• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODE PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2009 dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 3). Lokasi pengamatan atau Line Transect terdiri atas, LT 1 berada pada titik 05° 39' 23,2'' LS - 106° 34' 52,7'' BT, LT 2 berada pada 05° 39' 23,5'' LS - 106° 34' 54'' BT dan LT 3 berada pada 05° 39' 23,6'' LS - 106° 34' 54,7'' BT.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian Pulau Harapan

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengukuran parameter fisika, kimia, biologi maupun selama proses transplantasi dan pada saat pengamatan dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

(2)

Tablel 1. Parameter, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Parameter Alat dan Bahan Satuan Keterangan

Suhu Termometer ºC Insitu

Salinitas Hand Refraktrometer PSU Lab. Produktivitas Lingkungan. MSP Substrat

(C-organik)

Kantong plastik, corer (Paralon), saringan,

% Lab. Tanah (Metode Wakley & Black in Taurusman 2007) Oksigen Terlarut Botol DO,

Erlenmeyer, larutan pereaksi(MnCl2,

NaOH/KI, H2SO4,

Na2S2O3, amilum),

gelas ukur, pipet, aquades

mg/l Insitu (Titrasi Winkler)

Kecerahan Secchi disk % Insitu

Kedalaman Perairan

Tongkat berskala atau meteran jahit

m Insitu

pH Kertas indikator pH

(pH stick)

- Insitu

Posisi Stasiun GPS

Lintang-Bujur

Insitu Biomassa Oven, timbangan

digital, alumunium foil, lamun gbk/m2 Lab. Produktivitas Lingkungan. MSP Pertumbuhan lamun

Jangka Sorong, kertas newtop, plastik penanda, meteran kain, tali sur, pensil, kamera bawah air dan snorkel

cm Insitu

Dan bahan yang dipergunakan selama proses transplantasi dan pengamatan status komunitas lamun adalah Batang bambu penanda, TERFs frame besi ukuran 50×50 cm2, Corer (Paralon diameter 10 cm), roll meter, ember, tissu dan gunting. Serta bibit lamun, kemudian transek kuadrat 50×50 cm2.

3.3. Penentuan Posisi Stasiun

Lokasi penelitian ini merupakan lokasi permanen yaitu berada dalam kawasan rehabilitasi di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Penentuan stasiun penelitian ditentukan berdasarkan kondisi kawasan yang memiliki padang lamun akan tetapi telah mengalami kerusakan, terutama yang terganggu oleh aktivitas

(3)

manusia. Pada lokasi ditetapkan tiga line transect (metode seagrass watch) pengamatan untuk kondisi komunitas lamun. Untuk kegiatan transplantasi lamun dilakukan di dalam kawasan rehabilitasi.

3.4. Metode Pengambilan Data

3.4.1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan a. Kecerahan

Kecerahan perairan diukur di setiap line transect pada posisi transek kuadrat 0 meter dan 50 meter dengan menggunakan Secchi disk. Kecerahan dapat dihitung dengan rumus (Kesuma 2005) :

Keterangan : m = Panjang tali saat Secchi disk sudah tidak terlihat n = Panjang tali saat Secchi disk mulai terlihat lagi Z = Kedalaman Perairan

b. Kedalaman

Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan tongkat berskala pada setiap transek kuadrat dengan satuan cm. Tongkat dibenamkan ke dalam perairan sampai menyentuh dasar atau substrat, dan diperoleh kedalamannya.

c. Suhu

Suhu perairan diukur sebanyak tiga kali ulangan pada setiap line transect menggunakan termometer air raksa dengan cara mencelupkan termometer ke dalam perairan, kemudian suhu dilihat di dalam air untuk menghindari berubahnya hasil pengukuran jika dilihat setelah termometer diangkat kembali.

d. Salinitas

Salinitas diukur sebanyak satu kali dengan menggunakan refraktometer pada setiap pengamatan, dikarenakan nilai salinitas dalam suatu lokasi yang berdekatan secara umum akan sama. Cara pengukurannya adalah contoh air laut diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke refraktometer dan nilai salinitas dapat dilihat dengan meneropong refraktometer.

% 100 ) ( 5 , 0     Z n m C

(4)

e. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) diukur satu kali pada setiap line transect dengan menggunakan kertas indikator pH, dengan cara mencelupkan kertas tersebut ke dalam perairan kemudian warna yang muncul pada kertas pH dicocokan dengan warna standar pH yang telah memiliki nilai baku.

f. Substrat

Pengambilan substrat dilakukan dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm pada setiap line transect kemudian dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi nomor dan dianalisis nilai kandungan C-organik dan ukuran partikel di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

g. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Nilai oksigen terlarut diukur dengan cara titrasi Winkler di lokasi pengamatan. Contoh air laut diambil lalu direaksikan dengan pereaksi DO (MnCl2,

NaOH/KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum), sehingga didapatkan nilai kadar oksigen

terlarut dari contoh air laut tersebut.

h. Nutrien

Nutrien ataupun unsur hara yang diukur adalah nutrien yang berperan terhadap pertumbuhan lamun dan kesuburan perairan yaitu nitrat dan ortofosfat. Kandungan nitrat dan ortofosfat perairan dianalisis dengan menggunakan metode spektrofotometrik. Pengukuran nutrien dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh air laut diambil dengan menggunakan botol sampel dan disimpan dalam kotak pendingin agar tidak terjadi perubahan kandungan nitrat dan ortofosfat di dalam air contoh tersebut.

3.4.2. Pengamatan Status Komunitas Lamun

Pengamatan status komunitas lamun menggunakan metode Seagrass Watch (McKenzie & Yoshida 2009), metode ini menggunakan area pengamatan plot permanen berukuran 50×50 m2, sampling menggunakan 3 line transect

(5)

(stasiun pengamatan) tegak lurus dari pantai dan sejajar 25 m jarak dari masing-masing line transect, dan menggunakan standar transek kuadrat ukuran 50×50 cm2 (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Rancangan pengamatan status komunitas lamun

Pengambilan data status komunitas lamun dilakukan 2 kali, yaitu pada bulan Mei dan Oktober 2009. Parameter status komunitas lamun yang diamati meliputi identifikasi jenis lamun, persen penutupan lamun, substrat dasar, estimasi komposisi jenis lamun, tinggi kanopi, kedalaman perairan, tutupan alga, tutupan epifit dan biomassa lamun.

3.4.3. Metode Transplantasi Lamun

Transplantasi lamun diujicobakan dengan menggunakan metode Plugs, TERFs dan Polybags. Ketiga metode penanaman ini dilakukan dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Material lamun berupa bibit lamun, diambil dari sumber bibit (lamun donor) menggunakan

(6)

50 cm

50 cm

cangkul, gunting atau parang, serta PVC corer (diameter 10 cm). Bibit lamun yang digunakan berasal dari area lamun donor yang memiliki kepadatan tinggi serta tidak jauh dari lokasi penanaman. Jenis bibit yang dipilih merupakan jenis lamun yang secara alami banyak tumbuh di pulau Harapan, Kepulauan Seribu, yaitu jenis Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis. Jenis lamun ini relatif lebih mudah untuk diamati dan diharapkan dapat meningkatkan keberhasilannya. Parameter yang diamati dalam penelitian transplantasi lamun dari ketiga metode yang digunakan ini adalah tingkat keberhasilan unit transplantasi, jumlah tunas dan jumlah daun.

a. TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system)

Pada metode TERFs, jenis bibit lamun yang digunakan adalah Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halodule uninervis. Bibit dibersihkan dari substratnya kemudian dipotong pada bagian pertunasan yang memiliki daun, rimpang dan akar. Kemudian bibit lamun diikatkan menggunakan tissu pada frame besi berukuran 50×50 cm2 sebanyak 25 bibit/frame dari ketiga jenis lamun tersebut (Gambar 5).

Gambar 5. Frame besi 50×50 cm2 pada metode TERFs

Jumlah frame besi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 unit, kedua sisinya diberi pemberat berupa batu bata untuk menjaga agar akar bibit terbenam ke dalam substrat dasar dan frame tidak hanyut terbawa arus. Frame yang sudah siap kemudian diletakan pada substrat yang permukaannya datar, yaitu pada substrat pasir halus yang memilki tutupan lamun dan pada

(7)

subtrat pasir pecahan karang mati yang sedikit terdapat lamun atau tidak ditumbuhi lamun sama sekali. Pengamatan dilakukan setiap bulan, mulai dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009.

b. Plugs

Untuk metode plugs (Phillips 1994 in Kiswara 2004), pengambilan bibit dilakukan beserta substratnya menggunakan corer (PVC paralon) berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm dari lokasi donor yang memiliki kepadatan tinggi serta mendominasi kawasan tersebut. Jenis lamun yang digunakan adalah T. hemprichii, C. rotundata dan H. uninervis.

(a) (b)

Gambar 6. Corer dengan diameter 10 cm (a) dan unit transplantasi Plugs (b)

Pada lokasi penanaman dibuat lubang penanaman menggunakan corer yang sama dan memiliki kedalaman sekitar 15-20 cm. Kemudian bibit lamun yang telah diambil dibenamkan ke dalam lubang dan ditutup kembali dengan substratnya sampai rata. Jarak dari masing-masing lubang sekitar 1 m. Setelah itu dipasang patok-patok bambu dan pemberian tagging pada daun lamun untuk memudahkan melakukan pengamatan (pertumbuhan). Jumlah unit Plugs yang ditanam sebanyak 70 unit. Pengamatan dilakukan setiap bulan yaitu mulai dari bulan Maret 2009 sampai Mei 2009.

(8)

c. Polybags (PKSPL-IPB 2009) Modifikasi Metode Peat Pot

Metode polybags merupakan modifikasi metode peat pot (Calumpong and Fonseca 2001), yaitu dengan menggunakan plastik hitam (polybag) yang biasa digunakan untuk pembibitan pohon mangrove. Jumlah unit polybags yang dipakai adalah sebanyak 7 unit dengan ukuran 30 cm x 25 cm. Lamun donor diambil dari daerah yang memiliki kepadatan lamun tinggi dengan menggunakan cangkul ataupun corer, kemudian lamun yang telah diambil dimasukan ke dalam polybags.

Untuk kemudian bibit lamun yang ada dalam polybags ditanam dilokasi yang substratnya berupa pasir halus yang ditumbuhi lamun dan substrat berupa pasir pecahan karang mati yang sedikit ditumbuhi lamun bahkan tidak terdapat lamunnya, yang telah terlebih dahulu dibuat lubang. Polybags ini dibenamkan sedemikian rupa dan ditimbun dengan substratnya agar lebih kuat dan tidak terbawa arus.

Gambar 7. Unit transplantasi Polybags (Sumber: dokumentasi pribadi)

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi jenis lamun yang terdapat dalam polybags tersebut yang nantinya akan diamati pertumbuhan jumlah tunas dan jumlah daunnya, serta tingkat keberhasilan unit penanaman Polybags. Jenis lamun yang digunakan adalah T. hemprichii, H. uninervis dan S. isoetifolium. Pengamatan dilakukan setiap bulan, mulai dari bulan Mei-Juni 2009 dan Oktober 2009.

3.4.4. Metode Pengukuran Pertumbuhan Lamun

Pengamatan pada pertumbuhan unit transplantasi lamun meliputi tingkat kelangsungan hidup unit transplantasi lamun, jumlah daun dan jumlah tunas, pengamatan di lapangan dilakukan setiap bulan dari Maret sampai Oktober 2009.

(9)

Parameter pertumbuhan lamun yang diamati adalah pertumbuhan daun lamun pada metode Plugs, dengan mengukur pertambahan panjang daun setiap minggunya selama satu bulan (4 minggu). Dan juga pertumbuhan secara vegetatif yaitu perkembangan jumlah tunas dan jumlah daun pada metode yang digunakan (pengamatan dilakukan setiap bulan). Untuk mempermudah pengamatan pada metode Plugs, setiap unit diberi patok bambu.

Pertumbuhan daun lamun dihitung berdasarkan metode penandaan (marking method) (Zieman 1974 in Supriadi 2003). Metode penandaan ini didasarkan pada penandaan atau pelubangan daun lamun. Kemudian lamun dipilih secara acak, pada lamun-lamun terpilih dilakukan pelubangan mulai dari titik awal daun mulai muncul dan diberikan tanda penomoran untuk memudahkan pengamatan selanjutnya.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Status Komunitas Lamun

a. Frekuensi jenis (F) adalah peluang suatu jenis lamun ditemukan dalam titik contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus:

Fi =

p i P Pi 1

Keterangan : Fi = Frekuensi jenis ke-i

Pi = Jumlah petak contoh ditemukan jenis ke-i

p i P 1

= Jumlah total petak contoh yang diamati

b. Tutupan Lamun adalah persentase tutupan lamun dalam titik contoh yang diamati. Diukur menggunakan lembaran persentase tutupan lamun standar (McKenzie & Yoshida 2009) (Lampiran 2).

3.5.2. Tingkat Keberhasilan Unit Transplantasi

Analisa data tingkat keberhasilan unit lamun transplantasi berupa analisis komparatif, yakni membandingkan data tingkat keberhasilan (Survival Rate)

(10)

setiap bulan pengamatan pada masing-masing metode (TERFs, Plugs dan Polybags).

SR = 100% No

Nt

Keterangan : SR = Tingkat keberhasilan (%)

Nt = Jumlah unit transplantasi pada waktu t (Bulan) No = Jumlah unit transplantasi pada waktu awal atau t = 0

3.5.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Lamun

Laju pertumbuhan daun lamun dihitung menggunakan rumus: Pertumbuhan = t Lo Lt  

Keterangan : Lt = Panjang daun setelah waktu t (mm)

Lo = Panjang daun pada pengukuran awal (mm) Δt = selang waktu pengukuran (hari)

Sedangkan untuk perkembangan lamun merupakan perhitungan terhadap pertumbuhan vegetatif lamun (tunas dan daun) yaitu jumlah tunas dan jumlah daun pada setiap bulan.

3.5.4. Biomassa Lamun

Biomassa lamun dibedakan atas above-ground biomass (biomassa di atas substrat) dan below-ground biomass (biomassa di bawah substrat) (Supriadi 2003). Pengukuran biomassa lamun dilakukan untuk keduanya yaitu daun dan pelepah daun (di atas substrat), sedangkan akar dan rimpang (di bawah substrat) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

B = A W

Keterangan : B = Biomassa lamun (gram/m2) W = Berat kering lamun (gram)

Gambar

Gambar 3. Peta lokasi penelitian Pulau Harapan
Gambar 4. Rancangan pengamatan status komunitas lamun
Gambar 6. Corer dengan diameter 10 cm (a) dan unit transplantasi Plugs (b)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa hordeolum internum merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sehingga ia bertumbuh ke arah konjungtiva tarsal dan

Kelompok perla- kuan pemberian vaksin Streptococcus agalactiae (A) dengan nilai sintasan sebesar 50,00% dan RPS sebe- sar 37,50% lebih besar dibandingkan dengan ke- lompok

Nymphayol sebagai sterol baru yang diisolasi dari senyawa bioaktif hasil ekstraksi kloroform daun teratai, dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetik pada dosis

Berdasarkan penelusuran tersebut Penulisan Hukum dengan judul “ HUKUM SEMPADAN SUNGAI CODE DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA YOGYAKARTA” benar merupakan karya asli

Jika foto dan karton sebangun maka hitunglah lebar di sebelah bawah foto yang tidak tertutup (ada 2 jawaban).. Hitunglah

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil penelitian ini untuk meningkat kapasitas produksi tekwan dalam satuan butir/menit perlu pengkajian lebih lanjut

Berdasarkan data gaya berat baru serta merujuk struktur dari data seismik, dapat dibuat beberapa usulan penentuan titik bor eksplorasi minyak dan gas bumi yang baru.. Titik-titi

untuk benda uji kuat tekan bebas, kuat geser adalah setengah dari kuat tekan bebas yang terjadi pada saat benda uji runtuh atau pada saat regangan aksial 15 %, sesuai dengan butir