KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG
MENGALAMIDENGUE HEMORRAGIC FEVER GRADE 2 DENGAN HIPERTERMI DI RUANG MELATI
RSUD BANGIL PASURUAN
OLEH:
NOVIA PUTRI MAYASARI 141210027
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
i
KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DENGUE HEMORRAGIC FEVER GRADE 2 DENGAN
HIPERTERMI DI RUANG MELATI RSUD BANGIL
PASURUAN
OLEH:
NOVIA PUTRI MAYASARI 141210027
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
ii
KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DENGUE HEMORRAGIC FEVER GRADE 2DENGAN HIPERTERMI
DI RUANG MELATI RSUD BANGIL
PASURUAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang
Oleh :
NOVIA PUTRI MAYASARI NIM : 141210027
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
vii
MOTTO
“Yakinlah tidak ada hasil yang sia-sia selama kita mau berusaha, mengasah
kemampuan, berdoa & berkarya”
PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmia (Laporan Kasus) ini saya ucapkan terimakasih dan saya
persembahkan kepada:
1. Terimakasih kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancer.
2. Terimakasih untuk kedua orang tua yang selalu mendukng dan mendo’akan yang terbaik untukku dalam berkarir demi masa depanku.
3. Terimakasih untukdosen pembimbing yang selama ini sudah banyak
memberikan saran dan masukan tentang materi dalam penyelesaian tugas ini.
4. Terimakasih untuk sahabat-sahabat yang juga sealu menyemangati untuk menyelesaikan tugas ini.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien yang Mengalami Dengue Hemorragic Fever Grade 2 dengan Hipertermi” sesuai dengan waktu yang ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak H. Bambang Tutuko, SH.,S.Kep.,Ns.,MH.selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Media Jombang. Maharani Tri P., S.Kep., Ns., MM. selaku Kepala Program Studi Diploma III Keperawatan STIKes ICMe Jombang dan dosen pembimbing Afif Hidayatul Arham, S. Kep., Ns. selaku dosen pembimbing Studi KasusKarya Tulis Ilmiah yang telah penulis teliti. Kepala Diklat RSUD Bangil yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil data dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, motivasi, kekuatan, dan nasehat selama menempuh pendidikan di STIKes ICMe Jombang hingga terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.Dan tidak lupa kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penulis sangat diharapkan demi kesempurnaan penulis di masa yang akan datang.
ix
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DENGUE HEMORRAGIC FEVER GRADE 2DENGAN HIPERTERMI
DI RUANG MELATI
RSUD BANGIL PASURUAN
Oleh :
Novia Putri Mayasari
Penyakit Dengue maupun penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang banyak dan sering berjangkit di daerah tropis, termasuk penyakit Infeksi Tropis (Tropic Infection).Dengue menyebar dengan cepat, menyerang banyak orang selama masa epidemi, sehingga menurunkan produktivitas kerja dan banyak menimbulkan kematian. DHF diperkirakan mencapai 3,9 milyar orang di 128 negara dan salah satunya adalah di indonesia angka kematian 0,83 %. Salah satu penyebabnya adalah hipertermi, yang berlangsung secara mendadak selama 5-7 hari.Tujuan dilakukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
Desain penelitian ini adalah Deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian diambil dari RSUD Bangil Pasuruan sebanyak 2 klien dengan diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Pengolahan pre survei data diambil dari ruang Melati di RSUD Bangil.
Berdasarkan hasil penelitian pada dua klien yang berbeda didapatkan bahwa klien yang mengalami DHF memiliki masalah yang sama yaitu hipertermi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perbedaan yaitu klien 1 terdapat bintik kemerahan pada kulit, sedangkan klien 2 terdapat mimisan 1 kali.Pada implementasi ada perbedaan terapi yang diberikan pada klien 1 dan klien 2.
Kesimpulan berdasarkan evaluasi pada asuhan keperawatan dengan masalah hipertermi pada klien 1 dan klien 2bahwa pada gejala yang timbul setelah terjangkit penyakit ini disertai dengan hipertermi dan bintik kemerahan pada kulit, perdarahan dihidung (mimisan), terjadi perbedaan perkembangan klien 1 masalah hipertermi teratasi sedangkan klien 2 masalah belum teratasi. Jadi pada klien 2 masih memerlukan implementasi lanjutan karena masalahnya belum teratasi seluruhnya.
x
ABSTRACT
NURSING CARE TO CLIENT WITH DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF) GRADE 2 WITH HIPERTERMI IN MELATIROOM
BANGIL HOSPITAL PASURUAN
By :
Novia Putri Mayasari
Dengue disease and Dengue Hemorrhagic fever are infectious diseases that are frequent and often contagious in the tropics, including tropical infectious diseases (Tropic Infection). Dengue spread rapidly, striking many people during the epidemic, resulting in lower labor productivity and many deaths. DHF is estimated to reach 3.9 billion people in 128 countries and one of them is in Indonesia the mortality rate is 0.83%. One of the causes is hyperthermia, which lasts for 5-7 days. The aim is to carry out nursing care on clients who have DHF grade 2 with hyperthermic problems in melati Room RSUD Bangil Pasuruan Regency
.
The design of this research is descriptive by using case study method. The study was taken from RSUD Bangil Pasuruan as many as 2 clients with hyperthermia diagnosis related to disease process. Processing pre survey data taken from space Melati at RSUD Bangil.
Based on the results of research on two different clients found that clients who experience DHF have the same problem that is heat (hypertermi). On the physical examination found that the difference of client 1 there is a reddish spots on the skin, while the client 2 there is a nosebleed once. In the implementation there are different therapies given to clients 1 and client 2.
Conclusions based on evaluation of nursing care with hyperthermic problems in clients 1 and client 2 that the symptoms that arise after contracting the disease is accompanied by heat (hyperthermia) and skin reddish spots, bleeding nose (nosebleed), there are differences in client development 1 hypertermi problems resolved While client 2 is still fever. So on client 2 still require further implementation because the problem is not solved entirely.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 4
1.4Tujuan ... 4
1.5Manfaat ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1Pengertian DHF ... 7
2.1.2 Klasifikasi ... 8
2.1.3 Etiologi ... 8
xii
2.1.5 Patofisiologi ... 9
2.1.6 Pathway ... 12
2.1.7 Komplikasi ... 13
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ... 13
2.1.9 Penatalaksanaan ... 14
2.2 KonsepHipertermi 2.2.1 Definisi ... 15
2.2.2 Batasan Karakteristik ... 15
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan ... 16
2.2.4 Manifestasi Klinis ... 17
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ... 17
2.3.1 Pengkajian ... 17
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ... 20
2.3.3 Intervensi Keperawatan ... 21
2.3.4 Implementasi ... 24
2.3.5 Evaluasi ... 24
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 25
3.2 Batasan Istilah ... 25
3.3 Partisipan ... 26
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.5 Pengumpulan Data ... 27
3.6 Uji Keabsahan Data ... 27
3.7 Analisa Data ... 27
3.8 Etik Penelitian ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 40
xiii
4.1.2 Pengkajian ... 40
4.1.3 Terapi Obat ... 46
4.1.4 Analisa Data ... 46
4.1.5 Diagnosa Keperawatan ... 46
4.1.6 Perencanaan ... 47
4.1.7 Pelaksanaan ... 48
4.1.8 Evaluasi ... 51
4.2 Pembahasan ... 52
4.2.1 Pengkajian ... 52
4.2.2 Diagnosa Keperawatan ... 55
4.2.3 Intervensi Keperawatan ... 56
4.2.4 Implementasi Keperawatan ... 56
4.2.5 Evaluasi ... 58
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran ... 62
xiv
DAFTAR TABEL
No Daftar Tabel Hal
2.1 Intervensi Keperawatan ... 21
4.1 Identitas Klien ... 40
4.2 Riwayat Klien... 41
4.3 Perubahan Pola Kesehatan ... 41
4.4 Pemeriksaan Fisik ... 42
4.5 Hasil Pemeriksaan dan Diagnostik... 45
4.6 Terapi Obat... 45
4.7 Analisa Data ... 46
4.8 Diagnosa Keperawatan... 46
4.9 Perencanaan... 47
4.10 Pelaksanaan ... 48
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 JadwalPelaksanaanLaporanKasus Lampiran 2 Permohonan menjadi responden Lampiran 3 Persetujuan menjadi responden
Lampiran 4 Format pengkajian Asuhan Keperawatan
Lampiran 5 Lembar Surat Pre survey data, Studi Pendahuluan dan Penelitian Lampiran 6 Lembar Surat Persetujuan Pengambilan Data
Lampiran 7 Rekomendasi Penelitian
Lampiran 8 Surat Pernyataan ke Badan Kesehatan Bangsa dan Politik Lampiran 9 Data jumlah Kasus DBD di RSUD Bangil
xvii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
LAMBANG
1. % : Persentase
2. ≤ : Lebih kecil dari atau sama dengan 3. < : Lebih kecil dari
4. > : Lebih besar dari 5. oC : Derajat Celsius 6. oF : Derajat Fahrenheit 7. m : Meter
8. cm : Sentimeter 9. N : Normal 10.ul :Mikroliter 11.gr : Desiliter 12.Meq : Miliequivalen 13.dl : delusion
SINGKATAN
1. WHO : World Health Organization 2. DHF : Dengue Hemorragic Fever 3. DBD : Demam Berdarah Dengue 4. DD : Demam Dengue
5. DSS : Dengue Shock Syndrome 6. DEN : Serotipe Dengue
7. USG : Ultrasonografi
8. BCG : Bacille Calmette Guerin 9. TD : Tekanan Darah
10.RR : Respiratory Rate 11.DPT : DifteriPertusis Tetanus
12.HIB : Haemophilus Influenzae Type B 13.PCV : Pneumococcal Vaccine
xviii 15.RS : RumahSakit
16.SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase 17.SGOT : Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase 18.IgM : Imunoglobulin M
19.IgG :Imunoglobulin G
20.NIC : Nursing Interventions Classification 21.NOC : Nursing Outcomes Classification
22.NANDA : Nort American Nursing Diagnosis Association 23.WBC : White Blood Cell
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah atau biasa dikenal dengan DHF (Dengue haemorragic Fever) merupakan suatu penyakit yang dapat memicu kematian disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina, nyamuk ini merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis, dan bisa hidup pada daerah yang ketinggiannya mencapai 2200 m diatas permukaan laut (Price & Wilson, 2007). Demam Berdarah
Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara. Dalam hal itu
masalah yang sering muncul pada infeksi pertama oleh virus dengue yaitu Hipertermi (demam), sebagian besar penderita akan mengalami demam
mendadak antara 39-40 C, sesudah 5-7 hari demam akan berakhir tetapi kemudian kambuh lagi,biasanya terlihat lesu, disertai sakit kepala pada bagian
depan kepala, nyeri bagian belakang mata, dan persendian, terlebih lagi disertai perdarahan dan kadang-kadang syok. Dengue menyebar dengan cepat, menyerang banyak orang selama masa epidemi, sehingga menurunkan produktifvitas kerja dan banyak menimbulkan kematian (Soedarto, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, penelitian terbaru menunjukkan 390 juta infeksi dengue pertahun dimana 96 juta bermanifestasi klinis dengan berbagai derajat. Penelitian lain menyatakan,
prevalensi DHF di perkirakan mencapai 3,9 milyar orang di 128 negara beresiko terinfeksi virus dengue.Pada tahun 2015, di Indonesia jumlah penderita DHF yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,83%). Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus pada
tahun 2015. Selama periode tahun 2009 sampai tahun 2015 jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD cenderung meningkat. Pada tahun 2014,di Jawa Timur jumlah kasus sebanyak 9.273 kasus dengan jumlah kematian sebanyak
107 orang (IR/Angka kesakitan= 24,07 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 1,15%). Sedangkan pada tahun 2015, jumlah kematian tertinggi
terjadi di Jawa Timur sebanyak 283 kematian, diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan Kalimantan Timur (65 kematian) (Profil Kesehatan Indonesia,
2015).Pada tahun 2015 ditemukan 227 kasus DHF diantara 194.815 penduduk Kota Pasuruan atau IR sebesar 116,5 per 100.000 penduduk. Insiden Rate/IR DHF tahun 2015 ini menunjukkan peningkatan dari IR DBD tahun-tahun
sebelumnya. Secara berturut-turut angka IR DBD di Kota Pasuruan dari tahun 2011 sampai dengan 2015 adalah 41; 49,46; 103,25; 65,12 dan 116,52 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Kota Pasuruan, 2015).Selama September
2016-januari 2017 data jumlah kasus DBD di Rawat inap RSUD Bangil Pasuruan tercatat 1122 kasus DBD.
Demam dengue terjadi sesudah gigitan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus. Nyamuk yang mudah dikenali karena badan dan kakinya mempunyai bercak-bercak putih ini berkembang biak pada genangan air bersih
dan mempunyai jarak terbang sekitar 100-200 meter. Nyamuk terinfeksi virus dengue karena menghisap darah penderita dengue yang mengandung virus
diri di dalam kelenjar limfe badan. Sesudah jumlah virus cukup untuk
menyebabkan terjadinya gejala, penderita akan menunjukkan gejala klinis, yang terjadi di sekitar 4-6 hari sesudah masuknya virus (Soedarto, 2012).
Setelah itu terjadi respon antibodi yang menimbulkan kompleks antigen antibodi, kemudian badan menjadi panas akibat toksin tersebut hipotalamus tidak bisa terkontrol yang akhirnya menjadi panas tinggi dan demam. Demam
yang tidak segera diatasi akan menyababkan kejang demam, dehidrasi, dan gangguan tumbuh kembang pada anak (Andra & Yessie, 2013).
Dengan masalah-masalah yang ada pada kasus DHF, yang salah satunya yaitu hipertermi maka perlu upaya-upaya untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Di rumah sakit peran perawat untuk mencegah terjadinya komplikasi saat terjadi suatu renjatan suhu tubuh yaitu dengan menganjurkan pasien untuk mengonsumsi air putih yang banyak, berikan pasien selimut atau pakaian
ringan tergantung pada fase demam, fasilitas istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan, selalu mengobservasi suhu dan tanda-tanda vital lainnya, selain itu pemberian antipiretik juga dapat dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh (Gloria et al, 2016). Tetapi sebagian besar penderita demam dengue dapat dirawat di rumah. Keluarga perlu di beri penjelasan bagi
penderita agar dianjurkan untuk beristirahat, banyak minum, dan mendapatkan makanan yang bergizi.Jika memungkinkan penderita diberi minum larutan garam oralit (yang biasa diberikan pada penderita diare). Pemberian cairan
meningkat. Jika penderita menunjukkan perkembangan dengan tanda-tanda
yang membahayakan jiwa, penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit (Soedarto, 2012).Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
tentang penyakit DHF (Dengue haemorragic Fever) dalam sebuah Karya Tulis yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien DHF (Dengue haemorragic
Fever) dengan masalah Hipertermi di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.2 Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah Hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3 Rumusan Masalah
”Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.”.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami
DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami
DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat teoritis
Menambah khasanah keilmuan untuk perkembangan pengetahuan dan menambah wawasan dalam mencari pemecahan masalah pada klien
yang mengalami DHF grade 2 dengan masalah hipertermi diRuang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.5.2 Manfaat praktis
a. Bagi klien
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah
dipelajari dalam penanganan kasus Hipertermi yang dialami dengan kasus nyata dalam pelaksanaan keperawatan, seperti cara untuk mengendalikan hipertermi tersebut.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien dengan Hipertermi.
c. Bagi perawat
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar infomasi dan pertimbangan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan
sikap dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien hipertermi.
d. Bagi Peneliti selanjutnya
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar infomasi dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar DHF
2.1.1 Pengertian DHF
Penyakit DHF adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7
hari, maifestasi perdarahan termasuk uji tourniquet positif, trombositopeni, dan hemokosentrasi (peningkatan hematocrit ≤20 %) (Andra saferi Wijaya, 2013).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den -41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (Lestari, 2007).
Menurut Soedarto (2012) DHF (Dengue haemorragic Fever) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus Flavivirus,virus RNA dari keluarga Flaviviridae. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue menyebabkan terjadinya kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut, dan kekebalan sementara dalam waktu pendek terhadap
serotipe virus dengue lainnya. Pada waktu terjadi epidemik di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotipe virus dengue.
Menurut Cris Tanto (2014) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut akibat infeksi virus dengue, dengan manifestasi yang sangat bervariasi, mulai dari demam akut hingga sindrom renjatan yang dapat menyebabkan modalitas.
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Suriadi tahun 2010 (dikutip dalam Kurniawati 2016) derajat
penyakit DHF di klasifiksikan menjadi 4 golongan, yaitu :
a) Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah gejala perdarahan spontan. c) Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120 x/mnt) tekanan nadi sempit (<120 mmHg). d) Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.
2.1.3 Etiologi
DEN-3 serotipe terbanyak, infeksi salah satu serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberkan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah epidemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.Keempat serotipe virusdengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru,dkk 2009.Dikutip dari buku NANDA Nic-Noc Jilid 1, 2016).
2.1.4 Tanda dan gejala
A. Mayor (Harus ada)
1) uhu tubuh lebih tinggi dari , C secara oral atau , C.
B. Minor (Mungkin ada) 1) Kulit kemerah-merahan 2) Hangat pada saat disentuh
3) Peningkatan frekuensi pernafasan 4) Takikardi
5) Menggigil atau merinding
6) Dehidrasi
7) Rasa sakit dan nyeri yang spesifik atau menyeluruh (mis. Sakit
kepala)
8) Malaise atau keletihan atau kelemahan 9) Kehilangan selera makan
2.1.5 Patofisiologi
Virus dengue ditransmisi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Vektor tersebut tersebar meluas di daerah tropis dan sub tropis di berbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada di dalam darah sejak fase akut/fase demam hingga klinis demam menghilang. Demam tersebut
diakibatan oleh virus yang masuk melalui kulit yang terigigit nyamuk menyebabkan viremia yang dapat menstimulasi sel makro DMN untuk
produksi pirogen endogen lalu masuk ke hipotalamus yang dapat mengacaukan termogulasi menjadikan pasien hiperpireksia sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh (hipertermi).
Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile), fase kritis, dan fase penyembuhan.Fase demam berlangsung pada demam hari ke-1 hingga ke 3, fase kritis terjadi pada dmam hari ke-3 hingga 7, dan fase penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6 sampai 7.Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan
gejala klinis pada pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD). Demam merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari.Demam juga disertai gejala konstitusional lainnya seperti lesu, tidak mau makan dan muntah. Pada DHF, terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan,
akanterjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut
yang menjadi alasan mengapa cairan diberikan maksimal 48 jam.
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih
dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari sistem imun : monosit dan sel T, sistem kompelemen, serta produksi
mediator inflamasi dan sitokin lainnya. Trombosiopenia pun terjadi akibat beberapa mekaisme yang kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel hematopoietic), serta peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit.
Pada kasus DHF, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan.Manifestasi perdarahan yang sering di jumpai yaitu perdarahan
kulit (petekie) da mimisan (epitaksis). Tanda perdarahan lainnya yang patut diwaspadai antara lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada kasus
perdarahan spontan maka dapat di lakukan uji turniket (Cris Tanto, 2014, dikutip dalam Kurniawati, 2016).
Perdarahan tersebut terjadi pada organ anak ginjal suprarenalis.Kelenjar yang berada di atas ginal ini mempoduksi hormon corticosteroid.Hormon ini meningkat empatkali lipat dari normal.Ia yang membantu mekanisme tubuh
mengalami perdarahan sehingga fungsinya terganggu, produksi hormon
penangkal syok tubuh akan berkurang. Kondisi itu yang menjadikan pasien lebih rentan masuk kedalam syok, oleh karena mekanisme pertahanan syok
2.1.6 Pathway
Gambar 2.1 : Sumber (Riyawan, 2013)
Infeksi virus dengue
Kompleks virus-antibodi
Aktivasi komplemen Demam anoreksi
muntah
Dehidrasi Anti hisamin dilepaskan
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma
hipovolemia
Renjatan hipovolemi, hipotensi
Asidosis metabolik
Deperesi sumsum tulang
Perdarahan trombositopenia
Vektor aedes aegepti
Virus yang masuk Melalui kulit yang Tergigit nyamuk
Komplek antibodi virus
Aktivitas komplemen
Peningkatan permeabilitas PO (Plasma leakage)
Plasma ke ekstravaskuler
Volume plasma turun
Hematokrit meningkat
Aliran darah ke jantung
PERUBAHAN PERFUSI
Depresi sumsum tulang
Trombosit Kehilangan fungsi
Agregasinya dan Mengalami metabolisme Histamin dilepaskan oleh C3aC5a
Dimusnahkan oleh System RE
Trombositopenia
Perdarahan
Hepatomegali
Pembesaran kapsul hati
Metabolisme
Nyeri kepala NYAMAN (NYERI) NUTRISI
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi demam berdarah dengue menurut Chris Tanto (2014) dikutip dalam kurniawati tahun 2016.
a. Ensefalopati dengue : edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik pada syok maupn tanpa syok.
b. Kelainan ginjal : akibat syok berkepanjangan.
c. Edema paru : akibat pemberian cairan berlebihan. 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang demam berdarah dengue menurut Chris Tanto (2014) dikutip dalam kurniawati tahun 2016 :
a. Laboratorium (sesuaikan dengan perjalanan penyakit) : pada hari ke-3 umumnya leukosit menurun atau normal, hematokrit, mulai meningkat (hemokonsentrasi), dan trombositopenia terjadi pada hari ke 3-7. Pada pemeriksaan jenis leukosit, ditemukan limfositosis (peningkatan 15%) mulai hari ke-3, ditandai adanya limfosit atipik.
b. Uji serologi : uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase konvalesens.
1). Infeksi primer. Titer serum akut <1:20 dan serum konvalesens naik
4x atau lebih tetapi tidak melebihi 1:1280.
2). Infeksi sekunder. Titer serum akut <1:20 dan serum konvalesens 1:2560 atau serum akut 1:20 dan konvalesens naik 4x atau lebih.
3). Tersangka infeksi sekunder yang baru terjadi.
Titer serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau
c. Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi adanya efusi pleura :
Rontgen toraks posisi right lateral decubitus, USG. 2.1.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi dengue ialah sebagai berikut :
a. Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau
cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam.
a.aMedikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol
bukan aspirin, diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati, kortikosteroid diberikan pada DBD
ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan, antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
a.bSupportif Cairan
Cairan per oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% deficit, diberikan untuk 48 jam atau lebih, kecepatan cairan IV disesuaikan
dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
c. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya dekstran 40, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kebocoran plasma yang berat, dan tidak ada perbaikan yang adekuat setelah pemberian kristaloid.
d. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumatan di tambah dengan 5% untuk dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk menjaga agar volume intravascular dan sirkulasi tetap adekuat.
e. Durasi pemberian terapi, cairan intravena tidak boleh melebihi 24-48 jam pada kasus syok. Pada kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih
dari 60-72 jam.
f. Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya
menggunakan berat badan ideal.
g. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis. Kebutuhan cairan intravena pada anak berbeda dengan dewasa
h. Pemberian tranfusi trombosit tidak direkomendasikan pada anak.
2.2 Konsep Hipertermi
2.2.1 Definisi
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal di oral karena kegagalan termoregulasi (Nanda, 2015-2017).
Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh , C ( 00 oC) per oral atau 38,8 oC (101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena factor eksternal (Lynda Juall
2.2.2 Macam-macam suhu
Macam-macam suhu tubuh menurut (Tamsuri Anas, 2007) : a. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
b. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C c. Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C d. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C. 2.2.3 Batasan karakteristik
a. Apnea
b. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu, pada dewasa nafsu makan berkurang
c. Gelisah d. Hipotensi
e. Kejang f. Koma
g. Kulit kemerahan
h. Kulit terasa hangat i. Latergi
k. Stupor
l. Takikardi m. Takipnea
n. Vasodilatasi
(Nanda, 2015-2017) 2.2.4 Faktor yang berhubungan
a. Aktivitas berlebihan b. Dehidrasi
c. Iskemia
d. Pakaian yang tidak sesuai
e. Peningkatan laju metabolism f. Penurunan perspirasi
g. Penyakit
h. Sepsis
i. Suhu lingkungan tinggi j. Trauma
(Nanda, 2015-2017) 2.2.5 Manifestasi Klinis
a) Gelisah (suhu lebih tinggi dari 37,8oC-40oC). b) Kulit kemerahan
c) Hangat pada sentuhan
d) Peningkatan frekuensi pernafasan e) Menggigil
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien DHF
2.3.1 Pengkajian
a. Identitas klien : terdiri dari nama, alamat, umur, status, diagnosa medis,
tanggal MRS, keluarga yang dapat dihubungi, catatan kedatangan, no RM.
b. Riwayat kesehatan klien
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan demam lebih dari 3
hari, tidak mau makan, terdapat bintik merah pada tubuh. 2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Suhu tubuh meningkat sehingga menggigil yang menyebabkan sakit kepala.
b) Tidak nafsu makan, mual muntah, sakit saat menelan, dan
lemah.
c) Nyeri otot dan persendian. d) Konstipasi dan bisa juga diare.
e) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. f) Batuk ringan.
g) Mata terasa pegal, sering mengeluarkan air mata (lakrimasi), foto fobia.
h) Ruam pada kulit (kemerahan).
3) Riwayat kesehatan dahulu
a) Pernah menderita DHF b) Riwayat kurang gizi
c) Riwayat aktivitas sehari-hari d) Pola hidup (life style)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya penderita DHF dalam keluarga d. Pemeriksaan fisik
1) Pengkajian umum
a) Tingkat kesadaran : komposmentis, apatis, somnolen, sopor,
koma.
b) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat.
c) Keadaan gizi : tinggi badan dan berat badan dengan gizi baik,
sedang, buruk.
d) Tanda-tanda vital : suhu meningkat, tekanan darah pada DF & DHF dapat meningkat, sedangkan pada DSS dapat menurun,
nadi pada DF & DHF takikardi, sedangkan pada DSS dapat menurun, nadi pada DSS dapat cepat dan lemah serta ada
proses penyembuhan brakikardi, pernafasan dapat normal dan meningkat, pada DSS cepat dan dangkal.
2) Pengkajian sistem tubuh
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
a.bPemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile (pengisian kapiler).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
b) Pemeriksaan kepala
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala,
warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan
tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering).
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
c) Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan. Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak
pucat/ikterik, simetris.
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang. Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
d) Pemeriksaan mata
Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan
respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
e) Pemeriksaan telinga
Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda
infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus,
warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus Normal: tidak ada nyeri tekan.
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung (lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
Palpasi frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan. g) Pemeriksaan mulut dan bibir
Inspeksi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak
ada lesi dan stomatitis
Inspeksi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi
lidah, dan keadaan langit-langit.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang
h) Pemeriksaan leher
Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris, keselarasan trakea, dan benjolan pada dasar leher serta vena jugular dan
arteri karotid.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar gondok.
auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi Normal: arteri karotis terdengar.
palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kelenjarlimfe, tidak ada nyeri.
Auskultasi : bising pembuluh darah. i) Pemeriksaan dada (dada dan punggung)
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas
(frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil
melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil
vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1
dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
j) Sistem kardiovaskuler
Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri
dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4). k) Dada dan aksila
Inspeksi dada: Integritas kulit
Palpasi dada: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
l) Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell). Normal: suara peristaltik terdengar setiap 5-20x/dtk,
terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri
dan bagaiman kualitas bunyinya.
Perkusi hepar: Batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan
apabila banyak cairan = hipertimpani
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan
terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan
m) Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif,
kekuatan otot penuh.
Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis. Normal: reflek bisep dan trisep positif
n) Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapakkaki)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus
otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
o) Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Wanita:
Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Pria:
Inspeksi: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
Inspeksi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan (Rohmad Adi
Candra,2013). e. Pemeriksaan penunjang
1) Darah
c) Hematokrit meningkat (N: laki-laki 40-54%, perempuan
36-46%)
d) Hb menurun (N: 14-16 gr/dl, perempuan 12-16 gr/dl)
e) Hiponatremia 135-147 meq/l) f) Hipokloremia (N: 100-106 meq/l)
g) SGPT/SGOT, ureum dan pH darah meningkat
N: SGPT/SGOT < 12 U/l N: ureum 20-40 mg/dl
N: pH 7,38-7,44 2) Urin
Albuminuria ringan (N: 4-5,2 g/dl) 3) Uji serologis
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (Hl Test)
b) Uji komplemen fiksasi (CF Test) c) Uji neutralisasi (Nt Test)
d) Igm ELISA (Mac ELISA)
e) IgG ELISA
(Andra & Yessie, 2013)
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perdarahan.
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi.
5) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses infeksi virus (virumia).
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan menurut Nanda NIC-NOC 2015-2017
Diagnosa keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Definisi :peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
Batasan Karakteristik :
a. Konvulsi b.Kulit kemerahan c. Peningkatan suhu
diatas kisaran normal d.Kejang
e. Takipnea
f. Kulit terasa hangat
Faktor yang Berhubungan :
a. Anastesia
b.Penurunan respirasi c. Dehidrasi
d.Pemajanan lingkungan yang panas
e. Penyakit
f. Pemakain pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan g.Peningkatan laju
metabolisme h.Medikasi i. Trauma
j. Aktivitas berlebihan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC
Thermoregulasi
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal b.Nadi dan RR dalam
rentang normal c. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi
NIC
Fever treatment
a. Monitor suhu sesering mungkin
asional : suhu , C
menunjukkan proses penyakit infeksi akut. b. Monitor IWL
asional: karena W meningkat 0% setiap peningkatan suhu tubuh 0 C.
c. Monitor warna dan suhu kulit
Rasional: menjaga suhu dan menghindari panas yang berkaitan dengan penyakit. d. Monitor tekanan darah,
nadi, dan RR
Rasional: peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan vena, dan penurunan tekanan
e. Monitor penurunan tingkat kesadaran Rasional: perubahan tingkat kesadaran dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. f. Monitor WBC, Hb,
dan Hct
Rasioanal: peningkatan suhu tubuh bisa juga karena adanya infeksi. g. Monitor intake dan
output
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. i. Berikan pengobatan
untuk mengatasi penyebab demam Rasional: membantu mengurangi demam. j. Selimuti pasien
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari , - 0 C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
k. Kolaborasi pemberian cairan intravena Rasional: menghindari kehilangan air natrium klorida dan kalium yang berlebihan. l. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila Rasional: dapat membantu mengurangi demam.
m.Tingkatkan sirkulasi udara
Rasional: suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
n. Berikan pengobatan untuk terjadinya menggigil
Rasional: menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu adanya infeksi umum.
Temperature regulatation
a. Monitor suhu minimal setiap 2 jam
b.Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu
c. Monitor TD, nadi, dan RR
penurunan tekanan vena, dan penurunan tekanan darah dapat mengindikasi Hipovolemia, yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan.
d.Monitor warna dan suhu kulit
Rasional: menjaga suhu dan menghindari panas yang berkaitan dengan penyakit. e. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi Rasional: untuk mengganti kehilangan cairan melalui keringat.
f. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
asional: digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari , - 0 C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
g.Berikan antipiretik Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu, RR
Rasional: peningkatan tekanan denyut nadi, penurunan tekanan vena, dan oenurunan tekanan darah dapat mengindikasikasikan hipovolemia, yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan.
2.3.4 Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari proses keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan disesuaikan (Potter & Perry, 2005, dikutip dalam Kurniawati
tahun 2016). 2.3.5 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien yang
tujuannya telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplor masalah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF
grade 2 dengan masalah keperawatan hipertermi di ruang melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
3.2 Batasan Istilah
Batasan istilah dalam studi kasus ini adalah :
a. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengueadalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji tourniquet positif, trombositopeni, dan hemokosentrasi (peningkatan hematocrit ≤20 %) (Andra saferi Wijaya, 20 ).
Menurut Suriadi, 2010 DHF Derajat II adalah sama dengan derajat I, ditambah gejala perdarahan spontan pada kulit dan atau perdarahan
kulit lainnya. b. Hipertermi
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal dioral karena kegagalan
c.Asuhan Keperawatan
Menurut Ali (2009) dikutip dalam CM Imelda tahun 2015 menyatakan bahwa asuhan keperawatan adalah merupakan suatu
tindakan kegiatan atau proses dalam praktik keperawatan serta rangkaian kegiatan yang diberikan secara langsung kepada klien (pasien) yang pelakasanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan
dan merupakan inti praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan objektif klien sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan.
3.3 Partisipan
Unit analisis atau partisipan dalam studi kasus ini adalah klien.Subjek yang digunakan adalah 2 klien (2 kasus) dengan diagnosa medis demam
berdarah dengue grade 2 dan masalah keperawatan hipertermi.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 Lokasi
Studi kasus dilaksanakan di ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
3.4.2 Waktu
3.5 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penyusunan studi kasus ini adalah : a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang-dulu-keluarga dll). Sumber data dari klien, keluarga, perawat lainnya.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.
c. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostic dan
data lain yang relevan).
3.6 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam studi kasus ini dilakukan dengan : a. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan.
b.Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga
sumber data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan masalah yang diteliti.
3.7 Analisa Data
Urutan dalam analisis adalah : a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
b. Mereduksi Data
menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil
pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal. c. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif.Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien.
d. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode
induksi.
3.8 Etik Penelitian
Menurut kvale tahun 2011 (dikutip dalam Yati Afiyanti & Imami Nur
Rachmawati, 2014) dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
a. Konsekuensi Beneficience/ Manfaat Peneliti
Membuat hasil penelitian ini bermanfaat atau memiliki konstribusi memberikan manfaat pada para partisipan. Dengan cara melalui suatu
penelitian atau ungkapan langsung yang dapat bermanfaat untuk para partisipan secara individu maupun kelompok yang memiliki kondisi yang sama dengan partisipan yang sedang diteliti.
b. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)
Memberikan bentuk persetujuan antara dan responden studi kasus dengan
subjek mengerti maksud dan tujuan studi kasus. Untuk memperoleh
ketersediaan kelengkapan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan. Informed consent sering kali menjadi masalah ketika partisipan tidak dapat memperoleh penjelasan yang lengkap di awal penelitian karena sifat dari penelitian kualitatif yang tentative dan eksploratorif.
c. Anonimity(tanpa nama)
Masalah etika studi kasus merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek studi kasus dengan cara memberikan atau
menempatkan nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil studi yang akan disajikan. Pentingnya
penyamaran identitas partisipan karena di dalam studi kasus tersebut terdapat deskripsi yang rinci tentang partisipan selama proses penelitian. d. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan peneliti studi kasus.Hal tersebut untuk mengantisipasi masalah-masalah yang bersifat legal berkenaan dengan perlindungan indentitas partisipan.
e. Konsekuensi Bahaya/Resiko atau Ketidaknyamanan partisipan
Posisi partisipan atau informan merupakan individu atau kelompok yang
rentan dapat membuat mereka berfikir bahwa keikutsertaan dalam penelitian adalah suatu keharusan padahal mereka tidak menginginkannya, Dengan hal tersebut peneliti harus meminimalkan resiko bahaya atau
f. Peran peneliti
Peneliti kualitatif sebagai instrumen dalam penelitiannya memiliki banyak peranan dalam menantisipasi berbagai isu etik yang aka muncul
dalam proyek penelitian.
42
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi dan Pengambilan Data
Lokasi yang digunakan dalam penyusunan KTI studi Kasus serta pengambilan data adalah di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan yang
terakreditasi Paripurna dengan jumlah tempat tidur inap sebanyak 200. Di ruang Melati terdapat 16 ruang dengan kapasitas ruangan terdiri dari 103
tempat tidur yang dilengkapi dengan tempat tidur matras, bed side cabinet, kipas angin, kamar mandi dalam, serta ruang khusus untuk laki-laki di sediakan 7 ruangan sedangkan ruang khusus perempuan terdapat 4 ruang.Lokasi ini
beralamat di Jln Raya Raci-Bangil, Pasuruan.
4.1.2 Pengkajian
1. Identitas klien
Tabel 4.1 Identitas klien IDENTITAS
11 Februari 2017
13 Februari 2017 22:40 WIB 003216xx
Demam Berdarah Dengue
Sdr.M
13 Februari 2017
13 Februari 2017 10:30 WIB 003217xx
2. Riwayat Penyakit
Tabel 4.2 Riwayat Penyakit RIWAYAT
Klien mengatakan mengalami demam sudah 4 hari
Klien mengatakan demam sejak tanggal 8 februari 2017 hari rabu, dan di rawat di puskesmas Ngemplak, tanggal 9 hari kamis pagi demam reda dan tgl 10 jumat mulai demam lagi, tgl 11 hari sabtu dirujuk ke D
Bangil Pasuruan dengan kesadaran composmentis D: 20 0 mmHg, : , C, N:
100 x/menit, SPO2 : 99%, RR: 21x/menit, di IGD klien disarankan oleh dokter untuk rawat inap dan pada tanggal 12 Februari 2017 jam 23:00 WIB dipindahkan ke ruang Melati RSUD Bangil.
Klien mengatakan bahwa klien tidak mempunyai penyakit yang diderita, tidak pernah operasi dan klien tidak mempunyai riwayat alergi.
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular atau keturunan dari keluarga.
Klien mengatakan mengalami demam sudah 3 hari
Klien mengatakan demam sudah sejak tanggal 11 hari sabtu pagi, tgl 12 minggu pagi demam reda dan tgl 13 klien demam lagi disertai muntah dan mimisan 1 kali dan akhirnya di bawa ke puskesmas Sidogiri dan langsung dirujuk ke D
Bangil, Pasuruan dengan kesadaran composmentis D: 0 0 mmHg : 0 C ,N: 0
x/menit, SPO2: 98%, RR: 20x/menit, di IGD klien disarankan oleh dokter untuk rawat inap dan pada tanggal 13 Februari 2017 pada jam 12:30 WIB dipindahkan ke ruang Melati RSUD Bangil.
Klien mengatakan bahwa klien tidak mempunyai penyakit yang diderita, tidak pernah operasi dan klien tidak mempunyai riwayat alergi.
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular atau keturunan dari keluarga.
3. Perubahan pola kesehatan
Tabel 4.3 Perubahan pola kesehatan POLA
Makan 3x sehari (nasi, lauk, sayur)
Minum 9 gelas/hari BAB 1x/hari BAK 7x/hari
Selama di rumah pasien isirahat siang 2 jam , malam 10 jam
Kuliah, bekerja
Selama di RS pasien hanya di atas tempat tidurnya
Makan 3x sehari ½ porsi.
Minum 4 gelas/hari. Selama di RS pasien BAB 1x/hari, BAK 3x/hari. Selama di RS pasien istirahat siang 3 jam, malam 12 jam
Pola aktivitas
Pola nutrisi
Pola eliminasi
Pola istirahat tidur
Makan 3x sehari (nasi, lauk, sayur)
Minum 7 gelas/hari BAB 1x/hari BAK 6x/hari
Selama di rumah pasien isirahat siang 1-2 jam , malam 10 jam
atas tempat tidurnya Makan 3x sehari ½ porsi.
Minum 4 gelas/hari. Selama di RS pasien BAB 1x/hari, BAK 3x/hari. Selama di RS pasien istirahat siang 3 jam, malam 12 jam
4. Pemeriksaan fisik
Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik
Observasi Klien 1 Klien 2
Inspeksi : kebersihan kulit baik, kulit tidak ada ikterik/pucat ataupun sianosis, teraba panas Palpasi : kering, turgor baik/elastis,
tidak ada edema Kuku
Inspeksi :bersih, bentuk
normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : aliran darah kuku kembali < 3 detik.
Inspeksi : simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
Palpasi :tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
Inspeksi :warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris. Palpasi :tidak ada nyeri tekan dan
edema.
Inspeksi : simetris mata kiri kanan, simetris bola mata kiri kanan, warna
konjungtiva pucat, dan sclera berwarna putih. Inspeksi : bentuk dan posisi
0 C
Inspeksi : kebersihan kulit baik, kulit tidak ada ikterik/pucat ataupun sianosis, teraba panas Palpasi : kering, turgor
baik/elastis, tidak ada edema
Kuku
Inspeksi :bersih, bentuk
normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : aliran darah kuku kembali < 3 detik. Inspeksi : simetris, bersih, tidak
ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
Palpasi :tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh. Inspeksi :warna sama dengan
bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Palpasi :tidak ada nyeri tekan dan edema.
Hidung dan
simetris kiri kanan, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar. Palpasi : tidak ada nyeri tekan Inspeksi :simetris kiri kanan, warna
sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi. Palpasi dan perkusi : tidak ada
bengkak dan nyeri tekan
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut kering dan bibir kering, tidak ada lesi dan stomatitis.
Inspeksi dan palpasi struktur luar :gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau
kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Inspeksi : warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid : tidak teraba
pembesaran kelenjar gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri.
Inspeksi : simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjol an/edema
Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri
simetris kiri kanan, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar. Palpasi : tidak ada nyeri tekan Inspeksi :simetris kiri kanan,
warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, ada sedikit perdarahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Palpasi dan perkusi : tidak ada bengkak dan nyeri tekan
Inspeksi : warna mukosa mulut dan bibir kering, tidak ada lesi dan stomatitis. Inspeksi dan palpasi struktur luar
:gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Inspeksi : warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
Inspeksi dan palpasi kelenjar Tiroid : tidak teraba pembesaran
kelenjar gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri.
Inspeksi : simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonj olan/edema