• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA PADA MAHASANTRI PONDOK SHABRAN TAHUN AJARAN 2011 SD 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA PADA MAHASANTRI PONDOK SHABRAN TAHUN AJARAN 2011 SD 2014"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh: Makrim Tabe NIM: G000110101 NIR:11/X/02.2.1/0966

FAKULTAS AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ُجْثِعُب اَََِّّإ

ُِل

ِق َلَْخَ ْلا ًَِزاَنٍَ ٌَََِّح

“Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus sebagai rasul untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Baihaqi)1

1

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, rasa syukur yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Allah swt. yang telah memberikan nikmat-Nya kepada Penulis sehingga karya ini dapat penulis selesaikan. Salawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang menjadi tokoh dan motivator bagi umat Islam. Tak lupa kepada insan-insan yang senantiasa memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu penulis persembahkan karya ini kepada:

1. Ayah Ahmad Husen dan Ibu Jami‟a Husen yang dengan tulus ikhlas menjaga dan membesarkan penulis tanpa imbalan apapun

2. Abangku Ramadhan Husen dan Mama Fadyl yang senantiasa memberikan motivasi dan bantuan materi maupun non materil demi kelancaran studi penulis.

3. Kakakku Nurhayati Husen yang senantiasa memberikan semangat, dukungan dan motivasi serta bantuan materi kepada penulis, tanpa imbalan apapun.

4. Ponakanku Fadlyn Ramadhan Al Habsyi, Amirul Mukmini, Fatimah Az-Zahro dan Ahmad Fauzi. Terima kasih atas keceriaanya.

5. Abang-abangku di Jakarta terima kasih atas dukungannya.

6. Keluarga Besar Baba Hardan dan Ine Nona, Baba Farukun, Kak Mariyam Asih dan Om Rustamin Idris Ga‟a, Kak Ramlan Goba, Kak (almarhumah)

Sarifan Ere. Kak Gasim terima kasih atas dukungannya.

(7)

vii

9. Teman Fakultas Agama Islam dan teman seperjuanagan lainnya yang tidak bisa semua penulis sebutkan.

10. Adik-adikku Indra, Mahfudz, Ikhwanul Bahari, Ibrahim, dan Zul Haji terima kasih atas kebersamaanya.

(8)

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988.

1. Konsonan Tunggal

Huruf

Arab Nama Huruf Latin

Keterangan

ا Alif Tidak

dilambangkan

Tidak dilambangkan

ب ba‟ B Be

ث ta‟ T Te

ث sa‟ ṡ Es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح ḥa‟ ḥ Ha (dengan titik di bawah)

خ kha‟ Kh Ka dan Ha

د Dal D De

ذ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

ز ra‟ R Er

ش Zai Z Zet

ض Sin S Es

غ Syin Sy Es dan Ye

ص ṣād ṣ Es (dengan titik di bawah)

ض ḍaḍ ḍ De (dengan titik di bawah)

ط ṭa‟ ṭ Te (dengan titik di bawah)

(9)

ix

ق Qāf Q Qi

ك Kāf K Ka

ه Lam L El

ً Mim M Em

ُ Nun N En

ٓ ha‟ H Ha

ء Hamzah ` Apostrof

ي ya‟ Y Ye

2. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap

ةّدع Ditulis „iddah

3. Ta‟ marbūtah

a. Bila dimatikan ditulis h

تبٕ Ditulis Hibah

تٌصج Ditulis Jizyah

(ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan “h”.

(10)

x

b. Bila ta‟ marbūtah hidup atau dengan harakat fathah, kasrah, dan dammah ditulis “t”

سطفىا ةامش Ditulis zakātul fiṭri

4. Vokal Pendek

ِ Kasrah Ditulis I

ِ Fathah Ditulis A

ِ Dammah Ditulis U

5. Vokal Panjang

fatḥah + alif contoh: تٍيٕاج Ditulis ā →jāhiliyah fatḥah + alif layyinah → contoh: ىععٌ Ditulis ā → yas„ā kasrah + ya‟ mati →ٌٌسم Ditulis ī →karīm ḍammah + wāwu mati →ضٗسف Ditulis ū → furū

6. Vokal Rangkap

fatḥah + ya‟ mati → contoh: ٌنٍْب Ditulis ai → bainakum fatḥah + wāwu mati → contoh: ه٘ق Ditulis Au → qaulun

7. Huruf Sandang “ها”

Kata sandang “ها ” ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan tanda penghubung “-“, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyyah maupun huruf syamsiyyah; contoh :

ٌيقىا Ditulis al-qalamu

(11)

xi tidak ditulis dengan huruf kapital;

(12)

xii ABSTRAK

Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang memiliki nilai baik dan buruk yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak baik akan terwujud pada diri seseorang dengan melalui pembentukan atau pembinaan. Pembinaan akhlak dilakukan guna menghasilkan manusia yang berakhlak mulia.

Pondok Shabran merupakan lembaga pendidikan yang sangat berperan dalam pembentukan akhlak mahasantri. Hal ini berdasarkan visi Pondok yaitu mewujudkan kader yang berakhlak mulia demi terciptanya kader ulama. Meskipun begitu, masih terdapat akhlak mahasantri yang harus diperbaiki. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang perekrutan mahasantri yang berbeda, sehingga memiliki parameter akhlak yang berbeda pula.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui apa saja model pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran. Adapun manfaat penelitian ini sebagai sumbangan khasanah keilmuan dan

leadership untuk Pondok Shabran, khususnya dalam membentuk dan mewujudkan mahasantri yang berakhlak mulia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan sumber data dari pembina, dosen, dan mahasantri, serta dokumen di Pondok Hajjah Nuriyah Shabran. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah induktif.

Berdasarkan analisis data penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembentukan akhlak mulia yang diterapkan di Pondok Shabran tidak hanya internalisasi, keteladanan, pembiasaan, nasehat, penghargaan dan hukuman. Tetapi memiliki beberapa model diantaranya: model keteladanan dalam ibadah, akhlak, sulukiyyah, model pengawasan, pengarahan dan pengendalian langsung, model penilaian dan pemahaman, model role playing, model salat jamaah dan salat sunnah, model bimbingan Qur‟an dan Hadis. Namun peneliti menemukan model baru yang belum ada pada teori yaitu Comprehensive Model of Glorious Character Building in Shabran (CMGCS) yang terdiri dari model

mau’iah dan irsyād, model pembentukan melalui berorganisasi, model pembentukan melalui berorganisasi perkuliahan, model pembentukan melalui kelompok pengajian, model pembentukan melalui mubaligh hijrah.

(13)

xiii

ْعَب ًَِّبَّ َلا ُُٔىُْ٘ظَزَٗ ُُٓدْبَع اًدَََّحٍُ ََُّأ ُدَْٖشَأَٗ ،َُٔى َلٌِْسَش َلا َُٓدْحَٗ

َُٓد

ٌَُّٖيىَا ،

َص

ِّو

ِّيَظَٗ

ُدْعَب اٍََّأ . ٍَِِْعََْجَأ ِِٔباَحْصَأَٗ ِِٔىآَٗ ٍدَََّحٍُ اٍَِِّْبَّ ،ًِاََّلْا ِسٍَْخ ىَيَع ٌْ

Segala Puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah mengeluarkan manusia dari golongan jahililyah menuju cahaya Islam seperti yang dirasakan saat ini.

Atas petunjuk Allah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul: MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA PADA MAHASANTRI SHABRAN TAHUN AJARAN 2011 S/D 2014.

Penulis dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. M. A. Fattah Santoso, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Bapak Drs. Zainal Abidin. MPd., selaku Ketua Program Studi Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

(14)

xiv

senantiasa memberi pengarahan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Dr.Mutohharun Jinan, M.Ag selaku pembimbing II, yang dengan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepada semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan pengetahuannya, selama penulis menempuh study di Fakultas Agama Islam, berkat ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dengan baik memberikan pelayanan administrasi kepada penulis.

7. Seluruh Staf karyawan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan pelayanan terbaik kepada penulis dalam bidang administrasi.

(15)
(16)

xvi DAFTAR ISI

Hlm

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN TRANSLITERASI ... ix

HALAMAN ABSTRAK ... xiii

2. Macam-macam Model Pembentukan Akhlak Mulia ... 6

a) Model Internalisasi ... 6

(17)

xvii

Nuriyah Shabran ... 21

1. Model Pemberian Keteladanan dalam Ibadah, Akhlak, dan Sulukiyah ... 21

2. Model Pembentukan Akhlak Mulia melalui Berorganisasi ... 24

3. Model Pembentukan Akhlak Mulia melalui Perkuliahan ... 25

4. Model Pembentukan Akhlak Mulia melalui Kelompok Pengajian ... 26

5. Model Pembentukan Akhlak Mulia melalui Mubaligh Hijrah ... 27

6. Model Pengawasan, Pengarahan, dan Pengendalian Langsung ... 28

7. Model Penilaian dan Pemahaman... 30

8. Model Role Playing... 31

9. Model Mau’iahdan Irsyād... 32

10.Model Shalat Jama‟ah dan Shalat Sunnah... 34

11. Model Bimbingan Hiful Qur’ān dan Hadits... 36

B. Akhlak Mulia Mahasantri Pondok Shabran... .. 37

1. Akhlak kepada Allah ... 37

2. Akhlak kepada Manusia ... 38

3. Akhlak kepada Alam... ... 41

BAB V ANALISIS DATA 1. Model Pembentukan Akhlak pada Mahasantri Pondok Shabran ... 42

2. Akhlak Mulia Mahasantri Pondok Shabran ... 48

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Menjadi Pembimbing I Lampiran 2 Permohonan Menjadi Pembimbing II Lampiran 3 Permohonan Ijin Riset

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Riset Lampiran 5 Berita Acara Konsultasi Skripsi Pembimbing I Lampiran 6 Berita Acara Konsultasi Skripsi Pembimbing II Lampiran 7 Gambar Hasil Riset

(19)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Di dalam al-Qur’an saja ditemui lebih kurang 1500 ayat yang berbicara tentang akhlak, dua setengah kali lebih banyak daripada ayat-ayat tentang hukum baik yang teoritis maupun yang praktis. Belum terhitung lagi hadits-hadits Nabi, baik perkataan maupun perbuatan, yang memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan. Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai-nilai yang mutlak. Nilai- nilai baik dan buruk, terpuji dan tercela berlaku kapan dan dimana saja dalam segala aspek kehidupan, yang tidak dibatasi oleh waktu dan ruang.1

Akhlak baik tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya pembinaan yang dilakukan.2 Pembinaan merupakan proses serta kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif guna memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan akhlak dilakukan secara terencana dan terarah untuk menghasilkan manusia-manusia yang berakhlak mulia. Sebagaimana Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.

1

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: LPPI, 1999), hlm. Vii. 2

(20)

2

Pondok Shabran merupakan lembaga yang sangat berperan dalam pembentukan akhlak mahasantri. Pondok Shabran memiliki visi pembinaan kader yang berakhlak mulia demi terciptanya kader-kader ulama. Meskipun begitu, melalui observasi penulis, masih terdapat perilaku atau akhlak mahasantri Pondok yang harus diperbaiki. Hal tersebut, dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya latar belakang perekrutan mahasantri yang berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia sehingga memiliki parameter akhlak yang berbeda.

Indikasi tersebut menunjukan, dibutuhkan model pembentukan akhlak di Pondok Shabran. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cara pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran. Maka penulis tertarik mengangkat penelitian dengan judul “MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA PADA MAHASANTRI

PONDOK SHABRAN TAHUN AJARAN 2011 S/D 2014’’

B. Perumusan Masalah

(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran tahun ajaran 2011 s/d 2014.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan khasanah keilmuan dan intelektual serta kepemimpinan

(leadership) untuk Pondok Hajjah Nuriyah Shabran, khususnya pembina Pondok demi menanamkan akhlak kepada mahasantri. a. Manfaat Teoritis

Secara umum diharapkan dapat memberi sumbangan khasanah keilmuan dan intelektual. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai stimulus bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih mendalam dan lebih sempurna tentang akhlak mulia.

b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pembina Pondok Shabran dalam membimbing dan menanamkan akhlak mulia.

(22)

4 BAB II

KONSTRUK TEORI MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA PADA MAHASANTRI PONDOK SHABRAN

A.Tinjauan Pustaka

Berdasarkan kajian penulis, penelitian ini pernah dilakukan oleh penelitian sebelumya, yaitu:

1. Skripsi Toni Ardi Rafsanjani (UMS, 2013) “Pengaruh Shalat Tahajud

Terhadap Penanaman Akhlak Mahasantri Shabran Tahun Ajaran

2011/2012”. Memyimpulkan bahwa shalat tahajud mampu mempengaruhi

karakter akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran.

2. Khairunisa Nugrahaini (UMS, 2013) dalam skripsinya berjudul “Pendidikan Aqidah Dalam Membentuk Karakter Siswa (Studi Kasus Di

Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta Tahun 2013”. Menyimpulkan bahwa

guru mengaplikasikan materi sesuai dengan yang diprogramkan dengan melakukan evaluasi atau pengukuran tingkat keberhasilan. Pemahaman siswa di MAN 2 sudah mencerminkan sifat akhlak mulia dengan dengan buktinya tekun dalam beribadah, sopan santun dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

3. Ibrahim Munib (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul

“Pembentukan Akhlakul Karimah Anak yatim di Panti Asauhan Putra Al

Hadi Sape Mojo Laban Sukoharjo 2010/2011”. Menyimpulkan bahwa

(23)

Sape Mojo Laban Sukoharjo dapat dicapai melalui keteladanan, pembiasaan, pengajaran dan kedisiplinan.

4. Lina Rahmawati (UMS, 2012) dalam skripsinya “Strategi Penanaman

Nilai Pendidikan Karakter pada Anak di SDIT Az-Zahra, Sragen

menyimpulkan strategis penanaman pendidikan krakter pada anak di SDIT az Zahra yaitu menggunakan dua cara yakni penyusunan program kegiatan dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter yang telah ditentukan, dan menggunakan strategis kerjasama dengan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Serta metode yang digunakan adalah keteladanan, pembiasaan, nasehat sanksi, dan penghargaan.

5. Fitriyanah K. Rina (UMS, 2010) dalam skripsinya berjudul “Pembentukan

Akhlak mulia pada Santri Pondok Pesantren Takmirul Islam Surakarta

Tahun Pelajaran 2010/2011”menyimpulkan pembentukan akhlak mulia di

pondok pesantren Takmirul Islam Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 dapat dicapai dengan menggunakan metode yang sangat tepat yaitu keteladanan, pembiasaan, pengajaran, dan kedisplinan.

(24)

6 sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.3

Muhaimin dalam Amrullah Syarbini menyebutkan, model merupakan kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Model juga merupakan seperangkat prosedur yang sistematis untuk mewujudkan suatu proses kegiatan.4

Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan yangmana orang lain turut terlibat dalam mengikutinya.

b. Macam Macam Model Pembentukan Akhlak Mulia 1) Model Internalisasi

Ahmad Tafsir dalam Amirullah Syarbini mengatakan internalisasi adalah upaya memasukan pengetahuan (knowing) dan keterampilan dalam melaksanakan pengetahuan (doing) ke dalam diri seseorang sehingga pengetahuan itu menjadi kepribadiannya (being)

3

KBBI V-1 diakses 31 Oktober 2014 jam 10.20. 4

(25)

dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa pengetahuan (baik itu konsep netral maupun konsep yang mengandung nilai, ataupun konsep berupa nilai adalah sesuatu yang diketahui.5 2) Model Keteladanan

Faktor penting dalam mendidik adalah terletak pada

“keteladanannya”. Keteladanan yang bersifat multidimensi,

yakni keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan. Keteladanan bukan hanya sekedar memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang dapat diteladani, termasuk kebiasaan-kebiasaan yang baik merupakan contoh bentuk keteladanan.6

Dahlan dan Salam dalam Mursidin mengemukakan bahwa keteladanan merupakan metode baik dan paling kuat pengaruhnya dalam pendidikan, orang akan melakukan proses identifikasi, meniru, dan memeragakannya.7

3) Model Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Pembiasaan ini berintikan berdasarkan pengalaman. Dalam dunia psikologi cara pembiasaan ini dikenal dengan teori”operant conditioning” yang membiasakan peserta didik

5

Ibid, hlm. 59-60. 6

M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm. 42.

7

(26)

8

untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin, dan giat belajar, bekerja keras, dan ikhlas, jujur, dan tanggungjawab atas segala tugas yang telah dilakukan.8

4) Model Nasehat

Setiap diri manusia memiliki potensial untuk terpengaruh oleh kata kata yang di dengarnya. Nasehat juga dapat diartikan sebagai kata-kata yang mengandung nilai dan motivasi yang dapatmenggerakan hati.

Bila kita membuka al-Qur’an, disana dijelaskan tentang nasehat yang dilakukan oleh para Nabi kepada kaumnya, seperti Nabi Shaleh yang menasehat kaumnya agar menyembah Allah, Nabi Ibrahim yang menasehati ayahnya agar menyembah Allah dan tidak lagi membuat patung. Begitu pula al-Qur’an mengisahkan Luqman yang memberi nasehat kepada anaknya agar menyembah Allah dan berbakti kepada orang tua serta melakukan karakter-karakter yang terpuji dan menjauhi karakter yang tercela.9

Hal ini senada dengan yang dinasehatkan oleh Aktsam bin Shaifi dalam kepada anak-anaknya agar senantiasa membekali diri dengan menjalankan kebaikan serta menjaga lisan.10

8

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter (Bandung, Alfabeta, 2012), hlm. 94. 9

Amirullah, Model Pendidikan , hlm. 7. 10

(27)

5) Model Penghargaan dan Hukuman

Cara terakhir yang dianggap cocok untuk pembentukan akhlak adalah penghargaan (reward), dan hukuman (punishment). Penghargaan sangat di butuhkan hakekatnya setiap orang membutuhkan untuk dihargai. Dengan adanya penghargaan sesorang akan termotivasi untuk melakukan perbuatan perbuatan yang baik, dan pada diri individu akan merasa bangga terhadap dirinya.

Selain penghargaan, yang bisa dijadikan dalam upaya penanaman akhlak adalah hukuman. Sebenarnya hukuman tidak layak untuk dijadikan sebagai cara untuk penanaman akhlak. Karena akan menimbulkan paksaan pada individu, sehingga pekerjaan yang dilakoni tidak berdasarkan hati nurani (ikhlas). Cara ini boleh dilakukan jika model-model yang di atas tidak berhasil.

Muhammad Qutub dalam Amirullah mengatakan

“bila teladan, dan nasehat tidak mampu, maka pada waktu itu

harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah

hukuman”.11

11Ibid

(28)

10

2. Akhlak Mulia

a. Pengertian Akhlak Mulia

Secara etimologis (bahasa) akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa di dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khālik (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain, dan lingkungannya mengandung nilai akhlak yang hakiki, dan mulia baik dari tindakan atau perilaku.12

Akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.13Imam al Ghazali dalam Muhammad Azmi berpendapat bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melakukan pemikiran, dan pertimbangan. Hal ini senada dengan pendapat Ibrahim Anis menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tetanam di dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik,atau buruk tanpa memerlukan adanya pemikiran, atau pertimbangan.14

12

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: LPPI, 1999), hlm. 1. 13

Beni Ahmad dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010) , hlm. 7. 14

(29)

Terminologi yang dideskripsikan sedemikian itu merupakan hasil pikiran akal manusia dalam menafsirkan ayat-ayat Allah di dalam al-Qur’an tentang akhlak. Simpulnya akhlak merupakan tolak ukur baik, dan buruknya manusia QS. ar-Rum: (30): 30, potensi baik dan buruk QS. al-Balad: (90): 10, sebagai perilaku kemanusiaan QS. al-An’ām (6): 151- 153, tanggung jawab pada diri individu QS. Mudassir(74): 38, dan QS. al-An’ām (6): 164, gambaran tentang janji Allah terhadap orang

yang senantiasa berbuat baik QS. an-Nahl (16): 97, berbuat kebajikan kepada kedua orang tua QS. al-Isrā (17): 23, dan masih banyak ayat yang menjelaskan tentang akhlak mulia.

b. Dalil Akhlak Mulia

Dalam konsep akhlak segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk, terpuji atau tercela, semata mata berdasarkan kepada al-

Qur’an dan al-Hadis. Berdasarkan ayat al-Qur’an yang mengatur

tentang akhlak telah jelas bahwa akhlak manusia harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

َ َّاللَّ ْوُجْرَي َناَك نَمِّل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِ َّاللَّ ِلْوُسَر يِف ْمُكَل َناَك ْدَقَّل

اًريِثَك َ َّاللَّ َرَكَذَو َرِخ ْلْا َمْوَيْلاَو

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”(QS. al-Ahzāb (33) :21)15

15

(30)

12

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Muhammad lah yang menjadi suri tauladan bagi umat muslim. Beliau yang menunjukan perilaku yang baik dan melarang perbuatan tercela. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw:

ُتْثِعُب اَمَّنِإ

ُِل

ِق َلَْخَ ْلا َمِراَكَم َمِّمَت

sesungguhnya aku (Muhammad) diutus sebagai rasul untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.(HR.

Baihaqi)16

c. Ruang lingkup Akhlak Mulia 1. Akhlak kepada Allah

Titik tolak Akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikatnya.17Itulah sebabnya al-Qur’an memberi penjelasan kepada manusia untuk senantiasa memuji kepada Allah dengan ucapan Alhamdulillah QS. an-Naml (27):93; dan QS. ash-Shāffāt (37):159-160, ucapan rasa syukur QS.

Ibrāhīm(14):7, Malaikat malaikat ikut memuji Allah QS. asy

-Syuarā (26):5 Guntur (guruh) pun ikut memuji Allah QS. ar

-Ra’d (13):13, semua makhluk memuji kepada Allah QS. al

-Isrā (17):44. Senantiasa beribadah kepada Allah SWT QS.

16

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,hlm. 6.

17

(31)

aż-Żāriyāt (51):56, Mengesakan Allah QS. Tahā (20):14, mengingat Allah QS. al-Ra’d (13):28, perintah bertawakal, QS. al-An-fā (8):61; dan QS. al-Māidah(5):23.

Dengan demikian akhlak kepada Allah adalah memperkokoh iman dengan cara beribadah, salat berjamaah, berdoa, berdzikir, bersyukur serta senantiasa menjalakan syariatnya, dan melaksanakan perbuatan dengan mengharap ridha-Nya.18

2. Akhlak kepada Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa ada alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah.19

Akhlak kepada manusia dibagi menjadi tiga yaitu Akhlak kepada diri sendiri. Akhlak kepada keluarga dan Akhlak kepada orang lain.

1) Akhlak kepada Diri Sendiri

18

Sudarno Shobron, dkk, Al Islam dan Kemuhammadiyahan (Surakarta: LPID:2011), hlm. 117.

19Ibid

(32)

14

Akhlak kepada diri sendiri adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri baik yang menyangkut jasmani maupun rohani.20

Diantara Akhlak kepada diri sendiri pertama

adalah jujur (berkata apa adanya) sebagaimana dijelaskan didalam (QS. at-Taubah (9):199, dan benar janjinya QS. Maryam (19):54. Kedua amanah yaitu dapat dipercaya. dapat menjaga titipan QS. an-Nisā (4):58, ketiga sabar yaitu menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu.21 sabar dan tetap siap siaga QS. Ali-Imrān (3):200, menerima cobaan hidup QS. al-Baqarah (2):155-157 keempat kerja keras yaitu berusaha sesuai kemampuan QS. al-An’ām (6):135. kelima ikhlas yaitu mensucikan

hati dari perbuatan riya’ QS. al-Bayyinah (98):5.

2) Akhlak kepada Keluarga

Akhlak kepada keluarga merupakan pemenuhan kewajiban kepada anggota keluarga diantaranya pertama

berbuat baik kepada kedua orang tua QS. an-Nisā (4):31; al-Isrā(17): 23-24, kedua menghormati hak hidup anak QS. al-Isrā(17):31, ketiga membiasakan bermusyawarah QS. at-Thalāq (65):6, keempat menyatuni saudara yang

20Ibid

, hlm. 118. 21

(33)

tidak mampu QS. al-Isrā (17): 26. serta menjaga keluarga dari bahaya api neraka,

3) Akhlak kepada Masyarakat

Akhlak kepada masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk memuliakan tamu, menghormati nilai-nilai, dan norma yang berlaku di masyarakat, saling menolong dalam melakukan kebajikan, dan taqwa, menganjurkan anggota masyarakat, dan diri sendiri berbuat baik, dan mencegah perbuatan keji, dan mungkar, memberi makan fakir miskin, dan berusaha melapangkan hidup, dan kehidupannya, bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.22

Dalam menjalani hidup di dunia ini kita tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan oranglain. Oleh karena itu menghormati para tetangga merupakan keharusan QS. an- Nisā (4):36, saling tolong menolong, dan

tidak sombong QS. Luqmān (31):18-19.

3. Akhlak kepada Alam

Lingkungan segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda yang tidak bernyawa. Dalam Islam tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga

22Ibid

(34)

16

sebelum mekar.23 Hal ini berarti tidak memberi kesempatan untuk makhluk hidup untuk hidup sesuai dengan masa kehidupannya.

Dalam hal ini manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggungjawab, sehingga ia tidak melakukan kerusakan, bahkan dengan kata lain, “setiap

kerusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai kerusakan

pada diri manusia sendiri.”24

23

Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, hlm. 67. 24

(35)

17 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dilapangan atau lokasi penelitian, sebagai tempat yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif sebagai terjadi di lokasi tersebut.25 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu dengan metode studi kasus. Metode studi kasus adalah penelitian yang mengungkap suatu keadaan secara mendalam, intensif, baik perseorangan, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.26 Analisis yang digunakan adalah analisi induktif, yaitu mendeskripsikan teori kemudian dikaitkan dengan fakta-fakta yang ada di tempat penelitian.

B. Tempat dan Subjek Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang diteliti adalah Pondok Hajjah Nuriyah Shabran yang beralamatkan di Jalan Latar Putih Saripan Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian sebagai tempat atau sumber utama untuk memperoleh keterangan atau informasi adalah Pembina Pondok Shabran dan mahasantri. Sumber data yang digunakan adalah Sumber data primer, dan skunder.

25

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 96.

26

(36)

18

Sumber data primer adalah sumber data pokok yang langsung dikumpulkan peneliti dari objek penelitian.27 Adapun sumber data primer tersebut adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap pembina, dosen dan mahasantri Pondok Shabran. Sedangkan data skundernya dipelajari dari dokumen yang diperoleh dari lembaga yang mempunyai wewenang dalam pengumpulan.28 Dalam hal ini data yang berakaitan dengan model pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data yang valid maka dibutuhkan beberapa metode yang tepat diantaranya:

a. Metode Wawancara (interview)

Wawancara adalah cara untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tatap muka secara langsung antara orang yang bertugas mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber data atau objek penelitian.29 Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yang pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.30

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pedoman atau instrumen. Adapun yang menjadi sumber data atau

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis (Yogyakarta: 2011), hlm. 89. 30

(37)

objek penelitian untuk mendapatkan informasi adalah pembina, dosen, dan mahasantri Pondok Shabran. Hal ini betujuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan model pembentukan akhlak mulia di Pondok Shabran.

b. Metode Observasi

Obeservasi secara terminologis dimaknai sebagai pengamatan atau peninjauan secara cermat.31 Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian sehingga didapat gambaran secara jelas tentang kondisi objek penelitian tersebut.32 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang model pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal yang variabelnya berupa catatan.33 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan data dokumentatif. Seperti tulisan, gambar, catatan harian, gambar, surat, buku harian, dan lain-lain.34 Metode tersebut digunakan untuk

31

Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta :Paradigma, 2012), hlm. 100.

32

Syofian Siregar. Metode Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013), hlm. 117.

33

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, hlm. 92. 34

(38)

20

mengetahui model pembentukan akhlak mulia pada mahasantri Pondok Shabran.

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis deskripsi kualitatif, yaitu perolehan data yang digambarkan dengan kata atau kalimat menurut masing-masing kategori untuk memperoleh kesimpulan. Untuk mengukur analisis data ini penulis menggunakan analisis induktif. Analisis induktif adalah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti dengan berangkat ke tempat penelitian atau kelapangan untuk mengumpulkan berbagai bukti melalui penelaahan terhadap fenomena kemudian merumuskan teori.35 Adapun langkah langkah dalam analisis induktif adalah: Reduksi, display data, dan Verifikasi.

a) Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memokuskan, mengabstraksi, dan mengubah data kasar.

b) Sajian data (display data) adalah merangkai data dalam bentuk narasi untuk memudahkan dalam membuat kesimpulan.

c) Verifikasi adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukan alur kausalnya.36 Penarikan kesimpulan dari data yang telah disajikan pada tahap display data.

35

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 90.

36

(39)

21 BAB IV

DESKRIPSI DATA MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA

A.MODEL PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA

1. Model Keteladanan dalam Ibadah, Akhlak, dan Sulukiyyah

Pemberian keteladanan pada mahasantri Pondok Shabran memiliki beberapa dimensi seperti keteladanan dalam ibadah, keteladanan dalam akhlak, dan sulukiyyah,37 proses keteladanan tersebut diperoleh dari perkuliahan, pengajian, kajian, pembinaan asrama, dan bermasyarakat.

Keteladanan dalam ibadah seperti melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah di Masjid.38 Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas iman kepada Allah swt. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh responden pertama. Beliau mengatakan bahwasanya salat berjamaah dapat meningkatkan rasa cinta kita kepada Allah, serta mampu memahami hakekat penciptaan manusia yaitu beribadah kepada Allah swt.39

Sebagaimana yang dicontohkan oleh responden kedua. Beliau merupakan dosen Shabran yang lokasi rumahnya tidak jauh dari Pondok Shabran, hanya sekitar 12 meter. Beliau melaksanakan salat secara berjamaah di Masjid Syarif yang menjadi tempat bagi para mahasantri Shabran untuk melaksanakan Salat wajib. Beliau juga seringkali didaulat

37

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku Pedoman Penyelenggaraan Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (Solo:Fairuz Media 2013), hlm. 14.

38

Observasi, tanggal 7 Desember 2011. 39

(40)

22

menjadi imam pada salat-salat wajib. Melalui konsistensi serta komitmen dalam ibadah tersebut mampu menjadi keteladananbagi mahasantri.40

Keteladanan dalam akhlak yang dicontohkan oleh dosen Shabran tidak hanya dalam perkuliahan formal semata melainkan juga dalam lingkungan masyarakat. Proses tersebut ditunjukan pada beberapa perilaku yang ditampilkan pada saat perkuliahan berlangsung. Hal ini, sebagaimana dicontohkan oleh responden ketiga sekaligus dosen mata kuliah Qowaid Tafsir. Beliau selalu memanggil mahasantri dengan panggilan yang sopan bahkan cenderung memuliakan, yakni akhy yang bisa diterjemahkan sebagai panggilan kakak atau mas. Secara tidak langsung, hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasantri untuk meniru sikap dalam menghargai sesama serta tidak mudah merendahkan derajat orang lain.41

Demikian pula dicontohkan oleh responden keempat. Beliau adalah dosen mata kuliah Ilmu Dakwah II serta Strategi Dakwah. Beliau dapat dijadikan inspirasi keteladanan dalam segi penampilan yang sopan, rapi, serta dipandang baik oleh masyarakat. Sebagaimana ditunjukan pada momen tertentu, seperti mengisi pengajian yang diikuti mahasantri selalu rapi dan berpeci, namun tetap berkesan tidak berlebih-lebihan.42 Mahasantri tentu bisa meneladani beliau, terutama saat berinteraksi dengan masyarakat agar bisa lebih diterima serta diberikan apresiasi, sebagaimana respon atas penampilan yang dikenakannya.

40

Observasi di Pondok Shabran, tanggal 24 November tahun 2014. 41

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 42

(41)

Adapun keteladanan dalam sulukiyyah dicontohkan oleh responden kelima, beliau adalah dosen mata kuliah takhrijul hadis. Beliau selalu menunjukan sikap kritis di hadapan para mahasantri, terutama jika sebagian mahasantri memberikan jawaban yang tidak berdasar kepada hadis sahih. Dengan nada khas beliau berkata seperti berikut “Kamu tahu jawaban itu dari siapa? dan apa dasarnya, sahih atau tidak hadisnya. Kamu jangan asal jawab. Kamu ini Syari’ah atau kamu ini Ushuludin atau kamu ini Tarbiyah

lho, masa kalah dengan mahasiswa UMS. Nah dengan karakteristis beliau ini sehingga suasana kelas menjadi cair dan hidup”.43

Setelah itu, “beliau mengoreksi serta mengklarifikasi bahwasannya, jika hendak berpedoman atau memberi legitimasi hukum bersumber dari hadis harus benar-benar teliti lebih dahulu. Terutama, apakah hadis tersebut memiliki derajat shahih atau dloif serta dengan berbagai alasannya supaya kita terhindar dari taqlid buta.”44 Proses tersebut menunjukan bahwa mahasantri diberikan keteladanan agar waspada dalam menggunakan hadis serta sumber hukum lain, supaya tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam yang utama.

Selain itu, keteladanan dalam sulukiyah yang diterapkan Pondok Shabran yaitu melalui bahasa.45 Peran bahasa sangat penting demi memahami ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis. Dengan tujuan agar mahasantri mampu memahami al-Qur’an, Hadis, hukum-hukum Islam,

43

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014 44

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014 45

(42)

24

serta agar mahasantri mampu belajar tentang ushul fiqh dan istimbat hukum.

2. Model Pembentukan Akhlak Mulia Melalui Berorganisasi

Model pembentukan akhlak mulia melalui organisasi, seperti mahasantri dilibatkan dalam kegiatan organisasi yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammmadiyah KOMPON.46 Di IMM ini mahasantri dilatih bagaimana berorganisasi dengan baik dan terarah. Karena IMM tersebut merupakan wadah bagi mahasantri untuk mencetak kader yang mampu mendakwahkan paham kemuhammadiyahan kepada anggotanya kelak menjadi pengurus di wilayah Muhammadiyah.47

Hal ini sangat dirasakan ketika mengikuti kegiatan Darul Arqom Dasar (DAD) dan LKMO yang dilaksanakan di Weru Sukoharjo dan Karanganyar.48 Yangmana mahasantri baru dibekali dengan ilmu manajemen organisasi, serta bagaimana mampu menjadi jiwa berorganisasi yang baik, serta mewajibkan mahasantri untuk melaksanakan salat tahajud berjamaah yang merupakan bentuk akhlak kepada Allah swt.49

Sebagaimana yang disampaikan oleh dosen mata kuliah Sistem Pengkaderan Muhammadiyah. “Beliau mengutarakan bahwasanya, semua mahasantri Shabran semestinya menjadi kader yang mampu menghadapi

46

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 23. 47

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 48

Observasi Pondok Shabran tanggal 28-31 Maret 2013. 49

(43)

tantangan dan mampu memanajemen diri sehingga menjadi kader yang

diharapkan oleh warga muhammadiyah”.50

Kegiatan IMM melalui DAD dan LKMO tersebut diharapkan mampu menjalin kerjasama yang baik dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan dakwah islamiyah melalui persyarikatan muhammadiyah. Kerjasama dimaksud adalah berkaitan dengan memperkuat dakwah dan persyarikatan di masyarakat. Hal tersebut merupakan bagian dari akhlak terhadap masyarakat dalam mempererat persaudaraan dan menyukseskan dakwah Islam.

3. Model Pembentukan Akhlak Mulia Melalui Perkuliahan

Model pembentukan akhlak dalam kuliah seperti dosen selalu menunjukan disiplin waktu. Berdasarkan responden yang peneliti amati beliau merupakan salah satu pengurus PP Muhammadiyah yang tinggal di Jogjakarta. Beliau mengajar mata kuliah Studi Kemuhammadiyahan. Beliau usianya hampir 70 tahun, dengan ciri khas beliau yang 10 menit atau 20 menit sebelum perkuliahan dimulai, beliau sudah berada di Pondok.51 Sehingga mahasantri terpukau dan mampu menjadikan dosen kemuhammadiyahan tersebut sebagai teladan yang patut ditiru.52

Hal ini juga dicontohkan oleh responden kedua. Beliau adalah dosen Qowa’id Fiqḥiyaḥ.53 Beliau sudah berada di pondok 10 menit sebelum perkuliahan dimulai. Beliau memiliki ciri khas yang sendiri yaitu

50

Observasi di Pondok Shabran tahun 2011. 51

Observasi di Pondok Shabran tahun 2011-2014. 52

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 53

(44)

26

memiliki suara yang power full sehingga mahasantri selalu memperhatikan apa yang beliau sampaikan. Melalui aspek tersebut sehingga mahasantri termotivasi untuk menjadi jiwa yang karismatik.54

4. Model Pembentukan Akhlak Mulia Melalui Kelompok Pengajian Model pembentukan akhlak mulia dalam kelompok pengajian seperti mahasantri setelah melaksanakan shalat maghrib atau salat subuh, mereka langsung berkumpul di kelompok pengajian masing-masing.55 Kegiatan ini bertujuan untuk memperbagus bacaan, menambah hafalan ayat-ayat al-Qur’an, serta menambah wawasan tentang keilmuan seperti

sharing tentang syi’ah, ISIS, Korupsi dan isu-isu yang berkembang di masyarakat.56

Sebagaimana yang dicontohkan oleh dosen Taḥfiẓ beliau memberikan arahan kepada mahasantri agar selalu mengucapkan atau melafadzkan ayat al-qur’an dengan baik dan benar.57 Karena jika salah satu huruf yang dilafadzkan tidak sesuai dengan makharijul hurufnya maka artinyapun akan berbeda. Hal ini beliau sampaikan di sela-sela perkuliahan

taḥfiẓ.58

Sama halnya dengan yang dicontohkan oleh dosen Penyusunan Materi Dakwah. Beliau mengimami salat berjamaah selalu menggunakan nada yang indah dan makharijul hurufnya sangat jelas,59 sehingga

54

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 55

Observasi di Pondok Shabran tahun 2013-2014. 56

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 57

Observasi di Pondok Shabran 2011-2014. 58

Wawancara dengan dosen Shabran, tanggal 8 Desember 2014. 59

(45)

makmumnya sangat menikmati salatnya dengan tenang, meskipun bacaan imam tersebut sangat panjang.60

5. Model Pembentukan Akhlak Mulia Melalui Mubaligh Hijrah

Selama mahasantri mengikuti pendidikan di Pondok Shabran maka mahasantri diwajibkan untuk mengikutikegiatan dakwah. Kegiatan dakwah tersebut dalam bentuk pengabdian masyarakat seperti pengajian ibu-ibu, TPA, kegiatan Masjid dan Madrasah Diniyah serta kegiatan lain yang ada di masyarakat tempat mahasantri mengabdi.61

Mahasantri akan dibekali ilmu pengetahuan yang cukup, sebelum mereka terjun ke lapangan.62 Sebagaimana pembelajaran yang diterapkan di perkuliahan. Seperti mata kuliah penyusunan materi dakwah. Dosen meminta mahasantri untuk membuat materi kultum dalam beberapa menit, kemudian mahasantri diminta untuk mempraktekan di depan layaknya seorang mubaligh yang sementara dakwah di masyarakat. Tujuannya adalah agar mahasantri siap mentalnya dalam menghadapi kondisi di masyarakat.

Model Mubaligh hijrah ini tidak hanya diterapkan di sekitar Makamhaji semata, melainkan mahasantri juga dikirim ke plosok desa di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti desa Bulu, Sukoharjo, desa Banyu Urip Boyolali, dan Pacitan Jawa Timur. Bahkan ke luar Pulau Jawa

60

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 61

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 16. 62

(46)

28

seperti Sulawesi Barat di kota Mamuju, dan Kalimantan di kota Kutai Kertanegara.63

Seperti yang dikatakan oleh responden yang merupakan peserta mubaligh ke luar Pulau Jawa beliau mengatakan bahwa mubaligh hijrah dapat menambah wawasan keilmuan kita dalam memahami kondisi yang ada di masyarakat.64 Disamping itu ilmu yang kita peroleh diperkuliahan dapat kita terapkan di masyarakat.

6. Model Pengawasan, Pengarahan, dan Pengendalian Langsung

Sebagaimana yang diketahui bahwasanya Pondok Shabran dalam pembentukan akhlak kepada mahasantri tidak terbatas hanya di Pondok Shabran saja. Mereka juga mendapatkan di lingkungan sekitar Pondok. Mahasantri mendapat pengawasan, pengarahan, dan pengendalian dalam menjalankan kegiatan serta aktifitas mereka setiap hari.

Model pengawasan65, yang diterapkan di Pondok Shabran seperti kegiatan kelompok pengajian, kultum, dan kegiatan lainnya yang ada di lingkungan Pondok. Pembina sebagai orang yang terdekat dengan mahasantri tugasnya adalah memonitoring jalannya kelompok pengajian,

dan kultum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektif dan tidaknya kelompok pengajian dankultum tersebut.

Bukan hanya peran pembina semata yang mengawasi jalannya kegiatan kultum, tetapi responden yang merupakan dosen Shabran, beliau

63

Wawancara dengan mahasantri tanggal 12 Desember 2014 dan Dokumentasi Pondok Shabran.

64

Wawancara, dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 65

(47)

juga ikut andil dalam pengawasan tersebut. Karena beliau juga merupakan takmir Masjid. Namun di sisi lain, pengawasan ini tetap dilakukan oleh semua dosen Shabran dan stakeholder Shabran. Stakeholder tersebut antara lain Pimpinan Pusat Muhammadiyah, PWM Indonesia, PDM se-Indonesia, PCM se-se-Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta, serta masyarakat.

Dalam memberikan pengarahan66 kepada mahasantri, hal ini tidak terlepas dari peran seorang direktur. Beliau yang memberikan arahan kepada mahasantri agar menjalankan kegiatan Pondok sesuai dengan prosedur yang diterapkan.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh direktur Pondok dan sekaligus dosen Qirā’tul Kutub beliau menyampaikan bahwasanya mahasantri di Pondok Shabran harus mementingkan kuliah Pondok juga. Karena kuliah Pondok merupakan amanat umat, dan mahasantri dibiayai oleh warga muhammadiyah. Kalau mahasantri tidak tertib kuliah maka mahasantri berdosa dan tidak amanat terhadap warga muhammadiyah. Mahasantri boleh mengikuti organisasi tapi jangan sampai kuliah Pondok dan kegiatannya diabaikan.67

Hal ini juga disampaikan oleh dosen SPI Klasik sekaligus pembina.68 Yang dapat penulis simpulkan seperti berikut “Kalian adalah mahasantri utusan wilayah. 'Kalian harus semangat dalam perkuliahan,

66

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 67

Observasi tanggal 11 desember 2014 dan wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014.

68

(48)

30

kalau diberikan tugas ya cepat diselesaikan, begitu pula kalau udah skripsi

mbo’ cepat diselesaikan supaya tidak membebani orang tua dan bisa cepat

ikut pengabdian. Hal ini beliau sampaikan ketika proses perkuliahan bimbingan proposal skripsi.69

Responden ketiga beliau juga dosen Shabran, beliau memberikan saran agar mahasantri jangan sampai meninggalkan perkuliahan Pondok, karena tanpa keberadaan Pondok tidak mungkin mahasantri bisa kuliah di UMS. Tentunya, atas jasa warga Muhammadiyah melalui Pondok sehingga mahasantri bisa menikmati perkuliahan.70

7. Model Penilaian dan Pemahaman

Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh mahasantri, baik kemajuan maupun hambatan dalam menjalani perkuliahan, maka perlu adanya penilaian dan pemahaman.71 Dalam hal ini bertujuan utuk mencarikan solusi bagi mahasantri.

Dalam poin penilaian,72 para dosen Shabran selalu bangga jika mahasantrinya sukses dan berhasil dalam mendakwahkan Islam di lingkungan masyarakat. Hal ini, sebagaimana diutarakan saat pertemuan rutin para alumni Shabran yang diselenggarakan tiap 5 (lima) tahun sekali. Dalam pertemuan tersebut, banyak nilai-nilai yang bisa diambil serta menjadi teladan bagi mahasantri, berkat para alumni yang sukses serta mampu membawa harum nama Pondok Shabran di Nusantara.

69

Observasi dan wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran 2014 70

Observasi di Pondok Shabran 12 Desember 2014. 71

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 72Ibid,

(49)

Sedangkan dalam poin pemahaman, dosen Shabran memberikan pemahaman kepada mahasantri hal ini sebagaimana yang penulis jumpai responden yang mengajar mata kuliah Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Beliau sangat bijak dalam memahami keadaan mahasantri mahasantri yang sibuk dalam Program Pengalaman Lapangan (PPL) atau praktik lainnya.73 Mereka akan memberikan toleransi kepada mahasantri, misalkan jika PPL tersebut mengakibatkan keterlambatan bahkan halangan untuk dapat mengikuti kuliah. Proses tersebut memberikan pelajaran bagi para mahasantri supaya bisa lebih bijak dalam membimbing serta tidak terjadi kaku dalam menghadapi realitas yang terkadang bisa menjadi tantangan.74 8. Model Role Playing

Mahasanti diberi kesempatan untuk mengikuti kegiatan yang mendukung pengembangan kemampuannya,75 seperti forum kajian-kajian perguruan tinggi, stadium general, dan pendelegasian mengikuti Musyawarah Wilayah (Musywil) Tarjih serta kegiatan pendukung lainnya.

Kajian perguruan tinggi ini seperti mahasantri mengikuti seminar Nasional yang dilaksanakan di auditorium Muhammad Djasman UMS. Yangmana mahasantri semua angkatan bersama-sama ke UMS, kemudian dengan semangat mengikuti materi yang disampaikan pemateri.76

Adapun tujuan mahasantri berpartisipasi dalam seminar tersebut adalah untuk menambah wawasan berkaitan dengan penanaman nilai

73

Observasi di Pondok Shabran 23 November 2014. 74

Wawancaran dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 75

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 76

(50)

32

Islam.77 Selain itu kegiatan studium general yang dilaksanakan di Pondok juga mampu menambah wawasan mahasantri. Hal ini seperti stadium general yang di isi oleh senior Shabran yang merupakan alumni dan lulusan Jerman. Beliau memberikan materi berkaitan dengan bagaimana peranan ranting muhammadiyah dan menjelaskan bagaimana keadaan ranting di seluruh nusantara ini.

Kegiatan dalam penambahan keilmuan melalui Musywil seperti pendelegasian kepada mahasantri untuk mengikuti kegiatan Musywil di Karanganyar dan di Surakarta tepatnya di Pondok Shabran.78 Tujuannya agar mahasantri termotivasi dan mampu menambah wawasan keilmuan mahasantri.

9. ModelMau’iẓah dan Irsyād

Mahasantri diberikan kesempatan untuk konsultasi tentang problem yang menjadi penghalang dalam proses perkuliahan.79 Hal ini seperti responden pertama yang peneliti jumpai beliau adalah dosen mata kuliah bimbingan proposal skripsi di Pondok Shabran sekaligus dosen FAI UMS memberikan arahan dan bimbingan kepada seorang mahasantri syariah asal palembang yang kebingungan ketika menghadapi skripsinya.80 Beliau dengan ramah dan penuh ketulusan menyampaikan solusi kepada

77

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran, tanggal 12 Desember 2014. 78

Wawancara dengan dosen Shabran tanggal 8 Desember 2014 dan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014.

79

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 80

(51)

mahasantri tersebut, sehingga mahasantri tersebut paham kemudian mampu menyelesaikan skripsinya.81

Konsultasi tentang kejiwaan pun boleh dilakukan.82 Ini bertujuan agar mahasantri tidak memiliki tekanan. Yangmana dampaknya dapat mengganggu psikis dan kuliah mahasantri. Hal ini seperti responden yang peneliti jumpai beliau menyampaikan arahan kepada mahasantri agar semangat dalam beribadah agar jiwa menjadi tenang dan selalu mendapat naungan Allah.83

Selain itu, problem kehidupan,84 yang sering dikeluhkan adalah masalah kiriman.85 Karena kiriman dari orang tua mahasantri tidak selamanya sesuai dengan tanggal yang diharapkan. Responden yang sekaligus pembina pondok ini beliaulah yang memberikan jalan yang baik yaitu memberikan kesempatan kepada mahasantri untuk berjualan di kantin, supaya beban mahasantri dapat dibantu.86

Hal ini juga disampaikan oleh dosen bahasa inggris beliau selalu mengajarkan untuk sering bershodaqoh agar kita mendapatkan kelapangan dari Allah. Bahkan beliau kalau mendapatkan rezeki yang lebih beliau selalu memberikan makanan dan minuman kepada mahasantri. Dan yang terakhir adalah masalah yang berkaitan dengan pembenahan, ataupun

81

Wawancara dengan mahasantri Shabran tanggal 12 Desember 2014. 82

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 83

Observasi di Pondok Shabran tahun 2014 . 84

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 85

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014 . 86

(52)

34

qudwah ḥasanah87 yaitu berkaitan dengan pembenahan akhlak dan tingkah laku mahasantri dalam kehidupan sehari-hari, seperti menggunakan kata-kata yang baik, etika berpakaian, dan etika tentang adab orang yang duduk dan yang berjalan. Hal ini dalam qudwah ḥasanah semua dosen yang mengajar di Shabran selalu memberikan teladan dan usuwah yang baik. 10.Model Salat Jamaah dan Salat Sunnah (Nawafil)

Dalam memberikan pembinaan ibadah kepada mahasantri maka secara konsisten maka diterapkan seperti menggerakan salat berjamaah,88 salat lail, salat duhah, dan sebagainya. Pelaksanaan menjalankan ibadah salat jamaah mahasantri bersama-sama melaksanakan berjamaah di Masjid Syarif, terkadang mahasantri menjadi imam. Ketika mendengar azan maghrib mahasantri bersama-sama menuju Masjid Syarif yang jaraknya tidak jauh dari Pondok, setelah itu mahasantri dilanjutkan dengan kelompok pengajian.89

Sebagaimana yang dicontohkan oleh responden pertama, beliau juga dosen Pondok Shabran sekaligus mantan direktur Pondok Shabran. Rumah beliau tidak jauh juga jaraknya dari masjid syarif tempat mahasantri melaksanakan salat berjamaah. Setelah azan isya, maka mahasantri langsung melaksanakan salat isya secara berjamaah di Masjid Syarif bersama responden, dan bersama warga di sekitar Saripan.90

87

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 14. 88

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 15. 89

Observasi di Pondok Shabran tahun 2011-2014. 90

(53)

Selesai melaksanakan salat isya, maka mahasantri kembali ke asrama untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya. Terkadang ada mahasantri yang makan adapula mahasantri yang dengan jiwa disiplin langsung menyiapkan diri untuk mengikuti perkuliahan. Setelah selesai kuliah mahasantri balik ke asrama kemudian tidur. Pukul 04:00 mahasantri dibangunkan untuk melaksanakan salat subuh.91 Kemudian mahasantri mengikuti kelompok pengajiannya masing-masing.92

Untuk pelaksanaan salat dzuhur biasanya mahasantri melaksanakan secara berjamaah di Masjid Fadlurrahman kampus 1 UMS. Setelah selesai perkuliahan kampus, mahasantri ada yang langsung pulang, namun ada pula mahasantri yang belum pulang karena ada kegiatan lain.93

Pukul 15:00 mahasantri dibangunkan untuk melaksanakan salat ashar berjamaah di Masjid. Setelah melaksanakan salat ashar bagi mahasantri yang mempunyai amanah untuk mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an) Maka tanpa ada paksaan mahasantri tersebut berangkat menuju TPA tempat ia mengajar.94

Adapun pelaksanaan ṣalat sunnah95 mahasantri, yaitu dilaksanakan secara berjamaah, katakanlah salat tahajud. Salat tahajud dilaksanakan tiga kali dalam sepekan yaitu malam Selasa, malam Jumat, dan malam Sabtu.96

91

Observasi di Pondok Shabran, tahun 2011-2014. 92

Wawancara dengan mahasantri tanggal 12 Desember 2014. 93

Wawancara dengan mahasantri tanggal 12 Desember 2014. 94

Observasi di Pondok Shabran, tahun 2011-2014. 95

Dokumentasi, dikutip 11 Desember 2014, dalam Imron Rosyadi, dkk, Buku, hlm. 15. 96

(54)

36

Untuk salat tahajud biasanya dibuatkan jadwal imam.97 Jadi masing-masing mahasantri mendapat giliran untuk menjadi imam salat tahajud.

Setelah pukul 03:00 mahasantri dibangunkan dengan alarm yang telah di design dengan baik.98 Kemudian mahasantri segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat tahajud berjamaah. Jika ada mahasantri yang belum bangun, maka akan dibangunkan oleh musyrif dengan mendatangi setiap kamar dan membangunkan mahasantri yang masih tidur.99 Salat tahajud diawali dengan salat iftitāḥ 2 raka‘at (rak‘ātain khāfifatain). Cara melaksanakannya yaitu pada raka’at pertama setelah

takbiratul iḥrām membaca do’a iftitāḥ kemudian dilanjutkan dengan surat

al-Fātiḥah. Lalu ruku’, kemudian sujud, lalu berdiri kembali. Setelah itu

dilanjutkan raka’at kedua, tata cara pelaksanaannya seperti raka’at pertama.

Setelah duduk tahyatul akhir maka langsung salam ke kanan lalu dilanjutkan ke kiri. Tata cara salat tahajud yang dilakukan adalah 2+2+2+2, kemudian ditutup dengan salat witir 3 raka’at atau 2+4+4 dan di tutup

dengan witir 3 rakaat.100

11.Model Bimbingan iful Qur’ān dan Hadits

Mahasantri biasanya, dibangunkan pukul 04:00 untuk melaksanakan salat subuh berjamaah di Masjid Syarif. Setelah salat subuh mahasantri

97

Wawancara dengan mahasantri tanggal 12 Desember 2014. 98

Wawancara dengan dosen Shabran tanggal 8 Desember 2014 dan mahasantri Pondok Shabran. tanggal 12 Desember 2014.

99

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 100

(55)

langsung berkumpul dikelompok pengajiannya.101 Kelompok pengajian tersebut dipimpin oleh satu orang musyrif, tujuannya adalah untuk memperbagus bacaan, dan memperbanyak ilmu pengetahuan serta sering tentang isu hangat seperti isu tentang korupsi, bencana, KPK dan Polri, salat 3 waktu dan syi’ah dan isu hangat lain. Setelah selesai kelompok

pengajian mahasantri kembali ke asrama dan melaksanakan aktifitas yang lain.102

Setelah azan Maghrib dikumandangkan, mahasantri berangkat ke Masjid Syarif untuk melaksanakan salat Maghrib berjamaah, kemudian dilanjutkan untuk kelompok pengajian yang kedua yaitu menyetor hafalan

al-Qur’an, murāja‘āh dan memperbagus bacaan al-Qur’an.103

B.Akhlak Mulia Mahasantri Pondok Shabran 1. Akhlak kepada Allah

Akhlak kepada Allah dalam ini berkaitan dengan ibadah yang dilakukan oleh mahasantri sebagai hamba kepada penciptanya. Seperti salat, puasa, dan ibadah lainnya.104 Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasantri bahwasanya banyak mahasantri yang senantiasa melaksanakan ibadah di Masjid secara berjamaah. Sebagaimana yang bisa penulis simpulkan kami secara kesadaran sendiri kalau sudah mendengar adzan kami langsung menuju ke masjid Syarif untuk salat berjamaah.

101

Observasi di Pondok Shabran tahun 2013-2014. 102

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014 103

Wawancara dengan dosen,pembina, mahasantri dan observasi di Masjid Syarif. 104

(56)

38

Salatkan merupakan kewajiban seorang hamba kepada Allah swt. Jadi

kalau kita meninggalkan berdosalah kita kepada Allah”.105

Hal ini juga disampaikan oleh responden yang berperan sebagai

musyrif beliau berkata: “Salat itukan kewajiban utama yang harus kita kerjakan. Bahkan kita dilahirkan di dunia ini ya untuk beribadah kepada Allah. Jadi salat selain dijadikan sebagai kewajiban maka salat juga merupakan kebutuhan.”106“Kita yang membutuhkan Allah sedangkan Allah tidak membutuhkan salat kita, tambah responden kedua yang merupakan musyrif juga.”107

Selain itu, hubungan mahasantri dengan Allah dapat melalui puasa

sunnah yang mereka lakukan.108 Ketika ditemui mahasantri berkata bahwasanya selain mendekatkan diri dengan Allah dengan salat, cara terbaik pula melalui puasa. Karena dengan puasa, secara tidak langsung segala larangan Allah pasti kita hindari, serta mampu menjaga kesehatan dalam diri kita. Biasanya mahasantri melaksanakan puasa sunnah yaitu puasa senin kamis.109

2. Akhlak kepada Manusia

a. Akhlak kepada Diri Sendiri

Akhlak kepada diri sendiri ini berkaitan dengan kepribadian mahasantri dalam memenuhi kebutuhan dirinya. Sebagaimana yang dikatakan oleh responden pertama: “Saya kalau mengikuti ujian saya

105

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 106

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 107

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 108

Observasi di Pondok Shabran tahun 2011-2014. 109

(57)

selalu berbuat jujur, saya tidak mau nyontek karena tanggungjawab saya kepada Allah kelak nanti sangat berat. Kalau saya tidak bisa mengerjakan ya sudah saya tinggalkan, selanjutnya saya serahkan kepada Allah. Toh’ saya sudah berusaha sesuai kemampuan saya kalau hasilnya bagus ya alhamdulillah kalau hasilnya tidak sesuai harapan ya alhamdulillah.”110

Sama halnya dengan responden kedua: “beliau berkata Akhlak kepada diri sendiri itu berarti kita bertanggungjawab terhadap diri kita. Tanggungjawab terhadap apa yang dilakukan. Jika kita berbuat baik maka jiwa kita akan tenang sebaliknya jika kita berbuat maksiat maka jiwa kita tidak akan tenang dan pertanngungjawaban di hari kiamat sangatlah rugi.”111

b. Akhlak kepada Keluarga

Akhlak kepada keluarga ini berkaitan dengan hubungan antara mahasantri terhadap keluarga. Hubungan dengan keluarga tersebut diantaranya saling nasehat menasehaati dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.

Sebagaimana yang dikatakan oleh responden pertama: “Saya kalau pulang ke kampung ilmu yang saya dapat di Pondok saya sampaikan kepada keluarga saya. Karena keluarga saya pemahaman agamanya masing kurang. Ya saya sebagai anak yang mempunyai kewajiban untuk mengingatkan agar keluarga saya dapat terhindar dari

110

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 111

(58)

40

kemurkaan Allah. Ilmu yang saya sampaikan seperti tauhid. Hal ini merupakan dasar bagi umat Islam untuk mengakui adanya Allah. Jika tauhid kita tercampur dengan TBC maka lemahlah iman kita. ”112

Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh responden kedua. Beliau menambahkan: “Selain ilmu tauhid, saya juga menyampaikan pemahaman yang berkaitan dengan etika berpakaian. Karena ibu saya belum memakai jilbab, jadi karena saya sebagai anaknya sudah mengetahui kewajiban seorang muslimah untuk berhijab maka saya selalu mengingatkan kepada ibu saya ya alhamdulillah akhirnya sekarang ibu saya udah berjilbab.”113

c. Akhlak kepada Masyarakat

Mahasantri menunjukan perilaku yang baik terhadap masyarakat. Jika bertemu dengan warga mahasantri selalu menyapa dengan mengucapkan salam”assalāmu‘alaikum” atau menggunakan bahasa Jawa yang sekiranya itu merupakan kata-kata penghormatan.114

Mahasantri berinteraksi dengan baik. Seperti bersama sama membersihkan lingkungan di sekitar Saripan.115 Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh responden: “Iya kita kerja bakti bersama warga di sekitar Saripan kalau seingat saya ya mas, kita pernah kerja bakti

112

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 113

Wawancara dengan mahasantri Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 114

Wawancara dan observasi di Pondok Shabran tanggal 12 Desember 2014. 115

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat aplikasi yang berperan dalam proses pembelian , Dengan metode study pustaka, Wawancara dengan pihak yang bersangkutan, penulis

Number of Establishments and Workers Engaged in Large and Medium Manufacturing Establishments. NO Industrial Classifications

Dalam penelitian ini ditambahkan steganografi teknik First Of File (FOF) dengan menggunakan citra bitmap sebagai media penyembunyian pesan.. Kombinasi dari kedua metode ini dapat

Dengan kemampuan dan fasilitas-fasilitas yang ada pada Borland Delphi 7.0 diharapkan sistem dan aplikasi dapat dipergunakan semudah mungkin oleh petugas Rental Erha Computer dan

[r]

Specialised hospitals include trauma centres, rehabilitation hospitals, children's hospitals, seniors' (geriatric) hospitals, and hospitals for dealing with specific medical

( Seratus Delapan Puluh Tujuh Juta Enam Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah) Demikian pengumuman pemenang pengadaan langsung penyedia pekerjaan konstruksi ini untuk diketahui

Adapun tujuan dari perancangan ini adalah merancang stadion dengan kualitas ataupun estándar internacional baik dari kualitas lapangan maupun stadionnya sendiri,