• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.1 Berbicara mengenai ruang berarti membahas keterpaduan dimensi antara ruang darat, laut, dan udara. Ruang sebagai wadah dibutuhkan oleh manusia untuk menjalankan berbagai aspek kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya, kebutuhan ruang menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat.

Dewasa ini, perkembangan kebutuhan tersebut semakin tidak sejalan dengan ketersediaan ruang di bumi. Sebagaimana diketahui, ruang bumi memiliki luasan tetap dan tidak dapat bertambah sehingga tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ruang sebagai sumber daya yang penting, dalam perkembangannya, tidak terlepas dari permasalahan. Beberapa kompleksitas masalah dalam penataan ruang, di antaranya:

a. terbatasnya lahan yang tersedia dengan berbagai fungsi peruntukan; b. pemanfaatan dan pengelolaan lahan serta pola tata ruang yang belum

sepenuhnya dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh;

1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26, Lembaran

(2)

c. penggunaan lahan seringkali terjadi penyimpangan dari peruntukannya; d. persaingan mendapatkan lokasi lahan yang telah didukung atau yang

berdekatan dengan berbagai fasilitas perkotaan, sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan kota;

e. masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kepatutan atas kewajiban sebagai warga negara.2

Mengingat perbedaan struktur sosial serta tingkat kepadatan penduduk, kompleksitas masalah tata ruang yang dihadapi menjadi beragam di setiap wilayah. Permasalahan terkait pemanfaatan lahan umumnya lebih marak terjadi di wilayah-wilayah perkotaan yang padat. Salah satu kota di Indonesia yang dalam perkembangannya mengalami tingkat pertumbuhan serta kepadatan penduduk yang tinggi, dan memerlukan tingkat pengelolaan tata ruang yang baik adalah Kota Yogyakarta.

Kota Yogyakarta secara astronomis terletak pada 70 49’ 26’’ – 70 15’ 24’’ LS dan 1100 24’ 19’’ – 1100 28’ 53’’ BT. Posisi secara administratif menunjukkan letak Kota Yogyakarta berada di tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data, luas wilayah Kota Yogyakarta adalah sekitar 3.250 ha atau 32,5 km2 atau 1,02 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.3 Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 614 RW dan 2.523 RT serta dihuni sekitar 451.118 jiwa, yang penggunaan lahan paling banyak

2

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, NUANSA, Bandung, 2013, cetakan ke III, hlm.34-35

3 Pemerintah Kota Yogyakarta, Kota Yogyakarta Dalam Angka, Badan Pusat Statistik,

(3)

diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.103,272 ha.4 Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa Kota Yogyakarta merupakan kota yang padat, dengan kepadatan penduduk mencapai 13.880 jiwa / km2.

Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi di wilayah Kota Yogyakarta ini tidak hanya terjadi karena tingkat kelahiran yang tinggi, tetapi diperparah dengan tingginya tingkat urbanisasi yang terjadi. Hal ini karena Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota dengan kebudayaan yang menarik, memiliki keistimewaan, dikenal sebagai “Kota Perjuangan, Kota Kebudayaan, Kota Pariwisata, dan juga Kota Pelajar”5

. Keseluruhan citra dari Kota Yogyakarta tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, semakin mengundang maraknya urbanisasi ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satunya Kota Yogyakarta, yang berdampak pula pada tingginya kebutuhan akan ruang, terutama sebagai tempat bermukim.

Permasalahan kepadatan penduduk yang ada kemudian mendorong terjadinya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai fungsinya. Oleh karena itu, pemerintah Kota Yogyakarta telah mencoba mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan akan ruang, salah satunya dengan menerapkan pembangunan hunian vertikal di Kota Yogyakarta. Namun, seiring perkembangannya, pendirian hunian vertikal di Yogyakarta ini menjadi tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Harga hunian vertikal yang cenderung tinggi tidak terjangkau oleh masyarakat dengan golongan ekonomi

4

Pemerintah Kota Yogyakarta, Data administratif Kota Yogyakarta, termuat dalam website resmi Pemerintah Kota Yogyakarta dengan alamat

www.jogjakota.go.id/index/extra.print/22,2013 diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB

5

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pendidikan DIY, yang termuat dalam website resmi Dinas Pendidikan DIY dengan alamat www.pendidikan-diy.go.id diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 15.25 WIB

(4)

menengah ke bawah sehingga hunian vertikal di Kota Yogyakarta akhirnya lebih dominan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi dan bisnis golongan ekonomi menengah ke atas.6

Gagalnya program hunian vertikal dalam menekan kebutuhan akan ruang semakin tampak dengan maraknya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan semakin tersebar hingga memenuhi kawasan sekitar sungai-sungai yang ada di Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah kawasan sekitar Sungai Code, Kota Yogyakarta.

Sungai Code terletak di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Bantaran Sungai Code membujur dari Jembatan Tungkak, Jembatan Sayidan, Jembatan Juminahan, Jembatan Gondolayu, Jembatan Sarjito, Jembatan Blunyah, Jembatan Ring Road Utara, Jembatan Dayu, dan Jembatan Plumbon. Sungai Code yang dalam bahasa Jawa lebih dikenal dengan Kali Code merupakan sungai yang memiliki peran penting bagi masyarakat. Namun, pada perkembangannya Sungai Code ternyata tidak terlepas dari dampak kebutuhan akan ruang yang semakin meningkat. Dapat dilihat saat ini, kawasan sekitar Sungai Code yang semula bersih dan asri telah dipenuhi dengan bangunan-bangunan perumahan yang membuatnya tampak kumuh dan tidak tertata. Bangunan-bangunan tersebut didirikan baik sebagai tempat tinggal maupun

6

Ratih Keswara, 28 Desember 2015, Hunian Vertikal di Yogyakarta Tidak Sesuai Tujuan, Koran Sindo, termuat dalam website dengan alamat www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=36&date=2015-12-28 diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB

(5)

tempat industri. Tidak sedikit dari bangunan yang didirikan berada sangat dekat dengan sungai.7

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2013 dengan citra satelit, diketahui adanya ribuan bangunan yang didirikan sepanjang bantaran Sungai Code, dengan rincian sebagai berikut:

0 500 1000 1500 3 m 10m 15m Jumlah bangunan 476 1040 1499 Jumlah bangunan

Grafik 1: Jumlah bangunan yang berdiri di sekitar Sungai Code Yogyakarta dengan jarak dari sungai pada tahun 2013. Data diambil melalui citra.

Sumber : Laporan Penelitian Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul Keselarasan Letak Bangunan dan Pemanfaatan Lahan Terhadap Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird (Kasus Sepanjang Sungai Code, Kota Yogyakarta).

Jika melihat data pada grafik 1, terdapat sekitar 476 (empat ratus tujuh puluh enam) bangunan yang didirikan hanya berjarak 3 ( tiga ) meter dari sungai. Sisanya pada jarak 10 (sepuluh) meter dari sungai terdapat 1040 ( seribu empat puluh ) bangunan, dan pada jarak 15 (lima belas) meter dari tepi sungai sebanyak 1499 (seribu empat ratus sembilan puluh sembilan) bangunan.8 Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah bangunan yang didirikan di sepanjang wilayah sungai ini tidaklah sedikit.

7 Pemerintah Kota Yogyakarta, Laporan Akhir Grand Design Sungai Code tahun 2013 disusun

oleh PT.CNB, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya (PUP-ESDM) DIY dan Bappeda Kota Yogyakarta, 2013

8 Anton Setyadi, Analisis Keselarasan Letak Bangunan dan Pemanfaatan Lahan Terhadap

Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird (Kasus Sepanjang Sungai Code, Kota Yogyakarta), Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

(6)

Selain itu, dampak dari berdirinya bangunan-bangunan tersebut juga cukup besar bagi lingkungan sekitarnya, dalam hal ini lingkungan Sungai Code.

Lingkungan Sungai Code merupakan lingkungan perairan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari warga. Selain sebagai sumber air, Sungai Code juga merupakan kawasan penunjang bagi ekosistem yang terdapat di dalamnya, seperti ekosistem ikan air tawar, hewan-hewan sungai, tumbuhan, serta ekosistem lainnya. Selain itu, berdasarkan fungsinya, kawasan sempadan Sungai Code dikategorikan sebagai kawasan lindung9. Sebagai kawasan lindung, sudah seharusnya Sungai Code benar-benar dilindungi dari berbagai faktor perusak. Namun, lemahnya kontrol dari pemerintah, terbatasnya lahan, serta keadaan ekonomi yang lemah mengalihkan pemanfaatan kawasan lindung ini menjadi wilayah pemukiman yang kemudian berkembang dengan pesat hingga saat ini.

Wilayah pemukiman di sepanjang bantaran Sungai Code umumnya merupakan kawasan pemukiman yang dapat dikategorikan kumuh dan dihuni oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Maraknya pemanfaatan lahan di sekitar Sungai Code sebagai wilayah pemukiman tidak hanya menganggu stabilitas fungsi dari Sungai Code sebagai kawasan lindung, tetapi juga berdampak pada rusaknya ekosistem yang hidup di wilayah ini. Ekosistem sungai mulai tercemar dengan maraknya aktivitas manusia yang dilakukan di sungai tersebut. Pemanfaatan sungai sebagai sarana mandi, cuci, kakus atau yang kita kenal dengan istilah MCK, serta sebagai saluran akhir pembuangan berdampak pada menumpuknya residu

9

Pemerintah Kota Yogyakarta, Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta, Pasal 60

(7)

limbah-limbah berbahaya yang mengendap di sungai. Hal ini menyebabkan kandungan bakteri di sungai semakin tinggi dan berdampak buruk pada kualitas air.10 Selain hal tersebut, maraknya pembangunan rumah tinggal di sepanjang wilayah Sungai Code juga berbahaya bagi penghuninya. Hal ini karena Sungai Code merupakan sungai yang memiliki sumber mata air di kaki Gunung Merapi, yang berarti pula sungai ini merupakan jalur lahar dingin Merapi jika terjadi banjir lahar dingin. Oleh sebab itu, debit air Sungai Code dapat naik sewaktu-waktu, terutama jika terjadi hujan lebat dalam waktu yang cukup lama. Letak bangunan rumah di sekitar kawasan Sungai Code yang hanya berjarak beberapa meter dari sungai tentunya akan berdampak pada tingginya intensitas dampak luapan banjir yang dialami dan membahayakan penghuni di sekitarnya.11

Melihat potensi dampak yang cukup besar tersebut, pemerintah kemudian mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tata ruang di kawasan Sungai Code Kota Yogyakarta. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang secara tersirat menyatakan negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan kekayaan tersebut haruslah digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat. Dengan kewenangan yang dimilikinya guna mewujudkan amanat tersebut, pemerintah mencoba untuk berperan lebih jauh dengan melakukan campur tangan untuk mengatur

10 Ivan Aditya, 6 April 2015, Kandungan E Coli Sungai di Yogyakarta Melebihi Batas,

Kedaulatan Rakyat, termuat dalam website dengan alamat KR Jogja.com, diakses pada hari Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 15.27 WIB

11 Ans, 23 April 2015, Kali Code Meluap di Yogyakarta, Solo Juga Dilanda Banjir, Liputan6

termuat dalam website dengan alamat NewsLiputan6.com, diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul 16.10 WIB

(8)

aspek-aspek penting terkait penataan ruang di sekitar Sungai Code Kota Yogyakarta.

Mengingat Indonesia sebagai Negara hukum12, pemerintah memerlukan keberadaan hukum untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Hal ini didasari pendapat Mochtar Kusumaatmaja yang menyatakan bahwa pada dasarnya hukum bersifat konservatif, yakni memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi hukum yang demikian diperlukan dalam setiap masyarakat. Hukum tidak hanya memelihara ketertiban, namun juga membantu proses perubahan masyarakat itu.13 Fungsi hukum menurut Mochtar Kusumaatmaja tersebut dapat dipahami bahwa hukum menjadi produk ideal yang dapat digunakan pemerintah Kota Yogyakarta untuk menyelesaikan permasalahan mengenai tata ruang sempadan Sungai Code ini. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya muncul berbagai peraturan hukum mengenai pengelolaan ruang sungai, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Saat ini sudah terdapat banyak peraturan mengenai tata ruang di wilayah sungai. Hal ini menyebabkan penghunian sempadan Sungai Code, dalam perkembangannya, bertentangan dengan berbagai peraturan terkait tata ruang terkhusus peraturan mengenai garis sempadan sungai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan sempadan sungai merupakan kawasan lindung. Pengertian kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber

12 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3). 13 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Kumpulan Karya

(9)

daya alam dan sumber daya buatan. Di sisi lain, kawasan pemukiman maupun kawasan industri merupakan bagian dari kawasan budi daya yang memiliki fungsi berbeda dengan kawasan lindung.14 Dengan demikian, pendirian bangunan pemukiman maupun bangunan industri yang dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta berarti melanggar fungsi kawasan. Sebagai kawasan lindung, tanah di sepanjang sempadan Sungai Code seharusnya merupakan kawasan milik umum yang dikuasai oleh negara sebagai bentuk pelaksanaan hak menguasai negara yang diamanatkan UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pembangunan kawasan pemukiman dan industri di sekitar kawasan Sungai Code juga bertentangan dengan ketentuan mengenai penetapan garis sempadan sungai yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Selain itu, pembangunan di kawasan Sungai Code juga dikhawatirkan akan merusak fungsi kawasan perlindungan setempat dari sempadan sungai yang ada.

Selain adanya pembentukan hukum guna menata kawasan Sungai Code, yang kemudian menjadi perlu dilakukan adalah memantau sejauh apa pelaksanaan berbagai ketentuan hukum mengenai sempadan sungai, dalam hal ini sempadan Sungai Code dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Lebih lagi setelah diterbitkannya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Perda Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2010)

14 Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26, Lembaran

(10)

dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta (Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010). Keberhasilan rencana tata ruang yang dibuat mampu membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tata ruang khususnya pemanfaatan lahan di sepanjang sempadan Sungai Code dan meninjau kinerja pemerintah dalam memaksimalkan peraturan hukum tersebut untuk menciptakan tata ruang yang baik dan mengatasi berbagai konflik sosial yang tentunya akan timbul dari penerapan berbagai pengaturan tersebut.

Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul “Hukum Sempadan Sungai Code dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta” dengan memfokuskan penulisan pada analisis hukum dan bagaimana penerapannya di lapangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja kompleksitas masalah yang berkaitan dengan peraturan sempadan Sungai Code dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kompleksitas masalah sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

(11)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif

Tujuan subjektif dari penulisan hukum ini adalah untuk memperoleh semua data yang diperlukan dalam rangka menyusun penulisan hukum guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum/ S.H.) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Objektif

Tujuan objektif dari penulisan hukum ini didasarkan pada rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni:

a. Meneliti, mengetahui, dan mengkaji kompleksitas masalah yang timbul terkait hukum sempadan Sungai Code dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta;

b. Meneliti, mengetahui, dan mengkaji bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi kompleksitas masalah di sekitar kawasan Sungai Code Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai peraturan terkait sempadan sungai, khususnya Sungai Code di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, serta menyajikan informasi mengenai berbagai peraturan yang belum diketahui oleh masyarakat;

2. Memaparkan data terkait permasalahan yang timbul di sekitar Sungai Code, serta menjabarkan upaya pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini diharapkan dapat digunakan

(12)

sebagai evaluasi bagi pihak-pihak terkait guna menjadi pembelajaran dalam pembuatan kebijakan kedepannya.

E. Keaslian Penelitian

Penulis telah melakukan penelusuran melalui beberapa sumber. Berdasarkan penelusuran tersebut, terdapat banyak penelitian dengan objek umum sungai dan tata ruang, serta lebih khusus mengenai tata ruang Sungai Code Kota Yogyakarta. Agar penulisan keaslian penelitian ini tidak terlalu meluas, telah dilakukan kualifikasi dari berbagai penelitian yang ada dengan memfokuskan pada kesamaan objek dan pokok pembahasan yang hampir sama dengan penulisan ini. Berikut judul dari penulisan tersebut, beserta persamaan dan perbedaan dengan Penulisan Hukum yang dibuat oleh Penulis:

1. Skripsi berjudul “Pelaksanaan IMBB di Area Sempadan Aliran Sungai

Code Dalam Rangka Penataan Ruang di Kota Yogyakarta” karya

Idham Pamungkas, mahasiswa Fakultas Hukum UGM konsentrasi Hukum Administrasi Negara, ditulis tahun 2005

Persamaan penulisan terdapat dalam hal pengkajian terhadap tata ruang di kawasan sempadan Sungai Code, Yogyakarta. Namun, dalam skripsi ini Saudara Idham lebih fokus membahas aspek hukum administrasi negara terkait pelaksanaan IMBB, sedangkan tulisan ini lebih mengarah pada hukum agraria tepatnya terkait penataan ruang dan hukum sempadan sungai.

2. Skripsi berjudul “Penggunaan Tanah Untuk Tempat Tinggal di

(13)

Fungsi Ruang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029” karya Nita Prawita, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Atma Jaya Yogyakarta, ditulis tahun 2012.

Sama halnya dengan skripsi sebelumnya, persamaan Penulisan Hukum ini terletak pada objek pembahasan mengenai Sempadan Sungai Code, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan skripsi karya Saudari Nita Pratiwi terletak pada perbedaan fokus bahasan. Saudari Nita hanya mengambil 4 lokasi yang cenderung padat di sepanjang sempadan Sungai Code, kemudian menganalisis pada satu bahasan hukum terkait pemanfaatan lahan sebagai tempat tinggal di kawasan yang dilarang dan dampaknya terhadap fungsi ruang, sedangkan dalam penulisan hukum ini cenderung menjabarkan kompelksitas pengaturan hukum sempadan sungai dalam rencana tata ruang, dampaknya, dan upaya pemerintah untuk mengatasinya.

3. Tesis berjudul “Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Menangani Permukiman di Kota Yogyakarta (Studi Kasus Bantaran Sungai Code Bagian Utara)” karya Alfian, mahasiswa Strata 2 program studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ditulis pada tahun 2004.

Persamaan tesis ini dengan Penulisan Hukum yang dibuat oleh Penulis adalah mengenai objek penelitian di Sungai Code Kota Yogyakarta, serta mengenai kebijakan pemerintah yang juga akan dibahas dalam Penulisan Hukum ini. Perbedaannya, tesis ini membahas kebijakan

(14)

pemerintah Kota Yogyakarta dalam menangani permukiman yang sangat padat di wilayah Sungai Code bagian utara. Tesis tersebut lebih membahas pada kebijakan yang telah dibuat dan dicoba untuk dilaksanakan oleh pemerintah Kota Yogyakarta, sedangkan penulisan ini lebih menjabarkan kebijakan pemerintah Kota Yogyakarta untuk menangani keseluruhan permasalahan di Sungai Code Kota Yogyakarta yang timbul sebagai dampak tata ruang, tidak hanya difokuskan pada satu bagian permasalahan. Selain itu, pokok pembahasan utama dalam tesis tersebut berbeda dengan pokok bahasan utama yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang dalam hal ini, menitikberatkan kompleksitas pengaturan hukum sempadan sungai dalam rencana tata ruang.

4. Tesis berjudul “Hak Penguasaan Atas Tanah di Sempadan Sungai Code

Kota Yogyakarta” karya Nita Prawita, mahasiswi Strata 2 program

studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ditulis tahun 2015.

Sama halnya dengan tesis sebelumnya, persamaan Penulisan Hukum ini terletak pada objek pembahasan mengenai Sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta, sedangkan perbedaan penelitian Penulis dengan tesis karya Saudari Nita Pratiwi terletak pada perbedaan pokok pembahasan. Saudari Nita dalam tesisnya membahas mengenai hak penguasaan atas tanah di sempadan Sungai Code, sedangkan Penulis lebih menekankan hukum sempadan sungai yang ada di kawasan sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta.

(15)

Selebihnya Penulis belum menemukan penulisan hukum terkait yang membahas mengenai objek penelitian yang sama yakni mengenai sempadan Sungai Code. Hanya terdapat beberapa penulisan mengenai sempadan pantai, sempadan jurang, dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat beberapa penulisan mengenai Sungai Code, tetapi menggunakan disiplin ilmu yang berbeda seperti pemanfaatan citra geografi, keadaan mutu air, dan sebagainya yang tidak Penulis tampilkan. Berdasarkan penelusuran tersebut Penulisan Hukum dengan judul “ HUKUM SEMPADAN SUNGAI CODE DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA YOGYAKARTA” benar merupakan karya asli Penulis, yang membahas berbagi pengaturan hukum terkait sempadan Sungai Code dikaitkan dengan RTRW Kota Yogyakarta yang tidak hanya terfokus pada perlindungan fungsi ruang semata, tetapi juga melihat penerapan berbagai peraturan tersebut dalam pelaksanaan penataan ruang di Kota Yogyakarta, dan apa upaya pemerintah untuk mengatasi kompleksitas masalah tersebut.

Gambar

Grafik 1:   Jumlah bangunan yang berdiri di sekitar Sungai Code Yogyakarta dengan jarak dari  sungai pada tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

matematika siswa yang memiliki locus of control internal lebih baik daripada siswa yang memiliki locus of control eksternal pada pendekatan pembelajaran

Pada periode 1966-77, mereka menemukan bahwa ekspor Indonesia berpengaruh positif terbadap pertumbuhan PDB, tetapi tidak sebaliknya Sepintas lalu, temuan tersebut nampaknya

(1) Aplikasi yang telah dibuat mampu memordenisasi media pengenalan hewan purba kala yang sudah ada dalam bentuk tampilan 3D Hologram agar lebih menarik sehingga

Berdasarkan pengolahan data kerapatan vegetasi, anomali curah hujan dan faktor bencana, secara umum Kabupaten Purworejo wilayahnya berada pada kondisi cukup tahan

Sedangkan dalam hukum Islam, dalam masalah penjatuhan hukuman atau penetapan vonis hukuman, Islam tidak mengenal adanya hal-hal yang memberatkan apalagi hal-hal yang

[r]

Sebagian besar responden yaitu sebesar 50,OO % merasa bahwa penentuan kebutuhan pelatihan kerja dari perusahan cukup mewakili aspirasi karyawan, sedangkan yang merasa

Deta Djurevwati, dari Atjeh Indah Sentosa, selaku pelaksana kegiatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, menyatakan pasar murah ini untuk membantu masyarakat kurang mampu