BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung
Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang manajemen risiko dari hasil
wawancara dapat dianalisis bahwa risiko pembiayaan yang muncul pada
BTM Lampung adalah pembiayaan bermasalah. dari jumlah pembiayaan
murabahah di BTM, sedikitnya 3,5% dari total pembiayaan masuk dalam
golongan pembiayaan bermasalah. Faktor-faktor risiko pembiayaan meliputi
internal BTM, anggota dan lain-lain. Pihak anggota merupakan faktor yang
sering muncul dan perlu perhatian khusus.
Hambatan yang dihadapi BTM adalah sebagai berikut:
a) Hambatan intern, merupakan hambatan yang muncul dari dalam organisasi
sendiri yaitu kurang telitinya karyawan dalam melakukan analisa sehingga
mengakibatkan risiko.
b) Hambatan ekstern, merupakan hambatan yang muncul dari luar organisasi
yaitu dari nasabah, yaitu nasabah yang sulit diajak bicara dan sulit ditemui
atau nasabah kurang komunikatif, dan barang jaminan yang tidak ada
karena hilang, dijual oleh nasabah atau ternyata barang jaminan bukan
Risiko dalam lembaga keuangan merupakan suatu kejadian potensial,
baik yang dapat diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan, yang
nantinya risiko tersebut akan berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan lembaga keuangan. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari
tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu diperlukan
serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang
timbul.
Pada aktivitas pembiayaan risiko sangat mungkin terjadi, meskipun
pembiayaan murabahah masuk dalam kategori low risk, namun
bagaimanapun, produk murabahah ternyata tidsk sepenuhnya bebas dari
risiko.Persoalan risiko akan terselesaikan jika lembaga keuangan dapat
mengelola seminimal mungkin dengan melakukan manajemen risiko secara
baik. Penerapan manajemen risiko yang baik akan menghasilkan usaha yang
relatif lebih stabil dan menguntungkan, tidak hanya bagi BTM namun juga
bagi nasabah.
Sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan pembiayaan murabahah,
BTM juga menerapkan manajemen risiko untuk meminimalisir kerugian. Hal
ini disadari karena terbatasnya kemampuan manusia untuk memprediksi
keadaan di masa mendatang. Siklus manajemen risiko di BTM Lampung
1. Identifikasi Risiko
Baitut Tamwil Muhammadiyah mengidentifikasi risiko dengan
melakukan analisis pembiayaan terhadap kondisi nasabah pembiayaan,
kemampuan membayar tepat waktu, jaminan yang diberikan. Tercatat dari
keseluruhan nasabah pembiayaan di BTM Lampung. pembiayaan dirasa
bermasalah jika pembayaran yang dilakukan nasabah sering telat atau
bahkan ada potensi macet, terlebih jika tidak ada komunikasi antara BTM
dan nasabah pembiayaan.
2. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko dilakukan dengan mengevaluasi secara berkala
untuk mengetahui besar kecilnya risiko yang terjadi, frekuensi terjadinya
risiko dan keparahan dari kerugian yang dialami. Pertimbangan
pengukuran adalah kondisi keuangan nasabah pembiayaan, persyaratan
dalam perjanjian, jangka waktu, besarnya margin, dan lain-lain. Data
historis merupakan salah satu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber
untuk mengukur besarnya risiko. Pemeriksaaan secara berkala dapat
dilakukan melalui daftar rincian pembiayaan yangkemudian disesuaikan
dengan data yang dipegang oleh tiap-tiap marketing BTM Lampung.
3. Pemantauan Risiko
Pemantauan risiko yang dilakukan oleh BTM Lampung dengan
mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur untuk
memantau kondisi anggota/nasabah yang melakukan pembiayaan. Sistem
a. Baitut Tamwil Muhammadiyah memastikan kodisi keuangan terakhir
dari anggota/nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah.
b. Baitut Tamwil Muhammadiyah memantau kepatuhan terhadap
persyaratan yang layak dalam perjanjian pembiayaan.
c. Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban
anggota/nasabah.
d. Mengidentifikasikan ketidak tepatan pembayaran dan mengklasifikasi
pembiayaan bermasalah secara tepatwaktu.
4. Penilaian risiko
a. Bussinis risk, yaitu risiko yang terjadi pada usaha yang ditentukan oleh
karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan. Misalnya,
pemberian pembiayaan kepada usaha yang kemungkinan akan
mendapat keuntungan.
b. Track record, yaitu riwayat pembayaran atau tunggakan kewajiban. Hal
ini tidak bisa diabaikan oleh BTM Lampung, untuk menghadapinya,
BTM harus lebih mempertajam analisis pembiayaannya. Adakalanya
permasalahan seperti ini ditutup-tutupi supaya usaha tetap terlihat sehat
dan aspek manajemennya, sehingga akan mudah mendapatkan
pembiayaan dari BTM Lampung.
c. Shirking risk (risiko berkurangnya nilai pembiayaan), hal ini terjadi jika
nasabah mengalami kerugian. Biasanya risiko tersebut dipengaruhi
1) unusual bussines risk, yaitu risiko pembiayaan yang dipengaruhi
oleh adanya penurunan drastis dari usaha yang dibiayai.
2) Character risk (risiko karakter buruk nasabah), risiko ini biasanya
disebabkan oleh nasabah yang ingkar janji (wanprestasi), antara lain
dipengaruhi oleh kelalaian nasabah, pelanggaran kepada kesepakatan
yang telahdibuat dan pengelolaan internal perusahaan yang tidak
dilakukan secara profesional sesuai standar pengelolaan. Keadaan
terjadi pada saat nasabah menunggak dalam pembayaran angsuran,
hal ini akan lebih mempersulit nasabah untuk membayar angsuran
pokok dan margin, sehingga pada kebijaksanaan akhir, agunan bisa
saja dieksekusi oleh BTM, kemudian dijual dengan harga jual
dibawah harga beli sehingga BTM Lampung mengalami kerugian.
5. Pengendalian Risiko
Setelah melakukan tahapan-tahapan diatas pihak Baitut Tamwil
Muhammadiyah melakukan pengendalian atau memonitoring risiko
dengan cara melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi dengan tepat
waktu untuk keperluan tindakan perbaikan sehingga penyimpangan yang
terjadi tepat waktu. untuk keperluan tindakan perbaikan sehingga
penyimpangan yang terjadi dapat dikendalikan dan diminimalisir sedini
mungkin dengan cara-cara yang baik dan sesuai dengan syariah Islam.
Adapun salah satu sistem pengendalian yang banyak membantu di Baitut
pembiayaan yang menimbulkan pembiayaan bermasalah yaitu dengan cara
resceduling (jadwal ulang angsuran).
Adapun cara lain penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh
BTM agar menekan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah melalui
prinsip analisis pembiayaan menggunakan prinsip 5C dimana dalam tahap
ini hal yang paling penting dianalasis adalah karakter calon debitur
pembiayaan apakah layak untuk diberikan pembiayaan atau tidak.
Chararter merupakan karakter pemohon pembiayaan, yaitu dengan
cara pihak Baitut Tamwil Muhammadiyah memberikan formulir bagi
pemohon pembiayaan sebagai data awal calon nasabah pembiayaan. Untuk
melihat watak dan sifat dari calon anggota/nasabah dari kehidupan pribadi
maupun lingkungan. dengan demikian pihak BTM dapat mengumpulkan
informasi tentang karakter calon nasabah, kemudian dari referensi anggota
keluarga dan tetangga, serta ditempat pembiayaan lainnya untuk
mengetahui tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya
memenuhi pembayaran pembiayaan jika calon nasabah penerima
pembiayaan pernah melakukan pembiayaan sebelumnya pada BTM.
Capacity (kemampuan produk) yaitu dengan melihat kemampuan
calon nasabah pembiayaan, analisis ini dilakukan untuk melihat
kemampuan anggota/nasabah dalam membayar, kemampuan ini penting
untuk dinilai agar BTM tidak mengalami kerugian. Kemampuan tersebut
Capital (modal) yaitu kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan
yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan laba rugi,
struktur permodalan, ratio keuntungan yang diperoleh. Dari kondisi
tersebut bisa dinilai apakah layak calon nasabah diberi pembiayaan dan
berapa plafond pembiayaan yang layak diberikan.
Collateral (jaminan) merupakan jaminan yang diberikan calon
anggota/nasabah kepada BTM Lampung dalam rangka pembiayaan yang
diajukan. Jaminan tersebut digunakan jika terjadi pembiayaan
bermasalah/macet. Maka jaminan harus diteliti keabsahannya, jaminan
yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
Condition of economic yaitu kondisi ekonomi. BTM Lampung dalam
menilai pembiayaan juga melihat kondisi ekonomi sekarang dan untuk
masa depan sesuai sektor masaing-masing. Dalam kondisi perekonomian
yang kurang stabil, sebaiknya pemberian pembiayaan untuk sektor tertentu
jangan diberikan pembiayaan terlebih dahulu dan kalaupun jadi diberikan
sebaiknya juga melihat prospek usaha tersebut dimasa yang akan datang.
Pemantauan dan pelaporan risiko dilakukan secara berkala oleh
lembaga dilihat dari kedisiplinan nasabah dalam melunasi kewajibannya
tiap bulan apakah pembiayaan tersebut lancar atau tidak, apabila suatu
waktu terjadi keterlambatan pembayaran, pihak Baitut Tamwil
Muhammadiyah akan langsung melakukan tindakan, baik itu berupa
telepon ke nasabah atau langsung mendatangi nasabah yang bersangkutan
Penerapan manajemen risiko yang baik akan dapat meminimalisir
terjadinya risiko pembiayaan seperti yang dilakukan oleh kepala Baitut
Tamwil Muhammadiyah Bandar Lampung yaitu menerapkan manajemen
risiko secara maksimal.
B. Analisis Strategi dalam Mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitut Tamwil Muhammadiyah
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni tentang
penerapan manajemen risiko pembiayaan pada Baitut Tamwil
Muhammadiyah dapat peneliti uraikan sebagai berikut:
Baitut Tamwil Muhammadiyah masih menghadapi beberapa
permasalahan dan risiko dalam menangani pemberian pembiayaan kepada
nasabah. Permasalahan yang terjadi yaitu pada umumnya usaha produktif
nasabah memiliki tingkat kelayakan yang masih rendah akibat adanya
keterbatasan pada aspek pemasaran, teknis produksi, manajemen dan
organisasi. Umumnya mereka belum mampu memenuhi persyaratan teknis,
antara lain data yang tidak lengkap berkaitan dengan penyediaan perizinan
dan jaminan. Akibat dari permasalahan yang terjadi pada nasabah pihak
Baitut Tamwil Muhammadiyah mengalami kesulitan dalam memperoleh
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Bapak
Ahsanal Huda selaku Manager Operasonal Keuangan jumlah Pembiayaan
bermasalah dapat ditujukan dengan rasio Non Performing Financing (NPF)
dengan tabel sebagai berikut:1
Tabel 1.6
Daftar kolektibilitas pembiayaan murabahah bermasalah
Periode Pembiayaan bermasalah Persentase (%)
2013 Rp 32.902.300 2,3%
2014 Rp 35.086.400 3%
2015 Rp 19.387.200 3,3%
Sumber: Baitut Tamwil Muhammadiyah
Hasil perhitungan tingkat risiko pembiayaan murabahah dapat dilihat
dari tabel di atas. NPF Baitut Tamwil Muhammadiyah periode tahun 2013
adalah sebesar Rp 32.902.300 dengan persentase 2,3%. Menurut wawancara
dengan Bapak Ahsanal Huda hal tersebut disebabkan karena mahalnya
barang-barang kebutuhan penjualan dan penurunan jumlah konsumen. Maka
pembayaran pembiayaan mengalami penurunan kemampuan pembayaran.2
Periode tahun 2014 NPF pada Baitut Tamwil Muhammadiyah tidak
mengalami penurunan dengan pembiayaan yang macet Rp 35.086.400 atau
3%. Adapun penyebab dari pembiayaan bermasalah tersebut menurut Bapak
Ahsanal Huda adalah BTM Lampung memberikan dana pembiayaannya ke
pedagang seperti bengkel, toko ATK, home industri seperti konveksi.
1
Ahsanal Huda, wawancara dengan penulis, Baitut Tamwil Muhammadiyah, Bandar Lampung, 19 Oktober 2017.
2
Ternyata ada sebagian usaha-usaha tersebut kurang efektif yang disebabkan
oleh pembeli yang sepi maka terjadilah penurunan pendapatan
anggota/nasabah.
Adapun pada periode 2015 NPF murabahah mengalami kenaikan 3,3%
yaitu sebesar Rp 19.387.200. secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pembiayaan bermasalah adalah faktor dari anggota itu sendiri,
dalam hal ini dijelaskan bahwa setiap anggota memiliki kualitas dan karakter
yang berbeda antara satu anggota dengan anggota lainnya.
Tidak semua anggota mempunyai i’tikad baik pada saat mengajukan
pembiayaan ataupun pada saat pembiayaan yang diberikan sedang berjalan.
I’tikad tidak baik inilah memang sulit untuk diketahui dan dianalisis oleh
pihak BTM, karena hal ini menyangkut soal moral ataupun akhlak dari
anggota. Bisa saja anggota saat mengajukan pembiayaan dengan
menutup-nutupi masalah keuangannya atau anggota memberikan data keuangan palsu
atau berbagai tindakan- tindakan lainnya.
Beberapa proses yang dilakukan oleh BTM Lampung dalam
menanggulangi atau mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah terdiri
dari tahapan-tahapan, diantaranya adalah:
a. Melakukan pendekatan kepada anggota/nasabah, hal ini dilakukan untuk
mengetahui kondisi sebenarnya dari anggota. untuk membicarakan dengan
baik penyebab dan solusi permasalahan angsuran pembiayaan.
b. Penagihan secara intensif, BTM Lampung melakukan penagihan secara
anggota/nasabah atau secara kekeluargaan untuk membicarakan masalah
penyelesaian pembiayaannya.
1) Peringatan kepada anggota/nasabah pembiayaan sebanyak 3 kali.
2) Pemanggilan dan mendiskusikan kepada anggota terkait dengan
pembiayaan bermasalah
3) Mendatangi rumah anggota/nasabah tersebut
c. Teguran, hal ini dilakukan sebelum jatuh tempo (1 minggu) untuk
mengingatkan kepada para anggota/nasabah bahwa pinjaman akan selesai.
Secara garis besar, pemberian SP dilakukan berurutan dimana jenis SP1
berlaku setelah 1 (satu) bulan setelah jatuh tempo.
Namun jika hal tersebut tidak ada respon dari anggota/nasabah yang
dilakukan oleh pihak BTM Lampung melakukan peningkatan SP yang
dapat diberikan (jika sebelumnya SP1 maka diberikan SP2 dengan
tempo/jarak 1 bulan atas kesalahan yang dilakukan atau tidak ada respon
dari anggota).
Setelah SP2 diberikan pihak BTM Lampung memberikan SP3 dengan
tempo/jarak juga 1 bulan atau Surat Peringatan Terakhir dimana jika dalam
masa waktu yang ditentukan untuk melakukan upaya perubahan/perbaikan
untuk melunasi tetapi apabila tidak ada respon dari anggota/nasabah, BTM
Lampung memberitahu acara lelang jaminan kepada
anggota/nasabah.Tetapi hal tersebut hanya sebatas gertakan, selama ini
jaminan melainkan hanya untuk menakut-nakuti anggota agar mau
membayar angsuran pembiayaan/melunasi.
d. Rescheduling (penjadwalan ulang)
1) Memperpanjang jangka waktu pembiayaan
Dalam hal ini anggota/nasabah diberikan keringanan dalam masalah
jangka waktu pembiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu dari
enam bulan menjadi satu tahun sehingga anggota mempunyai waktu
yang lama untuk mengembalikannya.Sekitar 4% dari presentase dari
NPF.
2) Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu
pembiayaan. Dalam hal tersebut jangka waktu pembiayaannya
diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 54 kali menjadi 70 kali dan
hal ini tentu jumlah angsuran menjadi mengecil siring dengan
penambahan jumlah angsuran. Yang terjadi sekitar 3% dari persentase
NPF.
e. Addendum/Restructuring
Artinya pihak BTMLampung memberikan tambahan jumlah
pembiayaan kepada nasabah untuk memperbaiki usahanya ketika nasabah
tersebut mulai bermasalah dalam angsuran.Yang terjadi Sekitar 2% dari
f. Penghapusan hutang (Write Off)
Sekitar 1% dari presentasi NPF menurut wawancara
denganmarketingfinancing BTM Lampung Bapak Ahsanal Huda, dengan
nominal 1 juta sampai 5 juta dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di
BTM Lampung. Ketentuanya berupa:
1) Hapus sistem: usaha mengalami kemunduran atau bangkrut tetapi
mmasih mampu untuk mencicil.
2) Hapus sistem dan tagih: usaha bangkrut serta menjadi fakir miskin dan
tidak mampu untuk membayar dan anggota/nasabah yang kabur.
Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui jalur litigasi:
1) Pengadilan umum/agama, akan ditempuh jika penyelesaian melalui
musyawarah tidak berhasil dikarenakan nasabah tidak koperatif dan
tidak mempunyai iktikad baik yaitu, tidak menunjukkan kemauan untuk
memenuhi kewajibannya sedangkan nasabah sebenarnya masih
mempunyai harta kekayaan lain yang tidak dikuasai oleh lembaga atau
sengaja disembunyikan atau mempunyai sumber-sumber lain untuk
menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
2) Likuidasi Jaminan, pencairan jaminan fasilitas pembiayaan debitur
dalam rangka menurunkan atau melunasi kewajiban pembiayaan
debitur kepada lembaga, yang terdiri dari.
a) Penjualan jaminan pembiayaan di bawah tangan (tanpa melalui
lelang) yang dilakukan oleh debitur yang bersangkutan sebagai
terhadap barang yang sudah dijadikan jaminan namun belum diikat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) Penjualan jaminan dengan cara lelang yaitu penjualan melalui suatu
lelang umum Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN),
dengan harga minimal sebesar harga limit yang sudah ditetapkan dan
bertujuan untuk membayar kewajiban pembiayaan debitur, antara
lain:
(1)Lelang sukarela, yaitu penjualan jaminan melalui lelang terhadap
jaminan yang belum/tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku
untuk menurunkan atau melunasi kewajiban pembiayaan debitur
kepada bank berdasarkan permintaan debitur sebagai pemilik
jaminan atas permintaan pemilik jaminan dengan persetujuan
debitur.
(2)Lelang eksekusi, yaitu penjualan jaminan melalui lelang terhadap
jaminan yang sudah diikat sesuai ketentuan yang berlaku untuk
menurunkan atau melunasi kewajiban pembiayaan debitur kepada
lembaga yang dilakukan oleh lembaga selaku kreditur. Baitut
Tamwil Muhammadiyah Bandar Lampung melakukan penjualan
jaminan yang harganya lebih dari hutang nasabah, maka
kelebihan dari hutang akan dikembalikan, tetapi jika hasil
pihak dari Baitut Tamwil Bandar Lampung akan menagih
kembali sesuai kekurangannya.3
3