• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN ETANOL DARI BUAH SALAK (Salacca Zalacca) YANG TIDAK LAYAK KONSUMSI. The Fermentation Process of Improper Consumed Salak (Salacca zalacca )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN ETANOL DARI BUAH SALAK (Salacca Zalacca) YANG TIDAK LAYAK KONSUMSI. The Fermentation Process of Improper Consumed Salak (Salacca zalacca )"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Lukman Yasin, *Minarni Rama Jura dan Supriadi

Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu 94118 - Indonesia 94118

Abstract

Keywords: Etanol, salak which imporer konsume, the fermentation process.

Pendahuluan

Dunia industri di masa sekarang sedang terfokus pada pencarian energi alternatif bahan bakar dari biomassa sebagai sumber energi terbarukan (renewable). Hal ini disebabkan oleh semakin menipisnya persediaan bahan bakar fosil, harga minyak dunia yang tidak stabil, serta berbagai permasalahan terkait lingkungan dan politik yang ikut mempengaruhi produksi dan distribusi minyak dunia (Puspita, 2010).

Bahan bakar dari biomassa sebagai sumber energi terbarukan (renewable) salah satunya yaitu salak. Salak dalam bahasa Inggris disebut snake fruit, sementara nama ilmiahnya adalah snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular (Heyne, 1987).

Salak adalah spesies pohon palem (keluarga

Arecaceae) asli Indonesia dan Malaysia. Buah tumbuh dalam kelompok di dasar telapak tangan, dan juga dikenal sebagai buah ular karena kulit bersisik coklat kemerahan (Purbiati & Soemarsono, 1999).

Sebagian besar salak dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak (Steenis, 1981).

Selama ini buah salak yang telah membusuk, yang biasanya tidak dapat dipakai karena tidak dapat dikonsumsi dan belum dimanfaatkan. Mengingat buah salak yang tidak layak konsumsi mengandung kadar glukosa dan belum dimanfaatkan maka dipandang sangatlah perlu bila dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat etanol dari buah salak yang tidak layak dikonsumsi dengan proses fermentasi. Salak diklasifikasikan oleh ahli taksonomi sebagai Salacca salak var. Salak is a inclusive of into erudite tribe Moraceae name is a Salacca zalacca in English named is a snake fruit and one of fruit type which is at most planted in the tropics. One of potency from of salak which imporer konsume that is exploited permanent upon which making etanol, where glucose can be exploited as etanol, because in it contain elements of karbon,hidrogen and oxygen. which is do not consume that is tired damage storey level 90. The purpose of this research is to cultivate salak which imporer konsume as raw material for making etanol by fermentation process and to determine the leves of etanol produced from salak which imporer konsume. In this research using yeast fermentation with tape, NPK fertilizer and urea fertilizer. Starter used by 20 mL each of three erlenmeyer. The starter and then fermented for 5, 8, 11 and 14 days ago on distillation. After the distillation was measured levels of etanol, the reaction with Na metal, solubility in water, density measurement and measure pH etanol. Then the analysis show a 5 day fermentation obtained 13.8%, etanol content weight of 0.991 g/mL and pH 5.02. Fermentation for 8 days derived etanol content of 10.79%, density 0.989 g/mL and pH 4.21. Fermentation for 11 days gained etanol content 6%, weight of 0.982 g/mL and pH 3.04. And fermentation obtained 2.20%, density 1.002 g/ml and pH 2.25.

PEMBUATAN ETANOL DARI BUAH SALAK (

Salacca Zalacca

) YANG TIDAK

LAYAK KONSUMSI

The Fermentation Process of Improper Consumed Salak (Salacca zalacca )

Recieved 5 January 2013, Revised 25 February 2013, Accepted 27 February 2013

* Korespondensi: M. Ramajura

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, Universitas tadulako

email: minarni.ramajura@gmail.com

(2)

Amboinensis, menawarkan potensi yang baik untuk ekspor. Saat ini, ada perubahan nyata dari pola konsumen terhadap produk organik adalah melalui permintaan produk organik lebih tinggi hortikultura, termasuk permintaan buah (Wahyunindyawati, dkk, 1999).

Produksi alkohol, telah dilakukan 2.000 tahun yang lalu. Alkohol digunakan pula sebagai bahan bakar. Setelah banyaknya ditemukan sumber bahan bakar minyak, maka penggunaan alkohol menjadi berkurang (Wijaya, dkk, 2005). Dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak, maka alkohol menjadi penting lagi. Menurut Smith & Van (1959) penggunaan alkohol antara lain, (1) bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman beralkohol, (2) pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik, (3) bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan di rumah sakit, (4) bahan baku campuran pembuatan biodisel motor.

Alkohol dibuat secara fermentasi dengan menggunakan mikroba, organisme yang disebut khamir adalah termasuk subdivisi thallopyta dan digolongkan dalam tiga famili yaitu Sacharomyces cereviceae, Sporabolomy cereviceae, dan Cryptocceae. Ciri khas organisme ini adalah reproduksinya yang vegetatif disebut Budding atau penyembulan (Muldjiono, 1978). Ragi yang biasa digunakan dalam proses fermentasi adalah saccharomyses cerevisiae yang merupakan mikroorganisme uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis, yaitu menggunakan gula sebagai untuk metabolisme. (Wijaya, dkk, 2005).

Zymomonas mobilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan Saccaromyces cerevisiae, diantaranya lebih toleran terhadap suhu, pH rendah, serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Zhang & Freg, 2010). Supaya mikroba Sacharomyces cereviceae dapat tumbuh baik dalam suatu media, perlu dipenuhi syarat-syarat yang pertama yaitu media harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan oleh mikroba, syarat yang kedua yaitu media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH yang sesuai, syarat yang ketiga yaitu media harus steril. (Arya, dkk, 2001).

Fakta-fakta di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti pembuatan etanol dari buah salak yang tidak layak konsumsi dengan proses fermentasi, dengan memanfaatkan buah salak yang tidak layak konsumsi sebagai bahan baku pembuatan etanol.

Metode

Penyiapan Sampel

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, kain bersih, gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, seperangkat alat destilasi, erlenmeyer, neraca digital, pH meter, pengaduk, pompa vakum, alumunium foil, kertas saring, corong, autoklaf, cawan petri, dan picnometer. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah salak yang tidak layak konsumsi, ragi tape, pupuk urea, pupuk NPK, aquades, logam Na, dan indikator pp.

Prosedur kerja penelitian ini meliputi Persiapan awal yaitu dimulai dengan mengambil buah salak yang tidak layak konsumsi, dicuci bersih kemudian ditimbang sebanyak 1000 gram. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan starter dimulai dengan memblender 1000 gram saak yang tidak layak konsumsi seteah itu disaring dengan kain bersih untuk diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh dimasukkan kedalam gelas kimia dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 1

atm selama 15 menit, lalu didinginkan. Filtrat buah salak yang sudah dingin tersebut dibagi empat buah Erlenmeyer, setiap erlenmeyer diisi sebanyak 20 mL filtrat buah salak. Kemudian ditambahkan 0,3 gram pupuk urea dan 0,08 gram pupuk NPK sebagai sumber nutrient, masing-masing erlenmeyer dikocok hingga semua larut. Masing-masing erlenmeyer ditambahkan lagi 10 mL pasta ragi. Pasta ragi dibuat dengan jalan : menimbang 10 gram ragi tape dan ditambahkan 40 mL aquades ke dalam gelas kimia kemudian diaduk hingga semua ragi larut. Setelah pasta ragi dicampurkan kedalam masing-masing erlenmeyer tersebut, selanjutnya masing-masing starter ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi selama 2 hari.

Fermentasi

Langkah selanjutnya yaitu pembuatan sampel dimana sisa filtrat dari pembuatan starter di atas dibagi menjadi 4 bagian dan dimasukan ke dalam erlenmeyer. Starter dan sampel dicampur lalu difermentasikan selama 5 hari, 8 hari, 11 hari, dan 14 hari pada suhu kamar, yaitu 32 oC. Setelah ketiga larutan tersebut

difermentasi ,larutan tersebut disaring dengan menggunakan pompa vakum untuk diambil filtratnya lalu diefaporator untuk mendapatkan etanol yang diinginkan. Evaporator dilakukan dengan menggunakan penangas air dan di distilasi dilakukan pada suhu 78,5 oC sesuai

dengan titik didih etanol. Langkah dasar yang dibutuhkan untuk memproduksi etanol adalah fermentasi jamur khamir, distilasi,

(3)

dehidrasi, dan denaturasi. Adapun bakteri yang di gunakan untuk fermentasi adalah bakteri, saccaromieses cerevisiae dimana bakteri ini memiliki kemampuan diantaranya adalah lebih toleran terhadap suhu, pH rendah (Nowak, 2000), serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Busche, et al., 1992). Beberapa tanaman membutuhkan hidrolisis karbohidrat seperti selulosa dan amilum menjadi gula. Hidrolisis selulosa disebut sebagai selulosis. Enzim digunakan untuk mengubah amilum menjadi gula (Kinver, 2006).

Analisis Alkohol yang Dihasilkan

Analisis yang dilakukan dalam penelitian adalah uji kualitatif dengan logam Na dengan cara memasukan sepotong kecil logam Na ke dalam cawan petri yang berisi larutan etanol hasil distilasi. Uji yang kedua yaitu uji kelarutan dalam air dengan cara mengambil 2 ml larutan etanol hasil distilasi, kemudian dilarutkan ke dalam gelas kimia yang berisi 4 ml air, hasilnya lautan menjadi bercampur. Etanol mengandung bahan-bahan yang dapat larut dan tidak dapat larut. (Brinkman, dkk, 2008). Uji yang ketiga adalah penentuan pH yaitu etanol yang diperoleh dari hasil distilasi dimasukkan kedalam gelas kimia lalu diukur pHnya dengan menggunakan alat pHmeter. Uji yang terakhir adalah penentuan berat jenis etanol hasil distilasi diukur berat jenisnya dengan menggunakan alat piknometer, dilakukan dengan prosedur : 1. Piknometer dicuci dan dikeringkan kemudian

ditimbang bersama penutupnya pada neraca dengan ketelitian 0,01 g (c).

2. Aquades diisi ke dalam piknometer sampai tanda batas dan ditimbang bersama penutupnya (a + d).

3. Memasukan larutan uji ke dalam piknometer sampai tanda batas dan ditimbang bersama penutupnya ( a + b ).

Berat jenis larutan uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus Berat jenis larutan

Uji ( Bj ) =

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis menunjukan fermentasi selama 5 hari diperoleh kadar etanol sebesar 13,8%, fermentasi selama 8 hari diperoleh kadar etanol sebesar 10,79%, fermentasi selama 11 hari diperoleh kadar etanol sebesar 6%, dan fermentasi selama 14 hari diperoleh kadar etanol sebesar 2,20%. Hubungan antara kadar etanol dengan lama fermentasi seperti terlihat pada Gambar 1.

Berat jenis etanol yang diperoleh dengan menggunakan piknometer adalah berat jenis 0,991 g/mL dengan lama fermentasi selama 5 hari, berat jenis etanol dengan lama fermentasi 8 hari adalah 0,989 g/ml, berat jenis etanol dengan lama fermenasi 11 hari adalah 0,982 g/ mL, berat jenis etanol dengan lama fermentasi 14 hari adalah 1,002 g/mL. Perubahan massa jenis dengan lama fermentasi dapat di lihat pada Gambar 2.

Hasil pengukuran pH etanol diperoleh pH 5,02 dengan fermentasi 5 hari, pH 4,21 dengan lama fermentasi 8 hari, pH 3,04 dengan lama fermentasi 11 hari, pH 2,55 dengan lama fermentasi 14 hari. Hasil pengukuran pH etanol ini menunjukkan mekanisme menurun dengan bertambahnya waktu fermentasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3

Etanol adalah suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Titik didih etanol yaitu 78,5 oC.

Etanol memiliki rumus molekulnya C2H6O.

(Fessenden & Fessenden, 1990).

Pembentukan alkohol melalui proses fermentasi peran mikroorganisme sangat besar dan biasanya mikroorganisme yang digunakan

Gambar 1 diagram kadar etanol hasil distilasi

Gambar 2 diagram berat jenis etanol hasil distilasi

(4)

untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara cepat bersifat membentuk flokulasi dan sedimentasi (misal sel-selyeast selalu ada pada bagian bawah tangki fermentasi. Mempunyai genetik yang stabil atau tidak mudah mengalami mutasi (Ansory, 1992).

Salah satu bahan baku pembuatan etanol adalah salak tidak layak konsumsi. Sebelum membuat etanol, maka dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui jenis karbohidrat yang terdapat pada buah salak. Setelah filtrat salak ditambahkan dengan larutan benedict lalu dipanaskan ternyata terdapat endapan merah bata. Hal ini menunjukan bahwa jenis monosakarida yang terdapat dalam salak adalah glukosa sehingga filtrat salak yang akan dijadikan bahan baku pembuatan etanol tidak dihidrolisis lagi karena monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana dan tidak dapat diuraikan lagi. Kemudian salak yang telah di blender dibuat starter, dimana starter ini merupakan media pembiakan ragi dan tujuan dibiakkannya ragi dalam stater adalah mengadaptasikan sel terhadap media fermentasi. Adapun hasil analisisnya adalah. Setelah dilakukan pengukuran kadar etanol hasil distilasi, ternyata terdapat perbedaan kadar etanol pada hari 5, 8,ke 11 dan ke-14. Pada hari ke-5 kadar etanol yang diperoleh yaitu 13,8%, pada hari ke-8 diperoleh etanol dengan kadar 10,79% dan pada hari ke-11 diperoleh kadar etanol 3,04% dan pada hari ke-14 diperoleh kadar etanol 2,20%. Kadar etanol yang paling besar yaitu pada fermentasi hari ke-5 dan yang paling rendah kadar etanolnya pada fermentasi hari ke-14. Pada hari ke-5 kadar etanol sudah mencapai maksimum hal ini disebabkan glukosa dapat terurai sempurna menjadi etanol. Kadar etanol yang diperoleh pada hari ke-5 adalah kadar etanol yang tertinggi yaitu 13,8% disebabkan karena pada hari ke-5 glukosa telah terurai sempurna menjadi etanol.

Pada fermentasi hari ke-8 terjadi penurunan kadar etanol, hal ini disebabkan pada hari ke 8 dan seterusnya metanol ang sudah terbentuk teroksidasi menjadi asam cuka, hal ini ditunjukkan dengan menurunya kadar etanol dengan bertambahnya waktu fermentasi. Dari 1000 gram salak yang tidak layak konsumsi diperoleh 298 mL etanol hasil distilasi dengan kadar etanol yang berbeda.

Etanol hasil dari distilasi pada fermentasi hari ke-5, ke-8,ke-11 dan ke-14 diuji kereaktifannya dengan menggunakan logam Na. Sepotong logam Na dimasukkan kedalam cawan petri yang telah berisi etanol hasil distilasi tersebut. Reaksi yang terjadi antara logam Na dan etanol: 4CH3CH2OH + 4Na → 4CH3CH2ONa + H2

Logam Na dengan etanol bereaksi dengan baik hal ini ditandai dengan terjadinya ledakan kecil ketika logam Na dimasukan ke dalam etanol hasil distilasi, hal ini disebabkan karena etanol yang dihasilkan bereaksi hebat dengan asam menghasilkan garam dan hidrogen, Juga perlu dipastikan agar tidak terdapat air meskipun dalam jumlah kecil dalam larutan karena natrium bereaksi lebih baik dengan gugus -OH dalam air dibanding dengan gugus -OH dalam sebuah alkohol. Tetapi setelah ditetesi dengan indikator PP ternyata larutannya berubah menjadi warna merah muda, ini menandakan bahwa masih terdapat etanol dari hasil distilasi karena gugus hidroksil pada etanol bersifat sedikit basa. Tujuan dari reaksi antara etanol dengan logam Na adalah untuk menguji keberadaan air pada etanol yang dihasilkan (Clark, 2007).

Etanol yang diperoleh dari hasil distilasi dilarutkan kedalam air murni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa etanol larut dalam air dan membentuk campuran yang homogen dimana tidak terlihat adanya bidang batas antara air murni dan etanol hasil distilasi tersebut. Etanol larut sempurna dalam air karena air bersifat polar dan pada etanol terdapat gugus –OH yang bersifat polar, rantai gugus alkil pada etanol tidak terlalu panjang sehingga lebih mudah membentuk ikatan hidrogen. Etanol hasil distilasi diukur berat jenisnya, dari hasil pengukuran berat jenis diperoleh berat jenis pada fermentasi hari ke-5 yaitu 0,991 g/mL, hari ke-8 diperoleh berat jenis 0,989 g/mL, pada hari ke-11 diperoleh berat jenis 0,982 g/mL dan pada hari ke-14 diperoleh berat jenis 1,002. Adanya perbedaan berat jenis yang diperoleh disebabkan karena etanol yang diperoleh belum 100% murni atau dapat dikatakan etanol yang dihasilkan masih

(5)

banyak terdapat air.

Dari pengukuran pH etanol hasil distilasi diperoleh pH etanol pada fermentasi hari 5 yaitu 5,02, hari 8 yaitu 4,21 , hari ke-11 yaitu 3,04, dan hari ke-14 yaitu 2,55. pH etanol hasil distilasi tertinggi yaitu 5,02 yaitu terjadi pada hari ke-5. Sedangkan pada hari ke-14 pH etanol yang dihasilkan mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu 2,55. Hal ini disebabkan etanol pada hari ke-14 telah berubah menjadi asam akibat masuknya oksigen, sehingga etanol teroksidasi dan menjadi asam asetat dan juga terjadinya selisih pH yang dihasilkan kemungkinan disebabkan karena adanya zat-zat pengotor dalam etanol yang tidak sempat terpisah pada saat distilasi dilakukan.

Kesimpulan

Buah salak yang tidak layak konsumsi dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan etanol melalui proses fermentasi. Fermentasi yang dilakukan selama 5 hari merupakan fermentasi yang baik jika dibandingkan dengan 8, 11 dan 14 hari sdengan kadar etanol 13,8%.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Tasrik laboran di Laboratorium FKIP Universitas Tadulako dan semua rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

Referensi

Ansory, R. (1992).Teknologi fermentasi, Jakarta: Arcan.

Arya, N., Suprapta, D. N. & Sudana, M. (2001). Introduce of biopesticide to control banana wilt disease. Journal of ISSAAS, 7, 1-9.

Busche, R. M., Scott C. D., Davidson B. H., & Lynd L. R. (1992). Ethanol, the ultimate feedstock. a technoeconomic evaluation of ethanol manufacture in fluized bed bioreactors operating with immobilized cells. Journal Application of Biochemistry and Biotechnology. 34(35), 395-415. Brinkman, N., Halsall, R., Jorgensen, S. W., &

Kirwan, J. E. (2008) . The development of improved fuel specifications for

methanol (M85) and ethanol (Ed85), SAE Technical Paper 940764.

Clark, J. (2007). Reaksi alkohol dengan logam Na. Diunduh kembali dari http://www. chem-is-try.org .

Fessendens & Fessenden. (1990). Kimia organik. Jakarta: Erlangga.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia, jilid. 1. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Kinver, M. (2006). Biofuels look to the next generation. BBC News. Diakses pada 27 Agustus 2011.

Muldjiono. (1978). Laporan penelitian mutu minyak & nilai gizi biji jambu mete Kalimantan Selatan, Balai Penelitian Banjar Baru: Pescott, Dunn.

Nowak, J. (2000). Ethanol yield and productivity of zymomonas mobilis in various fermentation methods. Electronic Journal of Polish Agriculture Universities. 3(2), 4.

Purbiati, T. & Soemarsono, S. R. (1999). Field test and financial analysis of salacca nursery seedling cv. Bali derived from marcotting and seeds. Jurnal Hortikultura (Indonesia). 9(1), 59-66.

Puspita, E. (2010). Fermentasi etanol dari molasses dengan zymomonas mobilis A3 yang diamobilisasi pada κ-Karaginan. ISSN: 1411-4216.

Steenis, C. G. G. J. V. (1981). Flora, untuk sekolah di Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Smith, J. M. & Van Ness Hc. (1959). Introduction to chemical engineering thermodynamic, (Ed. 2nd), Tokyo: Mc

Graw Hill, Kogakusha Ltd.

Wahyunindyawati, F. Kasijadi, F., Pubiati, T., Suryadi, A. & Soemarsono, S. R. (1999). Survey on technology adoption of vegetative propagation technique of salacca in the production centres of salacca in Bali and East Java. Jurnal Hortikultura (Indonesia). 9(3), 235-242.

(6)

Wijaya, H., Ulrich, D., Lestari, R., Schippel, K., & Ebert, G. (2005). Identification of potent odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca (Gaert.) voss] using gas chromatography-olfactometry. J. Agric. Food Chem. 53(5), 1637-1641.

Zhang, K., & Freng, H. (2010). Fermentation potentials of zymomonas mobilis and Its application in ethanol production from low-cost raw sweet potato. African Journal of Biotechnology. 9(37), 6122-6128.

Gambar

Gambar 2  diagram berat jenis etanol hasil  distilasi

Referensi

Dokumen terkait

Dapat kita lihat tingkat rasio profitabilitas dari tahun ketahun naik dan turun pada tahun 2009 tingkat rasio adalah sebesar 14,3% lalu pada tahun

Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dibentuk sejak tahun 2005 yang bertugas mengkoordinir semua anggota KPA dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta;

Dilihat dari hasil terendah untuk statistik deskriptif tanggapan responden (dalam hal ini manajer personalia PT. Raja Besi) terhadap kinerja, yaitu kurangnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dari tahun, 1996, 2002, dan 2010 dan

Persepsi informan dari setiap kelompok FGD terhadap desain media yang meliputi bentuk, warna, ilustrasi, bahasa dan huruf, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah ditetapkan sebagai pemenang untuk paket pekerjaan tersebut di atas, maka Sebagai kelanjutan proses pemilihan kami

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh informasi yang menunjukan bahwa mutu layanan akademik Program Studi yang diberikan kepada mahasiswa di Sekolah

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pengukuran tekanan cuff endotracheal tube (ETT) terhadap efektifitas waktu pengukuran pada