• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Diana Endah Handayani Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Diana Endah Handayani Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Diana Endah Handayani handayani.hitam@gmail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang

ABSTRAK

Kualitas pendidikan sangatlah bergantung pada kesadaran, pengertian, komitmen, partisipasi dan dedikasi dari para pendidik terutama guru sebagai ujung tombak yang secara langsung menghadapi siswa. Tantangan guru saat ini dalam menghadapi kurikulum 2013 harus dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengubah hasil belajar siswa, meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan rasa percaya diri dan meningkatkan harga diri dengan menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran.

Adapun implementasi pembelajaran yang digunakan tak lepas menggunakan tematik terpadu dengan pendekatan scientific. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah problem based learning. Adanya model tersebut, siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan pengetahuan, keterampilan memecahkan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melibatkan siswa pada pengalaman nyata serta mengembangkan keterampilan belajar pengarahan diri yang efektif.

Kata kunci : Problem Based Learning, Pembelajaran IPA, Sekolah Dasar

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan (BSDMPK-PMP, 2013:71). Kurikulum menjadi salah satu unsur yang memberikan konstribusi untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi siswa.

Kurikulum dikembangkan pada saat ini adalah Kurikulum 2013, yang didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum berbasis kompetensi ini ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotor yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Adapun pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk

(2)

semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approch) yang meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan kemudian mengolah data atau informasi dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta.

Tuntutan dari kurikulum 2013 menjadikan guru tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, tetapi harus terampil dalam menggunakan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik mata pembelajaran serta situasi pada saat materi tersebut diajarkan. Selain itu guru harus memilih model yang tepat agar pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)

Dari uraian tersebut, ada beberapa model pembelajaran yang dapat dikembangkan dengan pendekatan ilmiah salah satunya adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning).

PEMBAHASAN

Permasalahan IPA di Sekolah Dasar

Berdasarkan pengamatan Poppy (2010:1) di lapangan masih ada guru yang menyajikan pembelajaran hanya dengan mentransfer ilmu tanpa mengembangkan bagaimana cara belajar siswa sesuai dengan karakteristik materi. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya di titik beratkan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep atau prisnsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadikan wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada jenjang pendidikan dasar (khususnya SD) mutu pendidikan belum sesuai dengan harapan, yang tercermin dari nilai NEM IPA yang cukup rendah. Bahkan disinyalir mutu pendidikan di SD sangat rendah (kemampuan berpikir anak didik rendah dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari) dan guru belum mampu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa (Halimah, 1998; Mustafa, 1998).

(3)

Data empiris menunjukkan bahwa masih ada komponen-komponen lain sebagai faktor pembatas untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar

siswa, terlebih bagi siswa-siswa sekolah dasar di daerah pedesaan. Hasil observasi I Wayan (2003) selama menjadi tenaga pengajar di SD No. 1 Tamblang Kabupaten

Buleleng-Bali, menunjukkan bahwa kebiasaan guru-guru SD mengajar di kelas tampaknya semata-mata hanya berorientasi pada materi yang tercantum dalam buku teks (buku paket). Buku paket yang dipakai guru dianggap merupakan materi utama yang diajarkan secara ketat, walaupun sebenarnya konsep atau teori yang dipaparkan banyak kurang tepat dan fakta (contoh-contoh) yang dipakai sering tidak ada di lingkungan lokal siswa.

Halimah (1998) melaporkan bahwa kemandirian guru IPA SD dalam pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sangat rendah. Guru pada umumnya lebih banyak menyampaikan informasi konsep-konsep dan fakta-fakta IPA dengan metode ceramah secara klasikal, daripada memberikan permasalahan yang relevan untuk dipecahkan dan didiskusikan secara kooperatif dalam kelompok kecil (4-5 orang tiap kelompok).

Pembelajaran Tematik Terpadu

Anak usia sekolah dasar berada tahapan operasi kongkret, mulai menunjukkan perilaku yang mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara relektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasioanal. Cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan, prinsip ilmiah sederhana dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, pembelajaran yang tepat menggunakan pembelajaran tematik terpadu. Artinya pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Karena siswa dalam memmahami berbagai konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep lain yang telah dikuasai.

(4)

Model pembelajaran tematik terpadu diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik dan akademik di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Pembelajaran tematik dapat diimplementasikan dengan berbagai model. Implementasi pembelajaran tematik terpadu menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Karena itu guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikannya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu mengidentifikasikan elemen-elemen lingkungan yang relevan dan dapat dioptimalkan ketika berinteraksi dengan siswa selama proses pembelajaran.

Adapun pembelajaran tematik terpadu berawal dari tema yang telah dipilih atau dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Keterlibatan siswa dalam belajar lebih diprioritasikan dan bertujuan untuk mengaktifkan siswa, memberikan pengalaman langsung serta tidak adanya pemisahan mata pelajaran satu dengan yang lainnya.

Adapun model-model yang dapat diimplementasikan oleh Robin Fodarty (dalam BSDMPK-PMP, 2013:189) adalah sebagai berikut :

1). Model penggalan (fragmented model). Model ini diimplementasikan dengan pemaduan yang terbatas pada satu mata pelajaran.

2). Model keterhubungan (connected model). Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa beberapa substansi pembelajaran berinduk pada mata pelajaran tertentu.

3). Model sarang (nested model). Model ini diimplementasikan dengan memadukan berbagai bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.

4). Model Urutan/Rangkaian (sequenced model). Model ini memadukan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara pararel.

5). Model berbagi (shared/participative model). Model ini merupakan pemaduan pembelajaran akibat munculnya tumbang-tindih (overlapping concept) atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.

(5)

6). Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran.

7). Model galur (threaded model). Model ini memadukan bentuk-bentuk ketrampilan.

8). Model celupan (immersed model). Model ini dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mewadahi tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman masing-masing.

9). Model jejaring (networked model). Model ini merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah peserta didik mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda

10). Model terpadu (integrated model). Model ini merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu.

(6)

Dari uraian diatas, pembelajaran berdasarkan masalah yang akan dibahas merupakan bagian dari model jejaring. Karena dari ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar dan bahan kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar. Selain itu, pembelajaran berdasarkan masalah menggunakan proses pendekatan scientific (ilmiah) seperti yang diterapkan dalam pembelajaran di kurikulum 2013. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) pembelajaran berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahan dengan baik.

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benak siswa dan menyusun pengetahuannya sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun komplek.

Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi teori konstruktivisme. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajiakan masalah yang nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antara siswa sedangkan guru memandu menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh peserta didik.

Arends dalam Trianto (2009:93) bahwa karakteristik pembelajaran berdasarkan masalah adalah 1. pengajuan pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa; 2. berfokus pada keterkaitan antar disiplin, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya peserta didik meninjau

(7)

masalah itu dari banyak mata pelajaran; 3. penyelidikan autentik, siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefiniskan masalah, mengembangkan hipotesis, membuat ramalan, mengumpulan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi dan merumuskan kesimpulan; 4. menghasilkan produk dan memamerkannya, produk itu dapat berupa laporan, model fisik dan video; 5. kolaborasi, pembelajaran berrdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Berdasarkan karakteristik tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan (a) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah; (b) Belajar peranan orang dewasa yang autentik; (c) menjadi pembelajar yang mandiri.

Sintaks pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, ada 5 langkah utama yaitu :

Tabel 1. Sintaks Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi pada masalah

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan

fenonema atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih Tahap-2

Mengorganisasi untuk belajar

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah

tersebut.

Tahap-3 Guru mendorong siswa untuk

(8)

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model yang membantu untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang dipergunakan.

Adapun tujuan dan hasil belajar dari pembelajaran berdasarkan masalah untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Model ini dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan pengetahuan, keterampilan memecahkan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melibatkan siswa pada pengalaman nyata serta mengembangkan keterampilan belajar pengarahan diri yang efektif.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, kiranya perlu dilakukan inovasi pelaksanaan pembelajaran yang mengarah kepada implementasi pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning). Menurut Paris (2000), guru seharusnya menyelenggarakan pembelajaran dan aktivitas yang autentik, sehingga siswa mampu mengintegrasikan konstruksi pengetahuannya di kelas dengan konstruksi selama kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam inovasi pembelajaran tersebut perlu dikembangkan suatu model penyelenggaraan pendidikan praksis (teori dan praktek merupakan satu kesatuan)

(9)

serta penyelenggaraan pembelajaran IPA di sekolah dasar harus mengembangkan aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotorik siswa (Gunter dalam I Wayan Sukra, 2003).

Inovasi dan perbaikan penyelenggaraan proses belajar mengajar IPA di SD sudah sangat mendesak dan segera harus dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang belum memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar, dan pembelajaran konsep-konsep IPA yang belum terkait antara teori dan aplikasi pada kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Devi, Poppy. 2010. Metode-metode dalam Pembelajaran IPA. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaann Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Halimah, L. 1998. Kemandirian Profesional Guru Dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Penelitian Dasar. No. 5, tahun II. (1): 1–12.

I Wayan Sukra Warpala. 2003. Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam Pengajaran IPA di Sekolah Dasar dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 th XXXVI Juli 2003. ISSN 0215-8250

Mustafa. 1998. Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Penggunaan Lembar Kerja Rumah (LKR) Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Dasar IPA Pada siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penelitian Dasar. No. 6, tahun II. (5): 51–66.

Paris, S.G., & Winograd, P. 1998. The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principles and practices for teacher preparation. (Teach 2000, the Indicator Guide to the International and World Wide Web). Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta :

Gambar

Tabel 1. Sintaks Problem Based Learning

Referensi

Dokumen terkait

Realizing that fact, Stella Duce 1 Senior High School and English Language Training International (ELTI) Yogyakarta then made an agreement to carry out a collaborative teaching

Bagan susunan organisasi Manager Asisten Manajer Pelayanan dan Administrasi Asisten Manajer Transaksi Energi Listrik Asisten Manager Jaringan Asisten Manager

Hasil penelitian menemukan bahwa pertama , keberhasilan dalam pemberdayaan desa mandiri energi dilakukan melalui beberapa strategi integrative dalam satu kesatuan kekuatan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan sistim keselamatan dan kesehatan kerja terhadap produktivitas kerja

Berdasarkan rancangan program, fungsi yang diperlukan antara lain untuk perhitungan aktivitas sumber standar, perhitungan laju papa ran radiasi pada berbagaijarak, fungsi kalender

Proses pendaftaran melalui telepon genggam, dimana pelanggan akan memasukkan data yang diperlukan agar dapat melakukan transaksi pemesanan tiket.. Aplikasi pada pihak

Hal ini ditujukan untuk menganalisis struktur ekspor baik produk maupun negara tujuan ke dalam marjin ekspor yang membagi pertumbuhan ekspor menjadi tiga kategori

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada penulis,