• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 1 PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS

www.jakarta.go.id

I. PENDAHULUAN

Pasca reformasi 1998, semua instansi pemerintahan mulai berbenah. Salah satu pembenahan yang terus mendapat perhatian adalah pelaksanaan reformasi birokrasi. Semangat untuk mewujudkan reformasi tidak lepas dari kritikan masyarakat dan stake holder atas kondisi birokrasi saat ini. Birokrasi mendapat stereotip sebagai pemalas, tidak kreatif dan memboroskan anggaran. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini juga dinilai tidak sebanding dengan pelayanan mereka kepada masyarakat. Per Oktober 2011, jumlah PNS mencapai 4.646.351.1 Pertambahan PNS dari tahun ke tahun cukup siginifikan. Pertambahan jumlah PNS tersebut tidak lepas dari pemekaran daerah pada 2001 hingga 2009 sebanyak 7 provinsi dan 154 kabupaten/kota.2 Pertambahan PNS Daerah juga tidak lepas dari adanya delegasi kewenangan dalam hal pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dari Presiden kepada pejabat pembina kepegawaian dan pejabat pembina kepegawaian daerah

.

3

 

Pada saat ini masih dijumpai perbedaan yang cukup signifikan dalam jumlah PNS antara satu daerah dengan daerah lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama, hal ini sebagai akibat dari kebijakan yang menimbulkan ketidakseimbangan jumlah pegawai antar daerah, antara lain kebijakan otonomi daerah, yang disertai penyerahan pegawai, perlengkapan, pembiayaan dan dokumen (P3D) kepada daerah, kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil serta pemekaran wilayah/daerah.4

Selain hal tersebut di atas masih terjadi adanya upaya permintaan penambahan pegawai dalam jumlah yang besar, tanpa memikirkan dampaknya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sebagian besar terserap untuk belanja       

1 http://www.bkn.go.id/in/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan-data/profil-statistik-pns/stribusi-jumlah-pns-dirinci-menurut-tingkat-pendidikan-dan-jenis-kelamin-1-oktober-2011.html

2 http://finance.detik.com/read/2011/08/29/171032/1713307/4/jumlah-pns-membengkak-30-dalam-delapan-tahun.

3 Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

4 Lampiran I Angka I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah

(2)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 2 pegawai, sedangkan belanja publik relatif kecil sehingga kepentingan publik terabaikan. Setidaknya ada 297 Pemerintah Daerah yang lebih dari 50% APBD nya terserap untuk belanja pegawai.5

Banyaknya jumlah PNS tersebut memboroskan anggaran. Menteri Keuangan Agus Martowardojo beberapa waktu lalu mengatakan bahwa jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia saat ini sudah cukup tinggi dan bisa memberatkan anggaran pemerintah dalam penyediaan tunjangan gaji, pensiun dan asuransi. Kondisi yang sama juga terjadi di daerah. Saat ini banyak alokasi anggaran rutin di daerah ditetapkan untuk pembiayaan belanja pemerintah seperti untuk gaji pegawai, padahal belanja modal sangat terbatas sehingga pembiayaan infrastruktur menjadi terbengkalai. Untuk tahun 2012, Pemerintah bakal menggelontorkan anggaran gaji pegawai negara sebesar Rp 215,7 triliun (2,7 persen terhadap PDB), atau naik Rp 32,9 triliun (18%) dibandingkan tahun lalu.6

Menurut Menteri Keuangan, program reformasi birokrasi menjadi inisiatif yang diperlukan agar efektifitas dan produktifitas kerja pegawai negeri sipil dapat tercapai.7 Sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Bersama Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011, Nomor 800-632 Tahun 2011, Nomor 141/PMK.01/2011 tentang Penundaan Sementara Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Penundaan sementara penerimaan CPNS tersebut dilakukan mulai 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 dalam rangka penghematan belanja.

Reformasi birokrasi dapat dikatakan sebagai penataan ulang proses birokrasi dari level tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru (innovation breakthrough) dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada (out of the box thinking), perubahan paradigma (a new paradigm shift), dan dengan upaya luar biasa (business not as usual). Oleh karena itu, reformasi birokrasi nasional perlu merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.8

Pada tahun 2011, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi. Pada tahun 2014 secara bertahap dan berkelanjutan, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan telah memiliki kekuatan untuk memulai proses tersebut, sehingga pada tahun 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan.9

Dalam rangka penerapan reformasi birokrasi, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi       

5 Wawancara dengan Asisten Deputi Bidang SDM dan Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 5 April 2012.

6 Nota Keuangan dan APBN 2012.

7 http://batam.tribunnews.com/2011/06/22/tahun-2012-harus-ada-pengurangan-jumlah-pns.

8 Bab I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi. 9 Bab I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi.

(3)

Birokrasi 2010 – 2025 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2010. Peraturan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014, yang dijabarkan lebih lanjut dalam 9 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), yaitu:

1. Peraturan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 1).

Peraturan ini antara lain berisi tentang proses Reformasi Birokrasi, dan dokumen usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.

2. Peraturan Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 2)

Peraturan ini antara lain berisi tentang penilaian dokumen usulan dan road map pelaksanaan Reformasi Birokrasi, instrumen penilaian dokumen usulan, road map pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan pemberian tunjangan kinerja.

3. Peraturan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga Dan Pemerintah Daerah (Buku 3)

Peraturan ini antara lain berisi tentang langkah-langkah konsolidasi rencana aksi program dan kegiatan Reformasi Birokrasi.

4. Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (Buku 4)

Peraturan ini antara lain berisi tentang manajemen perubahan dalam konteks Reformasi Birokrasi, elemen dan tahapan manajemen perubahan, perumusan rencana manajemen perubahan, pengelolaan/pelaksanaan perubahan, penguatan hasil perubahan, dan membuat perubahan berkelanjutan.

5. Peraturan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi (Buku 5)

Peraturan ini antara lain berisi tentang kriteria dan ukuran penilaian keberhasilan Reformasi Birokrasi yang terdiri dari penilaian keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, penjelasan masing- masing indikator keberhasilan, serta indikator kinerja pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah.

6. Peraturan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) (Buku 6)

Peraturan ini antara lain berisi tentang pendekatan penataan tatalaksana, proses penataan tatalaksana, dan kaidah penggambaran tatalaksana.

7. Peraturan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (Buku 7)

Peraturan ini antara lain berisi tentang perumusan dan penetapan quick wins dan langkah-langkah dalam pelaksanaan quick wins. Quick wins atau juga sering disebut low-hanging fruit adalah suatu inisiatif yang mudah dan cepat dicapai yang mengawali suatu program besar dan sulit. Quick wins untuk setiap

(4)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 4 Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta untuk tema tertentu dapat berupa organization quick wins, regulation quick wins atau human resource quick wins.

8. Peraturan Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) (Buku 8)

Peraturan ini antara lain berisi tentang manajemen pengetahuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, elemen dan tahapan implementasi manajemen pengetahuan, perencanaan implementasi manajemen pengetahuan, implementasikan manajemen pengetahuan, dan evaluasi pelaksanaan manajemen pengetahuan.

9. Peraturan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga (Buku 9)

Peraturan ini antara lain berisi tentang mekanisme pelaksanaan Reformasi Birokrasi, mekanisme persetujuan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan tunjangan kinerja bagi kementerian/lembaga.

Sebagaimana diketahui, arah kebijakan reformasi birokrasi adalah meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.10

Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional, harus dimulai dari proses rekrutmen PNS. Rekrutmen PNS menjadi pintu masuk seseorang menjadi aparatur negara. Kegagalan dalam proses rekrutmen akan menjadi awal kegagalan proses selanjutnya. Salah satu hal yang patut mendapatkan perhatian dalam proses rekrutmen adalah penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, PNS diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Dengan demikian, pengertian formasi termasuk di dalamnya jumlah susunan jabatan PNS yang diperlukan suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu.

Satuan-satuan organisasi negara yang dimaksud dalam ketentuan tersebut antara lain Departemen, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara, Kantor Menteri Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.

Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi negara yang dimaksud di atas dapat mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pada masing-masing satuan organisasi.

Oleh sebab itu, organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu. Karena tugas pokok dapat berkembang dari waktu ke waktu, maka jumlah dan mutu PNS yang diperlukan harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok. Perkembangan tugas pokok       

(5)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 5 dapat mengakibatkan makin besarnya jumlah PNS yang diperlukan, dan sebaliknya dapat pula mengakibatkan makin sedikitnya PNS yang diperlukan karena kemajuan teknologi di bidang peralatan

.

11

II. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tata cara penetapan formasi PNS guna mencapai jumlah PNS yang ideal? 2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengadaan PNS saat ini?

3. Peraturan apa saja yang terkait penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS?

III. PEMBAHASAN

1. Penetapan formasi PNS a. Sekilas Formasi

Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi.12 Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.13

Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Formasi PNS Pusat dan Formasi PNS Daerah.14 Formasi PNS Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.15 Penetapan formasi PNS Pusat tersebut harus mendengar pertimbangan dari Menteri Keuangan dan khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil di luar negeri memperhatikan pula pertimbangan Menteri Luar Negeri.16

Sementara itu, untuk Formasi PNS Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah,17 dengan ketentuan sebagai berikut.

1) Provinsi ditetapkan oleh Gubernur; 2) Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan 3) Kota ditetapkan oleh Walikota.18

      

11 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 12 Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian jo Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

13 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

14 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

15 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

16 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

17 Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

18 Penjelasan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

(6)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 6 b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penetapan formasi

Penetapan formasi PNS merupakan permasalahan krusial selama ini karena banyak terjadi tarik menarik kepentingan antar instansi. Masing-masing pihak memperjuangkan kepentingannya untuk mendapatkan formasi sesuai yang yang diinginkan. Di sisi lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), Kementerian Keuangan, dan DPR berusaha menetapkan formasi yang rigid, mengingat adanya keterbatasan anggaran dan kebutuhan formasi PNS di instansi lain.

Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar sebagai PNS sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan. Pengangkatan sebagai PNS dilakukan secara obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong.19

Ketentuan mengenai formasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000, formasi masing-masing satuan organisasi negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah.20

Analisis kebutuhan formasi dilakukan berdasarkan:21 1) jenis pekerjaan;

2) sifat pekerjaan;

3) analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang PNS dalam jangka waktu tertentu;

4) prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan 5) peralatan yang tersedia.

Penyusunan formasi dihitung berdasarkan beban kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) NomorKEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Pedoman tersebut sebenarnya hanya merupakan salah satu instrument pendayagunaan pegawai. Selanjutnya, agar instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk penataan kepegawaian, maka harus didukung oleh kesepakatan dan komitmen yang kuat di semua jajaran manajemen untuk melaksanakan secara konsisten.

Hasil perhitungan kebutuhan formasi PNS dapat diimplementasikan secara efektif apabila:22

1) organisasi yang disusun benar-benar diarahkan untuk melaksanakan misinya secara efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan visi yang ditetapkan.       

19 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

20 Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 21 Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

22 Bab IV Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

(7)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 7 2) setiap unit organisasi, tersusun dari jabatan–jabatan yang dibutuhkan oleh

organisasi induknya dengan tugas-tugasnya yang jelas serta beban kerjanya terukur.

3) setiap jabatan mempunyai standar kompetensi yang jelas bagi pegawai yang akan mendudukinya.

4) setiap jabatan mempunyai standar kinerja.

Dengan demikian, agar dapat menghitung formasi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka setiap instasi pemerintah harus memiliki data kepegawaian yang terurai untuk berbagai kepentingan keputusan kepegawaian. Salah satunya adalah dimiliki sistem informasi manajemen kepegawaian (SIMPEG) yang memuat daftar jabatan beserta uraiannya yang disertai dengan data pegawai yang ada menurut jabatannya.

Dalam menghitung formasi PNS, terdapat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan. Ketiga aspek tersebut adalah:23

1) Beban kerja

Beban kerja merupakan aspek pokok yang menjadi dasar untuk perhitungan. Beban kerja perlu ditetapkan melalui program-program unit kerja yang selanjutnya dijabarkan menjadi target pekerjaan untuk setiap jabatan. 2) Standar Kemampuan Rata-rata

Standar kemampuan rata-rata dapat berupa standar kemampuan yang diukur dari satuan waktu yang digunakan atau satuan hasil. Standar kemampuan dari satuan waktu disebut dengan Norma Waktu. Sedangkan standar kemampuan dari satuan hasil disebut dengan Norma Hasil.

3) Waktu kerja

Waktu kerja yang dimaksud di sini adalah waktu kerja efektif, artinya waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas hari kerja efektif dan jam kerja efektif. Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan cuti. Sementara itu, jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) seperti buang air, melepas lelah, istirahat makan, dan sebagainya. Allowance diperkirakan rata-rata sekitar 30 % dari jumlah jam kerja formal.

Jam kerja efektif dihitung sebagai berikut.24

a) Jam kerja efektif per hari = 1 hari x 5 jam = 300 menit

b) Jam kerja efektif per minggu = 5 hari x 5 jam = 25 jam = 1.500 menit c) Jam kerja efektif per bulan = 20 hari x 5 jam = 100 jam = 6.000 menit d) Jam kerja efektif per tahun = 240 hari x 5 jam = 1.200 jam = 72.000

menit.

Dalam menghitung jam kerja efektif sebaiknya digunakan ukuran 1 minggu, yaitu selama 25 jam.

      

23 Bab II huruf B Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

24 Angka II huruf C Lampiran Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil.

(8)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 8 Dalam penyusunan formasi hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:25

1) setiap jenjang jabatan, jumlah pegawainya sesuai dengan beban kerjanya. 2) setiap perpindahan dalam posisi jabatan yang baik karena adanya mutasi atau

promosi, dapat dilakukan apabila tersedia posisi jabatan yang lowong.

3) selama beban kerja organisasi tidak berubah komposisi jumlah pegawai tidak berubah.

Dalam menghitung formasi pegawai, perlu mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi terjadinya perubahan dalam organisasi. Beberapa hal tersebut adalah:26

1) Perubahan target-target

Setiap unit kerja dalam organisasi setiap kurun waktu tertentu menetapkan program-program yang didalamnya terkandung target yang akan menjadi beban pekerjaan. Target yang berubah akan mempengaruhi pula jumlah beban pekerjaan. Dengan demikian, beban kerja jabatan akan bergantung kepada ada tidaknya perubahan target dari program yang ditetapkan oleh unit kerjanya.

2) Perubahan fungsi-fungsi

Fungsi yang dimaksud disini adalah fungsi unit kerja. Perubahan fungsi unit kerja memiliki kecenderungan mempengaruhi bentuk kelembagaan. Dengan adanya perubahan fungsi unit berarti juga mempengaruhi peta jabatan.

3) Perubahan komposisi pegawai

Komposisi pegawai dapat digambarkan dalam penempatan pegawai dalam jabatan mengikuti peta jabatan yang ada. Perubahan komposisi pegawai berarti perubahan pula penempatannya, baik karena pension, promosi, mutasi, atau karena hal lain. Perubahan komposisi pegawai merupakan perubahan jumlah pegawai dalam formasi.

4) Perubahan lain yang mempengaruhi organisasi

Perubahan lain yang mempengaruhi organisasi dapat berupa perubahan kebijakan, misalnya pengalihan pencapaian program dari swakelola menjadi pelimpahan pekerjaan kepada pihak ketiga. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pula kepada jumlah beban kerja.       

Dalam menghitung formasi pegawai, harus memperhatikan kebutuhan pegawai. Perkiraan kebutuhan pegawai memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) merupakan tanggung jawab pimpinan unit kerja yang menangani kepegawaian;

2) hendaknya dibantu dengan masukan para pemimpin unit teknis;

3) dimulai dengan penilaian program-program yang berdampak pada pelaksanaan tugas-tugas;

      

25 Bab II huruf D Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

26 Bab II huruf E Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

(9)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 9 4) dinyatakan dalam jabatan dan syarat-syaratnya. Syarat dimaksud dapat

berupa syarat yang pokok, misalnya syarat pendidikan, pelatihan, pengalaman, atau keahlian dan keterampilan;

5) diperlukan inventarisasi data kepegawaian minimal 3 (tiga) tahun yang lalu. c. Teknik Perhitungan Formasi

Menghitung formasi pegawai dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapannya adalah analisis jabatan, memperkirakan persediaan pegawai, menghitung kebutuhan pegawai, dan terakhir menghitung keseimbangan antara kebutuhan dan persediaan. 27

1) Analisis Jabatan

Analisis Jabatan adalah proses, metode dan teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk kepentingan program kepegawaian serta memberikan umpan balik bagi organisasi, tatalaksana, pengawasan dan akuntabilitas.28

Analisis jabatan pada hakekatnya adalah analisis organisasi. Sesuai dengan hakekatnya, maka aspek pokok yang dianalisis dalam analisis jabatan adalah pelaksanaan pekerjaan yang menjabarkan fungsi-fungsi yang ada di setiap unit kerja. Penjabaran fungsi terlihat pada pelaksanaan tugas oleh semua pegawai yang berada di unit kerja tersebut.29

Dalam menganilisis jabatan diperlukan berbagai macam data. Data yang utama adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai sehari-hari. Sumber data tersebut adalah:30

a) para pimpinan unit kerja; b) para pegawai;

c) surat-surat keputusan tentang organisasi; d) laporan pelaksanaan pekerjaan;

e) literatur atau referensi lain yang berkaitan dengan misi atau fungsi organisasi.

Kegiatan analisis jabatan dimulai dengan pembentukan tenaga analisis jabatan melalui bimbingan teknis atau pelatihan analisis jabatan. Dengan bimbingan/pelatihan analisis jabatan diharapkan menghasilkan tenaga analisis jabatan yang mampu melaksanakan kegiatan analisis jabatan untuk berbagai kepentingan penataan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, serta pengawasan dan akuntabilitas. Materi pokok analisis jabatan yang disampaikan dalam bimbingan teknis/pelatihan analisis jabatan meliputi pengantar analisis jabatan, dasar-dasar analisis jabatan, uraian tugas jabatan, fungsi pekerja jabatan, kondisi lingkungan kerja, syarat jabatan, metode pengumpulan data       

27 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

28Bab II huruf A angka 1 Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

29 Bab II huruf B Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

30 Bab II huruf C Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

(10)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 10 jabatan, teknik perumusan jabatan, dan metode penyusunan informasi jabatan komprehensif.31

Hasil analisis jabatan berupa:

a) Rumusan jabatan untuk setiap unit kerja, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.

b) Uraian jabatan, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional.

c) Peta jabatan yang berupa bertentangan seluruh jabatan baik struktural maupun fungsional, sebagai gambaran menyeluruh bagi jabatan yang ada dalam unit organisasi atau dalam instansi. 32

Pelaksanaan analisis jabatan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan di lapangan, dan penetapan hasil akhir. Persiapan berupa pembentukan tim analisis dan pemberitahuan kepada pimpinan unit kerja. Pelaksanaan lapangan yaitu pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi dan penyempurnaan hasil olahan. Sedangkan kegiatan penetapan hasil akhir berupa penyajian hasil dan pengesahan.

Tahapan tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi, misalnya bagi instansi yang teah memiliki tim analisis, maka dapat langsung dilakukan kegiatan lapangan. Namun bagi instansi yang belum memiliki tenaga analisis jabatan, sebaiknya membentuk tim analisis jabatan terlebih dahulu melalui bimbingan teknis/pelatihan analisis jabatan. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil yang akan dicapai memenuhi standar dalam analisis jabatan.

Formasi pegawai harus dapat ditunjukkan dengan jumlah pegawai dalam jabatan agar setiap pegawai yang menjadi bagian dalam formasi memiliki kedudukan dalam jabatan yang jelas. Dengan demikian, sebelum dilakukan perhitungan formasi terlebih dahulu harus tersedia peta jabatan dan uraian jabatan yang tertata rapi. Peta jabatan dan uraian jabatan diperoleh dengan melakukan analisis jabatan.

Peta jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara vertikal maupun horisontal menurut struktur kewenangan, tugas, dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan. Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan kedudukannya dalam unit kerja. 33

2) Perkiraan Persediaan Pegawai

Persediaan pegawai adalah jumlah pegawai yang dimiliki oleh suatu unit kerja pada saat ini.34 Pencatatan data persediaan pegawai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kepegawaian secara keseluruhan.       

31 Bab II huruf D Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

32 Bab II huruf E Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

33Bab II huruf A angka 5 Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.

34 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

(11)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 11 Kemudian dalam kepentingannya dengan perhitungan formasi, perlu disusun perkiraan persediaan pegawai untuk beberapa tahun yang akan datang.

Setiap instansi harus menyusun perencanaan persediaan pegawai untuk kurun waktu 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan organisasi, yang selanjutnya disampaikan kepada BKN.35

Perkiraan persediaan pegawai tahun yang akan datang merupakan perkiraan yang terdiri atas jumlah pegawai yang ada, dikurangi dengan jumlah pensiun dalam tahun yang bersangkutan. Pengurangan pegawai di luar pensiun seperti mutasi, promosi, dan meninggal dunia sulit diramalkan. Oleh karena itu, pengurangan tersebut tidak perlu masuk dalam perkiraan, kecuali sudah ada rencana yang pasti.

Persediaan pegawai dinyatakan dalam inventarisasi yang terlihat kualifikasinya. Langkah-langkah menetapkan persediaan pegawai adalah sebagai berikut.36

a) menyusun daftar jabatan beserta uraian ringkasnya (ikhtisar) disertai dengan syarat pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan syarat lain yang bukan menjadi syarat mental.

b) Menyusun daftar pegawai menurut jabatan. Daftar pegawai memuat nama jabatan, nama pegawai, tahun pengangkatan, tahun pensiun, dan kualifikasi pegawai yang bersangkutan.  

c) membuat perkiraan perubahan komposisi pegawai yang akan pensiun, dan rencana promosi serta mutasi untuk mengetahui kemungkinan perubahan posisi pegawai dalam jabatan.

d) membuat perkiraan persediaan pegawai untuk waktu yang ditentukan dengan inventarisasi pegawai yang sudah bersih. Inventarisasi pegawai bersih dimaksudkan sebagai inventarisasi yang sudah tidak mencantumkan lagi pegawai yang pensiun dalam waktu sampai perencanaan.

3) Perhitungan Kebutuhan Pegawai

a) Perhitungan dengan metode umum

Perhitungan dengan metode umum adalah perhitungan untuk jabatan fungsional umum dan jabatan fungsional tertentu yang belum ditetapkan standar kebutuhannya oleh instansi pembina. Perhitungan kebutuhan pegawai dalam jabatan tersebut menggunakan acuan dasar data pegawai yang ada serta peta dan uraian jabatan. Oleh karena itu, alat pokok yang dipergunakan dalam menghitung kebutuhan pegawai adalah uraian jabatan yang tersusun rapi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung kebutuhan pegawai adalah mengidentifikasi       

35 Angka III huruf A Lampiran Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil

36 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

(12)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 12 beban kerja melalui hasil kerja, objek kerja, peralatan kerja dan tugas per tugas jabatan.

b) Perhitungan kebutuhan pegawai dalam jabatan dengan standar kebutuhan minimum yang telah ditetapkan oleh instasi pembina

Perhitungan menggunakan metode ini adalah perhitungan bagi jabatan fungsional tertentu atau jabatan lain yang standar minimalnya telah ditetapkan oleh instasi pembinanya. Jabatan yang telah ditetapkan standar kebutuhan minimalnya adalah jabatan yang berada dalam kelompok tenaga kesehatan dan tenaga pendidikan. 37

4) Perhitungan Keseimbangan Persediaan dan Kebutuhan

Kebutuhan formasi yang telah dihitung, selanjutnya diperbandingkan dengan persediaan (bezetting) pegawai yang ada. Perbandingan antara kebutuhan dengan persediaan akan memperlihatkan kekurangan, kelebihan, atau kecukupan dengan jumlah yang ada.

Untuk perumusan jumlah PNS Daerah, perlu juga memperhatikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011, langkah-langkah perumusan jumlah pegawai dilakukan sebagai berikut.38

1) Mengumpulkan data meliputi data satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), data sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, data jumlah jam wajib setiap minggu mata pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN), Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN), Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN), data sarana pelayanan kesehatan pemerintah, data obyek/hasil/peralatan kerja PNS yang memberi pelayanan langsung pada masyarakat yang bersifat lapangan, data monografi daerah, data tentang potensi pengembangan daerah.

2) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai:

a) Jumlah pejabat struktural yaitu dengan menghitung jumlah struktur organisasi pemerintah daerah sesuai dengan peraturan daerah tentang organisasi dan tata kerja satuan kerja pemerintah daerah.

b) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan fungsional yang tidak memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. c) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan

fungsional yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat yang bersifat teknis administratif yaitu dengan menghitung rata-rata 3 s/d 7 orang dikalikan dengan jumlah jabatan struktural terendah (eselon IV atau       

37 Teknis penghitungan standar kebutuhan minimal tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

38 Lampiran I Angka IV Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah

(13)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 13 eselon V) pada unit yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat.

d) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan fungsional yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat dan bertugas di lapangan seperti Penyuluh Pertanian, Penyuluh Perikanan, Penyuluh Kehutanan, Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan, Penyuluh Keluarga Berencana, Penggerak Swadaya Masyarakat, Pengawas Ketenagakerjaan, Instruktur, Pengantar Kerja, Pengawas Jalan dan Jembatan, dan jabatan lain yang menjadi prioritas dengan tetap memperhatikan karakteristik, kondisi dan potensi daerah.

e) Menghitung jumlah kebutuhan tenaga Guru pada sekolah yang diselenggarakan Pemerintah.

f) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai pada sarana pelayanan kesehatan milik Pemerintah.

g) Menghitung jumlah kebutuhan Sekretaris Desa, kebutuhan jumlah Sekretaris Desa adalah setiap desa 1 orang.

3) Merumuskan jumlah kebutuhan pegawai yang tepat pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan cara merekapitulasi seluruh jumlah masingmasing jenis jabatan.

4) Melakukan evaluasi berdasarkan hasil perhitungan dan perumusan jumlah pegawai.

2. Pelaksanaan Pengadaan PNS

Pengadaan PNS adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong.39 Pengadaan PNS dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan CPNS sampai dengan pengangkatan menjadi PNS.40

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.41 Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota.42 Anggaran untuk menyelenggarakan pengadaan PNS Pusat dibebankan pada APBN, dan Pengadaan PNS Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 43

Pengadaan PNS merupakan hal penting dari proses reformasi birokrasi. Baik atau buruknya hasil reformasi birokrasi sangat terkait dengan hasil pengadaan PNS. Output suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh input yang ada. Saat ini kebijakan pelaksanaan pengadaan PNS masih dilakukan oleh beberapa instansi dan belum dilakukan secara terpadu dalam satu atap. Pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan PNS antara lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, BKN, dan Badan       

39 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 40 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 41 Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 42 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 43 Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

(14)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 14 Kepegawaian Daerah (BKD). Keterlibatan banyak pihak ini terkadang membuat proses birokrasi kepegawaian menjadi rumit dan tidak tertata dengan baik.

Dalam rangka menjamin ketersediaan jumlah PNS yang tepat dalam memberikan pelayanan publik, maka BKN mengeluarkan Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan peraturan tersebut, setiap Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah wajib melakukan penataan PNS di lingkungannya untuk memperoleh PNS yang tepat, baik secara kuantitas, kualitas, komposisi, dan distribusinya secara proporsional sehingga dapat mewujudkan visi dan misi organisasi menjadi kinerja nyata.44 Selanjutnya, untuk menjamin pelaksanaan penataan PNS, setiap Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah wajib melaporkan hasil pelaksanaan penataan PNS di lingkungannya kepada Kepala BPN. 45

Penataan PNS dilakukan berdasarkan prinsip terencana, sistematis, berkelanjutan dan obyektif (sesuai dengan ebutuhan riil organisasi).46 Dalam pelaksanaan penataan PNS, instansi pusat dan daerah wajib melakukan analisis jabatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang menghasilkan informasi jabatan meliputi uraian jabatan, syarat jabatan, dan peta jabatan serta kekuatan pegawai. Apabila informasi jabatan tersebut telah tersedia, maka instansi pusat dan daerah wajib melakukan peninjauan kembali atas informasi jabatan tersebut. Untuk mempermudah dalam menyusun atau meninjau kembali informasi jabatan tersebut, maka instansi yang bersangkutan dapat menggunakan contoh informasi jabatan yang telah disusun oleh instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 47

Penataan PNS dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.48

a. Menghitung kebutuhan pegawai dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Menganalisis kesenjangan antara profil PNS dengan syarat jabatan.

c. Menentukan Kategori Jumlah Pegawai pada Instansi Pusat dan Daerah dengan cara membandingkan antara hasil penghitungan kebutuhan pegawai setiap jabatan dengan jumlah pegawai yang ada.

Kategori Jumlah Pegawai berupa Kurang (K), Sesuai (S), dan Lebih (L) dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K) apabila jumlah PNS yang ada lebih kecil (sedikit) dari hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi atau kelonggaran 2,5%.

Contoh:

      

44 Pasal 2 Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.

45 Pasal 3 Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.

46 Angka I huruf E Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.

47 Angka II huruf A Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.

48 Angka II huruf B Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.

(15)

Jumlah PNS pada kabupaten A adalah 4.700 orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah 5.000 orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 125, maka jumlah pegawai yang tepat adalah 5.000 dikurangi 125 yaitu paling sedikit 4.875 orang. - Dengan demikian Kabupaten A saat ini termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K).

2) Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S) apabila jumlah PNS yang ada mendekati hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi atau kelonggaran antara (-2,5%) sampai dengan 2,5%.

Contoh :

Jumlah PNS pada Kabupaten B adalah 4.955 orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah 4.892 orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 122, maka jumlah pegawai yang tepat adalah antara 4.892 dikurangi 122 sampai dengan 4.892 ditambah 122 yaitu antara 4.770 sampai dengan 5.014 orang. Dengan demikian Kabupaten B saat ini termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S).

3) Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L) apabila jumlah PNS yang ada lebih besar (banyak) dari hasil penghitungan dengan toleransi atau kelonggaran 2,5%. Contoh :

Jumlah PNS pada Kota C adalah 23.000 orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah 15.000 orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 375, maka jumlah pegawai yang tepat adalah 15.000 ditambah 375 yaitu paling banyak 15.375 orang. Dengan demikian Pemerintah Kota C saat ini termasuk dalam

Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L).

d. Melakukan langkah-langkah tindak lanjut sebagai berikut.

1) Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K)

a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan.

b) Penarikan PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada instansi lain disesuaikan dengan syarat jabatan.

c) Memberdayakan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan serta memperkaya tugas pegawai yang ada untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang tidak dapat dilaksanakan karena kekurangan pegawai.

d) Menyusun perencanaan pengembangan pegawai.

e)

Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan

pendekatan positive growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih besar dibandingkan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara

.

2) Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S)

a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan.

(16)

b) Melakukan pemetaan potensi dalam rangka mengetahui minat dan bakat pegawai.

c) Mengangkat PNS yang menduduki jabatan fungsional umum ke dalam jabatan fungsional tertentu sesuai dengan kebutuhan instansi dan mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihannya.

d) Menyusun perencanaan pengembangan pegawai.

e) Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan pendekatan zero growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah sama dengan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

3)

Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L)

a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan.

b) Melakukan penilaian kinerja, penegakan disiplin PNS, dan penilaian kompetensi untuk mengetahui PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c) Apabila hasil penilaian tersebut di atas menunjukan bahwa PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan kurang dari jumlah yang dibutuhkan, maka dilakukan penyusunan peringkat bagi PNS yang belum memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan.

d) Menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 bagi PNS yang tidak memiliki kompetensi sesuai dengan syarat jabatan dan mendapat peringkat terendah dibawah jumlah pegawai yang dibutuhkan, dengan alternatif sebagai berikut:

(1) bagi PNS yang telah mempunyai masa kerja minimal 10 tahun dan usia minimal 50 tahun, dapat langsung diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun.

(2) bagi PNS yang belum mempunyai masa kerja 10 tahun, namun telah mencapai usia minimal 45 tahun diberikan uang tunggu selama 1 tahun dan dapat diperpanjang sampai 5 tahun.

Apabila dalam masa menerima uang tunggu PNS yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun dan 10 mempunyai masa kerja minimal 10 tahun, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun. Apabila sampai berakhir masa uang tunggu, PNS yang bersangkutan:

(a)sudah mempunyai masa kerja 10 tahun tetapi belum mencapai usia 50 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan namun hak pensiunnya baru diterima pada saat yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun.

(17)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 17 (b)belum mempunyai masa kerja 10 tahun dan belum mencapai usia

50 tahun, dapat diberhentikan sebagai PNS tanpa memperoleh hak pensiun.

e) Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan pendekatan minus growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai yang berhenti berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan keuangan negara. f) Melakukan evaluasi dan analisis organisasi yang menyangkut tugas,

fungsi, dan struktur organisasi.

Untuk perbaikan dalam pelaksanaan pengadaan PNS di masa mendatang, sedang diupayakan pengadaan PNS dilakukan melalui konsorsium Perguruan Tinggi yang terdiri dari 18 Perguruan Tinggi dengan Ketua Konsorsium adalah Universitas Gajah Mada.49

IV. PENUTUP

Dari paparan di atas, maka dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi, penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS harus dilakukan secara sistematis, dan terpadu. Dengan demikian, diharapkan dihasilkan PNS yang kompeten dan ideal dari segi kuantitas dan kualitas.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Pengadaan PNS

4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

6. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil 7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

8. KEP.MEN.PAN Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

      

49

 Wawancara dengan Asisten Deputi Bidang SDM dan Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 5 April 2012. 

(18)

Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 18 9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 1).

10. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 2) 

11. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Buku 3)

12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (Buku 4) 

13. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi (Buku 5) 

14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) (Buku 6) 

15. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (Buku 7) 

16. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga (Buku 9) 

17. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) (Buku 8) 

18. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah

19. Pedoman Analisis Jabatan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 

20. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan 

21. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil 

22. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil 

23. Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan Nomor 02/SPB/M.PAN/RB/8/2011 tentang Penundaan Sementara Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. 

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari persentase ketidaksetujuan terhadap masing-masing konsekuensi adalah 67% terhadap pengembalian fungsi apotek sesuai peraturan, 89% terhadap peningkatan peran

Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem umpan balik tertutup di mana posisi dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam motor

Mikroskop (bahasa yunani: Micros = kecil dan scopein = melihat) merupakan sebuah alat untuk melihat obyek atau benda-benda yang terlalu kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh

Secara umum SAP mengakui aset sebesar nilai wajar (fair value) sedangkan SAK mengakui aset sebesar harga perolehan (historical cost). Untuk liabilitas, perbedaan

Di Indonesia, desentralisasi hutan lindung dimulai sejak Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1998 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan, Pengelolaan hutan lindung diserahkan

Penarikan tembaga(II) dari limbah cair dengan metode emulsi membran cair telah dilakukan (Valenzuela, et.al., 2009; Sengupta, et.al., 2006; Mitiche, et.al., 2008), tetapi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik yang memperoleh pembelajaran ARIAS lebih baik daripada

Hal ini berarti secara simultan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap motivasi belajar dalam pembelajaran dan hasil belajar geografi siswa antara siswa