• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN

Winda Rahmadhani Rafaini1, Helma2, Mori Dianto2 1

Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat 2

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat windarahmadhani31@gmail.com

ABSTRACT

This research was backgrounded student’s by aggressive behavior. The purpose of this research are to described: (1) Student’s emotional maturity, (2) Students aggressive behavior, (3) Relationship between emotional and student’s aggressive behavior at school this research is using correlational descriptive. Research population as many as 185 student’s and sample as many as 64 student’s with cluster random sampling technique. Instrument that is used is questionnaire data analysis is using pearson product moment correlation. This research found: 1) Student’s emotional at VIII grade in good category, 2) Aggressive behavior of student’s at VIII grade in good category, 3) Relationship between emosional with aggressive behavior of student’s at VIII grade in related significant. Based on the research finding recommended counselor can planning material services with the theme of emotional maturity in adolescents to avoid the existence of aggressive behavior.

Keywords: Emotional Maturity, Aggressive Behavior, Student PENDAHULUAN

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan ada dua jenis yaitu formal dan non-formal. Menurut Mudyahardjo (2013:6) “Pendidikan adalah suatu lembaga pengajaran yang diselenggarakan lembaga pendidikan formal yang di dalamnya ada aturan-aturan serta personil-personil”. Lembaga tersebut salah satunya adalah Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah. Lembaga pendidikan tentu adanya personil-personil sekolah, salah

satu personil di sekolah adalah peserta didik.

Danim (2013:1) mengungkapkan bahwa “Peserta didik adalah sumberdaya utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal. Peserta didik pada lembaga pendidikan tingkat sekolah menengah pertama atau Madrasah Tsanawiyah sudah memasuki masa remaja.

Menurut Prayitno (2006:6) “Remaja adalah individu yang telah mengalami masa balig atau telah berfungsinya hormon reproduksi”. Keadaan remaja di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal tersebut

(2)

2

dapat dilihat dari kondisi remaja saat ini yang cenderung lebih bebas dan kurang memperhatikan nilai moral yang terkandung dalam setiap perbuatan yang remaja lakukan. Remaja mempunyai sifat yang cenderung lebih agresif, emosi tidak stabil, dan kurang bisa menahan dorongan nafsu.

Menurut Prayitno (2006:69) “Emosi merupakan reaksi psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkahlaku, gembira, bahagia, sedih, berani, takut, marah, haru, cinta, cemburu sayang dan lain lain”. Lebih lanjut dijelaskan Prayitno dan Erlamsyah (2002:62) “Emosi adalah reaksi psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkahlaku gembira, bahagia, sedih, berani, takut marah, merasa haru, sayang dan sebagainya”. Santrock (2007:7) menyebutkan emosi diwakili oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi juga bisa berbentuk sesuatu yang spesifik seperti rasa senang, takut, marah, dan seterusnya tergantung dari interaksi yang dialami.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi merupakan salah satu faktor

yang penting yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang baik di sekolah.

Menurut Baron dan Byrne 1997 (Rahman 2013:197) “Perilaku agresi adalah Perilaku yang diarahkan dengan tujuan untuk membahayakan orang lain orang lain, selain itu istilah lain untuk agresi adalah kekerasan atau “violence”. Senada dengan itu Sears (1985:4) menyebutkan perilaku agresi adalah tindakan yang dimaksud untuk melukai orang lain.

Bushman & Bartholow 2010 (Rahman 2013:197) menyebutkan bahwa kekerasan sebetulnya termasuk agresif, tapi dengan intensitas dan efek yang lebih berat pada agresif.perilaku agresif adalah Perilaku yang mendorong manusia untuk menghancurkan manusia lain. Senada dengan itu Taylor, dkk (2012:496) menyatakan perilaku agresif adalah Setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain.

Menurut Kartono (2011:54) “Faktor penyebab perilaku agresif yaitu faktor internal meliputi: frustasi, gangguan pengamatan, gangguan berfikir dan intelegensi remaja, serta gangguan perasaan atau emosional (kematangan emosi) remaja. Sedangkan faktor eksternal meliputi

(3)

3

faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan”.

Sears, (1985:10) menyatakan bahwa serangan dan frustasi cenderung membuat orang marah, dan kemarahan ini merupakan salah satu faktor penentu perilaku agresif. Lebih lanjut Sears (1985:43) menyebutkan faktor penentu perilaku agresif yang pertama adalah rasa marah. Rasa marah yang timbul pada diri seseorang apabila tidak dapat dikontrol, maka individu tersebut belum memiliki kematangan emosi.

Hasil observasi pada tanggal 3 sampai 29 Oktober 2016 dapat diketahui bahwa, ada peserta didik yang melakukan perilaku agresif seperti: menggertak, mendorong teman, dan berbuat usil dengan menyembunyikan barang teman, sehingga sering memicu keributan. Selain itu memukul, mencubit, menghina dan mengejek keadaan fisik teman. Serta merusak fasilitas sekolah seperti: mematahkan kursi dan meja, mencoret kursi dan meja, serta dinding sekolahdan merusak pintu WC. Peserta didik yang belum memiliki kematangan emosi seperti: peserta didik yang sering marah-marah pada saat proses belajar mengajar, egois, kurang memahami perasaan orang lain, ada peserta didik

yang belum bisa mengontrol emosi, seperti: berteriak saat proses belajar mengajar, memukul meja saat proses belajar mengajar, bernyanyi dan tertawa pada saat proses belajar mengajar.

Selanjutnya hasil wawancara dengan beberapa peserta didik kelas VIII di MTs Muhammadiyah Lakitan pada tanggal 31 Oktober 2016 diketahui bahwa peserta didik merasa sakit hati dengan teman-teman yang berkata kasar di sekolah. Jika peserta didik tersebut sakit hati atau tersinggung peserta didik tersebut akan membalasnya dengan kata-kata yang lebih kasar. Ada peserta didik yang merasa dirugikan karena barang yang dipinjamkan kepada teman tidak dikembalikan, menyembunyikan catatan teman dan ada yang merobek catatan teman. Selain itu hasil wawancara dengan dua orang guru BK yang ada di sekolah MTs Muhammadiyah Lakitan pada tanggal 3 November 2016 diketahui bahwa peserta didik kelas VIII melakukan perilaku agresif, seperti: peserta didik diganggu dan diancam oleh temannya di kelas sehingga peserta didik menyampaikan masalahnya tersebut ke guru BK, peserta didik yang merasa dirugikan oleh temannya karena perlengkapan belajar yang

(4)

4

dimilikinya diambil oleh teman yang lain. Selain itu menurut Guru BK ada peserta didik yang merusak fasilitas sekolah seperti mencoret-coret meja dan kursi sekolah juga merusak pintu WC. Ada juga peserta didik yang berteriak saat proses belajar mengajar. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Kematangan Emosi dengan Perilaku Agresif Peserta Didik di Kelas VIII MTs.

Muhammadiyah Lakitan

Kabupaten Pesisir Selatan”.

METODE PENELITIAN

Waktu penelitian adalah waktu dilaksanakannya penelitian dimulai dari tanggal 28 Juli - 2 Agustus 2017, penelitian dilaksanakan pada semester I kelas VIII tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian dilakukan di MTs. Muhammadiyah Lakitan. Sesuai dengan permasalahan, pembatasan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional. Penelitian ini menggambarkan suatu keadaan atau situasi tertentu sebagaimana adanya secara sistematis, aktual, akurat dan ditentukan oleh hubungan antar variabel yang akan diteliti. Arikunto

(2010:64) “Penelitian deskriptif korelasional adalah metode yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana adanya kemudian dicari hubungannya”. Penelitian ini untuk menemukan hubungan antara kematangan emosi (X) dengan perilaku agresif peserta didik di sekolah (Y).

Penelitian ini populasinya adalah semua peserta didik MTs Muhammadiyah Lakitan kelas VIII. Kelas VII. Maka populasi dalam penelitian ini berjumlah 185 orang peserta didik. Jumlah sampel 64 orang. Instrumen yang digunakan adalah angket dengan lima alternatif jawaban. Jenis data dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Yusuf (2005:133) Data interval adalah data yang sama halnya seperti data ordinal, data interval memiliki ciri-ciri seperti antar variabel dapat diketahui selisihnya dan faktor ukuran yang mempunyai unit yang sama dan tiap kategori yang sama dalam selisih jumlahnya.

Uji statistik desktiptif data dilakukan untuk mendeskripsikan

(5)

5

data tentang tingkat skor responden mengenai variabel kematangan emosi dan perilaku agresif . Menghitung persentase masing-masing frekuensi yang diperoleh, dengan menggunakan teknik analisis persentase yang dikemukakan oleh Sudijono (2010:43)

P=

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya hubungan antar variabel yang dianalisis. Analisa korelasi yang digunakan adalah metode Coralation

Person Product Moment (Riduwan,

2006:138). . =

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, maka hubungan kematangan emosi dengan perilaku agresif dapat dilihat sebagai berikut:

1. Gambaran secara keseluruhan kematangan emosi terhadap peserta didik:

Berdasarkan hasil, dapat terlihat secara umum gambaran mengenai kematangan emosi peserta didik di Kelas VIII MTs. Muhammadiyah Lakitan berada pada kategori cukup matang sebanyak 45,31% (29 orang), pada

kategori kurang matang sebanyak 34,38% (22 orang), pada kategori matang sebanyak 10,93% (7 orang), dan pada kategori sangat kurang matang sebanyak 38% (6 orang). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi dari 64 orang peserta didik terdapat 29 orang peserta didik dalam kategori cukup matang, terlihat dari aspek mandiri dalam arti emosional, mampu menerima diri sendiri dan orang lain, mampu menampilkan ekspresi emosi sesuai dengan situasi dan kondisi serta mampu mengendalikan emosi-emosi negatif.

Temuan penelitian

mengungkapkan kematangan emosi peserta didik di MTs Muhammadiyah Lakitan pada kategori cukup matang. Artinya sebagian kecil peserta didik sudah memiliki kematangan emosi yang matang, ada beberapa orang dikatakan matang dan ada sebagian besar orang yang masih memiliki kematangan emosi yang sangat kurang matang. Hal ini harusnya disikapi lebih bijak oleh guru BK dan sekolah karena hal ini akan mengganggu proses belajar mengajar atau proses peserta didik dalam mendapatkan ilmu

(6)

6

pengetahuan. Karena emosi adalah tampilan tingkah laku yang dipengaruhi oleh keadaan perasaan yang dimiliki. Jika peserta didik berperilaku layaknya perilaku yang dimunculkan seusianya maka peserta didik tersebut dapat dikatakan memiliki kematangan emosi.

Mudjiran (2002:89)

menjelaskan remaja yang sudah mencapai kematangan emosi dapat dilihat dari ciri-ciri tingkahlaku sebagai berikut:

a. Mandiri dalam arti emosional, artinya bertanggung jawab atas masalahnya sendiri dan bertanggung jawab atas orang lain.

b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, artinya remaja tidak cenderung menyalahkan diri sendiri ataupun menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dialaminya.

c. Mampu menampilkan ekspresi emosi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

d. Mampu mengendalikan emosi-emosi negatif sehingga pemunculannya tidak impulsif atau dapat dikendalikan.

Ciri-ciri kematangan emosi yang dijelaskan oleh Mudjiran dia atas merupakan ciri-ciri kematangan emosi yang seharusnya dimiliki oleh setiap peserta didik. Ciri-ciri kematangan emosi tersebut terkadang tidak dimiliki oleh satu orang peserta didik. Karena masing-masing peserta didik memiliki emosi yang berbeda-beda, maka kematangan emosi peserta didik tentunya mencakup empat ciri-ciri tersebut yang harus dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

2. Gambaran secara keseluruhan perilaku peserta didik :

Berdasarkan hasil dapat terlihat secara umum gambaran mengenai perilaku agresif peserta didik di Kelas VIII MTs. Muhammadiyah Lakitan berada pada kategori cukup agresif sebanyak 46,87% (30 orang), pada kategori agresif sebanyak 26,56% (17 orang), pada kategori kurang agresif sebanyak 18,75% (12 orang), pada kategori sangat kurang agresif sebanyak 4,69% (3 orang) dan pada kategori sangat kurang agresif sebanyak 3,13% (2 orang). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dari 64 orang peserta didik terdapat 30

(7)

7

orang peserta didik dalam kategori kurang baik, terlihat dari aspek verbal, aspek fisik dan menghancurkan atau merusak harta benda orang lain..

Hasil temuan penelitian, peserta didik di kelas VIII MTs Muhammadiyah Lakitan perilaku agresif pada kategori Cukup agresif. Sepertinya perilaku agresif juga perlu diperhatikan oleh guru BK supaya angka perilaku agresif yang cukup agresif tersebut dapat di minimalkan sehingga peserta didik menjadi lebih baik dalam menampilkan perilaku serta menghargai segala sesuatu yang ada disekitarnya.

Menurut Atkinson

(1983:58) terdapat tiga aspek-aspek perilaku agresi yang sering timbul pada diri individu yaitu : a. Aspek fisik.

Individu yang cenderung menggunakan kekerasan fisik

dalam melampiaskan

kemarahan dan emosi yang muncul dari dalam diri dan itu ditujukan kepada individu lain yang dianggap tidak menyenangkan atau menjadi sumber dari kemarahan. Agresi pada aspek ini

diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk memukul, menendang, melempar dan melukai individu lain sehingga berakibat luka fisik pada individu yang menjadi korban. b. Aspek verbal.

Aspek ini ditunjukkan individu dalam bentuk perkataan atau ucapan terhadap individu lain yang

dianggap tidak

menyenangkan. Wujud perilaku yang ditampilkan dari aspek ini adalah seperti cacian, makian, dan perilaku yang terkesan menyudutkan terhadap individu lain, sehingga berakibat pada luka psikis pada individu yang menjadi sasaran berkata kasar dan berkata kotor.

c. Merusak atau menghancurkan harta benda milik orang lain.

Aspek ini diwujudkan dalam bentuk pengerusakan harta benda milik orang lain dan secara tidak langsung melukai individu yang menjadi korban dalam bentuk kerugian dan trauma psikologis.

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas bahwa ada tiga

(8)

8

aspek perilaku agresif yang seharusnya tidak dimiliki oleh peserta didik. Namun pada faktanya masih saja sebagian peserta didik yang memiliki perilaku agresif tersebut. Hal ini menandakan peserta didik tidak mampu mengontrol emosi yang akan dimunculkannya, sehingga mereka melakukan perilaku agresif yang nantinya akan merugikan diri sendiri juga orang lain.

3. Hubungan kematangan emosi dengan kemampuan bersosialisasi Hasil uji hipotesis ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kemampuan bersosialisasi peserta didik dengan taraf signifikansi sebesar 0,00 (sig<0,05). Seseorang dengan kematangan emosi yang baik akan dapat

mengontrol kemampuan

bersosialisasi dengan baik dibandingkan dengan mereka yang kurang memiliki kematangan emosi. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara kematangan emosi dengan kemampuan bersosialisasi yang

berarti bahwa semakin tinggi kematangan emosi peserta didik maka semakin baik dalam kemampuan bersosialisasi.

Hasil penelitian korelasi kematangan emosi dengan perilaku agresif peserta didik di kelas VIII MTs Muhammadiyah Lakitan diperoleh korelasi yaitu r

hitung sebesar 0,377 dan r tabel

sebesar 0,246 df 62 pada taraf signifikansi 0,05 atau tingkat kepercayaan (95percent). Selanjutnya barulah dilihat dengan ketentuan nilai r berarti -1 ≤ 0,377≤ 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (H1) dapat diterima dan

terdapat hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan koefisien kuat.

Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis mengungkapkan bahwa “terdapat hubungan kematangan emosi dengan perilaku agresif peserta didik di MTs. Muhammadiyah Lakitan” diterima. Prayitno (2006:76) menyatakan bahwa gangguan emosi yang terjadi pada remaja dapat menjadi penyebab kenakalan remaja, yang dilakukan dalam bentuk merusak

(9)

9

atau menyakiti orang lain. Perilaku yang merusak dan menyakiti orang lain disebut dengan perilaku agresif. Senada dengan itu Santrock (2007:202) menyatakan masih banyak remaja yang belum mampu mengontrol emosinya secara lebih efektif sehingga mereka banyak mengalami depresi, kemarahan, kondisi ini dapat memicu masalah seperti penyalahgunaan obat dan perilaku menyimpang. Perilaku agresif termasuk ke dalam perilaku menyimpang

KESIMPULAN

1. Kematangan emosi peserta didik di Kelas VIII MTs. Muhammadiyah Lakitan berada pada kategori cukup matang.

2. Perilaku agresif peserta didik di Kelas VIII MTs. Muhammadiyah Lakitan berada pada kategori cukup agresif.

3. Hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresif peserta didik di Kelas VIII MTs. Muhammadiyah Lakitan yaitu terdapat hubungan yang signifikan yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan koefisien kuat. Artinya, semakin tinggi kematangan emosinya maka

semakin rendah perilaku agresif peserta didik, sebaliknya semakin rendah kematangan emosinya maka semakin tinggi perilaku agresif peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Atkinson, Rita. L,dkk. 1983.

Pengantar Psikologi Jilid dua Edisi Kedelapan. Alih bahasa: Nurjdannah Taufiq. Jakarta: Erlangga.

Danim, Sudarwan. 2013.

Perkembangan Pesera Didik.

Bandung: Alfabeta.

Kartono, Kartini. 2011. Patologi Sosial. Jakarta: PP.

Mudjiran, dkk. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.

Mudyahardjo, Redja. 2013.

Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Prayitno, Elida dan Erlamsyah. 2002.

Psikologi Perkembangan

Remaja. Padang: UNP.

Prayitno, Elida. 2006. Perkembangan

Remaja. Padang: Angkasa

Raya.

Rahman, Agus Abdul. 2013.

Psikologi Sosial. Jakarta:

Rajawali Pers.

Riduwan. 2006. Belajar Mudah

(10)

Guru-10

Karyawan dan Peneliti Pemula.

Bandung: Alfabeta.

Santrock, John W. 2007. Remaja Edisi Dua Jilid Satu. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga. Sears, David O, dkk. 1985. Psikologi

Sosial Edisi Kelima Jilid Dua. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga. Sudijono, Anas. 2010. Pengantar

Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Taylor, Shelley E dkk. 2012.

Psikologi Sosial Edisi kedua belas. Alih Bahasa: Triwibowo. Jakarta: kencana Prenada Media Group

Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press.

Referensi

Dokumen terkait

Za potrebe izrade ovoga rada izvršeno je umjeravanje pretvornika tlaka s tlačnom vagom kao etalonom, te je kasnije, taj pretvornik tlaka, korišten kao etalon za umjeravanje

Berdasarkan hasil penelitian, ibu bersalin dan keluarga tidak mengetahui dan belum pernah mendengar istilah IMD, pada saat penelitian berlangsung ibu-ibu yang

lebih dari lima makna kebudayaan”. Pertama, menurut Iris Varner dan Linda Beamer, dalam Inter-cultural Communication in the Global Workplace,mengartikan kebudayaan

Berdasar hasil penelitian dapat disa- rankan bahwa: (1) Bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian ini pada sekolah/kelas atau materi yang berbeda perlu

Perusahaan telah menetapkan objektif dengan input (activity-based), antara lain program induksi dan orientasi K3 kepada seluruh karyawan baru, karyawan yang baru dipindahkan,

Sebaliknya berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40

1) Kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan oleh Ormawa harus mendukung pencapaian visi dan misi Politeknik Kediri. 2) Semua kegiatan Ormawa harus dengan persetujuan dan

Pada titik ini kita dapat melihat bahwa dengan menyangkal aspek ke-guna-an sebuah obyek estetik, Croce mencoba untuk memaknai ekspresi sebagai sesuatu yang intuitif –