• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Lour. Merr) - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Lour. Merr) - Repository utu"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

SAMBUNG NYAWA (

Gynura procumbens Lour. Merr

)

SKRIPSI

OLEH

AMIRUDDIN

08C10407176

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH, ACEH BARAT

(2)

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

SAMBUNG NYAWA (

Gynura procumbens Lour. Merr

)

SKRIPSI

OLEH

AMIRUDDIN

08C10407176

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT

(3)

Judul : Pengaruh Dosis Dolomit Dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens Lour. Merr)

Nama Mahasiswa : Amiruddin N I M : 08C10407176 Program Studi : Agroteknologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. Rusdi Faizin, M.Si NIP.196308111992031001

Ir. Aswin Nasution NIDN. 0124086503

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,

Diswandi Nurba, S.TP, M.Si NIDN. 0128048202

Jasmi SP.,M.Sc NIDN. 0127088002

(4)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman Sambung Nyawa Berasal dari daerah Afrika yang beriklim

tropis menyebar ke Srilangka, Sumatera dan Jawa. tumbuh di selokan, pagar

rumah, pinggiran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m

dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan

1.5003.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai

lembab dan subur (Manoi dan Kristina, 2007).

Budidaya tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens[Lour.]Merr)

merupakan salah satu tanaman obat yang saat ini sangat populer di masyarakat.

Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah daunnya. Hasil

penelitian yang dilakukan Adjirni (2000), daun sambung nyawa dapat

menghambat terbentuknya batu kandung kemih pada tikus dan tidak bersifat

toksik. Sugiyanto dan Sudarto (2000) menyatakan bahwa daun sambung nyawa

juga memiliki potensi sebagai antikarsinogenik. Meiyanto, (2007) menyatakan

bahwa khasiat daun sambung nyawa adalah sebagai obat ginjal, antikanker, dan

penurun tekanan darah. Hal lain yang membuat tanaman ini disukai adalah rasa

daunnya yang enak untuk dimakan langsung, ber aroma harum dan bertekstur

lembut. Sambung nyawa umumnya dapat dipanen setelah berumur 2-4 bulan

setelah tanam dengan cara memetik atau menggunting daun (Winarto, 2003).

Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20-60

(5)

sambung nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi

daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun

bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta

pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan

berbuah.

Daun sambung nyawa yang ditanam tanpa menggunakan naungan

menghasilkan karakteristik daun yang tebal dan kecil-kecil, sedangkan daun ini

digunakan untuk lalapan. Pemanenan dilakukan dengan pemangkasan pada

tanaman, diharapkan terbentuk daun yang lebih banyak sehingga produktifitas

panennya meningkat. Hai ini karena pemangkasan dapat mematahkan dominasi

apikal pada tanaman sehingga memacu pertumbuhan mata tunas (Laksono (2004).

Dalam budidaya meskipun pupuk di berikan sesuai dengan dosis

seringkali pupuk tidak dapat terserap dengan baik oleh tanaman karena pH di

dalam tanah yang tidak netral, sehingga pupuk tersebut tidak dapat di serap oleh

akar tanaman sambung nyawa. Secara umum semua tanaman membutuhkan pH

netral, jadi untuk menetralkan pH tersebut di perlukan kapur dolomite sehingga

menjadi netral yaitu angka pH 7.

Budidaya tanaman sambung nyawa sangat memerlukan Pupuk Kandang

yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan pupuk sintetis. Selain

mengandung Nitrogen (N), fospor (P), dan Kalium (K), pupuk kandang juga

mengandung unsur hara yang cukup lengkap. Pupuk kandang juga merupakan

pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk kandang akan

mengalami perubahan dari bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi tersedia

(6)

3

kandang diperlukan kehati-hatian. Jika pupuk kandang masih mentah dapat

menyebabkan tanaman menjadi layu, bahkan mati. Hal ini disebabkan oleh proses

penguraian karbon (C), yang akan meningkatkan temperatur tanah. Kenaikan suhu

inilah yang menyebabkan tanaman menjadi layu ( Kurniatusolihat, 2009).

Dari penggunaan dolomite juga dapat menetralkan ph tanah dan pupuk

kandang yang menyediakan unsur hara bagi tanaman, maka penggunaan kedua

jenis pupuk ini perlu di lakukan untuk budidaya tanaman sambung nyawa.

1.2. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Dolomite

dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman Sambung Nyawa (Gynura

Procumben Back) serta nyata nya interaksi kedua faktor tersebut

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Pemberian pupuk dolomite berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman sambung nyawa.

2. Pemberian pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman sambung nyawa.

3. Terdapat interaksi pemberian pupuk dolomite dan dosis pupuk kandang

(7)

4 2.1. Botani Tanaman Sambung Nyawa

2.1.1. Sistematika

Menurut Manoi dan Kristina (2007) dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan, kedudukkan tanaman Sambung nyawa di klafikasikan sebagai berikut

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales (Campanulatae)

Suku : Asteraceae (Compositae)

Marga : Gynura

Jenis :Gynura procumbens (Lour.) Merr.

2.1.2. Morfologi Tanaman Sambung Nyawa 1. Bentuk

Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20

-60 cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan.

Daun sambang nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan,

tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm lebar 7 cm. Daun

bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta

pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan

(8)

5

2. Penanaman

Perbanyakan sambang nyawa dilakukan dengan menggunakan bahan

tanaman setek batang dan tunas akar. Setek batang yang digunakan berukuran

panjang 15 - 20 cm. Bila menggunakan tunas akar dilakukan dengan mencabut

atau memisahkan tunas dari tanaman induk. Penanaman tunas dilakukan seperti

pada stek batang. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah + pupuk

kandang dengan perbandingan 1 : 1. Tanaman sebaiknya mendapat naungan

dengan mendapatkan intensitas sinar matahari sekitar 60%. Penyiraman dilakukan

setiap hari dengan lama penyemaian 2 - 3 bulan (Laksono, 2004).

3. Jarak tanam

Jarak tanan yang ideal 50 x 50 cm, panjang disesuaikan dengan lahan

dengan lubang tanam 20 x 20 x 20 cm (Wonohadi dan Palupi, 2000).

2.1.3. Budidaya Tanaman Sambung Nyawa

Tanaman ini baik ditanam pada musim peralihan antara hujan dan

kemarau. Pengadaan bibit tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan cara

membeli bibit jadi maupun dengan pembibitan sendiri, Pembibitan sendiri

dilakukan dengan cara membuat stek batang atau stek pucuk. Pembibitan secara

stek bisa dilakukan di dalam polibag maupun lahan terbuka. Pembibitan dalam

media polibag umumnya dilakukan dengan menggunakan stek batang yang

panjangnya 715 cm atau minimal memiliki 3 ruas dan daunnya sudah dipotong.

Untuk mempercepat pertumbuhan akar, stek batang bisa direndam dalam air

kelapa. Bahan media tersebut menggunakan tanah dan kompos dengan Ukuran

(9)

sampai memenuhi 90% ketinggian polibag. Penanaman tidak boleh dilakukan

dengan langsung menusukkan stek batang pada tanah, tapi harus dibuat lubang

kecil dulu (Kurniatusolihat, 2009).

Pada saat awal penanaman, sambung nyawa tidak boleh terlalu banyak

terkena sinar matahari sampai satu bulan pertama. Penyiraman dapat dilakukan

sekali sehari dengan melihat kondisi media, bila tanah kering sebaiknya disiram,

bila tanah basah penyiraman tidak perlu dilakukan. Tiga minggu kemudian

setelah daun tumbuh 4 6 helai, tanaman sudah bisa dipindahkan ke lahan

terbuka (Wonohadi dan Palupi, 2000).

Bila pembibitan dilakukan pada lahan, prinsip yang digunakan sama

seperti pembibitan pada polibag menggunakan stek batang dengan panjang 10

15 cm dan ditanam dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu (Laksono,

2004).

2.2. Syarat Tumbuh 1. Iklim

Pertumbuhan tanaman sambung nyawa sangat berkaitan dengan iklim

daerah setempat. sambung nyawa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

pada ketinggian 200 800 m diatas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan

curah hujan sekitar 1.500 2.500 mm/tahun, suhu udara 25 32oC, kelembaban

udara 70 90%, dan membutuhkan penyinaran tinggi. Untuk membudidayakan

sambung nyawa secara intensif perlu dilakukan pemilihan lokasi penanaman dan

(10)

7

2. Tanah

Sambung nyawa dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk

tanah vulkanik, tanah gambut dan tanah sedimentasi tua, asalkan cukup gembur

(Gardner, 2008).

2.3. Peranan Pemupukan Dolomit Bagi Tanah Dan Tanaman

Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan

pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan

molybdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga

pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur

remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus.

pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman.

Aminisasi, amonifikasi dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya

pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, maka

akan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang

banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite

(CaMg(CO3)2) ( Lingga dan Marsono, 2001).

Dolomit merupakan pupuk yang berasal dari endapan mineral sekunder

yang banyak mengandungunsur Ca dan Mg dengan rumus kimia CaMg (CO3)

Pupuk dolomit di samping menambah Ca dan Mg dalam tanah juga memperbaiki

keasaman tanah serta meningkatkan ketersediaan unsur yang lain.

Teknologi pemberian kapur kedalam tanah, dimaksudkan untuk

memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat-sifat fisik,biologis dan

kimia tanah. Menurut Naibaho (2003), umumnya bahan kapur untuk pertanian

(11)

(CO3)2), dan hanya sedikit yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dua bahan utama

yang lebih dikenal ialah kalsium karbonat (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3)2).

Bila bahan tersebut tidak atau sedikit mengandung dolomit disebut kalsit,tetapi

bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik, dan bila sedikit

kalsium karbonat dijumpai dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium- karbonat

maka disebut dolomit ( Hindersah, 2002 ).

Bahan kapur biasa nya di perdagangkan dalam bentuk tepung. Makin

halus bahan tersebut makin cepat daya larut dan reaksinya. Tujuan utama

pengapuran adalah menaikkan pH tanah hingga tingkat yang di inginkan, dan

mengurangi atau meniadakan keracunan. Disamping itu juga untuk meniadakan

keracunan Fe Dan Mn, serta menyediakan hara Ca (Musnawar, 2003).

Faktor - faktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan

adalah pH tanah, tekstur tanah,kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis

tanaman. Apa bila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan

berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien

(ekonomis). Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila di perkirakan hujan

tidak akan turun pada saat pemberian kapur.

2.4. Peranan Pupuk Kandang Bagi Tanah Dan Tanaman

Pupuk kandang merupakan campuran bahan organik yang berasal dari

kotoran padat, urin, dan sisa makanan. Susunan kimia pupuk kandang berbeda di

setiap tempat. Susunan tersebut tergantung dari macam ternak, umur dan keadaan

hewan, serta cara mengurus dan menyimpan pupuk sebelum dipakai. Pupuk

kandang memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk lain, yaitu; merupakan

(12)

9

oksigen, sebagai sumber hara makro (nitrogen, fosfor, dan kalium), Meningkatkan

daya menahan air (water holding capacity), Banyak mengandung mikro

organisme. Semua keunggulan pupuk kandang tersebut membuat pupuk kandang

dianggap sebagai pupuk yang lengkap. Pupuk kandang dapat berasal dari: sapi,

kuda, kambing, babi, unggas dan lain-lain ( Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Pupuk kandang akan memberikan unsur mineral anorganik dan organik

bagi tanaman melalui proses penyerapan pada sistem perakaran untuk digunakan

dalam proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Menurut Manoi (2005)

fungsi unsur hara adalah :

a) Sebagai penyusun jaringan tanaman

b) Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia

c) Sebagai pengatur tekanan osmosis

d) Sebagai komponen sistem penyangga

e) Sebagai alat pengatur permeabilitas membrane

Pupuk kandang mengandung berbagai unsur hara esensial atau unsur hara

yang berperan penting dalam kebutuhan tumbuhan agar dapat tumbuh dengan

baik. Berdasarkan perbedaan fungsinya, maka unsur hara esensial dibeda kan

menjadi unsur makro dan mikro. Unsur makro merupakan unsur hara esensial

yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang banyak. Contohnya,

C,H,0,N,P,K,Ca,Mg, dan S. Sedangkan unsur mikro adalah unsur hara esensial

yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Contoh nya,

Cl,Fe,B,Mn,Zn,Cu,dan Mo.

Pengunaan pupuk kandang dapat memberikan tambahan bahan organik

(13)

hasil panen. Selain itu pupuk kandang dapat mencegah kehilangan air dalam tanah

dan laju infiltrasi air (Musnawar, 2003).

Kandungan hara dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas

pupuk. Kandungan unsur hara didalam pupuk tidak hanya tergantung dari jenis

ternak, tetapi juga tergantung dari makanan, air yang diberikan, umur dan bentuk

fisik dari ternak. Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk adalah

N,P,K,Ca,Mg,S,Fe dan masih banyak unsur - unsur yang lainnya ( Lingga dan

Marsono, 2001).

Lingga dan Marsono (2001) menyatakan bahwa pupuk kandang di bagi

menjadi pupuk kandang padat dan cair.

a) Pupuk kandang padat

Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik yang

belum dikomposkan maupun yang sudah dikomposkan sebagai sumber hara

terutama N bagi tanaman dan memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisik tanah.

b) Pupuk kandang cair

Pupuk kandang cair merupakan pupuk kandang berbentuk cair berasal dari

kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran

(14)

11

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

Universilitas Teuku Umar Maulaboh Aceh Barat mulai dari 28 Desember sampai

dengan 07 Maret 2013.

3.2. Bahan dan alat 1. Bahan

Bahan - bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

Bibit tanaman sambung nyawa, polybag ukuran 0,5kg, pupuk kandang, dolomite,

serta bahan-bahan lainnya yang di perlukan dalam penelitian.

2. Alat

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Cangkul, parang, tali, meter, gunting, papan samper, timbangan, kakulator, alat

tulis, dan pelaratan lain yang di perlukan dalam penelitian.

3.3. Rancangan percobaan

Penelitian ini di menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola

factorial 4x4 dan 3 ulangan dengan 2 faktor perlakuan yaitu:

Faktor pupuk dolomit dengan 4 taraf yaitu:

D0 = 0 ton/ha

D1 = 10 ton/ha

D2 = 20 ton/ha

(15)

Faktor pupuk kandang dengan 4 taraf yaitu:

K0 = 0 ton/ha

K1 = 20 ton/ha

K2 = 25 ton/ha

K3 = 30 ton/ha

Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan

sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan tertera

pada Table I. di bawah ini:

Tabel 1. Kombinasi perlakuan Pupuk Dolomite dan Pupuk Kandang

No Kombinasi perlakuan Pupuk dolomit Pupuk kandang

(16)

13

Model Matematika dari Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah:

Yijk =µ + βi + Dj + Kk + (DK)jk + εijk

Yijk = Hasil pengamatan Pupuk Dolomite (D) pada taraf ke - j dan Pupuk

Kandang(K) pada Taraf ke-k, pada ulangan ke-i

µ = Nilai tengah umum atau rata-rata umum

βi = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2, dan3)

Di = Pengaruh Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j (j=1,2,3 dan 4)

Ki = Pengaruh Pupuk Kandang (K) pada taraf ke-k (k=1,2,3 dan 4)

(DK)jk = Pengaruh interaksi antara Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j dengan

Pupuk Kandang (K) Pada taraf ke - k

εijk = Pengaruh Galat percobaan

Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan

dengan uji lanjut dengan Uji Beda Nyata pada taraf 5%. dengan persamaan

sebagai berikut:

BNJ0,05=

q0.05

(p : dbg) x

Keterangan :

BNJ0,05 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

q0.05

= Nilai baku q pada taraf 5 %; (jumlah perlakuan p dan derajat bebas galat)

KT galat = Kuadrat Tengah galat

(17)

3.3. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah di lakukan sebanyak dua kali. Pengolah pertama dengan

mencangkul dengan kasar kemudian di biarkan selama 2-3 hari agar racun yang

ada di dalam tanah hilang. Lahan yang telah diolah dibuat bedengan dengan lebar

1,5 x 2 m.

2. Aplikasi Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang di

taburkan secara merata diatas lahan tersebut yang sudah dibiarkan selama

seminggu, kemudian diaduk merata bersama tanah lapisan atas sedalam 5 cm.

Pemberian dolomit dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian

di aduk dengan tanah lapisan atas.

3. Pembibitan

Pembibitan tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan stek batang,

Stek batang dibuat dengan panjang antara 10 cm dan bagian bawah batang

dipotong miring agar daerah tumbuh perakaran menjadi lebih luas. Stek ditanam

di polybag dengan cara dibenamkan sepertiga bagian ke dalam media tanam.

Media tanam untuk pembibitan terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang

dengan perbandingan 1 : 1.

4. Penanaman

Penanaman di lakukan pada plot percobaan yang telah di siapkan dengan

jarak penanaman 50 x 50 cm. bibit yang di pindahkan ke plot percobaan adalah

(18)

15

minggu kemudian setelah daun tumbuh 4 – 6 helai, tanaman sudah bisa

dipindahkan ke lahan terbuka.

5. Penyisipan

Penyisipan dilakukan terhadap tanaman yang tidak tumbuh atau tumbuh

abnormal, dilakukan 8 hari setelah penanaman bibit. Bahan untuk penyisipan

diambil dari tanaman cadangan yang telah ditanam diluar plot penelitian, yang

umurnya sama dengan tanaman yang ada dilahan penelitian.

6. Pemeliharaan tanaman

Penyiraman dapat dilakukan sekali sehari dengan melihat kondisi tanah,

bila tanah kering sebaiknya disiram, bila tanah basah penyiraman tidak perlu

dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara mencabut

gulma yang tumbuh dalam bedengan maupun di sekitar areal penanaman sambung

nyawa.

7. Pencegah Hama Dan Penyakit

Hama utama yang menyerang Sambung Nyawa adalah ulat jengkel

(Nyctemera coleta) dan kumbung Psylliodes sp. Ulat jengkel memakan daun

sampai habis dan yang tersisa hanya tulang daun. Sementara itu, serangan

kumbang mengakibatkan daun menjadi berlubang-lubang. Untuk mengurangi

sarangan hama tersebut harus dilakukan pemangkasan daun-daun yang rusak,

berlubang-lubang, dan daun yang menyentuh tanah. Jika terjadi ledakan hama

perlu digunakan insektisida seperti Dikhlorvos atau Fentrotion dengan dosis 1 ml

(19)

8. Panen

Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.

Pemanenan dilakukan dengan cara memetik atau memangkas sebanyak 4 - 5 helai

daun ke arah puncak. Panen daun sambung nyawa dilakukan ketika tanaman

sambung nyawa telah menghasilkan 10 daun. Daun sambung nyawa yang diambil

adalah daun yang sudah tua tetapi belum menguning.

3.4. Perameter Pengamatan a. Tinggi tanaman (cm).

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman yang

tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.

b. Jumlah Daun (helai)

Daun yang di hitung adalah daun yang telah membuka penuh. Jumlah

daun diamati pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.

c. Diameter pangkal batang (mm)

Pengamatan atau pengukuran pangkal batang diamati pada saat tanaman

berumur 20,40,60 HST.

d. Berat basah (g)

Pengukuran dilakukan dengan menimbang daun basah yang telah di panen

(20)

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian. 4.1.1. Pengaruh Dolomit.

Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 )

menunjukkan bahwa faktor Dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah

daun umur 40 dan 60 HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter

pangkal batang umur 20 HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah

lainnya.

1. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan terhadap rata rata tinggi tanaman sambung nyawa

umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ0,05

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit

Dosis Dolomit Tinggi tanaman (cm)

Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

D0 0 11.60 15.11 20.70

D1 10 10.94 14.83 19.79

D2 20 10.95 14.55 22.96

D3 30 11.13 14.56 21.18

BNJ0.05 1.83 2.45 4.60

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20

dan 40 HST di dapati pada perlakuan D0, sedangkan pada umur 60 HST di dapati

pada perlakuan D2. Masing – masing perlakuan secara statistik menunjukkan

(21)

Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan

dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

2. Jumlah Daun (Helai)

Hasil pengamatan terhadap rata rata jumlah daun tanaman sambung

nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan

BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit.

Dosis Dolomit Jumlah Daun (helai)

Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

D0 0 9.65 26.35 a 54.65 a

D1 10 11.18 31.93 ab 66.58 ab

D2 20 10.61 30.42 b 70.00 bc

D3 30 10.97 39.13 c 77.92 bc

BNJ0,05 1.61 5.44 9.94

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%

Tabel. 3 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa

terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan D1 yang tidak berbeda

(22)

19

dapati pada perlakuan D3yang berbeda nyata dengan perlakuan D0 namun tidak

berbeda nyata dengan perlakuan D1dan D2.

Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai

perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar. 2

Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

3. Diameter Pangkal Batang (mm).

Hasil pengamatan terhadap rata rata diameter pangkal batang tanaman

sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji

dengan BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit

Dosis Dolomit Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

D0 0 6.14 b 6.82 7.48

D1 10 5.74 a 6.78 7.20

D2 20 5.62 a 6.87 7.88

D3 30 5.50 a 6.82 7.36

BNJ0,05 0.46 0.67 0.80

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%

Tabel. 4 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang tanaman Sambung

(23)

nyata dengan perlakuan lainnya, diameter pangkal batang terbesar umur 40 dan

60 HST di dapati pada perlakuan D2yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya.

Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada

berbagai perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

4. Berat Basah (gram)

Hasil pengamatan terhadap rata rata berat basah per tanaman sambung

nyawa akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ0,05 dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Berat Basah Tanaman Sambung Nyawa pada berbagai Perlakuan Dolomit

Dosis Dolomit Berat Basah (g) Simbol Ton/ha

D0 0 31.31 a

D1 10 32.78 a

D2 20 35.10 a

D3 30 39.71 b

BNJ0,05 3.90

(24)

21

Tabel. 5 menunjukkan bahwa berat basah tanaman Sambung Nyawa

terberat didapati pada perlakuan D3 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Hubungan antara berat basah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai

perlakuan dolomit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

4.1.2. Pengaruh Pupuk Kandang.

Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 )

menunjukkan bahwa faktor Pupuk Kandang berpengaruh sangat nyata terhadap

tinggi tanaman umur 20 HST, Jumlah daun umur 40 dan 60 HST, diameter

pangkal batang umur 40 dan 60 HST dan berat basah pertanaman namun

berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.

1. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan terhadap rata rata tinggi tanaman sambung nyawa

umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan

(25)

Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang

Dosis Pupuk Kandang Tinggi tanaman (cm)

Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

K0 0 13.22 b 14.79 18.18

K1 20 10.51 a 14.15 21.80

K2 25 10.55 a 14.50 21.71

K3 30 10.34 a 15.61 22.95

BNJ0,05 1.83 2.45 4.60

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%

Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20

dan 40 HST di dapati pada perlakuan K0yang berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya, sedangkan tanaman tertinggi umur 40 dan 60 HST di dapati pada

perlakuan K3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan

Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

2. Jumlah Daun (Helai)

Hasil pengamatan terhadap rata rata jumlah daun tanaman sambung

nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji

(26)

23

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .

Dosis Pupuk Kandang Jumlah Daun (halai)

Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

K0 0 10.99 24.83 a 47.40 a

K1 20 10.14 33.11 b 79.58 de

K2 25 11.33 34.33 b 73.25 bce

K3 30 9.95 35.57 b 68.92 bc

BNJ0,05 1.61 5.44 9.90

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%

Tabel. 7 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa

terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan K2 yang tidak berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya, jumlah daun terbanyak umur 40 HST di dapati

pada perlakuan K3yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 namun tidak berbeda

nyata dengan perlakuan K1 dan K2. Namun jumlah daun terbanyak umur 60 HST

di dapati pada perlakuan K1yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 dan K3 dan

tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2.

Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai

perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 6.

(27)

3. Diameter Pangkal Batang (mm).

Hasil pengamatan terhadap rata rata diameter pangkal batang tanaman

sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang

setelah diuji dengan BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .

Dosis Pupuk Kandang Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST

K0 0 5.66 6.16 a 6.69 a

K1 10 5.81 7.14 b 7.89 b

K2 25 5.75 7.12 b 7.80 b

K3 30 5.77 6.86 b 7.53 b

BNJ0,05 0.46 0.67 0.80

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

Tabel. 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan diameter pangkal batang

tanaman sambung nyawa terbesar didapati pada perlakuan K1 yang pada umur 20

HST tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun pada umur 40 dan 60

HST berbeda nyata dengan perlakuan K0 dan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan K2 dan K3.

Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada

berbagai perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada

(28)

25

Gambar 7. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

4. Berat Basah (gram)

Hasil pengamatan terhadap rata rata berat basah per tanaman sambung

nyawa akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ0,05dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Berat Basah Per Tanaman Sambung pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

Pupuk kandang Berat Basah (Gram) Simbol Ton/ha

K0 0 24.86 a

K1 20 42.34 c

K2 25 38.29 c

K3 30 33.23 b

BNJ0,05 3.90

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

Tabel. 9 menunjukkan bahwa berat basah per batang tanaman sambung

nyawa terberat didapati pada perlakuan K1 yang berbeda nyata dengan perlakuan

(29)

Hubungan antara berat basah per batang tanaman sambung nyawa pada

berbagai perlakuan Pupuk Kandang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

4.1.3. Pengaruh Interaksi.

Hasil uji F pada analisis sidik ragam (lampiran genap 2 sampai 20)

menunjukkan bahwa interaksi antara faktor Dolomit dan Pupuk Kandang

berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman umur 40 dan 60 HST

dan berat basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.

A. Jumlah Daun

Hasil pengamatan terhadap rata rata jumlah daun tanaman sambung

nyawa umur 40 dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang

(30)

Tabel 10. Rata-rata J

Keterangan : Angka ya berbeda ny

a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 40 kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.

Perlakuan

Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) K0(kontrol) K1(20) K2(25) 17.75 a 27.28 abcde 29.28 abcdefgh 28.63 abcdefg 36.9 bcdefgh 34.80 bcdefgh 31.64 abcdefgh 25.92 abcd 25.56 abc 21.29 ac 42.33 defgh 47.67 i

+ (BNJ = 16.46) 16.93 %

yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom da nyata pada taraf peluang 5%.

menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa

ur 40 HST di dapati pada interaksi D3 K2 yan

ainnya.

antara jumlah daun tanaman sambung nyawa

lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan

erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw bagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kanda

(31)

Tabel 11. Rata-rata J

Keterangan : Angka ya berbeda ny Tabel .11 me

terbanyak pada umur

nyata dengan perlaku

perlakuan lainnya.

a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 60 kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.

Perlakuan

Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) 0) Kontrol (K1) 20 (K2) 25

25.58 a 51.00 abcd 64.00 bcdefg 78.00 c 52.33 abcde 105.33 jk 65.67 bcdefg 43.00 a 62.67 bcdefg 54.33 abdcef 78.00 cdefghij 85.00 j

49. 00 abc 107.67 jk 85.33 ghijk 69.67 bc + (BNJ= 29.99)

14.65 %

yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom da nyata pada taraf peluang 5%.

menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa

ur 60 HST di dapati pada interaksi D3K1 yan

akuan D3K2, D2K3 dan D1K1 namun berbeda

antara jumlah daun tanaman sambung nyawa

lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan

erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw rbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Ka

60 pada berbagai

beda nyata dengan

wa umur 60 HST

ndang dapat dilihat

(32)

29

B. Berat Basah (gram)

Hasil pengamatan terhadap rata-rata berat basah ber tanaman sambung

nyawa akibat perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang setelah uji BNJ 0.05

dapat di lihat pada tabel tabel 11.

Tabel 12. Rata-rata berat basah per tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang

Perlakuan

Interaksi + (BNJ = 9.92)

KK % 9.62 %

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

Tabel .12 menunjukkan bahwa berat basah terberat per tanaman sambung

nyawa di dapati pada interaksi (D3K1) yang berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya.

Hubungan antara berat basah tanaman sambung nyawa umur panen HST

pada berbagai perlakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandang dapat dilihat

pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Umur 60 HST Pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang.

(33)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Dosis Dolomit

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa

dosis dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40, 60 HST

dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur 20

HST, namun berpengaruh tidak nyata dengan peubah lainnya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman

sambung nyawa terbaik ditunjukan pada dosis dolomit D3 (30 ton/ha). Hal ini

menunjukan bahwa pemberian dolomit pada dosis ini telah dapat meningkatkan

pH tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman

sambung nyawa. Pengaruh sangat nyata dari dosis pupuk dolomit pada semua

parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter pangkal batang dan berat basah

yang diamati karena pemberian dolomit itu sendiri. Pemberian dolomit, dapat

menambah unsur hara Ca dan Mg didalam tanah yang sangat rendah sampai

rendah serta dimungkinkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Lingga

dan Marsono, 2008).

Dalam Anonymous, (2004) dijeleskan bahwa pengapuran adalah bagian

dari pumupukan dimana pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur

hara pada tanah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan tanaman bertujuan

untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah agar tanaman mendapat

nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan

(34)

31

produktivitas secara nyata dan menguntungkan dibandingkan tanpa pemupukan

atau dengan pemupukan yang tidak teratur.

Menurut Lingga dan Marsono, ( 2001) dolomit mengandung unsur Ca

yang dapat meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan

ketersediaan unsur fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat

meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan

merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan

organik, dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan

menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata

dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan

meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S,

serta unsur mikro bagi tanaman.

4.2.2. Pengaruh Pupuk Kandang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa

pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 HST

dan berpengruh nyata terhadap jumlah daun umur 40,60 HST dan berat basah.

Namun berpengaruh tidak nyata dengan peubah lainnya.

Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan yang paling baik didapati

pada dosis K3 (20 Ton/Ha). Hal ini menunjukan pupuk kandang merupakan

bahan yang mengandung sejumlah nutrisi yang diperlukan bagi tanaman.

Menurut Syefani dan Laila (2003), pupuk kandang adalah jenis pupuk

yang diberikan pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan

tanaman. Pupuk kandang mempunyai banyak kelebihan diantaranya, mengandung

(35)

pupuk organik padat lain dapat mengaktifkan unsure hara yang ada pada dalam

pupuk organik lain tersebut. Pupuk kandang dapat memperbaik sifat kimia tanah

mengandung unsure hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya

lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik (Musnamar, 2005).

Penambahan pupuk kandang pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik

tanah seperti kemampuan mengikat air, porositas dan barat volume tanah.

Interaksi antara pupuk kandang dan mikroorganisme tanah dapat memperbaiki

agreat dan struktur tanah. Hal ini dapat terjadi karena hasil dekomposisi oleh

mikroorganisme tanah seperti polisakarida dapat berfungsi sebagai lem atau

perekat antar partikel tanah.Keadaan ini berpengaruh langsung terhadap porositas

tanah. Pada tanah berpasir, pupuk kandang dapat berperan sebagai pemantap

agregat yang lebih besar dari pada tanah liat (Hartatik dan Widowati, 2002 ).

Selain itu pupuk kandang sebagai sumber bahan organik memiliki

kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) dapat

meningkatkan kadar bahan organik tanah. (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3)

memperbaiki strutur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah dalam

memegangair dan, (5) menyediakan lebih banyak macam unsure hara seperti

nitrogen,fosfor,kalium dan unsure mikro lainnya dan, (6) penggunaannya tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Sutanto, 2008 ).

Pada umumnya pupuk kandang mengandung nitrogen (N)2 -8%, fosfor

(P2- O5) 0,2-1 %, kalium (K2O) 1-3 %, magnesium (Mg) 1,0-1,5 % dan unsure

(36)

33

4.2.3. Interaksi Dosis Dolomit Dan Pupuk Kandang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa

terdapat interaksi antara faktor dolomit dan pupuk kandang sangat nyata terhadap

jumlah daun umur 40 dan 60 HST dan berat basah. Naum berpengaruh tidak nyata

perhadap peudah lainnya. Perlakuan D3K1(30 Ton pupuk kandang/Ha dan 20 Ton

dolomit/Ha) merupakan hasil interaksi terbaik dari perlakuan yang dilakukan.

Menurut Lingga dan Marsono, (2001) mengandung unsur Ca yang dapat

meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur

fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat akan merangsang

pembentukan struktur remah pada tanah mempengaruhi pelapukan bahan organik,

dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan

penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata

dipercepat oleh meningkatnya pH. Dengan meningkatnya pH tanah, maka akan

menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman

(Lingga dan Marsono, 2001).

Pengunaan pupuk kandang dapat memberikan tambahan bahan organik

hara, memperbaiki sifat fisik tanah, serta mengembalikan hara yang terangkut

hasil panen. Selain itu juga dapat mencegah kehilangan air dalam tanah dan laju

infiltrasi air. Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk adalah

N,P,K,Ca,Mg,S,Fe dan masih banyak unsur-unsur yang lain nya (Musnawar,

2003)

Menurut Lingga dan Marsono, (2001) bahan yang mengandung unsur Ca

(37)

makro N dan P dalam status kekurangan akan dapat meningkatkan apabila

(38)

35

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40, dan 60

HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang

umur 20 HST namun berpengaruh tidak nyata berhadap peubah lain.

Perlakuan terbaik didapati pada D3(30 ton/ha)

2. Pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 20

HST, jumlah daun umur 40 dan 60 HST, diameter pangkal batang umur 40,

60 HST serta berat basah umur 60 HST. namun berpengaruh tidak nyata

berhadap peubah lain. Perlakuan terbaik didapati pada K1(20 ton/ha)

3. Terdapat interaksi antara faktor dosis dolomit dan pupuk kandang yang

berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40 dan 60 HST dan

berat basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lain. Perlakuan

terbaik didapati pada kombinasi D3K2 (30 ton/ha dan 20 ton/ha) dan D3K1

(30 ton/ha dan 20 to/ha)

5.1. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan dosis dolomit

(39)

36

Adjirni, B., Wahjoedi, dan Sa’roni. 2000. Penelitian efek pencegahan batu

kandung kemih buatan dan LD 50 infus daun sambung nyawa (Gynura procumbens Lour) pada Hewan Coba. Warta Tumbuahn Obat Indonesia.

Archita, A. 2005. Pengaruh Intensitas Cahaya Rendah Terhadap Keragaan Sifat

Gardner,FranklinP,dkk.2008. Fisiologi , Tanah Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Hindersah,R.,Setiawati,M.R.&Fitriatin,B.N.2002b.Penentuan sumber karbon dan nitrogen untuk meningkatkan kualitas I nokulan Azotobac tersebagai pupuk biologi pada pembibitan Laporan Penelitian.Bandung:Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Hartatik, W. danL.R. Widowati.2002. Pupuk Kandang Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Kurniatusolihat, N. 2009. Pengaruh Bahan Stek dan Pemupukan Terhadap Produksi Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal.

Lingga, 2008. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. EdisiRevisi. Penebar Swadaya. Jakarta 117 hal

Lingga dan Marsono, 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

(40)

37

Musnawar,E.1.2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta

Manoi, F dan N.N. Kristina. 2007. Budidaya, kandungan kimia dan pengolahan sambang nyawa. Warta Puslitbangbun 13 (3).

Musnawar, E.I. 2005. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto, 2007, Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. pada Karsinogenesis Kanker Payudara manusia, Majalah Farmasi Indonesia, 18(3): 154-161

Sugiyanto, E. M., dan B. Sudarto. 2000. Uji anti karsi nogenik, mutagenik dan antimutagenik sediaan daun sanbung nyawa (Gynura procumbens[Lour.] Merr). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 6:15-1

Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.

Syefani dan A. Lilia. 2003. Pelatihan Pertanian Organik. Malang : Fakultas Pertanian Unibraw.

Sutanto, R. 2008. Dasar–dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius, Yogyakarta.

Syukur., A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah Dan Pertumbuhan Caisim Di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 (1) (2005) p: 30-38.

Sutiyoso, Yos. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Buah, Sayuran dan Hias. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarto, W. P. 2003. Sambung Nyawa Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakatra. 79 hal.

Gambar

Tabel 1. Kombinasi perlakuan Pupuk Dolomite dan Pupuk Kandang
Tabel 4. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20,40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit
Gambar 3. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40,dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.
Gambar 4. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai PerlakuanDolomit.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji efek imunostimulator ekstrak daun sambung nyawa terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan menunjukkan bahwa ekstrak

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun sambung nyawa menggunakan pelarut metanol 80% pada suhu 40 o C dan 50 o C memberikan retensi yang lebih besar dari senyawa polifenol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah umur 15,30 dan 45 HST, jumlah daun umur 30 dan 45 HST, jumlah umbi per

Kalium di dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun sambung nyawa akan menggantikan posisi kalsium dalam mengikat oksalat dan menjadikannya garam mudah larut

Kalium di dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun sambung nyawa akan menggantikan posisi kalsium dalam mengikat oksalat dan menjadikannya garam mudah larut

Pengamatan dilakukan terhadap stadium dalam siklus hidup, rata-rata umur stadium, perilaku makan larva yang merupakan stadium yang merusak daun sambung nyawa, dan karakteristik

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dan eritrosa 4-fosfat terhadap biomassa dan kadar flavonoid kultur nodus batang sambung

Dimana ekstrak etanolik daun sambung nyawa metode pengeringan diangin-angin di bawah tempat teduh terlindung dari sinar matahari langsung memiliki kadar flavonoid total