah al-Qur‟an secara harfiyah sangat mempermudah siswa untuk memahami terjemah al-Qur‟an.

Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Eryon selaku Kepala sekolah Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin bahwa dengan metode PPTQ Safinda siswa dapat dengan mudah mengetahui makna al-Qur‟an kata per kata, sehingga siswa dapat banyak mengerti tentang kosakata bahasa Arab. Selain itu siswa juga mendapat tambahan grammer yang berupa ilmu nahwu dan sharaf yang diberikan bertahap dari juz ke juz tidak diberikan sekaligus.

Metode PPTQ Safinda selain memberikan materi tata bahasa juga menyajikan pengajaran sastra bahasa Arab yang merupakan ilmu tingkat tinggi dalam pemahaman bahasa yaitu ilmu balaghah, mantiq, ma‟ani dan lain-lain. Akan tetapi materi sastra bahasa Arab tersebut diberikan pada juz-juz terakhir karena sangat sulit pelajaran tersebut jika diajarkan pada pelajar pemula.

Siswa tidak dititik beratkan pada menghafal yang terlalu banyak dengan menggunakan metode ini karena jika menghafal terlalu banyak siswa akan merasa bosan dan tidak minat lagi belajar.

Metode PPTQ Safinda dirancang khusus bagi orang yang ingin memahami al-Qur‟an akan tetapi belum pernah menginjak dunia pesantren.

(14)

Selain faktor-faktor diatas yang sudah disebutkan alasan dipilihnya metode PPTQ Safinda karena metode ini memberikan pengetahuan dan praktek untuk mangajar ilmu sharaf, ilmu nahwu, ilmu balaghah tanpa menghafal teori-teorinya.

Dalam sebuah metode perlu didukung adanya media yang bisa mengoptimalkan pelaksanaan sebuah metode. Media yang digunakan dalam metode ini adalah alat peraga yang telah disediakan oleh pihak pusat dari Surabaya berupa lembaran-lembaran besar yang dibendel per juz. Tujuan dari alat peraga tersebut adalah memudahkan guru untuk menyampaikan materi secara detail pada siswa dan siswa dapat fokus terhadap pelajaran. Berbeda jika dengan metode yang tidak menggunakan alat peraga maka tidak semua siswa fokus dengan materi yang diberikan oleh guru pasti masih ada siswa yang tidak memperhatikan guru bahkan lebih sering lagi yaitu bergurau dengan temannya.

Alat peraga menurut bapak Wahyudi sangat membantu sekali dalam proses pembelajaran dan lebih efektif karena jika menerangkan materi guru akan menulis materi terlebih dahulu di papan tulis akan tetapi jika menggunakan peraga guru akan mempersingkat waktunya dengan langsung menerangkan tanpa menulis materi terlebih dahulu.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode PPTQ Safinda harus sudah terencana dalam bentuk program persiapan. Disamping itu guru menjalankan rumusan tujuan yang ingin dicapai, memanfaatkan alat-alat yang telah disediakan sebelum mengajar, menggunakan tempat yang sudah diatur dan menggunakan waktu yang telah diperkirakansebelum melakukan pembelajaran.

Cara pengajaran yang diterapkan bapak Wayudi untuk mata pelajaran tafsir dengan metode PPTQ Safinda adalah sebagai berikut:

Guru sebagai pembimbing membacakan kata per kata dari ayat-ayat al-Qur‟an yang diikuti oleh siswa. Hal ini bertujuan agar siswa mengetahui dan menyimak kata yang akan dipelajari.

Setelah hal tersebut dilakukan maka guru beserta siswa membacakan lagi kata per kata akan tetapi diikuti juga dengan

(15)

menguraikan nahwu serta sharafnya. Karena ilmu nahwu sebagai ibunya ilmu dan sharaf sebagai bapaknya ilmu. Dengan demikian maka akan menghasilkan susunan bahasa arab yang baik.

Langkah selanjutnya para siswa membacakan kata perkata kemudian guru mengartikannya, hal ini bertujuan agar para siswa dapat mengerti secara detail tentang makna dari kata per kata.

Para siswa serentak membacakan dari keseluruhan ayat yang sudah diartikan secara kata per kata, hal tersebut dilakukan agar siswa dapat mengartikan makna yang sudah dipelajari menjadi kalimat yang baik dalam mengartikan ayat al-Qur‟an.

Seusai semua langkah dilakukan maka selanjtnya yakni siswa ditunjuk secara acak untuk membacakan materi yang sudah dipelajari, hal ini juga menguji kemampuan siswa seberapa faham siswa dalam memahami materi. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami oleh siswa.

Langkah terakhir dalam proses pembelajaran ini yakni guru menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang sudah dipelajari dengan jelas.

Dengan model pembelajaran yang telah tersebut diatas dapat dikatakan bahwa metode PPTQ Safinda sangatlah mudah untuk cara pembelajarannya karena tidak terlalu rumit dalam aplikasi pembelajarannya.

Alat peraga yang telah disediakan oleh pihak PPTQ Safinda cara penggunaannya mudah yakni pada lembaran-lembaran tersebut terdapat 2 warna dalam cetakannya. Warna merah untuk lafadz yang belum pernah dipelajari dan dihafalkan oleh siswa. Dan jika pada lafadz berikutnya ada lafadz yang sama dengan ayat yang sudah pernah disampaikan maka lafadz tersebut dicetak dengan warna hitam. Semakin banyak lafadz yang sudah dipelajari maka semakin sedikit juga lafadz yang bercetak warna merah. Cetakan lafadz warna merah banyak terdapat pada surat al-Baqoroh sehingga surat-surat setelahnya banyak yang bercetak warna hitam. Pada juz-juz terakhir hampir tidak ada sama sekali cetakan lafadz yang berwarna merah.

(16)

2. Faktor pendukung dan Penghambat Implementasi Metode PPTQ Safinda dalam Menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah DiniyahHidayatul Mubtadiin

Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang kondusif dan efektif maka diperlukan adanya faktor pendukung yang bisa memaksimalkan metode pembelajaran PPTQ Safinda.

Adanya siswa dituntut untuk menghafal itu karena dengan menghafal dan memahami makna maka siswa akan lebih mudah untuk menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟an, banyak nya persamaan lafadz antara ayat satu dengan ayat yang lain membuat siswa menghafalkan kosakata yang hanya sedikit. Seperti contoh lafadz “ ”dalam al-Qur‟an lafadz ini diulang-ulang kurang lebih sebanyak 815 kali.

Menyampaikan materi tata bahasa dan sastra bahasa Arab secara bartahap sangat memudahkan siswa untuk menghafal dan memahami pelajaran tafsir dengan sempurna. Hal itu sesuai dengan proses diturunkannya al-Qur‟an yang secara berangsur-angsur juga tidak sekaligus diturunkan 30 juz. Sehingga memudahkan para sahabat nabi (umat Islam) untuk mempelajari dan menghafalnya.

Alat peraga juga merupakan faktor pendukung dalam pembelajaran metode PPTQ Safinda. Dalam cetakan terdapat 2 warna yang berbeda yakni warna merah dan warna hitam. Warna merah menandakan bahwa lafadz tersebut belum pernah dipelajari sedangkan warna hitam menandakan bahwa lafadz tersebut sudah pernah disampaikan. Jika cetakan warna hitam siswa sudah lupa maknanya maka siswa dituntut untuk menghafalkannya lagi.

Manfaat lain dari cetakan yang berbeda warna yaitu mempermudah guru untuk meringankan tugasnya karena materi yang disampaikan semakin sedikit ditandai dengan semakin sedikitnya lafadz yang bercetak warna merah. Selain itu, cetakan yang berbeda warna juga mempermudah siswa untuk langsung menerjemahkan ayat al-Qur‟an tanpa dipandu oleh guru karena

(17)

semua lafadz sudah pernah dipelajari dan dihafalkan sehingga guru hanya mengoreksi susunan yang kurang sempurna.

Faktor pendukung yang tidak kalah penting yaitu pelayanan intensif untuk guru pengajar metode PPTQ Safinda, karena hal itu sebagai salah satu bentuk usaha madrasah menghasilkan tenaga pengajar yang profesional dan berkompeten dalam bidangnya.

Tidak hanya guru saja yang diberikan pelayanan intensif akan tetapi juga disediakan jam tambahan bagi siswa yang ingin mempelajari lebih dalam, sehingga diadakannya jam tambahan diluar jam pelajaran bagi siswa yang berminat.

Selain faktor pendukung yang sudah dipaparkan diatas didalam suatu metode juga terdapat faktor penghambat yang menjadikan kendala bagi berlangsungnya penerapan metode PPTQ Safinda.

Durasi waktu yang singkat merupakan kendala bagi berlangsungnya proses belajar mengajar secara maksimal hal ini dikarenakan dalam waktu seminggu proses pembelajaran hanya berlangsung 2x jam pelajaran akan tetapi waktu tersebut dalam waktu 1 hari. Seharusnya materi pembelajaran tidak ada masalah jika dilaksanakan dalam waktu yang singkat akan tetapi sesering mungkin materi tersebut disampaikan. Karena dengan waktu yang sering meskipun dengan durasi yang hanya sedikit akan mempermudah siswa untuk menghafal. Daya ingat anak-anak sering kali lemah jika materi tersebut diberikan jarang sekali maka siswa akan lebih sulit untuk menghafal dan menjadikan beban bagi siswa untuk menghafalkannya lagi. Teori pendidikan bahwa 2x5 tidak sama dengan 5x2 yang dimaksud dari hal tersebut adalah materi yang disampaikan 2 jam selama 5 hari hasilnya akan lebih maksimal siswa untuk memahami materi tersebut, berbeda jika dengan menyampaikan materi dengan durasi 5 jam selama 2 hari hal itu akan memberatkan siswa dalam memahami materi pembelajaran.

SDM seorang guru mutlak dibutuhkan karena faktor keberhasilan pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi siswa akan tetapi peranan guru dalam penyampaian materi sangat

(18)

berpengaruh terhadap psikologi siswa. Model pembelajaran guru yang seharusnya diterapkan yakni dengan model pembelajaran yang tidak membosankan (menyenangkan) karena dengan menerapkan model pembelajaran yang lama siswa akan merasa bosan dan sulit untuk menerima materi pembelajaran. Seringkali jika dengan model pembelajaran yang kuno guru akan memberikan sanksi pada siswa yang tidak mampu menyerap materi dengan baik.

Kurangnya inovasi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran juga berdampak pada siswa yang bosan berada dikelas untuk menerima materi pelajaran.

Keberhasilan pembelajaran selain dari faktor guru juga terdapat faktor dari murid yakni tentang keaktifan kehadiran disaat jam pelajaran berlangsung. Jika siswa sering absen (membolos) dalam kegiatan belajar mengajar maka dampak yang terjadi berimbas pada materi pelajaran yang akan diterima siswa akan ketinggalan materi yang diberikan guru pada saat jam pelajaran. Semakin banyak absen yang dilakukan siswa maka semakin banyak juga tanggungan materi yang harus dihafalkan oleh siswa.

Kemampuan siswa yang berfariasi dalam menerima pembelajaran terkadang sering menyulitkan guru untuk menyampaikan materi yang selanjutnya akan diajarkan. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih dalam menerima materi pembelajaran (cerdas) sering merasa bosan jika guru terus mengulang materinya, akan tetapi disisi lain juga terdapat juga siswa yang kurang tanggap dalam menerima materi pembelajaran sehingga menjadikan guru terus menerus mengulang-ulang materi tersebut. Idealnya jika menemukan masalah yang seperti ini maka perlu dilakukan pemisahan antara siswa yang tanggap dan yang kurang tanggap dalam menerima pembelajaran. Yang tidak kalah penting dari kendala-kendala yang sudah disampaikan diatas, yakni siswa yang mempunyai imagebahwa pelajaran tafsir merupakan pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan pelajaran yang membosankan.

(19)

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan memperhatikan pada rumusan masalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Cara pengajaran yang diterapkan untuk mata pelajaran tafsir

dengan metode PPTQ Safinda adalah sebagai berikut: a. Guru membacakan kata per kata diikuti oleh siswa.

b. Guru dan siswa membaca kata per kata serta nahwu sharafnya. c. Siswa membaca kata per kata, guru yang mengartikannya. d. Siswa mengartikan keseluruhan ayat yang sudah dibaca

bersama-sama.

e. Siswa membaca satu per satu, kemudian guru memberikan kesempatan pada siswa yang belum faham untuk bertanya. f. Guru menjelaskan semua ayat yang sudah dipelajari

bersama-sama.

2. Secara umum ada beberapa faktor pendukung dan penghambat

dalam pelaksanaan pembelajaran metode PPTQ Safinda dalam menerjemahkan al-Qur‟an di Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadiin sebagai berikut:

Faktor Pendukung:

a. Siswa menghafalkan makna yang tidak terlalu banyak karena lafadz yang sudah dipelajari maknanya tidak diulang kembali. b. Penyampaian materi tata bahasa arab dan sastra bahasa arab

yang disampaikan secara bertahap.

c. Cetakan warna pada alat peraga yang berbeda, warna merah pada lafadz yang belum pernah dipelajari dan lafadz yang sudah dipelajari bercetak warna hitam.

d. Dengan cetakan yang berwarna juga mempermudah tugas guru karena semakin banyak juz-juz yang sudah dipelajari maka semakin sedikit juga materi yang akan disampaikan oleh guru pada murid.

e. Pelayanan intensif bagi pengajar metode PPTQ Safinda untuk mendapatkan tenaga yang berkompeten pada bidangnya. f. Jam tambahan bagi siswa yang ingin memperdalam materi

diluar jam pelajaran.

(20)

h. Guru dituntut untuk memahami karakteristik siswa. Faktor Penghambat:

a. Materi yang disampaikan seharusnya sesering mungkin agar tidak membebani hafalan siswa.

b. Kurangnya SDM seorang guru yang inovatif dalam penyampaian materi pembelajaran.

c. Keaktifan siswa dalam pembelajaran.

d. Kemampuan siswa yang berfariasi dalam menerima materi. e. Siswa mempunyai image bahwa pelajaran tafsir merupakan

pelajaran yang sangat membosankan. f. Alokasi waktu pembelajaran yang sedikit.

Daftar Pustaka

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993 Cet,3

Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet. I

Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung Departemen Agama. 1998. Sejarah perkembangan Madrasah. Direktorat

Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia Besar, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Efendi, Nur. & Fathurrohman, M. 2014. Studi Al-Qur’an.Sokip, Ed.Yogyakarta. Sukses Offset

Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Hakam Al-Qur’an Tafsir Per Kata . PT. Suara Agung Jakarta. Cet II.2013

Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah Kiat menjadi pendidik yang

kompeten, Jokjakarta: AR_Ruzz, 2006

Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005

S. Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang, YA3 S. Nasution, Metode Research, Bandung: Jemmars, 1988

Suharsini Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yokyakarta: Aditya Media, 2008

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek edisi Revisi VI, Jakarta: PT Reaneka Cipta, 2006.

Referensi

Dokumen terkait