• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM - Test Repository"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ORANG TUA DALAM

MENGEMBANGKAN KECERDASAN

EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

S K R I P S I

Disusun Untuk Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah

N I M : 1 1 1 0 1 0 5 6

JU R U SA N T A R B IY A H

P R O G R A M S T U D IP E N D ID IK A N A G A M A ISL A M SE K O L A H T IN G G I A G A M A ISL A M N E G E R I

S A L A T I G A 2006

(2)

D E P A R T E M E N A G A M A Rl

S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I ( S T A IN ) S A L A T IG A

JL S ta tio n 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

W ebsite : w w w slainsalatiea ac id E -m a il: administrasi@stainsalatiga.ac.id

Drs. Bahroni, M.Pd

DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah skripsi

Saudari ZAHROTUL BADIAH

Kepada

Yth. Ketua STAIN Salatiga

di Salatiga Assalam u'alaikum , wr, wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari:

Nama : ZAHROTUL BADIAH NIM : 111 01 056

Progdi : Tarbiyah / PAI

Judul Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak dalam Perspektif Islam.

Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian. W assalam u'alaikum , wr, wb

(3)

DEPARTEMEN AGAMA RI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

Jl. Station No. 03 Salatiga 9(0298) 23433,23706 Kode Pos 57021

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudara : ZAHROTUL BADE AH dengan Nomor Induk M ahasiswa :

111 01 056 yang beijudul : ’’PERANAN ORANG TUA DALAM

MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DALAM SPIRITUAL

(ESQ) ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM”. Telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari : Sabtu tanggal 11 Rajab 1427 H, yang bertepatan dengan ta n g g a l: 5 Agustus 2006 M, dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar SARJANA dalam Ilmu Tarbiyah.

Salatiga,

Panitia Ujian Ketud Sidang

11 R a j a b 1427 H 5 Agustus 2006 M

(4)

PE R SE M B A H A N

Sbpipsi inipenufis persembabban bepada :

1. Suamibu yan g senantiasa menyediabgn

segndang ({esabaran daCam membimbingbu

menapabi terjabnya bebidupan.

2. (Putri beciCbu "J4rifab NaiCaCmuna" yang

semoga menjadi anab^ yan g cerdas baib^

secara emosionaCmaupun spiritnaCsebingga

mempunyai abjdabuC barimab

3. I6unda serta JLyabanda (JLCm) yang teCah

memberibgn

m otivasi

serta

doanya

sebingga ananda dapat menyeCesaibgn

stu d i

4. JLde'-ade'bu, Xboirun, Pafa, V cba dan

X ibin,

abfiim ya

mbab^

mampu

menyeCesaibgn tantangan in i

(5)

M O T T O

irTiada cin ta tan pa penga6dian

d ia d a penga6dian tan pa perjuangan

d ia d a perjuangan tan pa pengor6anan

d ia d a pengor6anan tan pa eifUasan dan

(6)

K A T A P E N G A N T A R

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya yang tak terhingga kepada hamba-Nya. Tak lupa sholawat serta salam tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW, semoga kita senantiasa di beri kekuatan untuk

mengamalkan ajaran serta sunah beliau.

Motivasi utama penulis menyusun skripsi ini adalah memberikan sumbangsih untuk seluruh insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Khususnya bagi orang tua yang mengharapkan potensi anak dapat berkembang sesuai dengau fitrahnya.

Tanpa pertolongan dari Allah yang telah mengirimkan bantuan melalui berbagai pihak, penulis yakin tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Ibu Evy Ariyani, SH, selaku Dosen Pembimbing Akademik dalam penulisan

skripsi selama menempuh pendidikan di Jurusan Tarbiyah Program Studi PAI di STAIN Salatiga.

3. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staf dan civitas akademik STAIN Salatiga.

5. Suami, Ibunda, adik-adikku, dan teman-temanku yang telah memberikan support dan membesarkan hati penulis untuk menyelesaikan studi.

(7)

Penulis menyadari susunan skripsi ini masih jauh dari sempuma. namun mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya. dan para pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.

Salatiga, 31 Juli 2006 Penulis

Zahrotul Badiah

11101 056

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN NOTA PEM B IM B rN G ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN M O T T O ... v

HALAMAN KATA P E N G A N T A R ... vi

HALAMAN DAFTAR I S I ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 4

C. Rumusan M a sa la h ... 8

D. Tujuan P e n e litia n ... 9

E. Manfaat P e n e litia n ... 9

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan S k rip si... 11

BAB II PERKEMBANGAN KONSEP KECERDASAN MANUSIA A. Konsep Kecerdasan Intelektual ... 13

B. Konsep Kecerdasan Emosional ... 18

C. Konsep Kecerdasan Spiritual ... 23

BAB III PERKEMBANGAN EMOSI DAN SPIRITUAL ANAK A. Perkembangan Emosi Anak ... 26

viii

(9)

B. Perkembangan Spiritual A n ak ... 34 BAB IV MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN

SPIRITUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Kecerdasan Emosional dan Spiritual dan Relevansinya

dengan Ajaran Islam ... 44 B. Peranan Orang Tua Dalam Mendidik Kecerdasan Emosional

dan Spiritual Anak dalam Persepektif Islam ... 64 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 70 B. Saran-saran... 72

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat serta menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan negara.

Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut, masyarakat mempunyai pandangan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara potensial memiliki peranan paling strategis bagi pembinaan- pembinaan generasi muda sehingga menjadi pribadi yang tangguh dan mampu mengembangkan potensi dalam dirinya tanpa mengesampingkan nilai moralitas. Meskipun sebenamya sekolah hanyalah merupakan satu diantara berbagai lembaga pendidikan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda menuju kedewasaannya.

Keluarga merupakaft pranata sosial yang di dalamnya terdapat anggota-anggota yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki fungsi yang strategis bagi pembentukan pribadi anak. Keluarga dalam kenyataannya bukan hanya sekedar pertemuan antar komponen yang ada di dalamnya. Lebih dari itu keluarga juga mempunyai fungsi reproduktif,

, i religius, rekreatif, sosial, dan protektif. * l

1 Fuaduddin TM., Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Lembaga Kajian Agama dan tiender, Jakarta, 1999, him. 6

l

(11)

2

Dalam kaitannya dengan fungsi edukatif ini, lingkungan keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar dan menentukan dalam pendidikan anak. Keluarga sebagai lingkungan awal anak, disadari atau tidak disadari akan langsung berpengaruh terhadap pendidikan anak. Menurut Khatib Santhut, kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap anak. 2 Jadi menurut Agus Sujanto, anak dibesarkan oleh keluarga, maka layaklah jika kemungkinan tumbuhnya pelanggaran itu sebagian besar dari keluarga. Oleh karena itu situasi yang baik harus diciptakan dan dalam hal ini dituntut kesadaran dari kedua orang tuanya sebagai penanggung jawab pendidikan anak yang nantinya akan dimintai' pertanggung jawaban atas anak-anaknya yang merupakan amanat Allah SWT. Meskipun sudah banyak orang tua yang menyadari tanggung jawabnya tersebut, namun dalam prakteknya mereka sudah merasa puas ketika anaknya sudah pergi belajar, tanpa memberikan respon yang bersahabat terhadap anak dan terkesan otoriter. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya asumsi yang berkembang dalam masyarakat, bahwa sukses dan gagalnya seseorang dalam hidupnya tergantung seberapa tinggi nilai IQ yang dimilikinya. Tes psikologi biasanya sering dijadikan acuan dalam mengidentifikasi calon potensial SDM yang unggul.

Asumsi masyarakat tersebut amat berbeda dengan hasil riset otak terbaru yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) bukanlah ukuran kecerdasan yang sebenamya. Temyata kecerdasan emosilah yang

(12)

mciicntiikiiii scscorung mcmpcrolcli kcsukscsun bidup. Nmmm bimyuk pula yang tcluli meraih kesuksesan namun ia merasakan kekosongan dalam jiwanya, discbabkun olch kurangnya nilai-nilai spiritual yang ditcrimanya. Konsep kcccrdasan spiritual dirasa sangat penting dan diperlukan di tcngah era globalisasi ini. Dengan mcmiliki kccerdasan spiritual yang memadai, seorang anak akan mampu mengendalikan diri dan mengembalikan segala peristiwa yang dialaminya kepada Allah SWT.

IQ dan EQ tidaklah cukup untuk membawa diri kita, masyarakat maupun bangsa ini dalam kebahagiaan hakiki, masih ada nilai lain yang perlu diperhatikan yaitu kecerdasan spiritual atau SQ. Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efsiensi dan efektifitas. Juga peran EQ yang memegang perang begitu penting dalam membangun hubungan antar

i

manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanyalah akan melahirkan Hitler-Hitler baru atau firaun-firaun kecil di bumi bum i.3_______ ,

Emosi merupakan sesuatu yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Emosi berbeda-beda dalam hal intensitasnya. Ada emosi yang ringan, berat dan emosi yang memuncak. Emosi ringan meningkatkan perhatian kita pada situasi yang dihadapi, disertai dengan perasaan tegang sedikit. Di sini kita masih mampu mengendalikannya dan menghindarinya

(13)

4

kapan kita mau. Empsi kuat, disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat. Sedangkan intensitas emosi yang paling kuat adalah emosi yang memuncak. 4

Apabila emosi masih berada pada intensitas yang proporsional, maka di samping sebagai pembangkit energi kepada hal yang dituju, dan relatif mudah diarahkan kepada hal yang positif. Namun apabila intensitas emosi sudah memuncak, orang tidak mampu lagi untuk berpikir jernih dan menguasai diri.

Oleh karena itu, sangatlah diperlukan suatu bimbingan agar seseorang mampu menerapkan emosinya secara proporsional dan agar senantiasa menyertakan nilai spiritual dalam bimbingan tersebut. Konsep kecerdasan Emosional Spiritual ini diharapkan akan membawa banyak perubahan baru dalam siklus kehidupan umat manusia pada umumnya dan agar anak mampu mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi pada khususnya.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah pemahaman pada skripsi yang berjudul

Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi dan 4

Spiritual (ESQ) Anak dalam Perspektif Islam, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut, yaitu :

(14)

5

1. Peranan Orang Tua a. Peranan

Berasal dari kata “peran” dan mendapat akhiran “an” yang berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa5 atau bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.6 b. Orang Tua

Orang tua yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ayah dan f '

ibu kandung yang merupakan penanggung jawab pertama dan utama bagi anak.

2. Mengembangkan

Mempunyai arti menjadikan maju, baik atau sempuma. 7 Yang dimaksud di sini adalah bagaimana tindakan orang tua untuk membuat

i ' 1

kecerdasan emosi dan spiritual anak menjadi semakin baik. 3. Kecerdasan Emosi dan Spiritual

Menurut Ary Ginanjar Austian, kecerdasan emosi dan spiritual merupakan sebuah penggabungan gagasan dua energi yaitu Kecerdasan Emosi (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ ).8

a. Kecerdasan Emosi

Istilah ini pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

5 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, him. 51

6 Ibid., him. 667 7 Ibid., him. 204

8 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

(15)

6

University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas- kualitas ini antara lain adalah : 9

1) Empati

2) Mengungkapkan dan memahami perasaan 3) Mengendalikan amarah

4) Kemandirian

5) Kemampuan menyesuaikan diri 6) Disukai

7) Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi 8) Ketekunan

9) Kesetiakawanan 10) Keramahan 11) Sikap hormat

Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahap menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.10 Sedangkan menurut Ary Ginanjar Agustian,

9 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, terj. Alex Tri Kantjono, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, him. 5

(16)

7

Kecerdasan emosi sebagai garis datar yang horizontal antara manusia dengan manusia.11

b. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Menurut Ary Ginanjar Agustian, Kecerdasan Spiritual sebagai garis lurus yang vertikal antara manusia dengan Tuhan.11 12 Sedangkan Kecerdasan Spiritual yang dimaksud oleh penulis adalah religiusitas.13

Menurut Ary Ginanjar Agustian, dalam Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecerdasan emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu), berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempuranaan (ihsan), ini semua merupakan ahlaqul karimah. Jadi, ahlaqul karimah adalah ESQ itu sendiri.14

4. Anak

Adalah seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. 15 Anak di sini adalah anak kandung yang berumur dua tahun sampai dengan enam tahun. 16

11 Ary Ginanjar Agustian, op. cit., him. xxxviii 12 Ibid., him. xxxiii

13 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, him. 288

14 Ary Ginanjar Agustian, op. ail., him. 199 - 200

15 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, him. 166

16 Syamsu Yusuf L. N ., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, him. 162

(17)

8

5. Perspektif

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, perspektif diartikan dengan sudut pandang atau pandangan. 17

6. Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci Al- Qur’an yang diturunkan melalui malaikat Jibril.18

Jadi yang dimaksud dari Judul ’’Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Anak dalam Perspektif Islam” adalah suatu tindakan dan tugas utama yang harus dilaksaiiakan oleh orang tua (ibu bapak) dalam mendidik. Pada anak yang berumur dua sampai dengan enam tahun.

C. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirum uskan beberapa pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah ciri-ciri perkembangan emosi dan spiritual anak?

2. Bagaimana peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam?

17 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, 1991, him. 1146

(18)

9

D. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bagaimanakah ciri-ciri perkembangan emosi dan spiritual anak.

b. Mengetahui bagaimanakah peranan atau cara orang tua dalam menngembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam.

E. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan setelah mengetahui peranan atau cara orang tua dalam

i i

mendidik kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam, orang tua dapat memahami dan mengaplikasikannya.

b. Dapat memberi sumbangan pemikiran atau wawasan khususnya bagi penulis dalam mempersiapkan diri sebagai pendidik.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini tergolong pada penelitian pustaka. Apabila dilihat dari tempat di mana penelitian dilakukan, maka penelitian ini tergolong ke dalam kategori penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan dan literatur-literatur lainnya.19

19 Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian I, Gajah Mada, Yogyakarta, 1983, him. 3

(19)

10

2. Metode Pengumpulan Data ,

Pengumpulan data penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data. 20 Dan sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya Ary Ginanjar Agustian yaitu Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, dan Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Karya Syamsu Y usuf LN.

Adapun sumber sekunder adalah sumber yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya. 21 Diantaranya adalah buku Kecerdasan emosional pada Anak karya Lawrence D. Shapiro, buku Mencerdaskan Anak karya Suharsono dan Majalah Ummi edisi spesial 4.

3. Metode Analisis Data *

Dalam analisis data kualitatif, metode yang digunakan dalam membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir dalam kajian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula adanya analisa dan interprestasi atau penafsiran terhadap data*data tersebut.22

20 Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan, Prosedur dan Strategi, Angkasa, Bandung, 1984, him. 42

21 Ibid., him. 42

22 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1990, him. 139

(20)

11

Dalam analisis data kualitatif menggunakan cara :

a. Pola pikir deduktif yaitu pola pikir dari konsep abstrak yang lebih umum untuk mencari hal yang lebih spesifik atau konkret.23

4

b. Pola pikir induktif, yaitu pola pikir yang berasal dari empiris dan mencari abstraksi-abstraksi. 24 Lebih jelas lagi Sutrisno Hadi menjelaskan “penalaran induktif yaitu metode berpikir berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik

i 1 1 generalisasi-generalisasi yang sifatnya umum.25

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan masing-masing bab memuat beberapa sub bab. Adapun susunannya sebagai berikut:

Pada bagian awal memuat : halaman judul, halaman pengajuan skripsi, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman pengantar, halaman daftar isi dan halaman daftar tabel.

Bab satu (I) Pendahuluan yang berisi ; latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

23 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, him. 93

24 Ibid.

25 Sutrisno Hadi, Metode Research I, Andi Offset, Yogyakarta, 1997, him. 42

(21)

12

Hub duu (II) membuhus perkembangan keeerdusun munusiu yung mcliputi konscp kcccrdusun inlclcktul, konscp kcccrdusun cinosionul, dun konscp kecerdasan spiritual.

Hub tigu (III) membuhus perkembungun emosi dun spiritual unuk yang ineliputi : pengertian emosi, ciri-ciri emosi anak, jenis-jenis emosi anak, perkembangan emosi anak pada umur 2 - 6 tahun, pengertian spiritual, ciri-ciri spiritual anak, tingkatan, tingkatan spiritual pada anak, sifat-sifat spiritual pada anak, dan perkembangan spiritual anak pada umur 2 - 6 tahun.

Bab empat IV) membahas tentang mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif serta relevansinya dengan ajaran agama Islam, dan peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosi spiritual pada anak.

(22)

BAB II

PERKEMBANGAN KONSEP KECERDASAN MANUSIA

A. Konsep Kecerdasan Intelektual

1. Pengertian Kecerdasan Intelektual

Konsep kecerdasan intelektual lahir akibat adanya berbagai test mental yang dilakukan oleh para psikolog untuk menilai manusia ke dalam berbagai tingkat kecerdasan yang kemudian lebih dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ).

Sebelum membahas hal-hal yang berkaitan dengan Intelligence Quotient, berikut ini beberapa definisi inteligensi:

a. Heidenrich (1970) mengemukakan inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dengan menggunakan apa yangtelah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang

kurang dikenal, atau dalam pemecahan masalah-masalah. 1

b. Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi mendefinisikan inteligensi terdiri atas tiga komponen, yaitu :

1) Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan.

2) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan t ■ '

tersebut telah dilaksanakan. *

'W asty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Malang, 1983, him. 13

(23)

14

3) Kemampuan untuk mengritik diri sendiri atau melakukan

autocriticism. 2 3

c. Sarlito Wirawan menyebutkan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah

4

*5 serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.

Menurut William Stem, inteligensi sebagian besar tergantung pada dasar atau turunan, sedangkan pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang, inteligensi bisa berkembang jik a diperbaiki atau dilatih.

2. Tingkatan Inteligensi

Woodwort dan Marquis (1995) telah mengemukakan klasifikasi

tingkatan inteligensi manusia seperti pada tabel di bawah i n i : 4

Kelas Interval Skor IQ Klasifikasi

2Saifudin Azwar, Psikologi Inteligensi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, him. 5

3Saparinah Sadli, Inteligensi Bakat dan Test IQ, Gaya Favorit Press, 1991, him. 51

4Wasty Sumanto, op. cit., him. 134 ,

(24)

15

Beberapa ciri yang berhubungan dengan tingkatan inteligensi

serta pengaruhnya terhadap proses belajar antara lain : 5

a. Idiot IQ : 0 -2 9 . Idiot merupakan kelompok individu terbelakang yang paling rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata. Tidak dapat mengurus dirinya sendiri, seperti : mandi, berpakaian, makan dan sebagainya. Perkembangan inteligensinya sama dengan anak normal yang berumur 2 tahun. Seringkali um um ya tidak panjang sebab selain inteligensinya rendah, badannya juga kurang tahan terhadap penyakit.

b. Imbecile IQ = 30 - 49. Kelompok imbecile setingkat lebih tinggi dari anak idiot. Ia dapat belajar berbahasa dan mengurusi dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur tahun sampai 7 tahun.

c. Moron atau debil IQ = 56 - 69. Kelompok ini sampai tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis dan membuat perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan pemecahan.

d. Bordeline IQ = 70 - 79. Kelompok ini berada di atas kelompok debil dan di bawa kelompok average (normal). Kelompok ini dapat melaksanakan sekolah lanjutan tingkat pertama tetapi sukar sekali

5Syamsu Y usuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Rosda,

(25)

16

untuk menyelesaikan kelas-kelas terakhir di sekolah lanjutan tingkat pertama

e. Dull (bodoh) IQ = 80 - 89. Kelompok ini agak lambat belajar, mereka dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tetapi agak kesulitan menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.

f. Average IQ = 90 - 119. Kelompok ini merupakan kelompok yang normal atau rata-rata. Mereka merupakan kelompok terbesar persentasenya dalam populasi penduduk.

g. Superior IQ = 120 - 129. Kelompok ini berhasil dalam sekolah dan pekerjaan.

h. Very superior IQ = 130 - 139. Kelompok ini lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan tentang bilangan yang sangat baik, perbendaharaan kata yang luas dan cepat memahami pengertian yang abstrak.

i. Genius dengan IQ = 140 keatas. Kelompok genius mempunyai kemampuan luar biasa, mampu memecahkan masalah dan dapat menemukan sesuatu yang baru walaupun mereka tidak bersekolah.

3. Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi

Faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi, sehingga terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain ialah :

i ' 1

(26)

17

b. Kematangan, tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang, jik a ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

c. Pembentukan yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Terdapat dua macam pembentukan, yaitu pembentukan sengaja (pengaruh alam sekitar).

4

d. Minat yang mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan.

e. Kebebasan yang berarti manusia dapat memilih metode-metode

tertentu dal am memecahkan m asalah.6 i ' '

Pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas inteligensi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya muncul pandangan lain yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi kesuksesan individu bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual, tetapi oleh faktor pemantapan emosional. Daniel Goleman menyebutnya Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional). Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-kemampuan mengendalikan

diri, memotivasi diri dan berem pati.7

6Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, CV. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1987, him. 60

(27)

i 18

B. Konsep Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan adalah perkembangan akal budi pekerti (seperti

kepandaian, ketajaman pikiran dan lain sebagainya).8 Sementara itu,

emosi atau perasaan berarti suatu keadaan dalam diri seseorang yang

tidak kentara dan sulit untuk diukur. 9

Menurut psikologi, Peter Solve seperti Daniel Goleman mencetuskan definisi dasar tentang kecerdasan emotional seraya

memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah. a. Mengenali Emosi

Dalam diri seseorang pasti terdapat sifat yang berbeda. Begitu pula kemampuan pengendalian emosi. Ada orang bisa * 1

dibilang dewasa meskipun ia belum terlalu tua usianya, bahkan yang sudah tuapun sering kali masih disebut masih kekanak- kanakan. Hal ini masih sering terjadi, hanya karena kita perlu untuk mengenali emosi kita.

Kesadaran diri mengenal perasan itu, merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu yang merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.

8WJS Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia I Jilid 3, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, Jakarta, him. 1070

9Linda L. Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar Edisi 2, Erlangga, Jakarta, 1991, him. 48

(28)

19

b. Mengelola emosi

Bakat, kemampuan, sifat yang ada dalam diri harus selalu kita kelola agar terjadi suatu proses pematangan di dalamnya. Begitu pula emosi, maupun perasaan yang ada pada diri kita harus kita kelola agar kita bisa menjadi orang yang dapat membawa diri. Jika kita tidak mampu mengelola emosi, maka kita akan “terjerumus” ke dalamnya.

c. Memotivasi diri sendiri

Motivasi sangat diperlukan bagi diri manusia. Hal ini guna pemicu untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup. Kita sedang mengalami penurunan semangat, penurunan gairah dan tidak mau terns bereaksi maka diperlukan suplemen-suplemen yang bia membangkitkan semangat kita lagi.

d. Mengenali emosi orang lain

Dalam pergaulan yang terpenting adanya persamaan dalam memahami orang lain, khususnya dalam hal emosi. Kita harus sangat memahami tentang bagaimana emosi sahabat kita. Hal ini sering disebut Goleman sebagai sikap empati.

4

Orang yang memiliki empati tinggi akan mampu memenangkan sinyal sosial yang tersembunyi yang

N

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikhendaki orang lain.

(29)

20

e. Membina Hubungan

Kemampuan membina hubungan adalah terikat pada kemampuan memahami mosi seseorang, hal ini sebagai penunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan dalam pribadi satu

dengan yang lainnya. 10 * 12

2. Perbandingan antara IQ dengan EQ

IQ dan EQ sebenamya sudah ada dalam diri manusia, keduanya mempunyai kelebihan masing-masing. Kecerdasan intelektual (kognitif) mengacu kepada kemampuan kita dalam berkonsentrasi, merencanakan dan mengelola bahan menggunakan kata-kata, memahami serta memaknai kata-kata tersebut. IQ cenderung mencapai puncaknya pada remaja usia 17 tahun, beijalan hingga usia dewasa dan mulai menurun ketika memasuki usia senja. Berbeda dengan EQ, semakin tua usia kita maka semakin bijaksana pula kita dalam

menghadapi segala permasalahan. 11

Dalam artian tertentu, kita mempunyai dua otak dan pikiran serta dua kecerdasan yang berlainan : kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Keduanya mempunyai peran menentukan keberhasilan dalam kehidupan. Intelektualitas tidak dapat bekerja

1 9 dengan baik tanpa kecerdasan emosional.

10Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, him.

"Ibid., him. 38 12Ibid.

(30)

21

Standar IQ memang akan meniperigaruhi kesuksesan seseorang secara pribadi, apalagi selama masa sekolah, kecerdasan intelektual seperti kemampuan berhitung, menganalisa, dan memecahkan gejala- gejala alam menjadi ukuran bagi tingkatan prestasi seorang anak. Namun ketika seorang anak tumbuh dewasa dan menjadi bagian dari masyarakat, ia membutuhkan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain. Ini berarti, selain kesuksesan pribadi seseorang juga membutuhkan kesuksesan sosial, dalam hal ini kecerdasan

• 1 ^ emosional.

Namun dalam kenyataannya banyak orang tua yang kurang memahami adanya keterlibatan emosi dalam kegiatan syaraf otak yang dibutuhkan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan. Padahal anak yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi pada umumnya 1 akan lebih dapat mengatasi masalah, lebih tenang, lebih tabah lebih konsentrasi dan lebih berani melakukan hal-hal yang baru. Sedangkan anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional akan menyebabkan emosinya tidak stabil dan cenderung meninggi.

Di sini lingkungan keluarga terutama orang tua dituntut perannya sebagai guru pertama bagi anak untuk mempelajari emosi. Cara-cara orang tua memperlakukan anak berakibat mendalam bagi kehidupan emosi anak. 3

(31)

22

Adapun gaya mendidik anak, yang secara emosional tidak

efisien antara lain : 14

a. Sama sekali mengabaikan perasaan. Orang tua gagal memanfaatkan momen emosional sebagai peluang untuk menjadi lebih dekat dengan anak, atau untuk menolong anak memperoleh pelajaran dalam ketrampilan emosional. Orang tua sem acam ini memperlakukan emosional anaknya sebagai hal kecil atau gangguan.

b. Terklalu membebaskan, orang tua semacam ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa apapun yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya sendiri itu baik adanya. Orang tua semacam ini jarang berusaha memperlihatkan kepada anaknya respon-respon emosional atematif.

c. Menghina, tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak. Orang tua semacam ini suka mengecam dan menghukum

anak-anaknya.

Apabila orang tua secara mantap mempraktekkan pelatihan emosi kepada anaknya, maka sang anak akan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, berprestasi, dapat bergaul dengan baik, tidak banyak mengalami masalah tingkah laku, dan tidak mudah melakukan tindak kekerasan. Secara emosional pun mereka lebih baik.

(32)

C. Konsep Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Belum sempat kita mencema lebih dalam mengenai kecerdasan emosional, muncul konsep kecerdasan yang lebih mendalam, yaitu kecerdasan spiritual. Konsep kecerdasan spiritual berhubungan erat

dengan pengembangan kejiwaan yang berdimensi ketuhanan. 15

Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual merupakan garis

lurus yang vertikal antara manusia dengan Tuhan. 16 Orientasi dari

konsep kecerdasan ini bukan materi semata, namun lebih berorientasi

pada spiritualisme tauhid. 17 18 Contoh kecerdasan spiritual adalah ketika

kita mengalami suatu masalah, maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi seperti kemarahan, kesedihan, kekesalan, atau ketakutan.

i ’ '

Akan tetapi karena aspek mental telah dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan terkendali dan suara hati pada dimensi spiritual

1 R bekerja dengan normal.

15Ary Ginanjar Agustian, Kata Pengantar Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, Karya M. Usman Najati,. Hikmah, Jakarta, 2003, him. vii

16Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta. 2 0 0 :. him. xxxviii

17Ary Ginanjar, Menggali Potensi ESQ, Pada Khazanah Sabili No. 14 TH I X , 2001

18Ary Ginanjar, ESQ Power Sebuah Innerjorney Melalui A l Ihsan, Arga,

(33)

Memahami kecerdasan spiritual sebagai habl min Allah (hubungan manusia dengan Allah) membuat seseorang dengan mudah

i • •

menemukan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT dan mengembalikan apapun hasilnya

kepada Allah SWT. 19

2. Komponen Kecerdasan Spiritual

A rief Rachman menggambarkan kecerdasan spiritual sebagai

kecerdasan yang terdiri dari lima komponen : 20

a. Kecerdasan yang meyakini Allah sebagai penguasa, penentu, pelindung dan pem aaf dan kita percaya kehadiran yang Maha Kuasa, artinya semua rukun iman diyakini dengan kuat.

b. Dalam konsep kecerdasan spiritual ada yang disebut kemampuan untuk bekerja keras, kemampuan mencari ridho Allah. Dengan demikian seseorang akan meiniliki etos keija yang tinggi.

c. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk kokoh melakukan ibadah secara disiplin, sebab Rasulullah yang telah dijanjikan surga oleh Allah telah mencontohkannya dalam keseharian beliau.

d. Kecerdasan spiritual diisi dengan kesabaran, ketahanan,

kemampuan untuk melihat bahwa orang harus selalu berikhtiar supaya tidak putus asa.

24

19Inayati, Kecerdasan Spiritual, Majalah UMMI Edisi Spesial 4 tahun

2002

(34)

25

e. Kecerdasan spiritual berarti menerima keputusan terakhir dari Allah, sebab hal tersebut akan mendatangkan ketenangan dalam hidup.

Dengan lima komponen tersebut akan terbentuk manusia yang bermental pemiinpin senantiasa bekerja keras, tidak mudah putus asa dalam menghadapi cobaan dan tantangan namun tetap tunduk dan patuh kepada Allah.

Melalui penggabungan dua faktor yaitu kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual diharapkan akan lahir generasi yang sukses secara sosial (duniawi) serta sukses batiniah, sebab ESQ {Emotional Spiritual Quotient) merupakan garis horisontal dan vertikal atau habl min annas wa habl min Allah yang di dalamnya terdapat jalinan hubungan antara manusia dengan sesamanya dan hubungan antara manusia dengan

penciptanya.

(35)

PERKEMBANGAN EMOSI DAN SPIRITUAL ANAK BAB III

A. Perkembangan Emosi Anak

1. Pengertian Emosi

Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e_” menjadi emovere untuk memberi arti “bergerak menjauh”, dan menyiratkan bahwa emosi merupakan kecenderungan bertindak atau dorongan untuk

bertindak. 1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi berarti suatu keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan,

*

keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subjektif. Sedangkan

dalam Kamus Psikologi, emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan dari individu yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari dan mendalam sifatnya, disertai perubahan perilaku. Oleh karena itu emosi lebih intens daripada perasaan sederhana (biasa). Jika perasaan lembut berisikan unsur kemarahan dan kejengkelan tidak dapat diamati oleh orang lain, maka kegusaran selalu dibarengi perubahan tingkah laku yang amat hebat, mendalam, dan ekspresif sehingga dapat diamati oleh

orang lam. * 2 3

'Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. Hermaya, Gramedia, Jakarta, 1997, him. 7

2Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 1989, him. 228 3CP Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, him. 163

(36)

4 27

Daniel Goleman menjelaskan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak, misalnya kemarahan, kesedihan, ketakutan, kenikmatan dan masih banyak lagi jenis emosi dengan

campuran, variasi, mutasi, dan nuansanya.4

Dari defmisi di atas menunjukkan bahwa antara emosi dan dorongan terdapat hubungan yang erat. Selain itu, emosi seperti halnya dorongan, mengarahkan tingkah laku. Emosi takut, misalnya, mendorong seseorang untuk menghindar dari bahaya yang mengancamnya atau emosi marah mendorong seseorang untuk

mempertahankan diri. 5 Oleh karena lebih konkrit, maka tingkah laku

lebih mudah untuk dipelajari daripada jiw a dan melalui tingkah laku, kita dapat mengenali seseorang.

Di dalam Al-Qur’an banyak uraian yang teliti tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti takut, marah, cinta, gembira,

benci, dengki, dan sedih. 6 Misalnya emosi ketakutan yang

dikemukakan dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar berikut i n i :

4Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Malang, 1983, him. 13

5Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, teij. Ahmad Rofi’, Pustaka, Bandung, 1985, him. 66

(37)

28

^ ‘cr *

t

f

)

Jlfij^j

( x r ) i U j - i O

’’Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) A1 Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, 1 gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang punpem beri petunjuk baginya” . (QS. Az Zumar, 39 12 3 ) 7

Selain mengambarkan emosi takut, ayat di atas juga mengisyaratkan pengaruh emosi terhadap perubahan fisik individu. “Gemetar” menunjukkan emosi ketakutan sedangkan “menjadi tenang kulit dan hati mereka” menunjukkan keadaan yang tenteram.

2. Ciri-Ciri Emosi Anak

Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor pematangan dan faktor belajar. Sebagai contoh perkembangan kelenjar endokrin yang sangat penting dalam mematangkan pedlaku emosional pada bayi relatif kurang, itulah sebabnya reaksi fisiologis terhadap stres pada bayi sangat kecil, dan ketika mereka beranjak dewasa, maka kelenjar

endokrin tersebut semakin meningkat. 8 Sedangkan contoh

perkembangan emosi yang bergantung pada faktor belajar, yaitu 9 >> .> >

(38)

29

buyi yang buru luhir liduk imunpu mengekspresikun kcmaialmn keeuuli dengan mcnangis, namun dcngun pcngalaman bclajar mercku akan mcncntukiin rcaksi mana yang akan mcrcka gunakan untuk menyatakan

kcmarahan. 9

Olch karena pengaruh faktor pematangan dan faktor belajar terhadap perkembangan emosi, maka dapat dipahami bahwa emosi anak kccil dan orang dewasa sangat bcrbcda. Emosi anak mcmpunyai

ciri-ciri yang membedakannya dengan emosi orang dewasa, antara lain : 10

1) Emosi yang kuat

Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang biasa maupun yang serius. Bahkan anak pra remaja bereaksi dehgan kuat terhadap hal-hal yang tampaknya sepele bagi orang dewasa.

2) Emosi yang sering kali tampak

Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi m erekalalu mereka sadar bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan

l ' '

hukuman. Oleh karena itu, mereka belajar menyesuaikan diri ketika berhadapan dengan situasi yang membangkitkan emosi, kemudian mereka mengekang ledakan emosinya atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.

(39)

30

3) Emosi bersifat sementara

Peralihan yang cepat pada anak-anak dari tertawa kemudian menangis atau, dari marah kemudian tersenyum merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu : (a) membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terns terang, (b) kekurangsempumaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas, (c) rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Namun dengan meningkatnya usia anak, emosi mereka menjadi lebih menetap. 4) Reaksi mencerminkan individualitas

Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara bertahap, dengan adanya pengaruh lingkungan dan faktor belajar, perilaku yang menyertai eosi anak semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan menangis jikaketakutansedangkan anak yang lain mungkin akan berlari dan anak yang lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di balik kursi atau di balik punggung seseorang.

5) Kekuatan emosi berubah

Pada usia tertentu emosi anak yang kuat akan melemah atau sebaliknya yang semula lemah berubah menjdi kuat. Variasi ini disebabkan oleh perubahan dorongan, perkembangan intelektual

(40)

31

6) Emosi anak dapat diketahui melalui gejala perilaku

Anak-anak yang tidak memperlihatkan reaksi emosionalnya secara langsung biasanya memperlihatkan secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, gugup, dan sukar berbicara.

Sedangkan ciri-ciri emosi pada orang dewasa antara lain : a) Berlangsung lebih lama dan berakhir dengan lambat.

1 b) Tidak terlihat kuat.

c) Lebih mendalam dan lama.

d) Jarang terjadi.

e) Sulit diketahui karena lebih pandai menyembunyikannya. 11

3. Jenis-jenis Emosi pada Anak

Beberapa jenis emosi yang berkembang pada anak-anak antara la in :

a. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan yang kemudian mendorong individu untuk menjauhi objek tersebut. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui beberapa ta h a p :

1) Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam suatu objek.

2) Timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya. *

"Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Rosda Karya,

Bandung, 2001, him. 116 %

(41)

. v - 1

3) Rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara menghindar dari bahaya.

b. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan. Contohnya, anak takut berada dalam kamar yang gelap.

c. Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang lain, diri sendiri maupun objek tertentu, yang diwujudkan dalam kata-kata kasar atau tindak kekerasan.

d. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah menyayanginya. Reaksi-reaksi yang ditimbulkan dari rasa cemburu antara lain ; agresif atau permusuhan terhadap saingan, regresif yaitu perilaku kekanak-kanakan, sikap tidak peduli, menjauhi saingan.

4

e. Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, merupakan perasaan yang positif, nyaman, karena keinginannya terpenuhi.

f. Kasih sayang, yaitu oerasaan senang untuk memberikan perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan maupun benda. g. Phobi, merupakan perasaan takut terhadap objek yang tidak patut

ditakuti seperti takut pada pisau, takur air, dan takut kecoa.

h. Ingin tahu, yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala

sesuatu baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. 12

32

nIbid., him. 167

(42)

33

Dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, orang tua seyogianya senantiasa memberikan bimbingan agar anak mencapai keberhasilan dalam belajar.

4. Perkembangan Emosi pada Anak Usia 2 - 6 Tahun

Anak usia pra sekolah merupakan fase perkembangan anak sekitar 2 - 6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita dan mulai mengenal beberapa hal yang

11 dianggap berbahaya.

Pada usia 2 tahun, anak sudah memiliki pengertian tentang

benda-benda, 3 14 dan akan mengalami masa bertanya ingin tahu segala

sesuatu pada usia 3 tahun, dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 6

tahun. 15 Ketika berusia 4 tahun, anak sudah mempunyai perasaan harga

diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya, terutama orang tuanya. Jika orang tua memperlakukan anak secara keras, maka ia akan bersikap menentang (keras kepala) atau sebaliknya menjadi penurut

namun pemalu. 16

Perkembangan emosi anak pada usia pra sekolah yang menonjol adalah mudahnya anak untuk ngambek atau hal-hal lain yang bersifat emosional, di mana anak akan sulit ditangani. Kemampuan emosional

l3Syamsu Yusuf LN, op. cit., him. 162

(43)

t

34

yang harus dikuasai anak usia 34 tahun antara lain : anak dapat menunjukkan ekspresi wajar saat marah, sedih, takut dan sebagainya,

sabar menunggu giliran, dan mampu mengontrol diri. 17 Agar anak

mempunyai emosi yang stabil, orang tua harus mampu menjadi guru yang baik bagi perkembangan emosi anaknya.

B. Perkembangan Spiritual Anak

1. Pengertian Spiritual

Spritual berasal dari kata spirit yang berarti jiwa, sukma atau ruh. Dengan demikian spiritual berarti kejiwaan, rohani, batin atau moral. Pada umumnya kata spiritual digunakan dalam konotasi positif, berupa kemampuan manusia berhubungan secara rohaniah dengan

Allah yang tidak bersifat m aterial.18

Hubungan spiritual antara manusia dengan Allah SWT

merupakan realisasi diri sebagai makhluk yang beragama tauhid. 19

Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai agama,

moral, memberi arah dan arti pada kehidupan.20

Untuk menjalin hubungan spiritual antara manusia dengan Allah, manusia harus mengenal zat Allah secara batiniah. Dalam ajaran Islam, syahadat merupakan langkah pertama untuk menjalin hubungan

nMansur, op. tit., him. 58

l8Hadari Nawawi, Hakekat Manusia Menurut Islam, A1 Ikhlas, Surabaya, 1993, him. 187

]9Ibid., him. 188

(44)

35

spiritual tersebut. Selanjutnya dilengkapi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dengan cara-cara melalui sholat, puasa, zakat, dan

ibadah haji. 21 Selain persyaratan wajib tersebut, individu dapat

melaksanakan ibadah-ibadah sunnah sehingga hubungan dengan-Nya akan lebih terasa dekat.

Seorang anak yang nantinya akan tumbuh sebagai manusia dewasa, menjadi tanggung jaw ab orang tuanya, terutama dengan hal yang berkaitan dengan agama. Melalui agama ia akan mengenal kebesaran serta penciptanya. Maka dari itu orang tua harus mengenalkan agama sedini mungkin kepada anaknya sesuai dengan tingkatan spiritual anak.

2. Tingkatan-tingkatan Spiritual pada Anak

Pada dasamya anak-anak dilahirkan dengan membawa potensi kecerdasan spiritual, bila kecerdasan ini terpelihara, maka akan

mengoptimalkan IQ dan E Q .22 Orang tua yang berperan penting dalam

perkembangan anaknya t dapat mengembangkan kecerdasan spiritual

mereka sesuai dengan tahapannya.

Adapun tingkat spiritual pada anak, menurut Budi Darmawan, konsultan psikologi SDIT Nurul Fikri Jakarta, antara lain :

2lHadari Nawawi, op. tit., him. 51

(45)

36

a. Spiritual yang hidup

Untuk mencapai tingkat spiritual yang hidup, anak harus diajak untuk mengenal penciptanya. Untuk itu, orang tua harus memperkenalkan anak kepada penciptanya melalui ciptaan-Nya. Hal-hal yang dapat mengundang kekaguman anak seperti pemandangan atau makhluk-makhluk ciptaan-Nya dapat diperkenalkan melalui cerita misalnya, sehingga anak dapat lebih menghayati dan mengagumi kebesaran Allah.

b. Spiritual yang sehat

Untuk mencapai tingkat spiritual yang sehat, orang tua harus mengajarkan anak untuk memiliki tingkah komunikasi yang baik kepada Allah melalui sholat lima waktu. Orang tua mendisiplinkan aak sholat, sekaligus mengajari mereka cara memberikan komentar terhadap hai-hal yang ada di sekitar mereka. Misalnya, ketika melihat hal yang mengagumkan anak mengucap Subhanallah.

c. Bahagia secara spiritual

(46)

37

kalau kamu mendekati Allah satu jengkal. maka Allah akan mendekatimu satu langkah.

d. Damai secara spiritual

Pada tingkatan ini, orang tua harus menghidupkan kecintaan kepada Allah. Artinya orang tua harus mengajarkan kepada anak bahwa semua yang dicintai di dunia haruslah tidak melebihi kecintaan terhadap Allah. Persiapkan anak untuk berbagi dengan sesamanya, berinfak dan melaksanakan ibadah tanpa mengeluh.

e. A rif secara spiritual

Pada tingkat ini, anak memiliki kecenderungan untuk memperluas lapangan ibadah. Artinya, pada setiap kesempatan mereka berusaha untuk memperluas lapangan ibadah.

Untuk mencapai tingkatan-tingkatan spiritual di atas, orang tua harus menanamkan nilai-nilai agama sejak usia dini (pra sekolah) agar jiw a spiritual mereka tertanam secara mendalam. 3. Sifat-sifat Spiritual pada Anak

(47)

menyadari sepenuhnya manfaat dari ajar an tersebut.23 Berdasarkan hal

itu, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas : a. Unreflective (tidak mendalam)

Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke- Tuhanan pada diri anak 73 % mereka menganggap Tuhan bersifat seperti manusia. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, sehingga mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa orang anak terdapat anak yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima adari orang lain. Menurut penelitian pikiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral.

b. Egosentris

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama perkembangannya, dan bila kesadaran tersebut mulai subur, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya dan meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan itu, maka dalam masalah keagamaanpya telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya.

38

(48)

39

c. Anthromorphis

Anak memiliki konsep mengenai ke-Tuhanan yang menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Anak menganggap Tuhan dapat melihat segala perbuatannya, layaknya orangyang mengintai kerumah-rumah mereka. Konsep yang demikian, mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.

d. Verbalis dan Ritualis 4

Kehidupan agama anak-anak sebagian besar tumbuh mula- mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal kalimat-kalimat keagamaan dan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Meskipun demikian, hal tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak di usia dewasanya.

e. Im itatif

Tindak keagamaan yang dilakukan anak-anak pada dasamya diperoleh dari meniru. Berdoa dan sholat misalnya mereka laksanakan karena melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran intensif.

f. Rasa Heran

(49)

40

menimbulkan rasa takjub, orang tua dapat mengenalkan nilai-nilai keagamaan.

Pada umumnya seorang anak mengenal agama melalui pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kecilnya. Seseorang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman agama. Lingkungan sosialnya hidup menjalankan agama, serta memperoleh pendidikan agama baik di sekolah, rumah maupun masyarakat, maka mereka akan mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan agama dan dapat merasakan

kenikmatan hidup b eragam a.24 Meskipim anak mendapat ajaran

agama tidak semata-mata berdasarkan yang mereka peroleh sejak kecil, namun pendidikan agama (,religious paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious

behavior) . 25

(

4. Perkembangan Spiritual pada Anak Usia 2 - 6 Tahun

Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa orang yang ada di lingkungannya. Semula mereka menerima secara acuh tak acuh, namun lambat laun tanpa disadarinya, masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi objek

pengalaman agam is.26

24Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, him. 35 25Jalaluddin, op. cit., him. 71

26Zakiyah Daradjat, op. cit., him. 36

(50)

41

Perkembangan spiritual anak pada usia 2 - 6 tahun adalah sebagai berikut : Pada usia 2 tahun anak belum mempunyai perasaan keagamaan yang tampak. Usia 3 atau 4 tahun, anak mulai mempunyai perasaan keagamaan dan tampak dari ketertarikan dan pertanyaan anak

terungkap dalam kemampuan berbahasa, anak sudah dapat diajarkan

syahadat, dan doa-doa pendek.* 28

Pada usia selanjutnya orang tua dapat mengajarkan gerakan sholat serta bacaannya, dalam rangka mempersiapkan m erekauntuk dapat melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun, sesuai tuntunan Rasulullah SAW :

’’Suruhlah anak-anakmu sholat pada usia 7 tahun”.

Pada usia 5 tahun, ketika anak masuk Taman Kanak-Kanak, guru taman kanak-kanak mempunyai peran yang sangat penting dalam membina kepribadian, serta kesadaran beragama anak, sehingga ketika mereka masuk sekolah dasar, sudah tertanam kepercayaan bahwa Tuhanlah yang telah menciptakan segala sesuatu di alam ini.

21 Ibid., him. 110

28Syamsu Yusuf LN., op. cit., him. 179

27

(51)

' Menurut Syamsu Yusuf, perkembangan beragama (spiritual) 9 0

anak dipengaruhi 2 faktor yaitu :

a. Faktor pembawaan (internal) , - 1

Salah satu kelebihan manusia sebagai ciptaan Allah, adalah bahwa manusia dianugerahi fitrah (pembawaan) beragama, sehingga mempunyai keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah, contohnya percaya kepada hal-hal tertentu mempunyai kekuatan yang mendatangkan kebaikan kepadanya, dan adapula yang memperoleh bimbingan dari para rasul sehingga fitrahnya berkembang sesuai kehendak Allah SWT.

Keyakinan bahwa manusia mempunyai fitrah didasarkan

kepada firman A lla h : 19

42

”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.

(52)

2) Faktor lingkungan (ekstemal)

Fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Faktor lingkungan merupakan faktor ekstemal yang memberikan stimulus sehingga memungkinkan fitrah tersebut berkembang dengan baik. Lingkungan itu antara lain lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Lingkungan yang kondusif bagi perkembangan spiritual

dapat digambarkan sebagai b e rik u t: 30

43

(53)

BABIY

1. Pengertian Kecerdasan Emosinal dan Spiritual

Istilah kecerdasan spiritual atau spiritual quotient ( SQ ) pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, pasangan suami istri yang berasal dari Harvard dan Oxford University. Mereka mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Kecerdasan spiritual membantu manusia untuk memberi makna atas aktivitas yang dilakukannya.1

Dalam perkemb&ngan selanjutnya, Ary Ginanjar Agustian menggagas konsep baru yang menggabungkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual atau lebih dikenal dengan istilah ESQ. Menurut Ary, EQ memegang peranan penting dalam membangun hubungan antar manusia serta meningkatkan kinerja. Sedangkan SQ mengajarkan nilai- nilai kebenaran yang berhubungan langsilng dengan Sang Khaliq/ Meskipun keduanya berbeda, namun SQ dan EQ memiliki kekuatan yang sama- sama penting untuk dapat bersinergi anatara satu dengan yang lain/ sehingga pada akhimya nanti akan membentuk manusia yang seimbang antara hubungannya dengan Allah dan dengan sesama manusia.

1 Inayati, Kecerdasan Spiritual, Pada Majalah U m m i edisi Spesial 4, 2002, him. 24

* Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, Arga, Jakarta, 2004,

him. 65

J Ary Ginanjar Agustian, ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga,Jakarta, 2005,

him. X I

(54)

l)i dalnm, konsep-konsep Islam yang bcrluibwngim dengan kccakapan cinosi dan Spiritual antara lain konsistcnsi (istiqomah), kerendahan haii (tawadlu), bcrusaha dan bcrscrah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kajfah), keseimbangan (tawazun), intcgritas dan penyempurnaan (ihsan), semua itu dinamakan akhlakul karimah. Oleh karena itu, di dalam Islam kecerdasan emosional dan spiritual adalah akhlak itu sendiri.4

Untuk menjabarkan kecerdasan emosional dan spiritual yang sesuai dengan ajaran Islam, Ary memperkenalkan konsep ESQ yang langkah-langkahnya secara garis besar sebagai berikut:

1. Zero Mind Process atau menjemihkan hati yaitu membebaskan hati dan pikiran dari belenggu, misalnya seseorang harus bebas dari prasangka negatif, berprinsip hidup hanya kepada Allah, membebaskan diri dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, mempertimbangkan semua aspek sebelum menentukan kepentingan dan prioritas, dan melihat permasalahan dari semua sudut pandang yang bijaksana, yang bersumber dari suara hati (Asmaul Husna).

2. Mental Building atau membangun mental dengan landasan enam prinsip, yaitu : prinsip bintang, prinsip malaikat, prinsip kepemimpihan, prinsip pembelajaran, prinsip masa depan, dan prinsip keteraturan.

'I!S

(55)

46

3. P erso n a l stren gth atau ketangguhan pribadi, yaitu langkah pengasahan hati berdasarkan rukun Islam, yang dimulai dari penetapan misi, pembangunan karakter, dan pengendalian diri.

4. S o sia l stren gth atau ketangguhan sosial yang merupakan wujud dari tanggung jawab sosial seorang individu yang telah memiliki ketangguhan pribadi. Pelatihan yang diberikan, dinamakan langkah sinergi dan langkah aplikasi total.5

2. Relevansi Kecerdasan Emosional Spiritual dengan Ajaran Islam

Di dalam Islam secara langsung memang tidak ada istilah ESQ, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kecerdasan emosional dan spiritual, namun demikian ajaran agama Islam banyak sekali yang mengisyaratkan bahwa sebenamya kalau dipahami, direnungkan, dan diamalkan, ajaran Islam mampu mendatangkan banyak kemampuan pada manusia, termasuk potensi ESQ.

Menurut Ary Ginanjar, ESQ ( E m osional S piritu al Q uotient ) di bangun atas dasar enam rukun iman, lima rukun Islam, dan konsep ihsan. a. Enam Prinsip Rukun Iman

1. Prinsip Bintang ( S ta r P rin ciple )

Di dalam prinsip bintang ini, "anggukan universal" seperti yang dikemukakan Ary, merupakan "pengakuan jiwa" terhadap suatu kebenaran. Dan pada dasarnya anggukan universal merupakan suara hati dari manusia. Ary mengungkapkan bahwa 99 sifat Allah yang terdapat dalam A1 qur'an yaitu A sm aul H usna

(56)

47

Sifat- sifat tersebut sering muncul sebagai suatu dorongan yang di rasakan di berbagai situasi berbeda.6

Untuk memenuhi suara hati, perlu disadari secara sungguh- sungguh bahwa semua sifat- sifat itu dirancang melalui satu kesatuan tauhid yang tidak dapat berdiri sendiri dan harus dilaksanakan secara seimbang. Misalnya, seseorang yang mempunyai dorongan ingin berkuasa tidak bisa berdiri sendiri, harus mempunyai sikap pengasih, penyayang serta adil. Contoh di atas merupakan pencerminan dari Allah yang Maha Bijaksana.7

Prinsip bintang yang dibangun dan dilandasi iman kepada Allah SWT, akan menghasilkan individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, rasa aman, integritas yang kuat, bersikap bijaksana, dan memiliki tingkat motivasi yang tinggi.8 Jika semua yang dihadapi manusia senantiasa dikembalikan kepada Allah atau lillahita'ala, maka sikap-sikap diatas bukan tidak mungkin akan terbentuk pada diri manusia itu sendiri.

2. Prinsip Malaikat ( Angel Principle )

Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah yang berasal dari nur (cahaya), sangat dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya. Mereka melaksanakan tugas yang telah diamanatkan dengan sepenuh hati, penuh tanggung jawab, disiplin tinggi dan tidak kenal lelah, sehingga hasilnya sangat memuaskan dan sangat sempuma, tanpa cacat sedikit pun.

(57)

48

Penggambaran di atas sesuai firman Allah :

" aA j J j i i i L j 4 j j $ U>ij ^

. . . Maha suci Ta : tiaak ( mereka) nanyaiah hamba-hamba yang dimuliakan. Tidaklah mereka malaikat mendahului-Nya berbicara. Mereka ( hanya) bertindak atas perintah-Nya

Q.S. 21 A1 Anbiya’ ayat 26-27

Keteladanan yang bisa diambil dari sifat malaikat secara umum adalah, kepercayaan yang dimilikinya, loyalitas, dan integritas yang sangat mengagumkan.9 Selain mengimaninya, dengan meneladani sifat malaikat, akan terbentuk manusia yang memiliki loyalitas yang tinggi ( kesetiaan pada prinsip yang di an u t), komitmen yang kuat, memiliki kebiasaan untuk mengawali dan memberi, suka menolong dan memiliki sikap saling percaya.10 3. Prinsip Kepemimpinan ( Leader Principle )

Hampir setiap individu adalah pemimpin di lingkungannya *

masing-masing, meskipun hanya satu orang yang menjadi pengikutnya, dia masih dikatakan sebagai seorang pemimpin. Bahkan manusia seorang diri pun harus memimpin dirinya sendiri untuk mengarahkan hidupnya.

Terlepas dari kedudukan, resmi sebagai pemimpin, setiap perbuatan dan tingkah laku seseorang dapat menimbulkan pengaruh di sekitamya. Atau sebaliknya ia akan terpengaruh oleh

(58)

49

orang lain, baik disadari maupun tanpa disadari. Oleh karena itu, setiap orang harus mempunyai prinsip yang leguh dan benar agar tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitamya. Selain itu, ia akan

4

menjadi pemimpin yang dicintai pengikutnya.

Ary merangkum dan membuat lima tangga kepemimpinan yang diharapkan mampu dilalui oleh para pimpinan agar selain dicintai, dipercaya, atau diikuti, ia juga bisa membimbing sesuai dengan harapan hati. Dengan begitu dia akan memiliki suatu

i ' 1

pengaruh besar yang kuat dalam jangka panjang. Tangga tersebut antara lain:11

a. Tangga I: Pemimpin yang dicintai

Untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai, maka ia harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain dan harus bisa mencintai mereka. Dengan prinsip Bismillahirrahmanirrahim, ia harus berusaha mengerti, menghargai, bersikap pengasih dan penyayang terhadap setiap individu.

Hal di atas sesuai dengan sifat Nabi Muhammad SAW yang mampu menunjukan kepedulian serta memupuk hubungan yang baik dengan para sahabat dan lingkungan sosialnya.

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi hasil belajar tersebut dapat berasal dari lingkungan keluarga,. seperti cara orang tua mendidik dan keadaan ekonomi keluarga,

Rasio minyak jahe : tepung gadung (1 : 3) dengan suhu 30 o C dan waktu 60 menit adalah kondisi modifikasi terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, dimana tepung gadung yang

Kita juga sering kagum dengan akurasi bacaan tarot seseorang yang sangat akurat, namun kita juga pernah terheran – heran dengan orang yang sebenarnya tidak bisa baca tarot,

Dari gambar 17, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara gambar (a) dan gambar (b), dalam pengaturan kontras bernilai 150, berarti proses pengaturan kontras sudah

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pendapatan bersih, keuntungan tambahan dari penggunaan tepung daun singkong terfermentasi, break even point (BEP), pay back

Oleh karena itu, jika disimpulkan substrat yang paling banyak untuk produksi enzim adalah jerami, hal tersebut jika dilihat dari total jumlah xilan dan selulosa

digunakan untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah. dengan teks yang bersifat

pengurangan yang telah dipelajari juga belum bisa dapat dibuktikan siswa. belum bisa menjawab tentang menyelesaikan penjumlahan