• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TRADISI AMALIYAH NU DI SMK MA ARIF NU TIRTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TRADISI AMALIYAH NU DI SMK MA ARIF NU TIRTO"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

118

A. Analisis metode pendidikan karekter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto

Pendidikan karakter dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, adapun metode pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto berdasarkan teori Doni Kusuma adalah sebagai berikut:

1. Mengajarkan

Mengajarkan ialah memberikan pemahaman yang jelas tentang kebaikan, keadilan dan nilai sehingga murid memahami. Salah satu unsur penting dalam pendidikan karekter ialah mengajarkan nilai-nilai, sehingga murid mampu dan memiliki pemahaman konseptual tentang nilai-nilai pemandu perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengambangkan karakter pribadinya.

Pemberian pemahaman yang jelas tentang keadilan dan nilai dilaksanakan pada saat pelajaran agama dan Ke-NU an, dalam kurikulum ke-NU-an terdapat materi yang mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan juga dilaksanakan pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kajian kitab kuning, kegiatan istighotsah dan pelajaran PAI.

(2)

Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto: “Tujuan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW agar siswa memahami sarah nabawi, perjuangan Rasul, mendengarkan ceramah Islami sehingga siswa akan meneladani akhlak Rasul, saling akrab antar siswa dan guru.”1

Dengan demikian, pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, siswa mendengarkan ceramah Islami, berarti metode pengajaran nilai-nilai karakter disini dilaksanakan.

2. Keteladanan

Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Guru mayoritas menentukan karakter murid. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan karakter ialah model peran pendidik bisa diteladani oleh murid. Apa yang murid pahami tentang nilai-nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka, namun ada di dekat mereka yang mereka temukan dalam perilaku pendidik.

Pendidik selalu memberikan keteladanan dalam mendidik siswa. Dalam setiap tradisi amaliyah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto selalu diikuti dan dibimbing oleh guru SMK Ma’arif NU Tirto.

Tradisi amaliyah NU yang dibimbing oleh guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto meliputi tahlil, istighotsah, dzikir asmaul husna, sholawat, ziarah kubur dan kajian kitab kuning. Setelah dibimbing, beberapa siswa juga dilatih untuk memimpin kegiatan tersebut.

1 M. Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

(3)

Selain mendapat tauladan secara langsung dari guru PAI, siswa dapat meneladani langsung perilaku Rosulullah SAW dan tokoh-tokoh NU yang riwayatnya dipelajari pada saat pelajaran agama dan Ke-NU-an serta dibaca pada saat kegiatan peringan maulid Nabi Muhammad SAW, pembacaan sholawat dan ziarah kubur.

3. Menentukan prioritas

Setiap sekolah memiliki prioritas karakter. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi misi sekolah. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus menentukan tuntunan standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada murid sebagai bagian kinerja kelembagaan mereka.

Prioritas karakter yang dibentuk di SMK Ma’arif NU Tirto adalah karakter yang terdapat dalam tradisi amaliyah NU yaitu karakter Religius, hal ini sebagai realisasi misi sekolah yaitu meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui dukungan IPTEK dan IMTAQ yang berhaluan Ahlussunah wal jama’ah.

4. Praksis prioritas

Unsur lain yang tak kalah penting ialah bukti realisasi prioritas nilai pendidikan karakter. Ini menjadi tuntutan lembaga pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja pendidikannya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi, sejauh mana visi sekolah telah direalisasikan.

(4)

Verifikasi atas tuntutan itu ialah bagaimana pihak sekolah menyikapi pelanggaran atas kebijakan sekolah, bagaimana sanksi itu diterapkan secara transparan. Realisasi visi dalam kebijakan sekolah merupakan salah satu cara untuk mempertanggungjawabkan pendidikan karakter.

Sanksi atas pelanggaran terhadap pelaksanaan pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto dilaksanakan pada setiap kegiatan tradisi amaliyah tersebut.

Siswa yang tidak mengikuti kegiatan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan ziarah kubur akan diberi sanksi menuliskan riwayat Nabi Muhammad SAW dan tokoh-tokoh NU. Siswa yang tidak mengikuti dzikir Asmaul Husna akan diberi sanksi membaca asmaul husna berulang-ulang sebanyak tiga sampai tujuh kali. Siswa yang tidak mengikuti kegiatan tahlil, istighotsah dan kajian kitab kuning akan mendapatkan teguran dan bimbingan dari guru Agama.

Semua sanksi tersebut diberlakukan agar pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU dapat membentuk karakter siswa sebagaimana harapan sekolah sehingga visi SMK Ma;arif NU Tirto dapat terwujud.

5. Refleksi

Refleksi ialah kemampuan sadar khas manusiawi. Dengan kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi lebih baik. Ketika pendidikan karakter

(5)

sudah melewati fase tindakan dan praksis perlu diadakan pendalaman dan refleksi untuk melihat sejauhmana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam merealisasikan pendidikan karakter.2

Refleksi terhadap pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto dilaksanakan setiap rapat pembuatan program kerja keagamaan dan rapat manajemen mutu SMK Ma’arif NU Tirto setiap tahun sekali dan setiap rapat persiapan pelaksanaan kegiatan keagamaan.

B. Analisis Karakter yang terbentuk melalui tradisi amaliyah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto

Kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadikan karakter seseorang. Gen hanya salah satu faktor penentu saja. Hal ini berarti karakter dapat dibentuk oleh lingkungan. Jika karakter dapat dibentuk, maka karakter pasti bisa diubah. Namun, jika bangunan itu adalah bangunan yang kokoh, butuh waktu yang lama dan energi yang tidak sedikit untuk mengubahnya. Berbeda dengan bangunan yang tidak permanen yang menggunakan bahan-bahan rapuh, maka mengubahnya pun akan lebih cepat dan mudah.3

Tradisi atau sering disebut dengan adat atau ‘urf merupakan kebiasaan dalam masyarakat dan menjadi salah satu kebutuhan sosial yang sulit untuk

2

Ibid, hlm. 49-53 3

Abdullah Munir, Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak dari Rumah,

(6)

ditinggalkan dan berat untuk dilepaskan.4 Amaliyah berarti menunjuk pada kegiatan melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan konkret yang tidak bisa dipisahkan dengan konteks dan ruang waktunya masing-masing. Sebagai praktek beragama, tradisi keberagamaan mereka merupakan fenomena kehidupan konkret kemanusiaan baik yang bersifat sosial, budaya atau aspek kehidupan yang lain. Artinya, tradisi tersebut adalah bagian dari praktek keberagamaan yang merupakan fenomena sosial umat beragama.5

Teori yang diungkapkan oleh Purwa Atmaja Parwira dan Muhyiddin Abdusshomad memiliki keterkaitan, yaitu tradisi amaliah NU merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diaksanakan oleh warga NU, sedangkan kebiasaan yang dilaksanakan secara sadar dapat membentuk karakter. Dengan demikian, tradisi amaliah NU dapat membentuk karakter seseorang.

Berikut analisa karakter yang dapat terbentuk melalui tradisi amaliah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto:

1. Religius

Religius adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Ia menunjukkan bahwa pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.6

4 Ansori, “Hukum Islam dan Tradisi Masyarakat”, Jurnal Ibda’, vol 5 no. 1, Purwokerto: P3M STAIN Purwokerto, Jan-Juni 2007, hlm. 59-71

5

Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU: Akidah, Amaliah dan Tradisi (Surabaya: Khalista, 2008),hlm. 55-121

6

Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2011) hlm. 1

(7)

Menurut Ngainun Naim, untuk membentuk karakter religius di lingkungan sekolah, ada tujuh strategi, yaitu Pertama, pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam hari-hari belajar biasa. Kedua, menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dan dapat menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan agama. Ketiga, pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal dalam pembelajaran dengan materi pelajaran agama. Keempat, menciptakan situasi atau keadaan religius. Kelima, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat dan kreativitas pendidikan agama. Keenam, menyelenggarakan berbagai macam perlombaan.7

Karakter religius siswa SMK Ma’arif NU Tirto muncul melalui tradisi amaliah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto yaitu kegiatan tahlil, maulid Nabi Muhammad SAW, istighotsah, mengeraskan dzikir, membaca sholawat, ziarah kubur dan Kajian kitab kuning.

Tahlil dapat mewujudkan karakter religius karena apabila dilihat dari sisi substansi kegiatan tahlil, bacaan yang dibaca berupa ayat suci al-Qur’an dan kalimah thayibah. Bacaan-bacaan tersebut dapat memunculkan karakter religius karena metode yang dilakukan adalah metode pembiasaan yang dilaksanakan dengan terus menerus serta keteladanan yang dilaksanakan oleh guru PAI yang memimpin tahlil pada kegiatan tersebut.

7

Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 124-129

(8)

Bapak Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto juga mengatakan bahwa: “Dari segi kebersamaan antar siswa menjadi lebih akrab, lebih meningkatkan keimanan, meningkaan ibadah, saling silaturahim, toleransi, memahami kondisi temannya, ketka mendapatkan giliran tidak mengeluh.”

Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan pembacaan sholawat Nabi Muhammad SAW dapat memunculkan karakter religius karena setelah mengikuti kegiatan tersebut siswa bertambah kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW sehingga muncul keinginan untuk mencontoh sikap Rasulullah SAW.

Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto: “Tujuan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW agar siswa memahami sarah nabawi, perjuangan Rasul, mendengarkan ceramah Islami sehingga siswa akan meneladani akhlak Rasul, saling akrab antar siswa dan guru.”8

Bapak Hadi Wibowo juga mengatakan bahwa: ”yang jelas mahabbah Rasul, interaksi antar teman, terlebih pada panitia OSIS terlatih untuk menghormati tamu, mengendalikan teman dalam kegiatan peringatan maulid Nabi”9

8

M. Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

9

Hadi Wibowo, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

(9)

Kegiatan istighotsah dapat memunculkan karakter religius karena setelah kegiatan tersebut siswa merasa tenang dan bertambah ketaatannya kepada Allah sehingga termotivasi untuk selalu beribadah.

Khotijah, salah seorang siswa kelas XII mengungkapkan: “pokoknya senang bu, kalau tahlil dan istighotsah keliling, bisa tambah akrab dengan teman, sepulang dari kegiatan tersebut hatinya jadi tentram, pingin ibadah terus.”10

Mengeraskan dzikir sesudah sholat dan mengeraskan dzikir asmaul husna setiap pagi hari dapat memunculkan karakter religius karena siswa dapat menghafal lafadz dzikir tersebut secara otomatis dan siswa merasa bertambah tenang setelah mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu, dzikir asmaul husna yang telah dihafalnya diinternalisasi dalam mata pelajaran agama yang diajarkan di SMK Ma’arif NU Tirto.

Bapak Husni Amri mengungkapkan bahwa: “ secara substansi, asmaul husna berisi tentang nama-nama Allah dan do’a bagi pembaca, kita dianjurkan untuk membaca asmaul husna dalam setiap do’a kita”11

Adapun internalisasi dari asmaul husna dilaksanakan pada mata pelajaran agama dan Ke-NU-an. Bapak Khadziron Nadzifan menjelaskan bahwa: “Teori tentang tradisi amaliyah NU itu ada di mapel Ke-NU-an,

10 Khotijah, Siswa SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 31 Januari 2015 11 M. Husni Amri, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

(10)

kemudian diaplikasikan dalam kegiatan keagamaan seperti rutinitas do’a pagi,dll”12

Bapak Hadi Wibowo, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto: “Yang jelas ada perubahan menjadi lebih baik, diantaranya lebih mudah diatur.”13

Kegiatan ziaroh kubur yang dilaksanakan setahun sekali di SMK Ma’arif NU Tirto dapat memunculkan karakter religius karena dalam kegiatan tersebut diajak untuk mengingat kematian dan membaca tahlil dan do’a yang berisi kalimat thoyyibah serta dijelaskan riwayat hidup ulama yang diziarohi. Seteah melaksanakan kegiatan tersebut, siswa merasa bertambah keimanan kepada Allah dan hari akhir dan memunculkan rasa ingin tahu terhadap riwayat hidup tokoh yang diziarohi serta memunculkan keinginan untuk mencontoh akhlak terpuji para ulama.

Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Khadziron Nadzifan mengatakan bahwa:

“Setiap tahun SMK Ma’arif NU Tirto mengadakan ziaroh walisongo sebagai implementasi dari mata pelajaran Ke-NU-an dan bertujuan untuk membiasakan siswa berziaroh, mengenal tokoh-tokoh Islam, mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia dan mengingat kematian.”14

12

Khadziron Nadzifan, Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikukum SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

13Hadi Wibowo, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober

2014

14 Khadziron Nadzifan, Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum, Wawancara, 8 Oktober 2014

(11)

Karakter religius juga muncul setelah siswa mengikuti kegiatan kajian kitab kuning. Kitab yang dikaji merupakan kitab fiqih dan kitab akhlak. Kedua tema tersebut menuntun ketrampilan siswa dalam melakukan ibadah serta dalam bertingkah laku kepada sesama manusia. Dengan demikian, setelah mengikuti kegiatan tersebut, siswa bertambah ketrampilan beribadahnya serta berakhlak mulia.

Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Hadi Wibowo, Guru PAI sekaligus pembina ekstrakurikuler kajian kitab kuning bahwa: “Setelah mengikuti kajian kitab kuning, siswa bertambah rasa ingin tahunya, religius dan gemar membaca, mereka rajin sholat dhuha, sholat berjamaah dan mengikuti kegiatan keagamaan”15

2. Bersahabat

Kegiatan tahlil, maulid Nabi, Istighotsah, dzikir asmaul husna, pembacaan sholawat, ziaroh kubur dan penjamuan makan pada kegiatan tahlil dapat mempererat persahabatan antar warga sekolah. Hal ini disebabkan oleh kegiatan ramah tamah yang dilakukan setelah kegiatan tersebut. Mereka berkumpul, berbincang dan bercengkrama sambil menikmati hidangan yang telah disediakan oleh panitia ataupun oleh tuan rumah.

Tujuan persahabatan adalah perjumpaan secara pribadi antara dua orang atau lebih. Bagitu bertemu, ada rasa bahagia di antara mereka. Mereka bisa bercerita, berbagi rasa, saling diskusi dan sebagainya.

15 Hadi Wibowo, Pembina ekstrakurikuler Kajian Kitab Kuning SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

(12)

Dengan kegiatan tahlil, ada sebuah kesempatan untuk berkumbul bersama dalam momen yang lebih santai sehingga antar siswa dapat berdiskusi, bercerita dan saling berbagi serta akan membentuk karakter bersahabat antar siswa.

Sebagaiamana yang dikatakan Siti Khotijah, salah seorang siswa kelas XII mengungkapkan: “pokoknya senang bu, kalau tahlil dan istighotsah keliling, bisa tambah akrab dengan teman, sepulang dari kegiatan tersebut hatinya jadi tentram, pingin ibadah terus.”16

Dengan demikian, kegiatan tersebut dapat menjalin komunikasi antar warga sekolah sehingga persahabatan yang telah terjalin menjadi semakin erat. Komunikasi dapat menjadikan persahabatan semakin kompak dan rukun.

3. Cinta damai

Budaya damai harus terus-menerus ditumbuhkankembangkan dalam berbagai aspek kehidupan. Kekerasan dalam berbagai bentuknya sekarang ini semakin banyak ditemukan. Harus ada kemauan dari berbagai pihak untuk membangun secara sistematis cinta damai menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupan.17

Tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto dapat mewujudkan karakter cinta damai yang dapat menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupan yaitu dengan kegiatan tahlil, maulid Nabi, Istighotsah, dzikir

16 Khotijah, Siswa SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 31 Januari 2015 17Ngainun Naim, Op.Cit, hlm. 191

(13)

asmaul husna, pembacaan sholawat, ziaroh kubur, kajian kitab kuning dan penjamuan makan pada kegiatan tahlil.

Semua kegiatan tersebut dapat meminimalisir kegiatan negatif yang dilakukan oleh siswa karena semua kegitan tersebut menumbuhkan karakter religius yang secara otomatis meningkatkan keimanan siswa, serta beberapa kegiatan tersebut dilaksanakan pada sore hari di luar jam pembelajaran seperti kegiatan tahlil, istighotsah, ziaroh kubur dan kajian kitab kuning.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Khotijah, juga mengungkapkan bahwa:

“kalau saya sih biasanya nonton tv, sejak ada kegiatan istighotsah saya ya memilih ikut istighotsah, pokoknya seneng bu, kalau tahlil dan istighotsah keliling, bisa tambah akrab dengan teman, sepulang dari kegiatan tersebut hatinya jadi tentram, pingin ibadah terus”18

4. Toleransi

Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap dan gaya hidup sendiri. Sikap toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi dan politik yang berbeda.19

18 Siti Khotijah, Siswa SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 31 Januari 2015 19 Ngainun Naim, Op.cit, hlm. 138

(14)

Kegiatan tradisi amaliyah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto yang dapat membentuk karakter toleransi adalah kegiatan tahlil dan istighotsah yang dilaksanakan di rumah siswa secara bergilir dan disertai dengan penjamuan makan. Dengan kegiatan tesebut, siswa dapat mengetahui kondisi ekonomi temannya dan mereka dapat mentoleransi kondisi rumah dan jamuan makan yang disediakan oleh temannya.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Husni: “Dari segi kebersamaan antar siswa menjadi lebih akrab, lebih meningkatkan keimanan, meningkaan ibadah, saling silaturahim, toleransi, memahami kondisi temannya, ketika mendapatkan giliran tidak mengeluh.”

5. Gemar Membaca

Manusia berkarakter adalah manusia yang selalu gigih mencari pengetahuan. Ada banyak cara mendapatkan pengetahuan, salah satunya dengan kegiatan membaca. Lewat membaca, karakter seseorang akan semakin arif karena merasa bahwa pengetahuannya selalu kurang. Selalu ada banyak hal yang belum dikuasai sehingga tidak menjadikan dirinya orang sombong.20

Tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto yang dapat membentuk karakter gemar membaca adalah maulid Nabi Muhammad SAW, pembacaan sholawat, ziaroh kubur dan kajian kitab kuning.

Dalam peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, siswa diajak untuk membaca riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dan diberikan

(15)

tausiah tentang sejarah Nabi Muhammad SAW. Kemudian dalam pembacaan sholawat yang dilaksanakan setiap akan dilaksanakan sholat jamaah dhuhur juga dibacakan syair-syair sejarah Nabi Muhammad SAW.

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Bapak M. Nur Hasan, Guru PAI sekaligus pembina ekstrakurikuler Rebana: “ekstrakurikuler rebana dilaksanakan seminggu sekali, yang dibaca adalah sholawat shimtudduror yang berisi tentang sejara Nabi Muhammad SAW, tujuannya agar siswa bertambah cinta kepada Rasul dan membiasakan membaca sholawat.”21

Pada saat ziaroh kubur walisongo, pembimbing juga mengarahkan peserta didik untuk membuat laporan kunjungan berupa menulis riwayat hidup tokoh yang dikunjungi. Demikian juga pada kegiatan kajian kitab kuning, siswa dilatih untuk membaca kitab kuning. Semua kegiatan tersebut membiasakan siswa untuk membaca buku sehingga membentuk siswa yang gemar membaca.

6. Rasa Ingin Tahu

Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.22

Sebagaimana dijelaskan pada poin sebelumnya, kegiatan maulid Nabi Muhammad SAW, pembacaan sholawat, ziaroh kubur dan kajian

21 M. Nur Hasan, Guru PAI SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 2 Oktober 2014

22

(16)

kitab kuning memicu siswa untuk ingin mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW, sejarah ulama dan ilmu agama yang dijelaskan dalam kitab kuning.

Bapak Hadi Wibowo, Guru PAI sekaligus pembina ekstrakurikuler kajian kitab kuning mengatakan bahwa: “Setelah mengikuti kajian kitab kuning, siswa bertambah rasa ingin tahunya, religius dan gemar membaca, mereka rajin sholat dhuha, sholat berjamaah dan mengikuti kegiatan keagamaan”23

Rasa ingin tahu tersebut yang dapat memicu siswa untuk selalu belajar sehingga selalu bertambah pengetahuannya.

C. Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto

1. Faktor pendukung pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto

a. Kebijakan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah untuk mendukung kegiatan tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto. Dukungan ini berupa pengalokasian dana untuk kegiatan tradisi amaliyah NU di SMK sekolah, pemenuhan fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Miftahuddin bahwa: “Tidak ada hambatan yang berarti, Kepala Sekolah mendukung penuh pelaksanaan tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto.”

23 Hadi Wibowo, Pembina ekstrakurikuler Kajian Kitab Kuning SMK Ma’arif NU Tirto, Wawancara, Pekalongan, 1 Oktober 2014

(17)

b. Komitmen guru untuk selalu menciptakan lingkungan sekolah yang berkarakter terutama guru Agama Islam. Guru agama Islam sangat berperan, terutama dalam menuangkan ide, pemikiran dan tenaga untuk melaksanakan kebijakan kepala sekolah dalam kegiatan pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Mochamad Munip bahwa: “Kunci penciptaan lingkungan sekolah yang berkarakter ada pada guru, terutama guru PAI dan kami selalu mendukung ide dan pemikiran dari guru Agama”

c. Antusiasme peserta didik dalam mengikuti kegiatan tradisi amaliyah NU yang dilaksanakan di SMK Ma’arif NU Tirto. Kebijakan kepala sekolah tidak akan berjalan apabila tidak ada keikutsertaan guru dan siswa dalam kegiatan tersebut. Hal ini terbukti dengan kehadiran siswa dalam setiap kegiatan tradisi amaliyah NU Tirto hampir mencapai 100%.

2. Faktor penghambat pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto

a. Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis tradisi amaliyah NU di SMK Ma’arif NU Tirto tidak memiliki faktor penghambat yang berarti, hanya saja ada kebijakan kepala sekolah yang belum dapat dilaksanakan yaitu membuat buku panduan pendidikan karakter yang berisi dzikir dan do’a amalan Nahdliyin dan indikator karakter yang harus dilaksanakan oleh warga sekolah terutama peserta didik.

(18)

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Mochamad Munip: “Saya masih merencanakan untuk membentuk TIM pembuat buku panduan pendidikan karakter yang berisi do’a dan amalan Nahdliyin.”

b. Kondisi lingkungan masyarakat peserta didik kurang mendukung pengamalan tradisi amaliyah NU di rumah, terutama di daerah pesisir. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak M. Nur Hasan bahwa: “siswa dari daerah pesisir sangat berat dalam menerima materi amalan tradisi amaliyah NU, sehingga perubahan karakternya agak lambat dan butuh ketelaten.”

Referensi

Dokumen terkait

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 67 KUHAP, bahwa terdakwa atau penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap

Ketujuh Pemda itu antara lain, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Bantul, dan dua kota, yakni Surabaya dan Samarinda

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hidden Naïve Bayes dapat digunakan untuk klasifikasi penyakit Diabetes dengan kinerja yang lebih baik dibandingkan Naïve Bayes Classifier.. Keywords

Kemampuan dua variabel untuk menjelaskan keragaman dari produktivitas kerja adalah sebesar 39.30 %, hal ini memberi arti bahwa presentase pengaruh variabel bebas

Pengaruh teman sebaya yang baik namun beresiko tinggi dipicu oleh dimilikinya sikap permisif oleh mahasiswa.Permisivitas ini mendorong terbentuk nya opini di

Makan Siang (ada pilihan tempat khas Indonesia atau resto ikan bakar special).. Kunjungan tempat hiburan (pilihan) ;

selama tahun 2012 dari total penerimaan dan penerimaan perikanan masing-masing bernilai sebesar 1,14dan 1,88 atau berada disekitar nilai satu. Hal ini menunjukkan

Model Sweep untuk penentuan rute seperti dalam penelitian terdahulu (Mahastuti dan Baroto, 2008) dan juga minimasi biaya distribusi (Raharjo dan Baroto, 2008) juga tidak