• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Peran

Pengertian peran yang dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.1

Teori peran (role theory) mengemukakan bahwa peran adalah sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu. Peran yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Namun apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain relatif bebas pada seseorang yang menjalankan peran tersebut.2

Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan sebagai berikut:3

1. Suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani kuno atau Romawi. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor sebuah pentas drama.

2. Suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial.

3. Suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 1051.

2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm. 221.

3 Edy Suhardono, Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm. 3.

(2)

oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unuk peran” (role performance).

Hubungan antara pelaku (actor) dan pasangan laku perannya (role partner) bersifat saling terkait dan saling mengisi; karena dalam konteks sosial, tak satu peran pun dapat berdiri sendiri tanpa yang lain. Dengan kata lain, suatu peran akan memenuhi keberadaannya, jika berada dalam kaitan posisional yang menyertakan dua pelaku peran yang komplementer.4

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto, peran merupakan aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.5

Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu jabatan tertentu. Syarat peran mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu:6

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat dimana seseorang itu didalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;

2. Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat;

3. Peran adalah suatu yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Peran merupakan suatu aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya

4Ibid., hlm. 3.

5 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 223.

6 Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 1997, hlm. 98.

(3)

sesuai dengan kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan tersebut.

Maka berdasarkan penjelasan beberapa definisi diatas terkait dengan peran, penulis merumuskan yang dimaksud dengan peran merupakan suatu prilaku atau tingkah laku sesorang yang meliputi norma-norma dimana mempunyai kedudukan (jabatan) tertentu. Peran merupakan aspek dinamis berupa tindakan atau perilaku, yang dilaksanakan oleh orang atau lembaga/badan hukum yang menduduki suatu posisi dalam sistem sosial. Seseorang yang memiliki jabatan/posisi tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang “peran”. Oleh karena itu orang atau lembaga / badan hukum tersebut diwajibkan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan jabatan tersebut. Berdasarkan hal tersebut lembaga pemerintahan berkewajiban untuk melakukan peranan yang dipegangnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Ruang Terbuka Hijau dan Penataan Ruang Kota

1. Pengertian Penataan Ruang

Pasal 1 ayat (1) Undangan-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan adalah: “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.” Sedangkan menurut D.A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan

(4)

pengertian ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak.7 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Penataan Ruang, menjelaskan yang dimaksud dengan tata ruang adalah “wujud struktural ruang dan pola ruang.” Adapun yang dimaksud dengan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Penataan Ruang).

Dalam Undang-Undang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (5) dikemukakan “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.” Penataan ruang sebagai suatu sistem tersebut mengandung makna bahwa perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Diharapkan tata ruang/penataan ruang dapat berperan untuk mewujudkan penanfaatan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna serta mampu mendukung perlindungan dan pengolaan lingkungan hidup (PPLH) secara berkelanjutan; mencegah atau menghindari pemborosan pemanfaatan

(5)

ruang; dan mencegah terjadinya penurunan kualitas ruang.

Tata ruang sebagai wujud penataan ruang yang merupakan sarana untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Adapun pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang mempertimbangkan lingkungan hidup dalam kebijaksanaan pembangunan sehingga pembangunan dapat menjadikan kesejahteraan dalam jangka panjang. Kriteria tercapainya tujuan penataan ruang tersebut menurut Pasal 3 Undang-Undang Penataan Ruang yaitu:

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Agar terwujudnya tujuan tata ruang, diperlukan peran serta masyarakat dalam melakukan penataan ruang tersebut. Dalam Pasal 65 Undang-Undang Penataan Ruang ditegaskan:

1. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

2. Peran masyarakat tersebut, antara lain melalui: partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Peran serta masyarakat dalam penataan ruang tersebut diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan menaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang.

(6)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.8 Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.9 Pada Pasal 1 ayat (31)

Undang-Undang Penataan Ruang jo. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, menyatakan: Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari ruang publik perkotaan yang harus dijaga sehingga memiliki manfaat yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan pada wilayah perkotaan.

Sedangkan beberapa para ahli tata ruang memberikan definisi RTH

8Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah Perkotaan

Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 9 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 9 Maret 2018 pukul 18.27.

(7)

sebagai berikut:10

a. Menurut Trancik, pengertian RTH adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau.

b. Menurut Rooden Van FC, pengertian RTH adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi.

Berdasarkan teori diatas, maka penyelenggaraan RTH berdasarkan kepada suatu tujuan bersama yang dapat dicapai dengan memperhatikan jenis ruang dan tipologi RTH yang dapat dilaksanakan.

Dalam Pasal 29 ayat Undang-Undang Penataan Ruang dijelaskan bahwa Ruang Terbuka Hijau terdiri dari RTH publik dan RTH privat. Proporsi RTH di wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota yang terdiri dari proporsi RTH publik paling sedikit 20% dan RTH privat l0%. RTH publik terdiri dari taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, hutan kota, hutan lindung, kebun raya, kebun binatang, sungai, dan pantai. Sedangkan RTH privat terdiri dari kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTH publik yang penyediaan dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, sedangkan RTH privat menjadi tanggung jawab perseorangan/masyarakat dan lembaga swasta yang dikendalikan

10 Sudharto P. Hadi, Bunga Rampai Manajemen Lingkungan, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 13.

(8)

melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota.

3. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.11 Dengan

pengertian tersebut kawasan perkotaan merupakan suatu kawasan yang ruangnya sangat terbatas yang dimana merupakan tempat berproses seluruh aspek kehidupan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007 mengklasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah sebagai berikut:

11Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

(9)

a. Kawasan hijau pertamanan kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki fungsi relaksasi;

b. Kawasan hijau hutan kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai hutan raya;

c. Kawasan hijau rekreasi kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan ruang terbuka hijau;

d. Kawasan hijau kegiatan olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf;

e. Kawasan hijau pemakaman;

f. Kawasan hijau pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-buahan; g. Kawasan jalur hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan,

taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya; dan h. Kawasan hijau pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan

perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri. 4. Ruang Terbuka Hijau dalam Penataan Ruang Perkotaan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota penyusunannya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah. Pada umumnya penataan ruang tersebut menghasilkan suatu perencanaan tata ruang yang diinginkan dimasa yang akan datang. Diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota), sebagaimana diatur dalam Pasal 28 – Pasal 31 UUPR, penyusunan RTRWK sebagaimana diatur dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 UUPR, dengan ketentuan ditambahkan:

(10)

a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan

pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah (Pasal 28 UUPR).

Perencanaan tata ruang perkotaan dimulai dari mengidentifikasi kawasan yang harus dijaga kelestariannya agar tidak rentan terhadap bencana seperti longsor, banjir, gempa, maupun bencana lainnya. Perencanaan tata ruang diperkotaan harus mewadahi aktivitas kehidupan manusia serta kepentingan-kepentingan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan. Perkembangan RTH sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan sistem struktur ruang yang ada diperkotaan. Dengan demikian keberadaan RTH dalam perencanaan suatu kota merupakan sebagai suatu pembentuk struktur ruang kota, sehingga kita dapat mengidentifikasi hierarki struktur ruang kota melalui keberadaan komponen pembentuk RTH yang ada.

Dalam suatu ruang kota memiliki penyediaan RTH untuk menjamin ketersediaan ruang yang cukup. Adapun penyediaan ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan sebagai berikut:12

a. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan:

Ruang terbuka hijau diperkotaan terdiri daari RTH publik dan RTH privat; Proporsi RTH pada wilayah perkotaan minimal 30% yang terdiri dari RTH publik 20% sedangkan RTH privat 10%; Apabila RTH publik

12http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 17 Juli 2018 pukul 14.48.

(11)

maupun privat telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang telah dimiliki maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaanya.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

b. Penyediaan RTH Berdasarkann Jumlah Penduduk:

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalihkan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH perkapita sesuai peraturan yang berlaku.

c. Penyediaan RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan pengunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH pengamanan sumber air baku/mata air. 5. Tujuan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, dalam muatan RTRW kota tujuan penataan ruang wilayah kota merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kota yang ingin dicapai pada masa yang

(12)

akan datang. Tujuan penataan ruang wilayah kota memiliki fungsi sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota; memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kota; dan sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Tujuan ini dirumuskan berdasarkan visi dan misi pembangunan wilayah kota; karakteristik wilayah kota; dan isu strategis dan kondisi objektif yang diinginkan.13

Tujuan penataan RTHKP terdapat dalam Pasal 2 Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; meningkatkan kualitas lingungan perkotaan yang sehat, bersih, dan nyaman; dan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. 6. Fungsi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Fungsi utama (intrinsik) yaitu ekologis, untuk menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik. Fungsi ekologis yaitu:14  Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem

sirkulasi udara (paru-paru kota);

 Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;

 Sebagai peneduh;  Produsen oksigen;  Penyerap air hujan;  Penyedia habitat satwa;

13 Bab II Ketentuan Teknis Muatan RTRW Kota, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, hlm. 9. 14 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 18 Maret 2018 pukul 13.42.

(13)

 Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;  Penahan angin.

Sedangkan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi sosial dan budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika yaitu:15

1. Fungsi sosial dan budaya:

 Menggambarkan ekspresi budaya lokal;  Merupakan media komunikasi warga kota;

 Tempat rekreasi, wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

2. Fungsi ekonomi:

 Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;

 Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

3. Fungsi estetika:

 Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;

 Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;  Membentuk faktor keindahan arsitektural;

 Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

Fungsi RTH pada kawasan perkotaan ini memiliki klasifikasi menurut kegunaannya masing-masing, yaitu fungsi ekologi (perlindungan dan pelestarian) terdapat pada RTH wilayah dan RTH berupa koridor sepanjang (bantaran sungai, danau/waduk, dan jalur pesisir pantai); fungsi sosial-budaya-ekonomi terdapat pada hutan lindung, taman hutan kota, taman wisata alam, taman rekreasi, dan edukatif; serta fungsi sebagai sarana dan prasarana terdapat pada jalur hijau transportasi, jalur hijau di jalur listrik tegangan tinggi, dan jalur pengamanan fasilitas hijau lain. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat

15http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 17 Juli 2018 pukul 18.40.

(14)

dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.

7. Manfaat Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (memberikan kesegaran teduh, sejuk), memberikan lingkungan yang bersih dan sehat, dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, dan buah). Sedangkan manfaat tidak langsung yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009, dalam muatan RTRW kota manfaat RTRW Kota adalah untuk:16

1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kota; 2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah

sekitarnya; dan

3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kota yang berkualitas.

Mengenai “manfaat” RTHKP, diperinci dalam penjelasan Pasal 4 Permendagri No. 1 Tahun 2007 sebagai berikut:

a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah; b. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial; d. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;

e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;

16Bab I Pendahuluan,Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, Op.Cit., hlm. 8.

(15)

h. Memperbaiki iklim mikro; dan

i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. 8. Dasar Pengaturan Ruang Terbuka Hijau

Di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten/kota yang memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Provisi yang terkait dengan wilayah kabupaten/kota tersebut. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota merupakan pedoman dasar bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan pembangunan keberlanjutan salah satunya adalah bagi penataan RTH dikawasan perkotaan. Dalam UUPR secara khusus mengarahkan dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30% penyelenggaraan RTH pada setiap kabupaten/kota harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dibagi antara RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota dan RTH privat pada wilayah kota 10%.

Menurut Peraturan Menteri PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria:17

a. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta rencana rincinya;

17Kententuan Teknis Muatan RTRW Kota, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, hlm. 21.

(16)

b. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW provinsi beserta rencana rincinya;

c. Memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;

d. Memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah kota;

e. Memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah kota;

f. Menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas wilayah kota;

g. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;

h. Menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota; dan jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah kota bersangkutan;

i. Mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kota yang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.

Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Bab IV Penataan RTHKP, menjelaskan bahwa RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Luas RTHKP yang penyediaannya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.

Perencanaan pembangunan RTHKP dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk rencana pembangunan RTHKP, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

(17)

C. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030.

Berkaitan dengan penataan ruang kota maka Pemerintah kota Salatiga mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030. Berhubungan dengan RTH yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Kota Salatiga kebutuhan RTH dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030 sebesar 30% dari luas wilayah. Sementara kondisi eksistingnya hanya mencapai 11,01% dari luas wilayah dengan perincian 260 hektar atau 4,6% RTH publik dan 365,50 hektar atau 6,44% RTH privat. RTH publik eksisting seluas ± 260 hektar atau ± 4,6% dari luas wilayah, meliputi:18

a. Hutan kota seluas kurang lebih 29 (dua puluh sembilan) hektar terdapat di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kumpulrejo, dan Kelurahan Dukuh;

b. Taman RT, taman RW dan taman kota seluas kurang lebih 26 (dua puluh enam) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga;

c. Pemakaman seluas kurang lebih 52 (lima puluh dua) hektar yang tersebar di wilayah Kota Salatiga;

d. Kawasan lindung bawahannya seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar di Kelurahan Bugel, Kelurahan Blotongan, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kutowinangun;

18Pasal 40 ayat (2) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030.

(18)

e. Jalur hijau seluas kurang lebih 24 (dua puluh empat) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga; dan

f. Taman wisata seluas kurang lebih 79 (tujuh puluh sembilan) hektar di Kelurahan Kumpulrejo.

RTH privat eksisting seluas 365 hektar atau ± 6,4% dari luas wilayah, meliputi:19

a. RTH pekarangan rumah seluas kurang lebih 340 (tiga ratus empat puluh) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga; dan

b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha seluas kurang lebih 25 (dua puluh lima) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga.

Pada sistem penataan ruang di Indonesia, RTRW kota Salatiga dalam melakukan pengendalian dan pemanfaatan ruang dan sumber daya sehingga RTRW kota Salatiga diharapkan dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan. Mengingat pentingntya aspek keberlanjutan fungsi ekologis menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penyusunan RTRW kota Salatiga.

Melihat Pasal 11 Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030, adanya kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:20

a. Peningkatan fungsi kawasan lindung; b. Penyediaan RTH kota yang proposional;

c. Perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan efisien; dan

d. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

19Pasal 40 ayat (3) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030.

20Pasal 11 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030.

(19)

Rencana pengembangan luasan RTH meliputi:21

a. RTH minimal sebesar 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah atau kurang lebih seluas 1,721 (seribu tujuh ratus dua puluh satu) hektar; b. RTH publik minimal sebesar 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah

atau kurang lebih seluas 1,136 (seribu seratus tiga puluh enam) hektar; dan

c. RTH privat minimal sebesar 10 (sepuluh) persen dari luas wilayah atau kurang lebih seluas 585 (lima ratus delapan puluh lima) hektar.

Maka demikian, Pemerintah daerah mencanangkan pemenuhan RTH publik agar mencapai 20% atau seluas ± 1,136 hektar. Berdasarkan Pasal 40 ayat (5) Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030 Pemerintah Daerah melakukan rencana pemenuhan RTH publik meliputi: a. Pembangunan hutan kota seluas kurang lebih 402 (empat ratus dua)

hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga;

b. Pembangunan taman RT, taman RW dan taman kota seluas kurang lebih 112 (seratus dua belas) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga; c. Pembangunan pemakaman terpadu seluas kurang lebih 21 (dua puluh

satu) hektar di masing–masing kecamatan;

d. Pengadaan tanah kawasan lindung bawahannya seluas kurang lebih 46 (empat puluh enam) hektar di Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kutowinangun dan di ruas Jalan Lingkar Salatiga di Kelurahan Kumpulrejo dan Kelurahan Dukuh;

e. Pengadaan tanah di sempadan sungai seluas kurang lebih 220 (dua ratus dua puluh) hektar di Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Cebongan, Kelurahan Ledok, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Gendongan, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Dukuh, dan Kelurahan Kecandran;

f. Pengadaan tanah di sempadan SUTET seluas kurang lebih 55 (lima puluh lima) hektar terdapat di Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Sidorejo Kidul, dan Kelurahan Kauman Kidul; g. Pembangunan jalur hijau seluas kurang lebih 4 (empat) hektar di ruas

ruas Jalan Lingkar Salatiga; dan

h. Pembangunan taman wisata seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar di Kelurahan Bugel.

21Pasal 40 ayat (4) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030.

(20)

Indikasi program utama perwujudan pola ruang kota Salatiga, Dinas Lingkungan Hidup melakukan perannya dalam pengembangan RTH publik dan pengendalian pemanfaatan ruang. Namun yang menjadi persoalan adalah pembangunan ruang publik tersebut ada beberapa bangunan yang dibangun menggeser fungsi dari RTH publik yang dahulu daerah Tamansari Salatiga merupakan wilayah kebun binatang, tempat lalu lintas dan adanya lapangan tenis menjadi ruang terbangun yang kemudian diatasnya dibangun pertokoaan pada daerah Tamansari serta merupakan terminal akunta umum. Dengan demikian RTH publik belum memenuhi standar minimum yaitu 20% dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang memiliki fungsi ekologis.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Perangkat pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi

1) Call them approach ; melakukan wawancara dengan semua konseli sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan yang benar-benar membutuhkan layanan konseling. 2)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti berikutnya untuk mengembangkan variabel-variabel lain yang lebih variatif diluar variabel yang sudah ada

Darussalam. Pengkisah merupakan saksi yang telah bekerja sebagai kepala sekolah Pondok Pesantren Sekolah Darussalam. Dari pemaparannya ketika diwawancarai, terlihat

H0 1 : Lama waktu pemberian fraksi n-butanol buah lerak (Sapindus rarak) tidak berpengaruh terhadap jumlah sel epitel vagina, diameter lumen vagina dan serviks mencit

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai kesulitan mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UMS angkatan 2014 yang menyatakan sulit dan mendapatkan persentase tertinggi pada

bahwa dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul