• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1877ebf57f BAB IVBab IV Aspek Teknis ok (Repaired)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1877ebf57f BAB IVBab IV Aspek Teknis ok (Repaired)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

RENCANA PROGRAM INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN

PERKOTAAN MALINAU

4.1 Profil Pengembangan Permukiman

4.1.1 Petunjuk Umum Kondisi Penyehatan Lingkungan Permukiman

Pembangunan dan pengembangan suatu perumahan dan permukiman tentunya sangat berkaitan erat dengan penggunanya, dalam hal ini adalah penduduk dengan kata lain, pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman akan mengacu kepada kepentingan penduduk yang akan menghuni dan memanfaatkannya. Jumlah total permukiman terbanyak berada di Kecamatan Malinau Kota dan jumlah terkecil berada di Kecamatan Mentarang Hulu.

Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman

Yang menjadi kerangka dasar dari sebuah pengembangan permukiman di Kabupaten Malinau adalah:

Legal security of tenure

Problem legal security of tenure masih menjadi problem utama dalam isu hak rakyat atas perumahan. Di Indonesia, satu aturan domestik mengenai hak atas penguasaan tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria ( UU No. 5 / 1960 ). Banyak sekali aturan domestik yang mengekalobarasi maupun merujuk UU ini sebagai konsiderannya. Hak atas tanah, baik berupa hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai diakui keberadaannya sebagai hak hukum. Lebih dari itu, dalam aturan agraria, mekanisme adverse possession juga diakui di Indonesia. Apabila individu menempati dan mengolah tanah selama 20 tahun, maka dia dapat mengajukan hak milik atas tanah.

Data statistik perumahan dan permukiman;

(2)

4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman Kabupaten Malinau

4.1.2.1 Kepadatan Bangunan Permukiman Kota

Kabupaten Malinau merupakan Kabaupten terluas di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 39.799.90 Km2 yang terbagi dalam 15 kecamatan dan 109 Desa Jumlah penduduk Kabupaten Malinau pada bulan Juli Tahun 2011 sejumlah 77.405 jiwa, dengan kepadatan rata-rata 1.95 km/jiwa, namun kepadatan penduduk ini tidak merata di seluruh Kabupaten . Di Ibu Kota Kabupaten dengan kepadatan yang sangat tinggi mencapai > 25.186 Jiwa atau 204.90 jiwa/km2, sedangkan daerah pedalaman dan perbatasan di wilayah Kabupaten Malinau masih jarang yaitu kurang dari 0.13 jiwa / km2. Jumlah Penduduk Kabupaten Malinau Perkecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel. 4.1 Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

Luas Jumlah Kepadatan

( Km2) Penduduk ( Jiwa ) Penduduk ( Jiwa / Km 2 )

1 2 3 4 5

1 Kayan Hulu 651.67 3,392.00 5.21 2 Kayan Selatan 3,223.81 2,290.00 0.71 3 Sungai Boh 3,234.59 2,395.00 0.74 4 Kayan Hilir 11,876.64 1,564.00 0.13 5 Pujungan 6,762.92 2,036.00 0.30 6 Bahau Hulu 2,872.99 1,585.00 0.55 7 Malinau Kota 122.92 25,186.00 204.90 8 Malinau Selatan 3,733.81 8,879.00 2.38 9 Malinau Barat 754.43 10,647.00 14.11 10 Malinau Utara 776.36 12,082.00 15.56 11 Mentarang 2,883.82 5,971.00 2.07 12 Mentarang Hulu 2,872.36 1,378.00 0.48 13 Malinau Selatan 39,766.33 77,405.00 1.95

Kecamatan No

Jumlah/Total 2010

Sumber : Malinau Dalam Angka 2011

Data pada tabel di atas menunjukan bahwa spot permukiman terbanyak berada di Desa Malinau Kota . Kecamatan Malinau Kota.dan permukiman paling sedikit berada dikecamatan Kayan Hilir

4.1.2.2 Kondisi Fisik Rumah

(3)

Tabel 4.2 Presentase Rumah dengan Lantai Kualitas Rendah

Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010

Tabel 4.3 Presentase Rumah dengan Dinding Kualitas Rendah Tahun 2009 – 2010

No Kecamatan

% Dinding Rumah Berkualitas Rendah Tanah/Kayu

(4)

Tabel 4.4 Presentase Tempat Buang Air Besar Tahun 2010

Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010

Tabel 4. 5 Jumlah Rumah Tangga Miskin pada Tahun 2010

Data masih tergabung dengan kecamatan Induk 14 Malinau Selatan

Hilir

15 Sungai Tubu

(5)

Sumber data : SIG Kemiskinan Kab.Malinau 2010

Tabel 4.6 Presentase Kepemilikan Rumah Tahun 2010

Sumber : SIG Kemiskinan Kab.Malinau 2010

Tabel 4.7 Prosentase Keluarga dengan Rumah Tak Layak Huni per Kecamatan Tahun 2009 - 2010

No Kecamatan

Data masih tergabung dengan kecamatan Induk 14 Malinau Selatan Hilir

15 Sungai Tubu

(6)

Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010

Gambar 4. 1 Kondisi Permukiman di Kawasan Perkotaan

4.1.2.3 Layanan Prasarana Dan Sarana Permukiman

Pembangunan perumahan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ditunjang dengan pembangunan prasarana dan sarana penunjang kegiatan. Berbagai jenis sarana dan prasarana sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas penduduk perumahan, seperti jaringan air bersih, prasarana dan sarana air limbah, prasarana dan sarana persampahan, jaringan, sarana pendidikan dan sarana kesehatan.

a. Air Minum / Air Bersih

(7)

sambungan PDAM telah melayani enam Kecamatan yang ada di Kabupaten Malinau. Masih banyak terjadi kebocoran dalam distribusi air bersih, sehingga

dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan air bersih di Kota, disediakan hidran-hidran umum yang tersebar merata di seluruh bagian kota. Selain itu, air bersih pun diperjual belikan secara eceran, terutama bagi penduduk yang

tinggal di perumahan-perumahan yang berlokasi di daerah pasang surut, yang tidak mempunyai sambungan langsung PDAM, seharga sekitar Rp. 30,00 per liter.

b. Pengelolaan Air Limbah

Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja serta prasana penampungan akhir kotoran (tinja). Sebagian besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (Kloset Jongkok ), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (Masjid, langgar, dll) maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).

c. Pengelolaan Persampahan

Saat ini kebanyakan masyarakat di Kota melakukan pembuangan sampah dengan cara dibuang di tempat sampah sementara ( TPS ) untuk kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun tidak sedikit pula masyarakat yang membuang sampahnya secara individu dengan cara dibakar atau dikubur (membuat lubang). Sistem pengelolaan sampah secara terpadu di lakukan melalui proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. Pengangkutan ini dilakukan dengan menggunakan truk pengangkut sampah. Sedangkan untuk sampah industri, pengelolaannya ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.

d. Drainase

Jaringan drainase di Kabupaten Malinau dapat dikatakan belum dapat memenuhi kebutuhan standar Kota akan drainase itu sendiri. Dikatakan demikian, karena jaringan drainase yang ada belum dapat menangani tumpahan air hujan dan limpasan air yang ada. Pada saat musim hujan sering terjadi genangan, yang di akibatkan kurangnya kapasitas drainase dalam menangani limpasan tersebut. Hal ini di karenakan kondisi topografi Kota yang berbukit – bukit, serta pembangunan yang dilakukan pun kurang memperhatikan pola aliran air dan luapan dati sungai yang ada. Demikian disekitar permukiman kumuh kondisi ini diperparah dengan tidak terdapatnya drainase, ataupun drainase yang dibuat seadanya dengan swadaya masyarakat.

e. Jaringan Jalan

(8)

berbatasan langsung dengan Kecamatan Malinau Kota dihubungkan dengan jaringan jalan dengan kondisi yang kurang baik, sedangkan akses ke Kabupaten Malinau telah dilayani oleh jalan dengan konstruksi aspal.

Jalan Negara di Kabupaten Malinau secara umum telah memiliki kondisi baik, jalan provinsi sebagian besar memiliki kondisi sedang, sedangkan jalan kota sebagian besar memiliki kondisi baik. Ditinjau dari segi kelas jalan, jaringan

jalan di Kota yang termasuk kelas III A hanya terdapat pada Jalan Negara, jalan kelas III B terdapat pada Jalan Negara dan Jalan Provinsi, sedangkan jalan yang termasuk III C terdapat pada Jalan Kota.

Peta 4.1

Deleniasi Kawasan Perkotaan Kabupaten Malinau

Sumber : RTRW Kabupaten Malinau Tahun 2011-2032

4.1.2.4

Parameter Teknis Wilayah

(9)

penggunaan lahan danpemanfaatan ruang. Untuk itu, perlu dipertimbangkan empat hal utama, yaitu:

1. Pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung-jawabkan (socially and culturally suitable and accountable); 2. Pembangunan yang secara politis dapat diterima (politically acceptable); 3. Pembangunan yang layak secara ekonomis (economically feasible), dan 4. Pembangunan yang bisa di pertanggung - jawabkan dari segi lingkungan

( environmentally sound and sustainable ).

Hanya dengan jalan mengintegrasikan hal tersebut secara konsisten dan konsekuen, pembangunan perumahan dan permukiman bisa berjalan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, baik sosial maupun ekonomi (Soenarno, 2004).

Untuk mencapai keberlanjutan perkotaan perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perkotaan. Pemerintah kota tidak dapat lagi memecahkan permasalahannya sendiri. Peran pemerintah kota semakin lama akan semakin bergeser ke peran sebagai fasilitator. Intinya, sistem pelaku majemuk akan menggantikan sistem pelaku-tunggal yang selama ini didominasi pihak pemerintah. Di masa depan, akan terdapat titik majemuk kewenangan dan pengaruh, dan tantangannya adalah bagaimana memberdayakan mereka agar dapat bekerja sama. Manfaatnya adalah adanya kepercayaan dan koneksi sosial

(“modal sosial”) yang terus terakumulasi, yang pada gilirannya akan mencapai tiga sasaran yaitu : menjaga agar pemerintah semakin memiliki akuntabilitas dan tidak korup; menurunkan sumber konflik, dan memberdayakan para pelaku non-pemerintah

4.1.2.5

Aspek Pendanaan

Dalam usaha pembangunan Kabupaten Malinau , diperlukan adanya modal untuk menunjang pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Dalam pembangunan ini, sumber dana didapat dari:

- Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur , maupun Pemerintah Kabupaten Malinau yang berasal dari anggaran pembangunan Daerah;

- Penerimaan sendiri yang berasal dari partisipasi masyarakat untuk menunjang kegiatan, serta modal dari pihak swasta yang membantu pembangunan di Kabupaten Malinau;

- Pinjaman luar negeri bagi fasilitas tertentu.

(10)

dengan pembiayaan dari masyarakat. Sedangkan sumber pembiayaan dari penerimaan sendiri untuk menunjang kegiatan yang bersifat internal, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu dan langsung melibatkan masyarakat. Dalam pelaksanaan program-program yang direncanakan, diprioritas-kan pada program-program yang tidak membutuhkan biaya besar serta pertimbangan pada program prioritas. Hal ini agar pembangunan Kabupaten Malinau dapat mencapai daya guna serta hasil guna yang diharapkan.

4.1.2.6

Aspek Kelembagaan

Agar sebuah rencana dapat dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan, maka peran pemerintah selaku pengelola pembangunan sangat menentukan. Untuk itu diperlukan pengorganisasian aparatur / lembaga pelaksana pembangunan dengan baik.

4.1.3 Sasaran

Sasaran pencapaian rencana pengembangan sub bidang permukiman dan perumahan adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya perumahan & permukiman yang layak dan bebas kumuh pada tahun 2016

2. Terdorongnya pertumbuhan wilayah perkotaan sebagai akibat pengembangan permukiman

3. Pembangunan permukimaan yang sesuai dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan, berkelanjutan dan kelestarian alam untuk memenuhi prinsip penataan ruang

4. Pembangunan permukiman yang didukung oleh kesiapan & kerjasama kelembagaan pemerintah, swasta & masyarakat dalam kerangka otonomi daerah yang menciptakan sinergi pembangunan antar pelaku.

4.1.4 Permasalahan Permukiman dan Perumahan

Beberapa isu yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi perkembangan permukiman di Kabupaten Malinau adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Lahan

Lahan di Kabupaten Malinau, khususnya di wilayah pengembangan baru (daerah Selatan) merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah sungai, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan.

(11)

Dengan kenyataan bahwa Kota banyak dibentuk oleh masyarakat pendatang, serta kehidupan perkotaan yang banyak didorong kegiatan yang bertumpu pada sektor sumber daya migas, dikuatirkan bahwa perkembangannya bisa sangat berbeda apabila sumberdaya alam tersebut mengalami penyurutan sehingga produksi industrinya berkurang, yang tentunya akan berpengaruh besar terhadap pertambangan ekonomi . 3. Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman Padat

Seiring perkembangan perekonomian perkotaan. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman di sempadan sungai, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

4. Perkembangan Kawasan Permukiman di Wilayah Kawasan Lindung

Perkembangan kawasan permukiman di wilayah kawasan lindung telah tumbuh dan berkembang di kawasan sempadan sungai, sebagian bahkan berkembang ke arah pusat kota, menyatu dengan kawasan terbangun yang telah ada. Perubahan guna lahan ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan lindung tersebut.

5. Minimnya Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru

Rencana pengembangan fisik Kota diarahkan ke bagian Malinau Kota, tepatnya ke arah PKW (Pengembangan Kegiatan wilayah). Namun dalam kenyataannya, dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga dikenal

sebagai ”Pengembangan Baru ” ini.

6. Kurangnya Dukungan Database Perumahan dan Permukiman

Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan kota, maka informasi/data mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kota dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kota. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi basisdata perumahan dan permukiman, termasuk untuk memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya.

4.1.4.1

Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Keberadaan kawasan perkotaan yang tumbuh tanpa perencanaan akanmenyebabkan timbulnya daerah-daerah kumuh. Daerah-daerah kumuh dalambanyak kawasan perkotaan sering memberikan sumbangan negatif terhadap kawasan perkotaan yang lebih besar seperti:

1. Tempat berdiamnya pelaku kriminal, hal ini menjadi ancaman keamanan bagi kawasan perkotaan;

(12)

3. Memberikan citra kota yang buruk karena tumbuh tanpa perencanaan sehingga tidak didukung oleh infrastruktur yang baik;

Berubahnya tataguna lahan disebabkan terpakainya kawasan peruntukan bukan untuk hunian menjadi kawasan hunian/kawasan kumuh;

5. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan di kawasan ini akan melahirkan sumber daya manusia yang rendah.

Selain adanya kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan perkotaan lainnya juga perlu direncanakan perkembangan dan pertumbuhannya. Bahwa penduduk kota yang ada, selain dari faktor urbanisasi, juga berkembang mengikuti perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya.

Meningkatnya kebutuhan hidup menuntut meningkatnya fasilitas penunjang kehidupan, yang hal ini berarti bertambahnya kebutuhan akan lahan-lahan baru, bangunan-bangunan baru dengan berbagai fungsinya.

Kawasan-kawasan kota yang semula diidentifikasi sebagai kota yang terencana (planed) terus berkembang tetapi tidak mempunyai perencanaan jangka panjang, maka akan terjadi perubahan yang nyata, kawasan-kawasan kota yang terencana (planed) menjadi kawasan yang tidak terencana (unplaned). Kondisi permukiman di kawasan prioritas ini yaitu permukiman

sepanjang kawasan pinggiran Sungai Sesayap dan Sungai Sebamban serta eks pasar lama diwarnai oleh kondisi susunan rumah kumuh (slum area) dan rumah liar (squatter area). Kondisi kumuh demikian terutama pada wilayah pinggiran sungai selebar 200 meter ke pinggiran jalan. Daerah periphery ini menampilkan kondisi transformasi fisik perumahan antara rumah kayu papan ke arah perumahan batu bata. Kondisi infrastruktur dasar ( jalan setapak, saluran air kotor) menunjukan adanya kesenjangan antara permukiman pinggir sungai dengan permukiman kota.

Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kawasan prioritas ini menunjukan kondisi kemiskinan dan keragaman mata pencaharian yang sebagian besar sudah tidak lagi menggantungkan hidup sebagai petani, nelayan (beberapa keluarga beralih profesi sebagai pedagang atau buruh bangunan). Telah terjadi perubahan pola mata pencaharian para penduduk di kawasan prioritas ini. Arus urbanisasi masyarakat yang masuk ke wilayah Kabupaten Malinau sebagian besar juga turut andil dalam pembentukan kekumuhan kawasan ini.

4.1.5

Usulan Pembangunan Permukiman

(13)

Daerah Kabupaten Malinau .Sarana dan prasarana umum seperti jalan dan saluran masih sangat buruk, sehingga perlu adanya keseriusan pemerintah daerah dan pihak lainnya untuk lebih memfokuskan diri dalam meningkatkan derajat dan kualitas kehidupan masyarakat.

4.1.5.1 Sistem Infratsruktur yang diusulkan

Sistem dari infrastruktur permukiman yang ingin diusulkan diantaranya adalah sistem infrastruktur yang terkoneksitas dengan rencana pengembangan infrastruktur yang ada baik dari kebijakan provinsi maupun dengan kebijakan nasional dengan tetap memperhatikan lingkungan dan geografis dan ketersediaan lahan dan daya dukung kawasan yang ada.

Pembangunan infrastruktur permukiman yang tak lepas dari sistem infrastruktur perkotaan, juga masih menyisakan jaringan jalan yang mendekatkan antara daerah produksi dengan wilayah pasar yang ada, dimana konsep jaring laba-laba

yang belum semuanya terselesaikan. Demikian juga dengan pembangunan jalan lingkar Kabupaten Malinau Outer Ring Road (LORR)

4.1.5.2 Usulan Program Prioritas Permukiman

Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan ruang-ruang umum kota.

Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya support activity adalah:

a. Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importance of movement).

b. Aktivitas kehidupan kota dan kegembiraan (excitement).

Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsifungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya. Bentuk support activity adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.

4.1.5.3 Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman

Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman akan meliputi pembahasan strategi yang berkaitan dengan pembangunan air minum / bersih, air limbah/sanitasi lingkungan, drainase, persampahan dan jalan lingkungan.

Strategi-strategi tersebut akan memperoleh pembahasan dalam konteks aspek fisik, pembiayaan, kelembagaan, pelibatan masyarakat, sosial dan legislasi untuk kemudian dirangkaikan dengan kontribusi masing-masing stakeholder dalam mengambil peran dalam kegiatan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan Kabupaten Malinau

(14)

Pembangunan infrastruktur Air Bersih meliputi adanya: penataan jaringan air bersih untuk peningkatan layanan;

penyusunan identifikasi air baku alternative selain air baku dari sungai pelaksanaan pendataan dan perbaikan pipa air minum / bersih yang bocor; regulasi pencegahan pencemaran air minum / bersih lingkungan.

b) Pembangunan Infrastruktur Air Limbah/Sanitasi

Pembangunan infrastruktur Air Limbah/sanitasi untuk meliputi adanya: peningkatan pembangunan fisik sanitasi;

pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dengan design sesuai kondisi geografi;

penyusnan DED IPLT Kota Malinau. Pembangunan IPLT Kota Malinau. c) Pembangunan Infrastruktur drainase

Pembangunan infrastruktur drainase meliputi adanya:

pemerataan pembangunan fasilitas jaringan drainase;

penetapan hirarki jaringan primer, sekunder dan tertier dengan melakukan revitaslisasi sistem jaringan;

peningkatan peran aktif dinas terkait dalam melakukan pengawasan, serta monitoring evaluasi;

pelaksanaan rekondisi bagi jaringan-jaringan drainase eksisting yang rusak; penyusunan master design Sistem jaringan dengan konsep eko drain yang

menyeluruh dan terintegritas.

d)

Pembangunan Infrastruktur Persampahan

Pembangunan infrastruktur persampahan untuk meliputi adanya:

pemanfaatan dan pengolahan sampah sebagai salah satu sumber daya (energi dan ekonomi);

pembentukan desain pengelolaan bank sampah;

pemanfaatan dana CSR Bank Kaltim dalam pengolahan sampah kota; pemanfaatan penyusunan kajian (FS, DED, Amdal) dari Pemerintah Provinsi

Kalimantan untuk TPA Sempayang ; peningkatan PAD dari retribusi sampah;

peningkatan ekonomi dari upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola daur ulang sampah (TPA Sempayang );

peningkatan pola, perilaku, disiplin, budaya masyarakat dalam membuang sampah secara tertib, bersih dan tidak sembarangan ( Perda Nomor 4 Tahun 2004. tentang pengelolaan sampah (kebersihan) di Kabupaten Malinau mencakup tentang hak dan kewajiban (yang harus dilakdanakan), dan larangan (yang tidak boleh dilakukan) masyarakat selaku penghasil sampah dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan dan kewajiban Pemerintah dalam pengelola sampah yang dihasilkan masyarakat tersebut) ; pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah (komposting) dan konsep 3R di

TPA Sempayang ;

(15)

peningkatan pelayanan sampah wilayah yang masih kurang (persampahan baru terlayani 60 % dari total wilayah Kabupaten Malinau dan 70 % dari total penduduk Kabupaten Malinau );

pembangunan sarana dan prasarana pendukung tentang persampahan yang kurang memadai serta strategi penambahan armada.

e)

Pembangunan Infrastruktur Jalan

Pembangunan infrastruktur jalan meliputi adanya:

Strategi penyusunan peta jaringan jalan yang terarah dan berkesinambungan menjangkau pelosok wilayah dan Kabupaten Malinau; Strategi penyusunan kebijakan transportasi dalam penanganan lalu lintas

mengantisipasi tingginya laju pertumbuhan kendaraan bermotor dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan prasarana jalan.

4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan ( PBL )

Salah satu Kawasan yang sangat berkembang di Kabupaten Malinau adalah Kawasan Perkotaan Malinau. Kawasan Perkotaan Malinau yang terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Malinau Kota, Kecamatan Malinaun Utara dan Kecamatan Malinau Barat dengan demikian diperlukan konsep yang tepat untuk melakukan Pengembangan dan Pembangunan pada Kawasan Perkotaan Malinau. Posisi Kabupaten Malinau yang dijadikan sebagai Pusat Pengembangan Wilayah ( PKW ) harus mempunyai standar khusus dalam keberadaan jaringan infrastruktur permukiman kota. Untuk meningkatan pemanfaatan ruang kota yang terkendali , kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan . Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap Persyaratan Tata Bangunan seperti yang tersirat dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung.

4.2.1 Petunjuk Umum

Penyusunan Kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini bertujuan untuk : 1. Menghindari pertumbuhan kawasan yang tidak terarah dan tidak terkendali,serta

mendorong kearah keseragaman wajah/rupa kota;

2. Mempertahankan keunggulan spesifik suatu kawasan sebagai kawasan jati diri; 3. Merespon berbagai konflik kepentingan dalam penataan antar bangunan,

bangunan dengan lingkungannya, bangunan dengan prasarana kota, lingkungan dengan kota, bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik serta lingkungan dengan pemangku kepentingan;

4. Merespon kebutuhan tindak lanjut atas Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malinau dan memanifestasi atas pemanfaatan ruang;

5. Merespon kebutuhan untuk merealisasikan, melengkapi, dan mengintegrasikan berbagai peraturan yang ada pada suatu kawasan, ataupun persyaratan teknis lain yang berlaku;

6. Merespon kebutuhan alternatif perangkat pengendali yang mampu dilaksanakan langsung di lapangan.

(16)

masyarakat dan / atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan / kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati

Sering kali pengaturan bangunan (tinggi, Koefisien Dasar Bangunan,Koefisien Luas Bangunan, Sempadan, dll) diterapkan hanya berdasar pada produk-produk rencana tata ruang seperti RTRK dan RDTRK. Dengan sifat perencanaan dua dimensinya, maka beberapa aspek teknis yang terkait dengan analisis tiga dimensi bangunan

praktis ”diabaikan”. RTBL sebagai manifestasi perancangan kota (urban desain)

merupakan ”jembatan” antara perencanaan tataruang kota (urban planning) dengan

arsitektur bangunan (architecture).

Dengan basis perancangan tiga dimensi yang dimilikinya serta penekanan pada potensi dan kendala lokal, menjadikan produk RTBL dinilai lebih tepat untuk pengaturan bangunan.

Dalam tahapan pembangunan kota, perancangan kota (urban design) merupakan proses kelanjutan dari perencanaan kota (urban planning). Urban design lebih mengacu pada penjabaran wujud fisik tiga dimensi kota sebagai kelanjutan dari

perencanaan dua dimensi yang dihasilkan dalam produk-produk rencana kota. Perancangan kota merupakan dasar yang seharusnya menjadi panduan (guidenlines) bagi perancang bangunan (architec).

Dalam suatu proses perencanaan (planning) bila data kondisi lokasi(input) sama kemudian dilakukan dengan model atau alat analisis yang samamaka akan diperoleh hasil perencanaan yang relatif sama.

Pada produk perancangan (design) meskipun input sama dan dianalisis dengan alat dan model yang sama belum tentu memiliki out put yang sama dan bahkan cenderung selalu berbeda. Hal ini karena adanya beberapa pertimbangan persepsi dan kondiisi pengamat /pengguna seperti aspek sosial budaya, perilaku, art/estetika dan lain-lain. Dengan kemungkinan beragamnya bentuk hasil perancangan kota, maka permasalahan yang muncul adalah produk perencanaan mana yang benar.

Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengkaitkan dengan pelaku dan pemakai wilayah perancangan, suatu produk design yang baik adalah yang dapat diterima secara lebih tepat sesuai kondisi masyarakatnya.

Selain itu, produk perencanaan harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang mampu memanfaatkan potensi dan meminimalisasi kendala wilayah. Untuk dapat mencapai hal tersebut mutlak diperlukan pendekatan pada aspek–aspek sosial masyarakatnya. Pada tataran inilah peran urban design diharapkan lebih dapat mengakomodasikan berbagai tututan masyarakat penggunanya.

(17)

dengan pengembangan kawasan atau kota yang berorientasi pada kepentingan umum dan makro ekonomis pada konteks kota yang lebih luas. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa urban design berkepentingan dengan kualitas fisik dan kualitas spesial dari lingkungan binaankota.Kebijakan pemerintah daerah dalam jangka menengah adalah penangganan kawasan strategis dan cepat tumbuh yang berada dalam kawasan Kabupaten Malinau . Kawasan yang terpilih dalam untuk kegiatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) meliputi:

1. Penataan kawasan Malinau Kota sebagai kawasan permukiman Perdagangan dan Jasa ,pengembangan, pariwisata Kecamatan Malinau Kota dan Pengembangan Pelabuhan Ikan di Desa Malinau Hilir Kec. Malinau Kota ;

2. Revitalsasi kawasan permukiman pinggiran Sungai pada Kecamatan Malinau Kota, Kecamatan Malinau Barat dan Kecamatan Malinau Utara;

3. Pengembangan Kawasan Minapolitan dan Agropolitan berskala Kabupaten dengan telah dibangunnya Kawasan Minapolitan di Kecamatan Malinau Utara;

4. Penataan kawasan pariwisata Ekowisata Semolon Kecamatan Mentarang; 5. Penataan Kawasan Islamic Center Kecamatan Malinau Utara;

6. Penataan Kawasan Kristian Center Kecamatan Malinau Barat.

4.2.2 Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Secara umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini masih belum menunjukkan adanya penangganan yang serius dari pemerintah.Selain dokumen dan payung hukum yang belum jelas tersusun secara baik juga rendahnya pengendalian dari pemanfaatan ruang yang ada. Di Kabupaten Malinau Bangunan Gedung terdiri atas bangunan gedung milik Pemerintah Kota Kabupaten Malinau dan Masyarakat. Perkantoran pemerintah Kabupaten Malinau terpusat pada Kawasan kecamatan Malinau Kota. Pada kawasan tersebut terdiri dari kantor pelayanan kesehatan, pendidikan, pelayanan administrasi penduduk dan militer. Gedung Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) terpusat di Kompleks Pusat Pemerintahan Kabupaten Malinau terdiri dari Kantor Bupati Malinau, Gedung Gabungan Dinas Pemerintah Kabupaten Malinau sehingga pelayanan menjadi lebih mudah dan nyaman.

4.2.2.1 Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

(18)

Sungai Sesayap, yang mampu meminimalisir banjir yang terjadi akibat debit puncak sehingga untuk tahun-tahun kedepan masalah banjir ini telah tertangani secara baik.

Peta 4.2

Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan

Daerah Rawan Banjir

Daerah Rawan Banjir dan Rawan Kebakaran Kebakaran

Peta di atas menunjukkan peta rawan bencana dan jalur evakuasi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana Pemukiman belum tersedianya hidran yang memadai, tapi hal ini disiasati dengan merencanakan pembangunan folder /bozzem dan Kolam retensi di dekat lokasi pemukiman sehingga mampu mencegah sumber api yang berasal dari bangunan gedung yang ada.

Pelaksanaan perizinan telah dilaksanakan secara terpadu pada Kantor perizinan terpadu Satu Pintu dengan tetap dibawah pengawasan teknis oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malinau . Sedang alur diagramnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(19)

4.2.3 Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang ada selama ini mengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan diataranya adalah:

- Kurangnya sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah mengenai masalah ini,sehingga dalam pemanfaatan penataan bangunan gedung dan lingkungan adanya penyimpangan.

- Adanya oknum aparatur yang mengeluarkan izin dengan tidak mengikuti aturan yang sesuai dengan pemanfaatan yang direncanakan.

4.2.3.1

Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Sasaran dari penyusunan RTBL sebagai suatu produk kajian, maka keberhasilan pengaturan bangunan melalui RTBL sangat tergantung

padakemampuan ”perencana”, kesungguhan ”pelaksana” serta peran serta”masyarakat dan investor”. Tanpa dikuti sinergi semua stakeholder maka

produk RTBL hanya akan menjadi dokumen rapi yang tersimpan di dinas/instansi Pemerintah Daerah atau Kota.

4.2.3.2

Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penyederhanaan sebuah permasalahan yang ada yang bertujuan menemukan solusi dan alternatif penangganan yang cepat dan jitu. Untuk mendapatkan hal tersebut, perlu adanya data yang bersifat kuantitatif dan kualitas yang bersifat primer maupun sekunder.

Analisis Permasalahan dan Rekomendasi Perlu dilakukakan pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan (Wilayah Kota / Kawasan Perkotaan) untuk mewujudkan keterpaduan, keseimbangan dan keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan kota / kawasan perkotaan jangka panjang.

4.2.4

Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

(20)

Analisis terhadap kebutuhan Permasalahan penataan bangunan dan lingkungan diperlukan dalam menentukan prioritas dan penetuan langkah strategis yang perlu ditempuh dalam penyelesaian permasalahan yang ada. Kebutuhan yang paling mendesak dari upaya penataan bangunan dan lingkungan adalah rendahnya kemampuan dari aparatur pelaksana penataan bangunan dan lingkungan baik yang mampu melakukan self assesment terhadap penyusunan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan yang ada, sehingga sebuah dokumen lebih aplikatif dan mudah dalam pelaksanaannya.Selain itu perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan penataan bangunan dan lingkungan, guna menciptakan sense of belonging dan mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat.

Rekomendasi

RTBL sebagai produk ideal dalam upaya pengaturan bangunan dan lingkungan kawasan kota adalah tidak dapat terlepas dari berbagai kendala dalam penyusunan dan terlebih lagi dalam tahap pelaksanaannya. Hal ini terjadi mengingat produk-produk perancangan yang dihasilkan adalah bersinggungan langsung antara kepentingan public dan private. Pengaturan yang ideal untuk kepentingan publik tentu akan banyak memberikan batasan pada kepentinganprivate dan demikian sebaliknya. Bagaimana suatu produk RTBL dapat beradapada keseimbangan kepentingan public dan private

tentu merupakan posisiperancangan yang ”ideal” dalam arti sebenarnya.

Berkaitan dengan penyusunan RTBL, terdapat beberapa hal penting yangharus diperhatikan sebagai berikut:

1. Perancangan tata bangunan dan lingkungan harus berdasar pada kebutuhan dan aspirasi kondisi dan permasalahan warga / masyarakat setempat, sehingga bentuk analisis dan perancangan yang disusun dapat diterima dalam masyarakat.

Suatu konsep study yang sangat baik, namun butuh usaha ”luar biasa” untuk implementasinya;

2. Perancangan elemen-elemen bangunan dan lingkungan harus dapat membentuk citra lokal yang seharusnya tidak dapat secara mudah diimplementasikan secara mudah untuk kawasan lain;

3. Ketersediaan data kapling dan masa bangunan eksisting menjadi syarat utama yang seringkali tidak tersedia. Hal ini tentu bukan merupakan kendala biaya biaya pengukuran tapak kawasan dan bangunan dapat dilakukan;

4. Bahwa produk RTBL hendaknya berbasis perancangan secara tiga dimensi dan tidak lagi hanya mengkaji aspek fungsi dan tata ruang;

(21)

6. Semua bentuk pendekatan dan perancangan harus dapat disertai dengan arahan dan manajemen dalam realisasi pelaksanaan, termasuk berbagai insentif dan disinsentif yang akan diterapkan;

7. Keterbatasan biaya untuk penyusunan produk RTBL dapat menjadi ”akar” permasalahan mengenai kualitas produknya.

4.2.5 Program Yang Diusulkan 1. Penetapan kebijakan RTBL; 2. Sosialisasi kebijakan RTBL; 3. Rapat koordinasi tentang RTBL;

4. Pelatihan aparatur dalam perencanaan, pengawasan pemanfaatan ruang; 5. Penyusunan norma, standar dan kriteria Pemanfaatan ruang;

6. Sosialisasi kebijakan, norma, standar, prosedur dan manual pemanfaatan ruang; 7. Monitoring, evaluasi dan pelaporan pemanfaatan ruang;

4.2.5.1 Usulan dan Prioritas Program

Selain beberapa kawasan yang telah kami usulkan pada subbab sebelumnya, ada beberapa kawasan penting lainnya yang memerlukan perhatiaan khusus dan penangganan segera diantaranya:

1. Penataan Kawasan campuran yang berisikan, perkantoran pemerintahan, pusat olahraga dan kuliner pada Alun – alun Pusat Pemerintahan dan Eks Pasar Malinau Kota;

2. Penataan kawasan selamat datang pada Pelabuhan Speed dan Bandara RA. Bessing;

3. Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Pinggiran Sungai Sesayap dan Sungai Sebamban.

4. Penataan Kawasan Agropploitan dan Minapolitan Kecamatan Malinau Barat dan Desa Malinau Seberang Kec. Malinau Utara

5. Penataan Kawasan Cristian Center Kabupaten Malinau; 6. Penataan Kawasan Islamic Center Kabupaten Malinau ;

7. Revitalisasi Kawasan Pasar Induk Kabupaten Malinau dan Pasar Desa Tanjung Lapang;

4.2.5.2 Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Pada subbab di atas, Penataan Kawasan strategis lainnya seperti:

Kawasan Agropolitan dan Minapolitan di Kecamatan Malinau Barat dan Malinau Utara;

Kawasan Pinggiran Sungai Sesayap dan Sungai Sebamban di Kecamatan Malinau Kota serta;

(22)

Penataan keempat kawasan tersebut perlu mendapatkan perhatian terhadap penataan bangunan dan lingkungan sehingga menciptakan kawasan yang asri dan tertata secara lebih baik, Kawasan – kawasan tersebut merupakan Kawasan yang mendesak untuk dilakukan penyusunan kegiatan RTBL

4.2.5.3 Aspek Pendanaan

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan antara lain Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Undang - undang nomor 1 tahun 2004, Undang-undang nomor 15 tahun 2004, Undang - undang nomor 25 tahun 2004, Undang-undang nomor 32 tahun 2004, Undang - undang nomor 33 tahun 2004, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang kemudian oleh daerah diwadahi dalam kebijakan keuangan. Kabupaten Malinau pada prinsipnya selalu bekerjasama dengan pihak provinsi maupun pusat terhadap penyediaan Dana Daerah untuk Bersama (DDUB) baik untuk pembebasan lahan maupun dana operasional maupun dana pendukung lainnya. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah Kabupaten Malinau dalam memenuhi target

MDG’s yang tertuang dalam dokumen prioritas daerah

4.3 Rencana Investasi Bidang Air Minum 4.3.1 Petunjuk Umum

Kebutuhan air bersih masyarakat di Kabupaten Malinau dipenuhi oleh PDAM Kabupaten Malinau. Pada tahun 2011, banyaknya air bersih yang diproduksi PDAM Malinau adalah sebanyak 2.029.289 m3, sedangkan banyaknya air minum yang disalurkan mencapai 1.385.698 m3 atau meningkat 3.44 persen dari tahun sebelumnya. Dari angka tersebut, sekitar 88,68 persen disalurkan ke rumah tangga dan kantor pemerintah. Untuk hotel, toko, dan industri mendapat porsi 9,91 persen, sedangkan sisanya disalurkan untuk badan sosial, rumah sakit, rumah ibadah dan sarana umum lainnya. Jumlah pelanggan air PDAM pada tahun 2011 tercatat sebanyak 4.146, angka ini meningkat 2.55 persen dari tahun sebelumnya. Pelanggan terbanyak adalah rumah tangga dan instansi pemerintah sebanyak 90.35 persen. Sedangkan 9.65 persen adalah hotel dan badan sosial.

4.3.2 Kebijakan Pengembangan Air Minum

Pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) Kota meliputi sebagai berikut : Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM-D) Kabupaten Malinau

Arah kebijakan :

a. Kualitas air bersih semakin baik;

b. Semakin tinggi kemampuan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pembuatan Water Treatment Plant;

c. Pelayanan air bersih dari aspek kualitas dan kuantitas semakin baik. Strategi kebijakan pembangunan :

(23)

c. Peningkatan pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas air bersih, untuk menjamin pelayanan kebutuhan air bersih secara merata.

Memorandum Program dan Proyek Air Minum untuk Mendukung Pencapaian Target RPJM dan MDGs (Tahun 2013);

Arah kebijakan :

1. Peningkatan Cakupan

Prioritas pembangunan pengembangan SPAM di Kabupaten Malinau ditekankan pada kawasan yang masih belum terjangkau pelayanan PDAM, terutama di kawasan pengembangan kota serta daerah pinggiran yang terpencil.

2. Pendanaan

Sumber pendanaan dalam upaya peningkatan pelayanan air minum Kota yang selama ini sebagian besar berasal dari APBD Kabupaten Malinau, ke depan akan ditekankan dari PDAM dan swasta, disamping dana-dana APBN, APBD Kabupaten Malinau, APBD Propinsi dan DAK.

3. Kelembagaan dan Peraturan Perundang-Undangan

Upaya memperkuat tugas dan fungsi regulator dan operator penyelenggaraan SPAM (PDAM dan Dinas PU) di Kabupaten Malinau dilakukan dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang ada melalui pelatihan, peningkatan kualitas air minum, memperkuat fungsi dinas-dinas terkait dan memperkuat PDAM.

Upaya memperkuat prinsip kepengusahaan pada lembaga penyelenggaraan PDAM di Kabupaten Malinau dilakukan melalui penyehatan PDAM, penyesuaian tarif dan peningkatan SDM.

Upaya penyusunan peraturan perundang-undangan (Perda, dll) yang berkaitan dengan penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Malinau dilakukan dengan cara penyusunan PERDA dan implementasi NSPM.

4. Peran Serta Masyarakat

Upaya meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Malinau dilakukan melalui kegiatan :

- Untuk perkotaan, dengan menyehatkan PDAM dan mengusahakan insentif agar pihak swasta berminat investasi langsung/tidak dalam penyelenggaraan SPAM, serta mendorong perusahaan atau kawasan permukiman/perdagangan dan jasa/industri melaksanakan SPAM secara mandiri.

(24)

hasil pembangunan oleh pemerintah /NGO. Selain itu, juga dengan menggerakan perusahaan-perusahaan swasta yang ada di Kabupaten Malinau untuk turut membantu menyediakan sarana prasarana SPAM di pedesaan.

5. Kualitas dan Keberlanjutan Air Baku

Pada umumnya kualitas dan keberlanjutan air baku di Kabupaten Malinau adalah baik terkecuali Air Sungai Malinau dan Sungai Sesayap yang selama ini menjadi sumber air baku PDAM Malinau , Upaya yang sedang untuk menjaga kualitas dan keberlanjutan air baku antara lain meningkatkan kapasitas produksi IPA dengan membangun SPAM Sei. Terang di Mentarang Kapasitas 100 x 2 L/dt dan berkoordinasi dengan dinas/instansi terkait dalam rangka konservasi dan rehabilitasi daerah tangkapan bagi air bawah tanah yang menjadi air baku di Kabupaten Malinau.

f. Gambaran Umum Air Minum

Pelayanan Air minum di Kabupaten Malinau dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Mimunm Kabupaten Malinau yang melayani kebutuhan air minum bagi masyarakat Kecamatan Malinau Kota, Kecamatan Malinau Utara, Kecamatan Malinau Barat dan Kecamatan Mentarang. Jumlah desa yang terlayani pada empat Kecamatan sebanyak 16 desa dari 42 Desa yang berada diperkotaan Kabupaten Malinau, terdapat 8.395 sambungan rumah aktif.

Tabel 4.8

Banyaknya Pelanggan Perusahaan Air Minum Tahun 2005-2011

2007 2008 2009 2010 2011 1 Rumah Tangga ( Tempat Tinggal/Kantor ) 2,427 2,802 3,063 3,656 8,017 2 Hotel/Objek Wisata,Toko,Industri, Perusahaan 255 270 298 332 332 3 Badan Sosial,Rumah Sakit ,Tempat Ibadah 40 41 40 42 42 4 Sarana Umum 3 3 4 4 4 5 Hydran Pelabuhan - - - - -6 Lainnya - - - -

-2,722

3,113 3,405 4,034 8,395 Jumlah Pelanggan

Kategori Pelanggan No

Jumlah

PDAM Kabupaten Malinau menggunakan sumber air baku dari Sungai Sesayap dengan Sistem IPA, untuk mengalirkan sistem air baku menggunakan pompa dan sistem

(25)

Tabel 4.9

Perkembangan Jumlah Kapasitas Produksi PDAM Kabupaten Malinau

2007 2008 2009 2010 2011

1 IPA Ma l i na u Kota 20.0 20.0 20.0 20.0 25.0 2 IPA Kua l a La pa ng 30.0 30.0 35.0 40.0 40.0 3 IPA Menta ra ng 2.5 2.5 2.5 5.0 5.0 3 IPA Ma l i na u Uta ra - - - 20.0 25.0

Kapasitas Ltr/Detik Produksi Instalasi PDAM

No

Sumber : PDAM Kabupaten Malinau Tahun 2011

Pada tahun 2011 penyediaan air PDAM di Kabupaten Malinau sebanyak 1.476.127 m³, sedangkan air minum yang disalurkan mencapai 1.339.601 m³ atau meningkat

sebanyak 6.31 % dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, air minum yang dipakai untuk kebutuhan rumah tangga, kantor pemerintahan, dll yaitu sebesar 86,73 %, kemudian diikuti oleh hotel dan toko yaitu sebesar 11,09 % sedangkan sisanya sebanyak 2,18 % disalurkan untuk kebutuhan sosial, rumah sakit dan rumah ibadah.

Tabel 4.10

Perkembangan Jumlah Produksi, Distribusi, dan Pelanggan PDAM di Kabupaten Malinau Tahun 2008 – 2011

No Uraian Satuan 2008 2009 2010 2011

1 Kapasitas Produksi IPA Terpasang l / dtk 65.00 52.50 65.00 95.00 2 Rata - rata Kapasitas Produksi l / dtk 62.50 52.50 65.00 65.00 3 Kapasitas Produksi Operasi % 62.50 52.50 65.00 65.00

4 Jumlah Air Baku yg di Produksi M3 1,494,530 1,494,530 1,372,254 1,476,127.00

5 Jumlah Air Terdistribusi M3 922,875 1,045,135 1,111,147 1,339,601.00

6 Jumlah Air yang Terjual M3 1,479,164.78 3,127,823.38 8,406,112 4,309,125.00

7 Jumlah Kebocoran Air M3 571,655 449,393 449,393 143,637.50 8 Persentasie Kebocoran % 27.45 38.25 30.07 3.33 9 Jumlah Penduduk Jiwa 55,577 66,023 77,717 77,405.00 10 Jumlah Pelanggan Samb. 2,725 3,116 4,034 8,017.00 11 Jumlah Pelanggan Aktif Samb. 2,725 3,116 4,034 8,017.00 12 Jumlah Pelanggan Terlayani Jiwa 33,981 35,311 56,376 58,185.00 13 Cakupan Pelayanan % 61.14 53.48 82.27 84.38

(26)

Gambar 4.3 Unit Produksi IPA Kuala Lapang PDAM Malinau

4.3.3 Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum 4.3.6.1 Sistem Non Perpipaan

Masyarakat Kabupaten Malinau selain menggunakan air dari sistem perpiaan PDAM juga masih dominan menggunakan pegunungan dan air Sungai untuk kebutuhan air minum dan air mandi . Dengan mempertimbangkan tidak meratanya distribusi air yang baik kualitasnya,

terutama di kawasan pedalaman dan perbatasan dan juga dengan memperhatikan kondisi pada saat ini, yaitu bahwa telah ada jaringan air bersih di beberapa tempat, maka dalam upaya pemenuhan kebutuhan penduduk akan air bersih sebaiknya dilakukan melalui sistem jaringan. Ada dua sistem jaringan yang dapat dikembangkan, yaitu sistem komunal dan sistem publik. Sistem gabungan hanya melayani sebagian kelompok masyarakat atau sebagian wilayah kota, sedangkan sistem publik melayani seluruh kota sebagai suatu yang terintegrasi.

Untuk Kota alternatif pertama, yaitu sistem gabungan lebih tepat untuk dikembangkan dengan alasan, pertama, kelompok permukiman industri telah dilayani oleh jaringan air bersih. Kedua, sumber air yang digunakan adalah sumber air permukaan yang tidak memerlukan pengolahan khusus, disamping juga debit dari satu sumur yang tidak mungkin mencukupi untuk kebutuhan seluruh kota, ketiga, topografi kota yang bergelombang.

(27)

Gambar 4.4 Gambaran umum jaringan Air bersih yang di kelola oleh masyarakat

Sumber ; Bappeda Kab.Malinau

4.3.6.2 Aspek Teknis

Secara Teknis Pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat di Kabupaten Malinau melalui sistem Non Perpipaan pada umumnya menggunakan air permukaan dengan cara mengambil sendiri ke sungai, membeli dengan jerigen atau melalui jasa tangki air dari PDAM Kab.Malinau 4.3.6.3 Aspek Pendanaan

Pemenuhan air minum melalui aspek pendanaan dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, jadi aspek pendanaan dilakukaan sendiri oleh masing – masing masyarakat yang membutuhkan air minum atau air bersih.

4.3.6.4 Aspek Kelembagaan dan Peraturan

Tidak ada kelembagaan dan peraturan secara formal mengenai pemenuhan air minum dengan sistem non perpipaan karena dilakukan secara individu oleh masyarakat tanpa ada keterlibatan pemerintah daerah, sehingga tidak ada peraturan yang mengikat.

4.3.4 Permasalahan Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum

Isu permasalahan strategis dalam penyediaan air bersih secara umum meliputi tiga hal yakni :

(1) Bidang keuangan, efesiensi penagihan masih rendah dan sulitnya penyesuaian tarif;

(2) Bidang teknik : keterbatasan daya listrik dan kondisi topografi; dan

(28)

Tabel 4.11

Permasalahan Penyediaan Air Bersih PDAM Kabupaten Malinau Pokok

Permasalahan

Uraian Permasalahan

1 Bidang Produksi - Peningkatan fasilitas power listrik 2 Bidang Distribusi - Distribusi air tidak merata

- Tingkat kehilangan air cukup tinggi - Cakupan pelayanan rendah

3 Bidang Pelayanan - Belum adanya standar pelayanan minimal

- Efektifitas penagihan rendah - Tidak adanya kepastian

penyelesaian pengaduan - Penegakan aturan kurang tegas 4 Bidang Keuangan - Penyesuaian tarif

- Optimalisasi aset 5 Bidang Organisasi dan

SDM

- Desain organisasi sudah tidak sesuai

- Tingkat kesejahteraan pegawai yang masih perlu ditingkatkan 6 Bidang Kemitraan - Kurang adanya kepedulian

stakeholder terhadap komunitas air - Peran aktif pelanggan masih rendah 7 Bidang Kinerja

Perusahaan

- Kinerja perusahaan selalu dalam kategori kurang ataupun cukup Sumber: PDAM Kabupaten Malinau Tahun 2011

Secara umum kondisi permasalahan pelayanan air minum dan air bersih di Kabupaten Malinau adalah sebagai berikut :

- Kuantitas produksi cenderung meningkat akan tetapi tidak diimbangi dengan Kualitas produksi dikarena untuk memenuhi kebutuhan konsumen

- Sumber air baku tak terbatas akan tetapi telah mengalami pencemaran; - Distribusi air tidak merata

- Tingkat kehilangan air cukup tinggi - Cakupan pelayanan rendah

- Belum adanya standar pelayanan minimal - Efektifitas penagihan rendah

(29)

- Penyesuaian tarif masih kurang - Optimalisasi aset

- Desain organisasi sudah tidak sesuai - Budaya kerja yang masih rendah - Kesejahteraan pegawai masih kurang

- Kurang adanya kepedulian stakeholder terhadap komunitas air - Peran aktif pelanggan masih rendah

- Kinerja perusahaan selalu dalam kategori kurang ataupun cukup

4.3.5 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

Analisis

Kebutuhan program untuk penyediaan air minum adalah program – program yang dapat meningkatkan penyediaan air minum bagi masyarakat Kabupaten Malinau. Kebutuhan program penyediaan air minum bagi masyarakat Kabupaten Malinau adalah :

1. Pemenuhan Kebutuhan Air Minum atau air bersih perkotaan 2. Pembangunan Pipa Air Transmisi

3. Penyediaan PS Air Minum pada Kawasan Strategis 4. Instalasi Sambungan Rumah

5. Pembangunan/Peningkatan Unit Produksi 2x100 L/Dtk Rekomendasi

1. Pemerintah daerah berperan sebagai penyedia sarana air bersih perkotaan dan perdesaaan serta fasilitator pembentukan organisasi pengelola masyarakat serta melakukan pembinaan berkala sistem penyediaan air minum;

2. Diperlukannya regulasi yang mengatur peran tanggung jawab PDAM dalam pemenuhan kebutuhan air minum dan air bersih;

3. Perlunya peningkatan Kesepahaman dan Koordinasi antara Pihak terkait dalam pengelolaan air minum;

4. Pengembangan paradigma air memiliki nilai ekonomi, dilakukan dengan penerpan tarif air yang wajar bagi pelanggan.

4.3.6 Sistem Prasarana yang di usulkan

4.3.6.1 Usulan dan Prioritas Program

(30)

b. Penambahan kapasitas produksi menjadi 480 liter/detik Program Pengembangan Penyediaan Air Minum dengan penambahan kapasitas produksi, dengan cara sebagai berikut :

Optimalisasi Kapasitas Existing : 10 – 40 liter/detik IPA Sungai Terang : 2x100 liter/detik

IPA Tanjung Lima : 100 liter/detik IPA Tanjung Nanga : 40 liter/detik

4.3.6.5 Usulan dan Prioritas Proyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum

1. Pembuatan Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang berkapasitas 2 x 100 liter/detik dengan memanfaatkan air permukaan sungai Mentarang untuk meningkatkan pelayanan di Kawasan Perkotaan ( Kec. Mentarang, Kecamatan Malinau Barat dan Kecamatan Malinau Kota

2. Peningkatan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjung Lima yang berkapasitas 40 liter/detik menjadi 100 Liter/Detik dengan memanfaatkan air permukaan sungai Sembuak untuk meningkatkan pelayanan di Kawasan Kecamatan Malinau Utara ( Desa Malinau Seberang , Desa Respen Tubu, Desa Kaliamok, Desa Belayan, Desa Semenggaris, Desa Kelapis, Desa Belayan, Desa Putat, Desa Salap dan Desa Seruyung ) 3. Pembuatan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjung Nanga yang

berkapasitas 40 liter/detik untuk meningkatkan pelayanan di Kawasan Kecamatan Malinau Selatan ( Desa Tanjung Nanga, Desa Langap dan Desa Loreh, Desa Sengayan )

4. Peningkatan cakupan pelayanan Air Bersih sampai dengan 80 % dengan jumlah pelanggan 8.395 Unit

5.

Penurunan tingkat kehilangan air menjadi 27 %

4.4 Rencana Investasi Sub Bidang Persampahan

4.4.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Persampahan

(31)

Penyapuan jalan dan pengumpulan serta pengangkutan sampah dari fasilitas umum dilakukan oleh Dinas Tata Kota . Gambar 4.7 di bawah ini menunjukan diagram pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kabupaten Malinau.

Gambar 4.5

Diagram Pengumpulan Sampah di Kabupaten Malinau

Dari diagram di atas terlihat bahwa titik kritis terdapat di pertemuan antara konsumen dengan penyedia jasa. Kelemahan koordinasi antara kedua kegiatan tersebut menyebabkan penumpukan sampah di TPS.

Sistem Pengelolaan persampahan di kab.Malinau dilaksanakan dengan pola kumpul,buang dan angkut ke TPA. Mengenai kualitas sampah belum ada pemilahan sampah organik dan nonorganik masih menyatu dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan kisaran rata-rata per-hari 96 – 100 M3. Mengenai Kuantitas infrastruktur khusus di TPA Sempayang dalam tahap pembangunan untuk melengkapi sarana pendukung pola Sanitary Landfill di TPA, dan sampai saat ini TPA masih dalam pola Open Dumping. Ketersediaan TPS di daerah layanan juga belum memadai. Dari segi Noninfrastruktur, ketersediaan SDM dan sarana penunjang untuk pengelolaan sampah misalnya untuk alat daur ulang dan pengomposan belum ada. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan persampahan adalah :

 Partisipasi masyarakat baik dalam pengumpulan sampah maupun dalam hal menepati jam pembuangan sampah ke TPS yang telah disediakan belum optimal  Tingkat pertambahan jumlah penduduk diiringi dengan peningkatan konsumsi

masyarakat yang mengakibatkan bertambahnya volume timbulan sampah.

 Bertambahnya industri Rumah Tangga dan kawasan-kawasan baik swasta maupun pemerintah yang menambah volume timbulan sampah.

(32)

 Minat masyarakat dalam hal penolahan sampah masih sangat rendah.

 SDM dan sarana penunjang untuk pengelolaan sampah khususnya untuk daur ulang dan pengomposan belum ada.

 Pengelolaan TPA masih dengan pola Open Dumping karna ketersediaan alat berat belum ada.

4.4.2 Profil Persampahan

4.5.1.1 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah di Kabupaten Malinau saat ini masih dalam lingkup yang terbatas, yaitu pada lingkup wilayah yang meliputi Kecamatan Malinau Barat, Kecamatan Malinau Kota dan Kecamatan Malinau Utara. Jumlah armada pengangkut sampah yang beroperasi saat ini adalah 3 unit kendaraan truk yang mengangkut sampah 1 trip setiap harinya. Lokasi pembuangan sampah akhir (TPA) terletak di Kecamatan Malinau Utara tepatnya di Desa Kelapis yang berjarak ± 10 km dari pusat kegiatan di Kecamatan Malinau Kota, dengan luas areal ± 5 ha.

Tabel 4.12 Sarana dan Prasarana Persampahan yang ada

No Prasarana/Sarana Pengelolaan Satuan Volume (Unit) Kapasitas Pengadaan Tahun Kondisi

(33)

No Pengelolaan

Sumber : RTRW Kabupaten Malinau Tahun 2007 (Diisi dengan data tahun 2008)

Gambar 4.6

Lokasi Pembuangan Sampah di Sempayang , Kecamatan Malinau Barat

Sumber : Dinas Tata Kota Kab.Malinau

4.5.1.2 Kondisi Sistem Sarana Prasarana dan Cakupan Pelayanan yang Ada

Pengelolaan sampah di Kabupaten Malinau dilakukan oleh:  Dari rumah tangga sampai TPS dikelola oleh Dinas Tata Kota

 Dinas Tata Kota Kabupaten Malinau mengelola sampah dari TPS sampai TPA

 Dinas Tata Kota : mengelola sampah di 2 lokasi Pasar ke TPA (memakai armada sendiri)

Daerah pelayanan pengelolaan persampahan Kabupaten Malinau saat ini hampir mencakup sebagian besar daerah terbangun kota, terutama permukiman yang terletak disekitar jalan yang dapat dilalui oleh alat angkut sampah. Prioritas pelayanan saat ini adalah perkantoran, pasar, perumahan di sekitar jalan utama dan perumahan pada daerah padat penduduk, dan penyapuan jalan pada jalan protokol dan sekitar perkantoran dan pasar. Terdapat 5 ( Lima ) tata pelayanan persampahan yang diberlakukan di Kabupaten Malinau, yaitu untuk rumah tangga (tiga jenis), jalan, dan pasar :

1. Pelayanan Intensif : pelayanan ini didasarkan pada daerah kawasan konservasi yang mencerminkan wajah Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi.

2. Pelayanan Non Intensif : pelayanan dilakukan terutama pada daerah permukiman dan daerah komersil.

(34)

4. Pelayanan yang diperbantukan untuk lembaga/Instansi lain : Pasar Induk Kabupaten Malinau ,Pelayanan Penyapuan Jalan : kegiatan pelaksanaan dengan sistem manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia dan dengan peralatan tradisional, seperti sapu lidi dengan sistem beregu, setiap regu terdiri dari 4 orang yang terdiri dari 2 orang tukang sapu dan 2 orang pengumpul hasil sapuan yang dilaksanakan mulai pukul 07.30 WITA sampai dengan selesai.

5. Pelayanan Kebersihan Parit dan Brem : dilaksanakan oleh petugas parit /brem dan pemotongan rumput dengan satu rolling yaitu perputaran lokasi karya dalam jangka waktu tertentu.

(35)

a. Biaya

4.4.3 Analisa Permasalahan dan Rekomendasi

Dinas Tata Kota menjadi penanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan kebersihan Kabupaten Malinau menganggap bahwa permasalahan bidang -

persampahan yang dihadapi saat ini adalah berkaitan dengan keterbatasan peralatan alat angkut. Keterbatasan jumlah alat angkut sampah (truk) menyebabkan rencana peningkatan pengangkutan ke TPA menjadi sulit dilaksanakan. Lokasi permukiman yang tidak tertata dengan baik, mengakibatkan sulitnya menangani kebersihan di lingkungan masyarakat yang tidak layak huni. Wilayah Kabupaten Malinau cukup luas, dengan kondisi armada yang sangat terbatas berpengaruh pada pelayanan kebersihan di masyarakat. Ada beberapa Desa yang masih belum tertangani kebersihan secara optimal. Kurangnya jumlah tenaga pekerja harian lepas saat ini, rasio perbandingan jumlah lokasi penanganan dengan jumlah pekerja yang melayani kebersihan masih kurang.

Selain itu Pengelolaan persampahan di Kabupaten Malinau juga dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya adalah :

 Keterpaduan sistem pengelolaan dari timbulan sampai TPA

 Keterbatasan pendanaan untuk memulai aktivitas pengelolaan sampah  Keterbatasan lahan untuk TPA

 Belum siapnya sistem pengelolaan sampah terpadu

 Kesadaran masyarakat masih rendah untuk memilah sampah  Pemanfaat dan daur ulang sampah masih rendah ( 3R )

Tabel 4.14

Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah Pengelolaan Persampahan

No Aspek Pengelolaan Persampahan

Alternatif-1 Alternatif-2

Teknis Manfaat Biaya Teknis Manfaat Biaya

A Kelembagaan :

(36)
(37)

tanah penutup

Sumber : Hasil Kajian (Diisi dengan data tahun 2008)

4.4.4

Sistem Prasarana yang diusulkan

Rencana di bidang persampahan diantaranya adalah perluasan lahan TPA Kabupaten Malinau dari 11 – menjadi 25 ha, Konsep pengelolaan sampah dari hulu ke hilir

(Reduce, Reuse, Recycle) sosialisasi penyuluhan (melibatkan masyarakat dan swasta), pembuatan kompos, TPS akan diganti transfer depo, Pengadaan

“GERMOSA” (Gerobak Motor Sampah) dan pemikiran tentang perlunya TPA regional.

Tabel 4.15

Rencana Program dan Kegiatan

No Program Bentuk Kegiatan

1 Pembuatan Transfer Depo Pembangunan 3 DT 2 Pengadaan Dump Truck 5 Unit

3 Pengadaan ArmRoll dan Sweeper 1 armroll 1 sweepper 4 Pengadaan Gerobak Motor

Sampah

15 Unit 5 Pengadaan Tong Sampah Organik

& Anorganik

200 Unit 6 Program Komposting di Tingkat

Wilayah

Komposting tingkat Desa 7 Penyuluhan Merubah Perilaku dan

Himbauan

Sosialisasi penarik gerobag & pengelola sampah tingkat kelurahan ditambah siswa SMA & SMP

8 Pengadaan Tanah /Perluasan TPA Pembebasan Tanah 15 Ha 9 Pengadaan Countainer Sampah 15 Unit

10 Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan Sarana Prasarana Persampahan

Operasi dan Maintenance mesin Operasi dan Maintenance sarana & prasarana Persampahan

Untuk melaksanakan program pembangunan di Kabupaten Malinau ini diperlukan sumber sumber pembiayaan.

(38)

2. Dana dari Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur (APBD Propinsi Kalimantan Timur ).

3. Dana dari Pemerintah setempat, yaitu dari APBD Kota Surakarta. 4. Para penanam modal, baik asing maupun dalam negeri.

5. Swadaya masyarakat. 6. Bantuan Lembaga Asing. 7.

4.5 Rencana Investasi Sub Bidang Drainase

4.5.1 Petunjuk Umum Pengelolaan Drainase Wilayah Perkotaan Kabupaten Malinau

4.5.1.1 Umum

Secara umum fungsi saluran drainase adalah sebagai penggelontor air kota

dan mematuskan air permukaan agar tidak terjadi banjir atau genangan air

terutama disaat hujan.

Pada saat ini sistem drainase di Kabupaten Malinau tidak terlalu baik. Pada musim hujan sering terjadi genangan pada sebagian wilayah kota terutama pada daerah yang mempunyai topografi relatif datar. Genangan juga disebabkan oleh luapan dari sungai-sungai yang ada. Sistem jaringan yang ada saat ini masih belum ada pemisahan antara drainase untuk air hujan dan air limbah. Menurut daerah tangkapannya drainase dapat dibedakan menjadi : 1. Drainase Makro

Sistem drainase induk yang ada di wilayah Kabupaten/Kota adalah sistem drainase alam, yaitu suatu sitem yang menggunakan sungai dan anak sungai sebagai sistem primer penerima air buangan dari saluran – saluran sekunder dan tersier yang ada. Keseluruhan sistem tersebut berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah rumah tangga. Sebagian dari saluran drainase sekunder yang ada juga menggunakan saluran irigasi sebagai saluran pembuangannya. Pada dasarnya terdapat 2 (sungai) sungai utama sebagai badan penerima air. Sungai utama dimaksud adalah :

1. Daerah Aliran Sungai Malinau 2. Daerah Aliran Sungai Tubu 3. Daerah Aliran Sungai Kayan

2. Drainase Mikro

(39)

wilayah permukiman ke sungai dan atau anak sungai yang dikategorikan sebagai saluran sekunder atau primer.

Drainase mikro berupa saluran - saluran pembuang dari suatu kawasan, dimana sistem yang ada masih menjadi satu antara pembuangan air hujan dengan limbah rumah tangga. Pada umumnya saluran drainase yang ada mengikuti alur jalan yang ada dan belum terbagi menurut hirarki sistem aliran maupun sistem blok pelayanan.

4.5.1.2 Maksud dan Tujuan

Untuk pengembangannya, sistem drainase yang ada tetap digunakan dengan rekomendasi pengembangan sebagai berikut :

1. Menjaga kelancaran aliran drainase makro serta mengendalikan sempadan sungai.

2. Mengoptimalkan fungsi drainase makro sebagai pengendali utama. 3. Mengembangkan jaringan drainase primer dan sekunder pada

kawasan-kawasan yang belum terjangkau oleh sistem jaringan drainase.

4.5.1.3 Arah dan Kebijakan Penanganan Drainase

Berdasarkan isu permasalahan strategis di bidang drainase, maka dirumuskan suatu sasaran kebijakan nasional sebagai arahan mendasar dari kondisi yang akan dicapai dan diwujudkan dalam pengembangan bidang drainase di masa yang akan datang. Arah dan Kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut ini:

1. Terlaksananya pengembangan sistem drainse yang terdesentralisasi, efisien, efektif dan terpadu.

2. Terciptanya pola pembangunan drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 3. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan

ekonomis melalui mnimalisasi resiko biaya sosial dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir.

4. Terciptanya peningkatan koordinasi antara Kabupaten dalam penanganan sistem drainase.

(40)

Tabel 4.16 Peta Pemangku Kepentingan

dalam Pembangunan dan Pengelolaan Drainase Lingkungan

FUNGSI

PEMBINAAN Menyediakan advis planning

(41)

FUNGSI

PEMANGKU KEPENTINGAN

Pemerintah

Kabupaten/Kota Swasta Masyarakat

Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan drainase lingkungan

v - -

MONITORING DAN EVALUASI

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan drainase lingkungan skala kab/kota

v - -

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas

infrastruktur sarana

pengelolaan drainase

lingkungan

v

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan drainase lingkungan, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas kemacetan fungsi drainase lingkungan

v - -

Sumber : Dinas PU Pengairan Kab. Malinau

4.5.2

Profil Drainase Kabupaten Malinau

Pada saat ini sistem drainase di Kabupaten Malinau tidak terlalu baik. Pada musim hujan sering terjadi genangan pada sebagian wilayah kota terutama pada daerah yang mempunyai topografi relatif datar. Genangan juga disebabkan oleh luapan dari sungai-sungai yang ada. Sistem jaringan yang ada saat ini masih belum ada pemisahan antara drainase untuk air hujan dan air limbah.

Pengelolaan drainase perkotaan yang berkelanjutan sangatlah penting dalam peningkatan kualitas permukiman dimana drainase merupakan pengaliran dari buangan limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan pengaruh pasang surutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem pengaliran dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga pengaliran air limbah dapat mengalir dengan baik kesaluran drainase pembuang dengan semaksimal mungkin.

Gambar

Tabel. 4.1 Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan  Penduduk Menurut Kecamatan
Tabel  4.3 Presentase Rumah dengan Dinding Kualitas Rendah
Tabel  4.4 Presentase Tempat Buang Air Besar  Tahun 2010
Tabel 4.7  Prosentase Keluarga dengan Rumah Tak Layak Huni
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan biodiesel dari biji alpukat melalui proses transesterifikasi langsung dimana isolasi

Berdasarkan hasil uji hipotesis, menurut nasabah Bank BTPN telah memiliki bukti fisik dalam suatu kualitas layanan dan rasa kepuasan dari suatu layanan dengan bukti fisik

33 Cara Cara Mengu Mengukur kur denga dengan me n mengeli ngelilingi lingi bagian bagian badan badan yang yang terbes terbesar me ar melewati lewati bawah bawah ketiak 

Stasis cairan empedu dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis. Translokasi bakteri, kegagalan penghalang usus, dan endotoksin tampaknya memiliki peran penting

sawit yang belum menghasilkan menunjukkan bahwa pada aplikasi kompos Tankos takaran 6 t/ha memberikan hasil jagung pipilan kering paling tinggi yaitu sebesar 6,78

Seperti yang telah dikemukakan pada parameter persen hidup, bahwa penggunaan Zat Pengatur Tumbuh IBA untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran pada stek pucuk Agathis dari

Begitu pula dengan karya yang akan dibuat, penulis berusaha menggambarkan ciri khasnya dengan menciptakan kreativitas dalam membuat karya seni grafis cetak

Instansi pemerintah perlu melaksanakan metode penilaian risiko (risk assessment) yang memadai sesuai dengan tujuan tingkat organisasi maupun tujuan tingkat kegiatan, serta