TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
SAMBUNG NYAWA (
Gynura procumbens Lour. Merr
)
SKRIPSI
OLEH
AMIRUDDIN
08C10407176
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
SAMBUNG NYAWA (
Gynura procumbens Lour. Merr
)
SKRIPSI
OLEH
AMIRUDDIN
08C10407176
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT
Judul : Pengaruh Dosis Dolomit Dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens Lour. Merr)
Nama Mahasiswa : Amiruddin N I M : 08C10407176 Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Ir. Rusdi Faizin, M.Si NIP.196308111992031001
Ir. Aswin Nasution NIDN. 0124086503
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,
Diswandi Nurba, S.TP, M.Si NIDN. 0128048202
Jasmi SP.,M.Sc NIDN. 0127088002
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman Sambung Nyawa Berasal dari daerah Afrika yang beriklim
tropis menyebar ke Srilangka, Sumatera dan Jawa. tumbuh di selokan, pagar
rumah, pinggiran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m
dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan
1.500–3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai
lembab dan subur (Manoi dan Kristina, 2007).
Budidaya tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens[Lour.]Merr)
merupakan salah satu tanaman obat yang saat ini sangat populer di masyarakat.
Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah daunnya. Hasil
penelitian yang dilakukan Adjirni (2000), daun sambung nyawa dapat
menghambat terbentuknya batu kandung kemih pada tikus dan tidak bersifat
toksik. Sugiyanto dan Sudarto (2000) menyatakan bahwa daun sambung nyawa
juga memiliki potensi sebagai antikarsinogenik. Meiyanto, (2007) menyatakan
bahwa khasiat daun sambung nyawa adalah sebagai obat ginjal, antikanker, dan
penurun tekanan darah. Hal lain yang membuat tanaman ini disukai adalah rasa
daunnya yang enak untuk dimakan langsung, ber aroma harum dan bertekstur
lembut. Sambung nyawa umumnya dapat dipanen setelah berumur 2-4 bulan
setelah tanam dengan cara memetik atau menggunting daun (Winarto, 2003).
Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20-60
sambung nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi
daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun
bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta
pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan
berbuah.
Daun sambung nyawa yang ditanam tanpa menggunakan naungan
menghasilkan karakteristik daun yang tebal dan kecil-kecil, sedangkan daun ini
digunakan untuk lalapan. Pemanenan dilakukan dengan pemangkasan pada
tanaman, diharapkan terbentuk daun yang lebih banyak sehingga produktifitas
panennya meningkat. Hai ini karena pemangkasan dapat mematahkan dominasi
apikal pada tanaman sehingga memacu pertumbuhan mata tunas (Laksono (2004).
Dalam budidaya meskipun pupuk di berikan sesuai dengan dosis
seringkali pupuk tidak dapat terserap dengan baik oleh tanaman karena pH di
dalam tanah yang tidak netral, sehingga pupuk tersebut tidak dapat di serap oleh
akar tanaman sambung nyawa. Secara umum semua tanaman membutuhkan pH
netral, jadi untuk menetralkan pH tersebut di perlukan kapur dolomite sehingga
menjadi netral yaitu angka pH 7.
Budidaya tanaman sambung nyawa sangat memerlukan Pupuk Kandang
yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan pupuk sintetis. Selain
mengandung Nitrogen (N), fospor (P), dan Kalium (K), pupuk kandang juga
mengandung unsur hara yang cukup lengkap. Pupuk kandang juga merupakan
pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk kandang akan
mengalami perubahan dari bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi tersedia
3
kandang diperlukan kehati-hatian. Jika pupuk kandang masih mentah dapat
menyebabkan tanaman menjadi layu, bahkan mati. Hal ini disebabkan oleh proses
penguraian karbon (C), yang akan meningkatkan temperatur tanah. Kenaikan suhu
inilah yang menyebabkan tanaman menjadi layu ( Kurniatusolihat, 2009).
Dari penggunaan dolomite juga dapat menetralkan ph tanah dan pupuk
kandang yang menyediakan unsur hara bagi tanaman, maka penggunaan kedua
jenis pupuk ini perlu di lakukan untuk budidaya tanaman sambung nyawa.
1.2. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Dolomite
dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman Sambung Nyawa (Gynura
Procumben Back) serta nyata nya interaksi kedua faktor tersebut
1.3. Hipotesis Penelitian
1. Pemberian pupuk dolomite berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman sambung nyawa.
2. Pemberian pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman sambung nyawa.
3. Terdapat interaksi pemberian pupuk dolomite dan dosis pupuk kandang
4 2.1. Botani Tanaman Sambung Nyawa
2.1.1. Sistematika
Menurut Manoi dan Kristina (2007) dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan, kedudukkan tanaman Sambung nyawa di klafikasikan sebagai berikut
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Asterales (Campanulatae)
Suku : Asteraceae (Compositae)
Marga : Gynura
Jenis :Gynura procumbens (Lour.) Merr.
2.1.2. Morfologi Tanaman Sambung Nyawa 1. Bentuk
Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20
-60 cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan.
Daun sambang nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan,
tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm lebar 7 cm. Daun
bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta
pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan
5
2. Penanaman
Perbanyakan sambang nyawa dilakukan dengan menggunakan bahan
tanaman setek batang dan tunas akar. Setek batang yang digunakan berukuran
panjang 15 - 20 cm. Bila menggunakan tunas akar dilakukan dengan mencabut
atau memisahkan tunas dari tanaman induk. Penanaman tunas dilakukan seperti
pada stek batang. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah + pupuk
kandang dengan perbandingan 1 : 1. Tanaman sebaiknya mendapat naungan
dengan mendapatkan intensitas sinar matahari sekitar 60%. Penyiraman dilakukan
setiap hari dengan lama penyemaian 2 - 3 bulan (Laksono, 2004).
3. Jarak tanam
Jarak tanan yang ideal 50 x 50 cm, panjang disesuaikan dengan lahan
dengan lubang tanam 20 x 20 x 20 cm (Wonohadi dan Palupi, 2000).
2.1.3. Budidaya Tanaman Sambung Nyawa
Tanaman ini baik ditanam pada musim peralihan antara hujan dan
kemarau. Pengadaan bibit tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan cara
membeli bibit jadi maupun dengan pembibitan sendiri, Pembibitan sendiri
dilakukan dengan cara membuat stek batang atau stek pucuk. Pembibitan secara
stek bisa dilakukan di dalam polibag maupun lahan terbuka. Pembibitan dalam
media polibag umumnya dilakukan dengan menggunakan stek batang yang
panjangnya 7–15 cm atau minimal memiliki 3 ruas dan daunnya sudah dipotong.
Untuk mempercepat pertumbuhan akar, stek batang bisa direndam dalam air
kelapa. Bahan media tersebut menggunakan tanah dan kompos dengan Ukuran
sampai memenuhi 90% ketinggian polibag. Penanaman tidak boleh dilakukan
dengan langsung menusukkan stek batang pada tanah, tapi harus dibuat lubang
kecil dulu (Kurniatusolihat, 2009).
Pada saat awal penanaman, sambung nyawa tidak boleh terlalu banyak
terkena sinar matahari sampai satu bulan pertama. Penyiraman dapat dilakukan
sekali sehari dengan melihat kondisi media, bila tanah kering sebaiknya disiram,
bila tanah basah penyiraman tidak perlu dilakukan. Tiga minggu kemudian
setelah daun tumbuh 4 – 6 helai, tanaman sudah bisa dipindahkan ke lahan
terbuka (Wonohadi dan Palupi, 2000).
Bila pembibitan dilakukan pada lahan, prinsip yang digunakan sama
seperti pembibitan pada polibag menggunakan stek batang dengan panjang 10 –
15 cm dan ditanam dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu (Laksono,
2004).
2.2. Syarat Tumbuh 1. Iklim
Pertumbuhan tanaman sambung nyawa sangat berkaitan dengan iklim
daerah setempat. sambung nyawa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
pada ketinggian 200 – 800 m diatas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan
curah hujan sekitar 1.500 –2.500 mm/tahun, suhu udara 25– 32oC, kelembaban
udara 70 – 90%, dan membutuhkan penyinaran tinggi. Untuk membudidayakan
sambung nyawa secara intensif perlu dilakukan pemilihan lokasi penanaman dan
7
2. Tanah
Sambung nyawa dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk
tanah vulkanik, tanah gambut dan tanah sedimentasi tua, asalkan cukup gembur
(Gardner, 2008).
2.3. Peranan Pemupukan Dolomit Bagi Tanah Dan Tanaman
Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan
pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan
molybdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga
pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur
remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus.
pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman.
Aminisasi, amonifikasi dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya
pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, maka
akan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang
banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite
(CaMg(CO3)2) ( Lingga dan Marsono, 2001).
Dolomit merupakan pupuk yang berasal dari endapan mineral sekunder
yang banyak mengandungunsur Ca dan Mg dengan rumus kimia CaMg (CO3)
Pupuk dolomit di samping menambah Ca dan Mg dalam tanah juga memperbaiki
keasaman tanah serta meningkatkan ketersediaan unsur yang lain.
Teknologi pemberian kapur kedalam tanah, dimaksudkan untuk
memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat-sifat fisik,biologis dan
kimia tanah. Menurut Naibaho (2003), umumnya bahan kapur untuk pertanian
(CO3)2), dan hanya sedikit yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dua bahan utama
yang lebih dikenal ialah kalsium karbonat (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3)2).
Bila bahan tersebut tidak atau sedikit mengandung dolomit disebut kalsit,tetapi
bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik, dan bila sedikit
kalsium karbonat dijumpai dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium- karbonat
maka disebut dolomit ( Hindersah, 2002 ).
Bahan kapur biasa nya di perdagangkan dalam bentuk tepung. Makin
halus bahan tersebut makin cepat daya larut dan reaksinya. Tujuan utama
pengapuran adalah menaikkan pH tanah hingga tingkat yang di inginkan, dan
mengurangi atau meniadakan keracunan. Disamping itu juga untuk meniadakan
keracunan Fe Dan Mn, serta menyediakan hara Ca (Musnawar, 2003).
Faktor - faktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan
adalah pH tanah, tekstur tanah,kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis
tanaman. Apa bila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan
berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien
(ekonomis). Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila di perkirakan hujan
tidak akan turun pada saat pemberian kapur.
2.4. Peranan Pupuk Kandang Bagi Tanah Dan Tanaman
Pupuk kandang merupakan campuran bahan organik yang berasal dari
kotoran padat, urin, dan sisa makanan. Susunan kimia pupuk kandang berbeda di
setiap tempat. Susunan tersebut tergantung dari macam ternak, umur dan keadaan
hewan, serta cara mengurus dan menyimpan pupuk sebelum dipakai. Pupuk
kandang memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk lain, yaitu; merupakan
9
oksigen, sebagai sumber hara makro (nitrogen, fosfor, dan kalium), Meningkatkan
daya menahan air (water holding capacity), Banyak mengandung mikro
organisme. Semua keunggulan pupuk kandang tersebut membuat pupuk kandang
dianggap sebagai pupuk yang lengkap. Pupuk kandang dapat berasal dari: sapi,
kuda, kambing, babi, unggas dan lain-lain ( Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Pupuk kandang akan memberikan unsur mineral anorganik dan organik
bagi tanaman melalui proses penyerapan pada sistem perakaran untuk digunakan
dalam proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Menurut Manoi (2005)
fungsi unsur hara adalah :
a) Sebagai penyusun jaringan tanaman
b) Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia
c) Sebagai pengatur tekanan osmosis
d) Sebagai komponen sistem penyangga
e) Sebagai alat pengatur permeabilitas membrane
Pupuk kandang mengandung berbagai unsur hara esensial atau unsur hara
yang berperan penting dalam kebutuhan tumbuhan agar dapat tumbuh dengan
baik. Berdasarkan perbedaan fungsinya, maka unsur hara esensial dibeda kan
menjadi unsur makro dan mikro. Unsur makro merupakan unsur hara esensial
yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang banyak. Contohnya,
C,H,0,N,P,K,Ca,Mg, dan S. Sedangkan unsur mikro adalah unsur hara esensial
yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Contoh nya,
Cl,Fe,B,Mn,Zn,Cu,dan Mo.
Pengunaan pupuk kandang dapat memberikan tambahan bahan organik
hasil panen. Selain itu pupuk kandang dapat mencegah kehilangan air dalam tanah
dan laju infiltrasi air (Musnawar, 2003).
Kandungan hara dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas
pupuk. Kandungan unsur hara didalam pupuk tidak hanya tergantung dari jenis
ternak, tetapi juga tergantung dari makanan, air yang diberikan, umur dan bentuk
fisik dari ternak. Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk adalah
N,P,K,Ca,Mg,S,Fe dan masih banyak unsur - unsur yang lainnya ( Lingga dan
Marsono, 2001).
Lingga dan Marsono (2001) menyatakan bahwa pupuk kandang di bagi
menjadi pupuk kandang padat dan cair.
a) Pupuk kandang padat
Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik yang
belum dikomposkan maupun yang sudah dikomposkan sebagai sumber hara
terutama N bagi tanaman dan memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisik tanah.
b) Pupuk kandang cair
Pupuk kandang cair merupakan pupuk kandang berbentuk cair berasal dari
kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran
11
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian
Universilitas Teuku Umar Maulaboh Aceh Barat mulai dari 28 Desember sampai
dengan 07 Maret 2013.
3.2. Bahan dan alat 1. Bahan
Bahan - bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
Bibit tanaman sambung nyawa, polybag ukuran 0,5kg, pupuk kandang, dolomite,
serta bahan-bahan lainnya yang di perlukan dalam penelitian.
2. Alat
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Cangkul, parang, tali, meter, gunting, papan samper, timbangan, kakulator, alat
tulis, dan pelaratan lain yang di perlukan dalam penelitian.
3.3. Rancangan percobaan
Penelitian ini di menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola
factorial 4x4 dan 3 ulangan dengan 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor pupuk dolomit dengan 4 taraf yaitu:
D0 = 0 ton/ha
D1 = 10 ton/ha
D2 = 20 ton/ha
Faktor pupuk kandang dengan 4 taraf yaitu:
K0 = 0 ton/ha
K1 = 20 ton/ha
K2 = 25 ton/ha
K3 = 30 ton/ha
Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan
sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan tertera
pada Table I. di bawah ini:
Tabel 1. Kombinasi perlakuan Pupuk Dolomite dan Pupuk Kandang
No Kombinasi perlakuan Pupuk dolomit Pupuk kandang
13
Model Matematika dari Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah:
Yijk =µ + βi + Dj + Kk + (DK)jk + εijk
Yijk = Hasil pengamatan Pupuk Dolomite (D) pada taraf ke - j dan Pupuk
Kandang(K) pada Taraf ke-k, pada ulangan ke-i
µ = Nilai tengah umum atau rata-rata umum
βi = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2, dan3)
Di = Pengaruh Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j (j=1,2,3 dan 4)
Ki = Pengaruh Pupuk Kandang (K) pada taraf ke-k (k=1,2,3 dan 4)
(DK)jk = Pengaruh interaksi antara Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j dengan
Pupuk Kandang (K) Pada taraf ke - k
εijk = Pengaruh Galat percobaan
Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan
dengan uji lanjut dengan Uji Beda Nyata pada taraf 5%. dengan persamaan
sebagai berikut:
BNJ0,05=
q0.05
(p : dbg) xKeterangan :
BNJ0,05 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
q0.05
= Nilai baku q pada taraf 5 %; (jumlah perlakuan p dan derajat bebas galat)KT galat = Kuadrat Tengah galat
3.3. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah di lakukan sebanyak dua kali. Pengolah pertama dengan
mencangkul dengan kasar kemudian di biarkan selama 2-3 hari agar racun yang
ada di dalam tanah hilang. Lahan yang telah diolah dibuat bedengan dengan lebar
1,5 x 2 m.
2. Aplikasi Pemupukan
Pemupukan menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang di
taburkan secara merata diatas lahan tersebut yang sudah dibiarkan selama
seminggu, kemudian diaduk merata bersama tanah lapisan atas sedalam 5 cm.
Pemberian dolomit dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian
di aduk dengan tanah lapisan atas.
3. Pembibitan
Pembibitan tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan stek batang,
Stek batang dibuat dengan panjang antara 10 cm dan bagian bawah batang
dipotong miring agar daerah tumbuh perakaran menjadi lebih luas. Stek ditanam
di polybag dengan cara dibenamkan sepertiga bagian ke dalam media tanam.
Media tanam untuk pembibitan terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1 : 1.
4. Penanaman
Penanaman di lakukan pada plot percobaan yang telah di siapkan dengan
jarak penanaman 50 x 50 cm. bibit yang di pindahkan ke plot percobaan adalah
15
minggu kemudian setelah daun tumbuh 4 – 6 helai, tanaman sudah bisa
dipindahkan ke lahan terbuka.
5. Penyisipan
Penyisipan dilakukan terhadap tanaman yang tidak tumbuh atau tumbuh
abnormal, dilakukan 8 hari setelah penanaman bibit. Bahan untuk penyisipan
diambil dari tanaman cadangan yang telah ditanam diluar plot penelitian, yang
umurnya sama dengan tanaman yang ada dilahan penelitian.
6. Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dapat dilakukan sekali sehari dengan melihat kondisi tanah,
bila tanah kering sebaiknya disiram, bila tanah basah penyiraman tidak perlu
dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara mencabut
gulma yang tumbuh dalam bedengan maupun di sekitar areal penanaman sambung
nyawa.
7. Pencegah Hama Dan Penyakit
Hama utama yang menyerang Sambung Nyawa adalah ulat jengkel
(Nyctemera coleta) dan kumbung Psylliodes sp. Ulat jengkel memakan daun
sampai habis dan yang tersisa hanya tulang daun. Sementara itu, serangan
kumbang mengakibatkan daun menjadi berlubang-lubang. Untuk mengurangi
sarangan hama tersebut harus dilakukan pemangkasan daun-daun yang rusak,
berlubang-lubang, dan daun yang menyentuh tanah. Jika terjadi ledakan hama
perlu digunakan insektisida seperti Dikhlorvos atau Fentrotion dengan dosis 1 ml
8. Panen
Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik atau memangkas sebanyak 4 - 5 helai
daun ke arah puncak. Panen daun sambung nyawa dilakukan ketika tanaman
sambung nyawa telah menghasilkan 10 daun. Daun sambung nyawa yang diambil
adalah daun yang sudah tua tetapi belum menguning.
3.4. Perameter Pengamatan a. Tinggi tanaman (cm).
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman yang
tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.
b. Jumlah Daun (helai)
Daun yang di hitung adalah daun yang telah membuka penuh. Jumlah
daun diamati pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.
c. Diameter pangkal batang (mm)
Pengamatan atau pengukuran pangkal batang diamati pada saat tanaman
berumur 20,40,60 HST.
d. Berat basah (g)
Pengukuran dilakukan dengan menimbang daun basah yang telah di panen
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian. 4.1.1. Pengaruh Dolomit.
Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 )
menunjukkan bahwa faktor Dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah
daun umur 40 dan 60 HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter
pangkal batang umur 20 HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah
lainnya.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata tinggi tanaman sambung nyawa
umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ0,05
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit
Dosis Dolomit Tinggi tanaman (cm)
Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
D0 0 11.60 15.11 20.70
D1 10 10.94 14.83 19.79
D2 20 10.95 14.55 22.96
D3 30 11.13 14.56 21.18
BNJ0.05 1.83 2.45 4.60
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%
Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20
dan 40 HST di dapati pada perlakuan D0, sedangkan pada umur 60 HST di dapati
pada perlakuan D2. Masing – masing perlakuan secara statistik menunjukkan
Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan
dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.
2. Jumlah Daun (Helai)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung
nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan
BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit.
Dosis Dolomit Jumlah Daun (helai)
Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
D0 0 9.65 26.35 a 54.65 a
D1 10 11.18 31.93 ab 66.58 ab
D2 20 10.61 30.42 b 70.00 bc
D3 30 10.97 39.13 c 77.92 bc
BNJ0,05 1.61 5.44 9.94
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%
Tabel. 3 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa
terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan D1 yang tidak berbeda
19
dapati pada perlakuan D3yang berbeda nyata dengan perlakuan D0 namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan D1dan D2.
Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai
perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar. 2
Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.
3. Diameter Pangkal Batang (mm).
Hasil pengamatan terhadap rata – rata diameter pangkal batang tanaman
sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji
dengan BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit
Dosis Dolomit Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
D0 0 6.14 b 6.82 7.48
D1 10 5.74 a 6.78 7.20
D2 20 5.62 a 6.87 7.88
D3 30 5.50 a 6.82 7.36
BNJ0,05 0.46 0.67 0.80
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%
Tabel. 4 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang tanaman Sambung
nyata dengan perlakuan lainnya, diameter pangkal batang terbesar umur 40 dan
60 HST di dapati pada perlakuan D2yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.
Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada
berbagai perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.
4. Berat Basah (gram)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata berat basah per tanaman sambung
nyawa akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ0,05 dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Berat Basah Tanaman Sambung Nyawa pada berbagai Perlakuan Dolomit
Dosis Dolomit Berat Basah (g) Simbol Ton/ha
D0 0 31.31 a
D1 10 32.78 a
D2 20 35.10 a
D3 30 39.71 b
BNJ0,05 3.90
21
Tabel. 5 menunjukkan bahwa berat basah tanaman Sambung Nyawa
terberat didapati pada perlakuan D3 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Hubungan antara berat basah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai
perlakuan dolomit dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.
4.1.2. Pengaruh Pupuk Kandang.
Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 )
menunjukkan bahwa faktor Pupuk Kandang berpengaruh sangat nyata terhadap
tinggi tanaman umur 20 HST, Jumlah daun umur 40 dan 60 HST, diameter
pangkal batang umur 40 dan 60 HST dan berat basah pertanaman namun
berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata tinggi tanaman sambung nyawa
umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan
Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang
Dosis Pupuk Kandang Tinggi tanaman (cm)
Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
K0 0 13.22 b 14.79 18.18
K1 20 10.51 a 14.15 21.80
K2 25 10.55 a 14.50 21.71
K3 30 10.34 a 15.61 22.95
BNJ0,05 1.83 2.45 4.60
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20
dan 40 HST di dapati pada perlakuan K0yang berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya, sedangkan tanaman tertinggi umur 40 dan 60 HST di dapati pada
perlakuan K3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan
Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.
2. Jumlah Daun (Helai)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung
nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji
23
Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .
Dosis Pupuk Kandang Jumlah Daun (halai)
Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
K0 0 10.99 24.83 a 47.40 a
K1 20 10.14 33.11 b 79.58 de
K2 25 11.33 34.33 b 73.25 bce
K3 30 9.95 35.57 b 68.92 bc
BNJ0,05 1.61 5.44 9.90
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%
Tabel. 7 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa
terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan K2 yang tidak berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya, jumlah daun terbanyak umur 40 HST di dapati
pada perlakuan K3yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan K1 dan K2. Namun jumlah daun terbanyak umur 60 HST
di dapati pada perlakuan K1yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 dan K3 dan
tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2.
Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai
perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 6.
3. Diameter Pangkal Batang (mm).
Hasil pengamatan terhadap rata – rata diameter pangkal batang tanaman
sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang
setelah diuji dengan BNJ0,05dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .
Dosis Pupuk Kandang Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha 20 HST 40 HST 60 HST
K0 0 5.66 6.16 a 6.69 a
K1 10 5.81 7.14 b 7.89 b
K2 25 5.75 7.12 b 7.80 b
K3 30 5.77 6.86 b 7.53 b
BNJ0,05 0.46 0.67 0.80
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.
Tabel. 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan diameter pangkal batang
tanaman sambung nyawa terbesar didapati pada perlakuan K1 yang pada umur 20
HST tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun pada umur 40 dan 60
HST berbeda nyata dengan perlakuan K0 dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan K2 dan K3.
Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada
berbagai perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada
25
Gambar 7. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.
4. Berat Basah (gram)
Hasil pengamatan terhadap rata – rata berat basah per tanaman sambung
nyawa akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ0,05dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Berat Basah Per Tanaman Sambung pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.
Pupuk kandang Berat Basah (Gram) Simbol Ton/ha
K0 0 24.86 a
K1 20 42.34 c
K2 25 38.29 c
K3 30 33.23 b
BNJ0,05 3.90
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.
Tabel. 9 menunjukkan bahwa berat basah per batang tanaman sambung
nyawa terberat didapati pada perlakuan K1 yang berbeda nyata dengan perlakuan
Hubungan antara berat basah per batang tanaman sambung nyawa pada
berbagai perlakuan Pupuk Kandang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.
4.1.3. Pengaruh Interaksi.
Hasil uji F pada analisis sidik ragam (lampiran genap 2 sampai 20)
menunjukkan bahwa interaksi antara faktor Dolomit dan Pupuk Kandang
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman umur 40 dan 60 HST
dan berat basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.
A. Jumlah Daun
Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung
nyawa umur 40 dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang
Tabel 10. Rata-rata J
Keterangan : Angka ya berbeda ny
a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 40 kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.
Perlakuan
Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) K0(kontrol) K1(20) K2(25) 17.75 a 27.28 abcde 29.28 abcdefgh 28.63 abcdefg 36.9 bcdefgh 34.80 bcdefgh 31.64 abcdefgh 25.92 abcd 25.56 abc 21.29 ac 42.33 defgh 47.67 i
+ (BNJ = 16.46) 16.93 %
yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom da nyata pada taraf peluang 5%.
menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa
ur 40 HST di dapati pada interaksi D3 K2 yan
ainnya.
antara jumlah daun tanaman sambung nyawa
lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan
erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw bagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kanda
Tabel 11. Rata-rata J
Keterangan : Angka ya berbeda ny Tabel .11 me
terbanyak pada umur
nyata dengan perlaku
perlakuan lainnya.
a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 60 kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.
Perlakuan
Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) 0) Kontrol (K1) 20 (K2) 25
25.58 a 51.00 abcd 64.00 bcdefg 78.00 c 52.33 abcde 105.33 jk 65.67 bcdefg 43.00 a 62.67 bcdefg 54.33 abdcef 78.00 cdefghij 85.00 j
49. 00 abc 107.67 jk 85.33 ghijk 69.67 bc + (BNJ= 29.99)
14.65 %
yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom da nyata pada taraf peluang 5%.
menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa
ur 60 HST di dapati pada interaksi D3K1 yan
akuan D3K2, D2K3 dan D1K1 namun berbeda
antara jumlah daun tanaman sambung nyawa
lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan
erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw rbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Ka
60 pada berbagai
beda nyata dengan
wa umur 60 HST
ndang dapat dilihat
29
B. Berat Basah (gram)
Hasil pengamatan terhadap rata-rata berat basah ber tanaman sambung
nyawa akibat perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang setelah uji BNJ 0.05
dapat di lihat pada tabel tabel 11.
Tabel 12. Rata-rata berat basah per tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang
Perlakuan
Interaksi + (BNJ = 9.92)
KK % 9.62 %
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.
Tabel .12 menunjukkan bahwa berat basah terberat per tanaman sambung
nyawa di dapati pada interaksi (D3K1) yang berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.
Hubungan antara berat basah tanaman sambung nyawa umur panen HST
pada berbagai perlakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandang dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Umur 60 HST Pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengaruh Dosis Dolomit
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa
dosis dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40, 60 HST
dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur 20
HST, namun berpengaruh tidak nyata dengan peubah lainnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman
sambung nyawa terbaik ditunjukan pada dosis dolomit D3 (30 ton/ha). Hal ini
menunjukan bahwa pemberian dolomit pada dosis ini telah dapat meningkatkan
pH tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman
sambung nyawa. Pengaruh sangat nyata dari dosis pupuk dolomit pada semua
parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter pangkal batang dan berat basah
yang diamati karena pemberian dolomit itu sendiri. Pemberian dolomit, dapat
menambah unsur hara Ca dan Mg didalam tanah yang sangat rendah sampai
rendah serta dimungkinkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Lingga
dan Marsono, 2008).
Dalam Anonymous, (2004) dijeleskan bahwa pengapuran adalah bagian
dari pumupukan dimana pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur
hara pada tanah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan tanaman bertujuan
untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah agar tanaman mendapat
nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan
31
produktivitas secara nyata dan menguntungkan dibandingkan tanpa pemupukan
atau dengan pemupukan yang tidak teratur.
Menurut Lingga dan Marsono, ( 2001) dolomit mengandung unsur Ca
yang dapat meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan
ketersediaan unsur fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat
meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan
merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan
organik, dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan
menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata
dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan
meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S,
serta unsur mikro bagi tanaman.
4.2.2. Pengaruh Pupuk Kandang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa
pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 HST
dan berpengruh nyata terhadap jumlah daun umur 40,60 HST dan berat basah.
Namun berpengaruh tidak nyata dengan peubah lainnya.
Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan yang paling baik didapati
pada dosis K3 (20 Ton/Ha). Hal ini menunjukan pupuk kandang merupakan
bahan yang mengandung sejumlah nutrisi yang diperlukan bagi tanaman.
Menurut Syefani dan Laila (2003), pupuk kandang adalah jenis pupuk
yang diberikan pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan
tanaman. Pupuk kandang mempunyai banyak kelebihan diantaranya, mengandung
pupuk organik padat lain dapat mengaktifkan unsure hara yang ada pada dalam
pupuk organik lain tersebut. Pupuk kandang dapat memperbaik sifat kimia tanah
mengandung unsure hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya
lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik (Musnamar, 2005).
Penambahan pupuk kandang pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik
tanah seperti kemampuan mengikat air, porositas dan barat volume tanah.
Interaksi antara pupuk kandang dan mikroorganisme tanah dapat memperbaiki
agreat dan struktur tanah. Hal ini dapat terjadi karena hasil dekomposisi oleh
mikroorganisme tanah seperti polisakarida dapat berfungsi sebagai lem atau
perekat antar partikel tanah.Keadaan ini berpengaruh langsung terhadap porositas
tanah. Pada tanah berpasir, pupuk kandang dapat berperan sebagai pemantap
agregat yang lebih besar dari pada tanah liat (Hartatik dan Widowati, 2002 ).
Selain itu pupuk kandang sebagai sumber bahan organik memiliki
kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah. (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3)
memperbaiki strutur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah dalam
memegangair dan, (5) menyediakan lebih banyak macam unsure hara seperti
nitrogen,fosfor,kalium dan unsure mikro lainnya dan, (6) penggunaannya tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Sutanto, 2008 ).
Pada umumnya pupuk kandang mengandung nitrogen (N)2 -8%, fosfor
(P2- O5) 0,2-1 %, kalium (K2O) 1-3 %, magnesium (Mg) 1,0-1,5 % dan unsure
33
4.2.3. Interaksi Dosis Dolomit Dan Pupuk Kandang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa
terdapat interaksi antara faktor dolomit dan pupuk kandang sangat nyata terhadap
jumlah daun umur 40 dan 60 HST dan berat basah. Naum berpengaruh tidak nyata
perhadap peudah lainnya. Perlakuan D3K1(30 Ton pupuk kandang/Ha dan 20 Ton
dolomit/Ha) merupakan hasil interaksi terbaik dari perlakuan yang dilakukan.
Menurut Lingga dan Marsono, (2001) mengandung unsur Ca yang dapat
meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur
fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat akan merangsang
pembentukan struktur remah pada tanah mempengaruhi pelapukan bahan organik,
dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan
penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata
dipercepat oleh meningkatnya pH. Dengan meningkatnya pH tanah, maka akan
menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman
(Lingga dan Marsono, 2001).
Pengunaan pupuk kandang dapat memberikan tambahan bahan organik
hara, memperbaiki sifat fisik tanah, serta mengembalikan hara yang terangkut
hasil panen. Selain itu juga dapat mencegah kehilangan air dalam tanah dan laju
infiltrasi air. Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk adalah
N,P,K,Ca,Mg,S,Fe dan masih banyak unsur-unsur yang lain nya (Musnawar,
2003)
Menurut Lingga dan Marsono, (2001) bahan yang mengandung unsur Ca
makro N dan P dalam status kekurangan akan dapat meningkatkan apabila
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40, dan 60
HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang
umur 20 HST namun berpengaruh tidak nyata berhadap peubah lain.
Perlakuan terbaik didapati pada D3(30 ton/ha)
2. Pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 20
HST, jumlah daun umur 40 dan 60 HST, diameter pangkal batang umur 40,
60 HST serta berat basah umur 60 HST. namun berpengaruh tidak nyata
berhadap peubah lain. Perlakuan terbaik didapati pada K1(20 ton/ha)
3. Terdapat interaksi antara faktor dosis dolomit dan pupuk kandang yang
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40 dan 60 HST dan
berat basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lain. Perlakuan
terbaik didapati pada kombinasi D3K2 (30 ton/ha dan 20 ton/ha) dan D3K1
(30 ton/ha dan 20 to/ha)
5.1. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan dosis dolomit
36
Adjirni, B., Wahjoedi, dan Sa’roni. 2000. Penelitian efek pencegahan batu
kandung kemih buatan dan LD 50 infus daun sambung nyawa (Gynura procumbens Lour) pada Hewan Coba. Warta Tumbuahn Obat Indonesia.
Archita, A. 2005. Pengaruh Intensitas Cahaya Rendah Terhadap Keragaan Sifat
Gardner,FranklinP,dkk.2008. Fisiologi , Tanah Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Hindersah,R.,Setiawati,M.R.&Fitriatin,B.N.2002b.Penentuan sumber karbon dan nitrogen untuk meningkatkan kualitas I nokulan Azotobac tersebagai pupuk biologi pada pembibitan Laporan Penelitian.Bandung:Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Hartatik, W. danL.R. Widowati.2002. Pupuk Kandang Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Kurniatusolihat, N. 2009. Pengaruh Bahan Stek dan Pemupukan Terhadap Produksi Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal.
Lingga, 2008. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. EdisiRevisi. Penebar Swadaya. Jakarta 117 hal
Lingga dan Marsono, 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
37
Musnawar,E.1.2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta
Manoi, F dan N.N. Kristina. 2007. Budidaya, kandungan kimia dan pengolahan sambang nyawa. Warta Puslitbangbun 13 (3).
Musnawar, E.I. 2005. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto, 2007, Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. pada Karsinogenesis Kanker Payudara manusia, Majalah Farmasi Indonesia, 18(3): 154-161
Sugiyanto, E. M., dan B. Sudarto. 2000. Uji anti karsi nogenik, mutagenik dan antimutagenik sediaan daun sanbung nyawa (Gynura procumbens[Lour.] Merr). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 6:15-1
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.
Syefani dan A. Lilia. 2003. Pelatihan Pertanian Organik. Malang : Fakultas Pertanian Unibraw.
Sutanto, R. 2008. Dasar–dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius, Yogyakarta.
Syukur., A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah Dan Pertumbuhan Caisim Di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 (1) (2005) p: 30-38.
Sutiyoso, Yos. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Buah, Sayuran dan Hias. Jakarta : Penebar Swadaya.
Winarto, W. P. 2003. Sambung Nyawa Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakatra. 79 hal.