(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil di Wedoro)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh :
CHURUL RACHMADHANI 0713010106/ FE/ EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Disusun Oleh : Churul Rachmadhani
0713010106/ FE/ EA Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 24 Februari 2011
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak
Sekretaris
Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi
Anggota
Drs. Siti Sundari, Ec, MSi
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
atas berkat karunia dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul : “ PENGARUH PENERAPAN SELF
ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN “.
Penyususun skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak
terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan serta saran – saran dari
berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan
yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas
5. Ibu Dra. H. Dyah Ratnawati, MM selaku dosen wali yang telah
memberikan bimbingan selama menuntut ilmu di Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan petunjuk serta pemikiran dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Kepada kedua Orang tua saya yang sangat saya cintai serta kakakku
dan adikku dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
dukungan baik secara materiil dan spiritual.
Penulis merasa yakin dan menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis sudah berusaha
dengan kemampuan yang ada guna mengurangi kesalahan tersebut, maka
kritik dan saran serta pendapat dari semua pihak sangat saya harapkan guna
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini, semoga amal kebajikan yang telah diberikan
diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan imbalan dari-Nya, Amin.
Surabaya, Februari 2011
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Penelitian Terdahulu ... 11
2.2. Landasan Teori ... 14
2.2.1. pengertian Pajak ... 14
2.2.2. Fungsi Pajak……… 16
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak……… 16
2.2.4. Syarat-syarat pemungutan Pajak……….. 18
2.2.5. Dasar Penagihan Pajak………. 19
2.2.6. Pajak Penghasilan………. 21
2.2.6.3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) ... 24
2.2.6.4 Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan……… 25
2.2.7. Pemahaman Self Assessment System ... 26
2.2.7.7. Kesadaran Wajib Pajak………. 27
2.2.7.8. Kejujuran Wajib Pajak……….. 29
2.2.7.9. Hasrat membayar Pajak……… 29
2.2.7.10.Kedisiplinan Wajib Pajak ……… 30
2.2.8. Penghindaran Pajak ... 31
2.2.9. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Penghindaran Pajak ... 33
2.2.10.Pengaruh kejujuran Wajib Pajak Terhadap Penghindaran Pajak………. 36
2.2.11.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak Terhadap Penghindaran Pajak………. 39
2.2.12.Pengaruh Kedisiplinan pajak Terhadap Penghindaran Pajak ... 40
2.3. Kerangka Pikir ... 43
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45
3.1.1. Definisi Operasional ... 45
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 46
3.2. Teknik Penentuan Sample ... 50
3.2.1. Objek Penelitian dan populasi ... 50
3.2.2. Sampel ... 50
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.3.1. Jenis Data ... 53
3.3.2. Pengumpulan Data ... 53
3.4. Uji Kualitas Data ... 54
3.4.1. Uji Validitas ... 54
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 54
3.4.3. Uji Normalitas ... 55
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55
3.5.1. Teknik Analisis ... 55
3.5.1.1.Uji Asumsi Klasik ... 56
3.5.2. Uji Hipotesis ... 58
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 60
4.1.1. Sejarah Singkat Wedoro... 60
4.1.2. Lokasi Industri Kecil Wedoro... 61
4.1.3. Sekilas Tentang Pajak... 62
4.1.4. Pajak Penghasilan... 62
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65
4.2.1. Karakteristik Responden ... 65
4.2.2. Deskripsi Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)... 66
4.2.3. Deskripsi Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)... 68
4.2.4. Deskripsi Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3) ... 69
4.2.5. Deskripsi Variabel Kedisiplinan wajib Pajak (X4) .... 70
4.2.6. Deskripsi Variabel Penghindaran pajak (Y)………… 71
4.3. Deskripsi Hasil Pengujian ... 72
4.3.1. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas ... 72
4.3.1.1. Pengujian Validitas... 72
4.3.1.2. Pengujian Reliabilitas ... 74
4.4.1. Uji Multikolinieritas ... 77
4.4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 78
4.5. Analisis Regresi Linier Berganda……… 79
4.6. Uji Hipotesis dan Pembahasan ... 82
4.6.1. Uji Kesesuaian Model ... 82
4.6.2. Uji t ... 83
4.6.3. Pembahasan Hasil Penelitian………... 85
4.6.3.1. Hipotesis 1……… 85
4.6.3.2. Hipotesis 2………. 86
4.6.3.3. Hipotesis 3………. 87
4.6.3.4. hipotesis 4……….. 88
4.7. Perbedaan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu .... 89
4.8. Keterbatasan Penelitian ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1. Kesimpulan ... 92
5.2. Saran ... 92
Tabel 1.1. Perkembangan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang
Menyampaikan SPT Tahunan ... 5
Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu……… 14
Tabel 2.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)……… 25
Tabel 2.3. Tarif Pajak Orang Pribadi……… 26
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan, Pendidikan dan Usia ... 65
Tabel 4.2. Rekapitulasi Jawaban Responden Kesadaran Wajib Pajak (X1) ... 67
Tabel 4.3. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2) ... 68
Tabel 4.4. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3) ... 69
Tabel 4.5. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)... 70
Tabel 4.6. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Penghindaran Pajak (Y)... 71
Tabel 4.7. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1) ... 73
Tabel 4.8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)... 73
Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4) ... 73
Tabel 4.11. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Penghindaran Pajak (Y)... 74
Tabel 4.12. Hasil Uji Reliabilitas ... 75
Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas ... 76
Tabel 4.14. Hasil Multikolinearitas……….. 78
Tabel 4.15. Hasil Heteroskedastisitas... 79
Tabel 4.17.Persamaan Regresi... 79
Tabel 4.18.Uji Kesesuaian Model... 83
Tabel 4.19.Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F)……….. 83
Tabel 4.20.Hasil Analisis Parsial... 83
Lampiran 1 Kuesioner.
Lampiran 2 Data Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 3.1 Data Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1) dan
Kemampuan dan Usaha (X2)
Lampiran 3.2 Data Uji Validitas Variabel Kemampuan Intelektual (X3) dan
Metode Pengajaran (X4)
Lampiran 4.1 Data Uji Normalitas
Lampiran 4.2 Data Uji Multikolonieritas dan Data Uji Heteroskedastisitas
Lampiran 4.3 Persamaan Regresi
Oleh :
CHURUL RACHMADHANI ABSTRAK
Penerimaan Negara terbesar untuk mewujudkan tujuan utama Pembangunan Nasioanal adalah dari sektor pajak. Salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat adalah pajak penghasilan. sistem perpajakan di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam Self Assessment System dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain memiliki kesadaran, kejujuran, hasrat membayar dan kedisiplinan. Namun permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya Self Assessment System secara murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap sesuai ketentuan perpajakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara parsial apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak memepunyai pengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak penghasilan
Variabel dalam penelitian adalah kesadaran wajib pajak (X1), kejujuran wajib pajak (X2), hasrat membayar pajak (X3), kedisiplinan wajib pajak (X4) dan penghindaran pajak (Y). Teknik pengukuran variabel dengan menggunakan skala semantic differential yang tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positif diselah kanan dan negatifnya disebelah kiri. Populasi dalam penelitian ini adalah para pengusaha perorangan yang mempunyai toko yang masih aktif dan berlokasi di Wedoro Sidoarjo Jawa-Timur sebanyak 33 pengusaha. Teknik penarikan sample yang digunakan adalah teknik purposive sampling.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan penelitian ini bahwa tidak terdapat pengaruh kesadaran wajib pajak(X1), kejujuran wajib pajak (X2) terhadap penghindaran pajak (Y), dan terdapat pengaruh hasarat memebayar pajak (X3), kedisiplinan wajib pajak (X4) terhadap penghindaran pajak (Y).
CHURUL RACHMADHANI
Abstract
Largest state revenue in order to realize the main goal is Nasioanal Development of the tax sector. One type of tax levied by the government of the people is the income tax. taxation system in Indonesia is the Self Assessment System which taxpayers entrusted to calculate, calculate, pay and report on their own tax payable in accordance with the provisions of the applicable tax. In the Self Assessment System required some prerequisites from taxpayers, among others, have awareness, honesty, passion and discipline pay. But the problems faced by the taxpayer in Indonesia is unprepared society by the application of a pure Self Assessment System. This is due, among others, have not sufficient knowledge of taxation on the taxpayer awareness and honesty in reporting income tax calculation is correct and complete in accordance with tax provisions. The purpose of this study was to test and prove the partial if consciousness taxpayer, taxpayer honesty, desire to pay taxes, and taxpayers discipline memepunyai influence on the tendency of tax evasion
Variables in the research is the awareness of taxpayers (X1), the taxpayer honesty (X2), the desire to pay taxes (X3), discipline of taxpayers (X4) and tax evasion (Y). Variable measurement techniques using semantic differential scales which are arranged in a line continuum with very positive responses and negative diselah right to the left. The population in this study are individual entrepreneurs who have shops that are still active and located in East Java and Sidoarjo Wedoro total of 33 entrepreneurs. Sample withdrawal technique used was purposive sampling technique.
Based on the results of research and testing conducted this research concludes that there is no influence of taxpayer awareness (X1), the taxpayer honesty (X2) against tax evasion (Y), and there are significant tax memebayar hasarat (X3), discipline taxpayer (X4) against tax evasion (Y).
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Mewujudkan kesejahteraan umum yang adil dan merata merupakan
tujuan utama dari pembangunan Nasional, pembangunan haruslah
berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Damanhur,
2006). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya membuat
kebijakan-kebijakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, salah satunya
memaksimalkan penerimaan Negara dengan meningkatkan peranan sumber
penerimaan Negara dari sumber nonmigas yang sebagian besar berasal dari
sektor pajak. Sampai saat ini penerimaan dari sektor pajak selalu diupayakan
agar terus meningkat, karena disektor inilah sumber penerimaan dalam negeri
lebih stabil dan dinamis.
Sejak pemerintah melakukan reformasi undang-undang perpajakan
tahun 1983, sumbangan penerimaan pajak terhadap Negara terus mengalami
peningkatan, karena ini merupakan perwujudan dari tekad untuk menjadikan
penerimaan pajak sebagai tulang punggung penerimaan Negara. Sekarang
pemerintah menerapkan self assessment system yaitu wajib pajak sebagai
subyek pajak didalam memenuhi kewajiban perpajakannya diberikan
kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak
wajib pajak sangatlah penting dalam rangka menghitung dengan jujur pajak
terutangnya dan menyetor serta melaporkannya tepat waktu.
Kebijakan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah
telah mengupayakan penyempurnaan sistem perpajakan nasional yaitu dengan
diberlakukannya undang-undang perpajakan baru yang dikenal dengan
reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983 yang dimulai berlaku tanggal 1
Januari 1984 yang telah disempurnakan pada tahun 1944 dan yang terakhir
tahun 2000, dimana sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari
official assessment system menjadi self assessment system. Tujuan utama
pemerintah melakukan reformasi perpajakan adalah agar Indonesia dapat
lebih mandiri dalam pembiayaan pembangunan (Soemarso, 1998:335).
Perubahan official assessment system yang merupakan system
pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan
besarnya pajak terutang oleh wajib pajak, menjadi self assessment system
yang merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang atau
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, dimaksudkan untuk
lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum, memperluas dasar
pengenaan pajak, lebih memberikan keseimbangan hak dan kewajiban wajib
pajak, menciptakan keterbukaan dan transparasi, perbaikan administrasi
Dalam selft assessment system fungsi dan peranan wajib pajak
ditingkatkan. Tanggungjawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak
sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada wajib pajak
sendiri. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku (Damayanti, 2003)
Fungsi penghitungan memberi hak kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan
dan atas dasar fungsi perhitungan wajib pajak berkewajiban untuk membayar
pajak sebesar pajak yang terutang. Fungsi terakhir dari wajib pajak adalah
melaporkan pembayaran dan berapa besar pajak yang telah dibayar kepada
kantor pelayanan pajak (KPP). Sejalan dengan kepercayaan yang diberikan
kepada wajib pajak, maka diperlukan peran aparatur pajak untuk
memperlancar pelaksanaan self assessment system. Fungsi aparatur pajak
dalam self assessment system ditekankan pada tiga hal, yaitu pembinaan yang
dilakukan melalui penyuluhan pengetahuan perpajakan, pelayanan dan
pengawasan.
Dalam detik finance (2009) dikutip bahwa self assessment system itu
mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak
yaitu:
1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak
3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak
4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan
perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya
memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang.
Menurut Tunggal (1995:43), dalam self assessment system dibutuhkan
beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain kesadaran wajib pajak,
kejujuran wajib pajak, kemauan untuk membayar dari wajib pajak dan
kedisiplinan wajib pajak.
Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah
belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya self assessment system secara
murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan
perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan
perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap. Rendahnya
tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat tentang pajak mengakibatkan
sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang akhirnya berpengaruh
terhadap perilaku masyarakat dalam hal kedisiplinan membayar pajak.
Ironisnya, banyak masyarakat awam yang masih belum mengerti arti
pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal pajak
adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan pembangunan suatu
Salah satu cara untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah tingkat
kepatuhan melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT secara
benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung,
ketepatan menyetor serta menyampaikan SPT secara benar dan tepat maka
diharapkan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajibannya.
Tabel 1 : Perkembangan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang
Menyampaikan SPT Tahunan
No.
Sumber : WWW.Pajak.Go.Id
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak dari tahun
2006-2008 selalu mengalami peningkatan dimana jumlah wajib pajak pada tahun
2006 sebanyak 3.251.753 dan pada tahun 2007 menjadi 5.431.689. Begitu
juga dengan jumlah wajib pajak yang menyetorkan SPT dari yahun 2006
sampai 2007 selalu mengalami peningkatan. Namun dalam peningkatan
tersebut masih banyak wajib pajak yang belum menyampaikan SPT dan dari
masih adanya kekurangan berkaitan dengan kesadaran wajib pajak untuk
memenuhi kewajibannya yaitu menyampaikan atau melaporkan SPT tahunan.
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah selft assessment system,
yang mana kegiatan penyampaian SPT merupakan suatu kewajiban yang
termasuk di dalamnya, dalam penerapan selft assessment system wajib pajak
diharuskan memiliki kesadaran, kejujuran, kedisiplinan dan hasrat yang tinggi
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan pada kenyataannya
kesadaran wajib pajak masuh kurang untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya yaitu melaporkan atau menyampaikan SPT tahunan.
Banyak indikasi yang menyebabkan wajib pajak tidak menyampaikan
SPT-nya, salah satunya adalah penghindaran pajak. Hal ini terkait dengan
kesengajaan wajib pajak ataupun penyampaian SPT yang tidak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku (Pasal 3 UU KUP ayat 7 dan Pasal 4 UU
KUP ayat 4b).
Hal tersebut dapat dimengerti karena dengan alasan bahwa hasil dari
pembayaran pajak kurang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat
umum sebagai wajib pajak. Sehinnga menimbulkan suatu kecenderungan
perilaku penghindaran pajak. Selain itu tidak sedikit masyarakat sebagai wajib
pajak yang belum memahami sistem perpajakan di Indonesia, yaitu
pelaksanaan selft assessment system.
setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jika
memiliki penghasilan di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan juga
diwajibkan untuk mengisi formulir SPT Masa maupun Tahunan dengan benar,
lengkap dan jujur. Namun sistem ini masih ditemukan adanya celah bagi
wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib pajak perorangan
cenderung menghindari status sebagai wajib pajak orang pribadi, karena
dengan begitu dapat meminimalkan jumlah pajak yang akan dibayar.
Menurut Angga Widya Pratama (2010) menyimpulkan bahwa
kesadaran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan
penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya, kejujuran wajib pajak
berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji
kebenarannya, hasrat untuk membayar pajak berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya, kedisiplinan
wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak
teruji kebenrannya.
Melihat dari hasil penelitian tersebut ternyata masih ada pengaruh
negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak yang tidak teruji
kebenarannya.
Penelitian ini dilakukan kembali (replikasi) karena permasalahan yang
akan diteliti belum terjawab/ belum terpecahkan oleh peneliti-peneliti terdahulu
(masih terjadi konflik). Maka peneliti akan menguji kembali apakah terdapat
membayar pajak, kedisiplinan membayar pajak terhadap kecenderungan
penghindaran pajak penghasilan.
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan terhadap 28 pengusaha
perorangan (responden) yang memiliki NPWP di Sidoarjo Barat dan bergerak
dibidang restoran, tentang kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak, yang menyatakan bahwa Kesadaran
wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak
tidak teruji kebenarannya (tidak setuju) sebesar 27,38% yang artinya tingkat
kesadaran wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di
sidorjo barat dan bergerak di bidang restoran adalah rendah, Kejujuran wajib
pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji
kebenarannya (tidak setuju) sebesar 29,76% yang artinya tingkat kejujuran
wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di sidoarjo barat
dan bergerak di restoran adalah rendah, Hasrat untuk membayar pajak
berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji
kebenarannya (tidak setuju) sebesar 29,76% yang artinya tingkat kejujuran
wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di sidoarjo barat
dan bergerak di restoran adalah rendah, Kedisiplinan wajib pajak berpengaruh
negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji kebenrannya (sangat
setuju) sebesar 33,33% yang artinya tingkat kejujuran wajib pajak para
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ini melakukan
penelitian dengan judul : “Pengaruh Penerapan Selft Assessment System
terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan (Studi Kasus Wajib Pajak Orang pribadi Pada industri Kecil di Wedoro)”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
”Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh secara parsial
terhadap kecenderungan penghindaran pajak?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan penelitian
ini adalah :
Untuk mengetahui pengaruh dari kesadaran wajib pajak, kejujuran
wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak mempunyai
1.4. Manfaat Penelitian
1) Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Memberikan masukan kepada kantor pelayanan pajak tentang
pentingnya pemahaman self assessment system yang harus diberikan
kepada masyarakat selaku wajib pajak.
2) Bagi Wajib Pajak
Memberikan dasar yang kuat tentang pemahaman self assessment
system dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak Negara melalui
peningkatan kepatuhan wajib pajak.
3) Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penelitian lebih lanjut
pada bidang perpajakan serta dalam rangka pengembangan ilmu
perpajakan.
4) Bagi Akademis
Digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian lain dengan materi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
A. Erwin (2005) dengan judul “Pengaruh Social Pressure, Persepsi Tentang Sanksi dan
Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak – Studi Empiris Pada
Wajib Pajak Di Hotel-Hotel di Batu Malang”. Penelitian ini adalah untuk menguji
apakah social pressure, persepsi tentang sanksi dan pemahaman wajib pajak
mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil analisis menunjukkan
bahwa social pressure, persepsi tentang sanksi dan pemahaman wajib pajak
berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dan variabel pemahaman
wajib pajak berpengaruh paling dominan terhadap peningkatan kepatuhan wajib
pajak.
B. Saryadi (2005) dengan judul “Pengaruh Tingkat Pemahaman Self Assessment
System Terhadap Kecenderungan Penghindaran PajakPenghasilan Perorangan Di
Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran wajib
pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak dan kedisiplinan wajib pajak
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kecenderungan penghindaran
pajak, Apakah kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan terhadap
kecenderungan penghindaran pajak. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak dan
penghindaran pajak tidak terbukti kebenarannya dan secara parsial juga tidak
terbukti kebenarannya. Kedua kesadaran wajib pajak berpengaruh dominan terhadap
kecenderungan penghindaran pajak jg tidak terbukti kebenarannya.
C. Hertanty (2006) dengan judul “Pengaruh Penerapan Selft Assessment System
Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, dan kedisiplinan
wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak serta untuk membuktikan
bahwa kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan terhadap
kecenderungan penghindaran pajak penghasilan di Surabaya. Hasil penelitian ini
adalah bahwa terdapat pengaruh antara kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib
pajak, dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak.
D. Indawati (2007) dengan judul “Analisis Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap
Penerapan Self Assesssment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Karakteristik
Wajib Pajak - Studi Empiris wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP sidoarjo
Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada perbedaan sikap
wajib pajak orang pribadi dalam penerapan self assessment system pajak
penghasilan dilihat dari tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, dan
masa kerja. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan sikap yang
signifikan berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat perbedaan sikap yang signifikan
berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan, dan terdapat perbedaan sikap
Disini ditekankan bahwa hasil penelitian terdahulu digunakan sebagai
pendamping baik landasan teori maupun uji hipotesisnya. Penelitian terdahulu
digunakan sebagai argumentasi yang kuat dan logis bahwa penelitian dengan
permasalahan yang dimaksudkan dipandang perlu untuk dilaksanakan.
Penelitian yang dilakukan saat ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Adapun
perbedaannya antara lain : Objek, tempat dan lokasi penelitian serta waktu penelitian.
Tabel : 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian terdahulu
Nama Judul
Variabel
1. Laurentius Erwin
Pengaruh Social Pressure, persepsi tentang Sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak – Studi Empiris Pada Wajib Pajak Di Hotel Malang.
X1= Social Pressure
X2= Persepsi Tentang Sanksi
X3= Pemahaman Wajib Pajak Y = Kepatuhan Wajib Pajak
2. Ayu Pradinyawati Pengaruh Tingkat Pemahaman self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghundaran Pajak Penghasilan Perorangan di Surabaya
X1= Kesadaran Wajib pajak X2= Kejujuran Wajib Pajak X3= Hasrat Membayar Pajak X4= Kedisiplinan Wajib Pajak Y = Penghindaran Pajak
3. Mardiyanti Tri.H Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak.
X1= Kesadaran Wajib pajak X2= Kejujuran Wajib Pajak X3= Kedisiplinan Wajib Pajak Y = Penghindaran Pajak 4. Supriyati dan Fitri. I Analisis Sikap Wajib Pajak
Orang Pribadi Terhadap Penerapan Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Karakteristik Wajib Pajak – Studi wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Sidoarjo Timur.
X1= Tingkat Pendidikan X2= Jenis Pekerjaan X3= Tingkat Penghasilan X4= Masa Kerja
Y = Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System
5. Churul RachmaDhani Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan – Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil Wedoro.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak
Memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai
pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu akan
pengertian dari pajak itu sendiri.
Menurut Soemitro (Resmi 2009:1 ), pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasrkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum. Definisi ini kemudian disempurnakan, menjadi: “pajak
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan”surplus”nya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut Feldman (Resmi 2009:2), pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Menurut Djajadiningrat (Resmi 2009:1), pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.
Menurut Andriani (IAI, 2006:1), pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari semua definisi tersebut, dapat disempurnakan bahwa pajak adalah iuran
yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada Negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara, berdasrkan undang-undang yang berlaku dan tidak
ada timbal balik secara langsung. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan
cirri-ciri yang melekat pada pajak adalah:
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya
2) Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah
3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintahan
daerah
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bisa
dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
2.2.2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan
suatu Negara. Pajak memiliki fungsi (IAI, 2006:2), sebagai berikut:
a) Fungsi penerimaan (Budgetair), pajak berfungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah
b) Fungsi mengatur (Regulatoir), pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi
c) Fungsi redistribusi, dalam fungsi ini lebih ditekankan unsure pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif
dalam pengenaan pajak
d) Funsi demokrasi, pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem
gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah
kepada masyarakat pembayar pajak
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak
Nurmantu (2003:106) memaparkan bahwa sistem perpajakan dapat disebut
sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib
pajak dapat mengalir ke kas Negara. Sedangkan sistem pemungutan pajak itu sendiri
menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan,
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut
pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan
demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak
tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur
perpajakan).
2. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam
sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu
menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang
sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan
arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi
kepercayaan untuk:
Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang
3. With Holding system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukasn sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan. Keputusan presiden dan peraturan lainnya
untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedi. Berhasil
atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak
ketiga yang ditunjuk.
2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003:2) pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan
atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
majelis pertambangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang(syarat yuridis) di
Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi Negara
maupun warganya
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.2.5. Dasar Penagihan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003:3-4) terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau
memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak.
1) Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak yang di ibaratkan sebagai sutu
premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut
2) Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar
3) Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat digunakan dua unsur pendekatan yaitu:
Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang
Unsur subyektif, memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi
4) Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
Negaranya. Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban
5) Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan
2.2.6. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh seseorang atau badan usaha dalam tahun pajak. Dalam
terminologi pajak, seseorang atau badan usaha yang menerima atau memperoleh
penghasilan dikenal sebagai subyek pajak (Dirjen pajak, 2006:18). Pajak penghasilan
(Pph) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (Resmi, 2009:80).
2.2.6.1.Subyek Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Dirjen pajak, 2006:18 ). Resmi
(2009:81)Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No.36 tahun 2008 mengelompokkan subyek
1) Subyek pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia maupun di luar Indonesia
2) Subyek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subyek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subyek pajak pengganti dimaksudkan
agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut
tetap dapat dilaksanakan
3) Subyek pajak badan
Badan adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas (PT), perseroan komandoter (CV), perseroan lainnya, badan usaha
milik Negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya termasuk reksa dana
4) Subyek pajak bentuk usaha tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
di Indonesia. Seperti kantor cabang, kantor perwakilan, pabrik, gedung
kantor dan orang atau badan usaha yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas.
2.2.6.2.Obyek Pajak Penghasilan
Obyek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan)
yang dikenakan pajak. Obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yang dimaksud
dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Resmi, 2009:86).
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomi kepada wajib pajak,
penghasilan menurut Resmi (2009:86) dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaries, akuntan, pengacara.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, deviden, royalty, sewa,
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan kedalam
tiga kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah
undian, keuntungan karena selisih kurs.
2.2.6.3.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada wal tahun pajak atau
awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya
sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim
(1 Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian
tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari
bagian tahun takwim yang bersangkutan (Mardiasmo, 2008:141). Besarnya PTKP
setahun adalah :
1. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Tabel 2.2 : Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,- 2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
Rp. 15.840.000,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp. 1.320.000,-
2.2.6.4.Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan presentase tertentu yang digunakan untuk menghitung
besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu
tarif umum sesuai pasal 17 UU No.7 Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa
kali dan yang terakhir adalah dalam UU No.36 Tahun 2008) dan tarif lainnya. Sistem
penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua,
yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri, dan wajib pajak dalam negeri badan dan
bentuk usaha tetap.
1. Tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu:
Tabel 2.3 : Tarif Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5% Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp.
250.000.000,-15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000
25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30% Sumber: Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., AK, edisi revisi, 2008)
2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk U (saha Tetap adalah
28% (dua puluh delapan). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010.
2.2.7. Pemahaman Self Assessment System
Self Assessment System sebagai sistem penetapan pajak di Indonesia telah
diterapkan sejak reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983, setelah sebelumnya
pernah memakai system Official Selft Assessment. Pembaharuan itu dilakukan antara
lain melalui penyederhanaan jenis-jenis pajak, penyederhanaan ketentuan cara
pemenuhan kewajiban pajak, dan pemberian wewenang kepada wajib pajak. Selft
Assessment System itu sendiri adalah system pemungutan pajak dimana wajib pajak
diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Menurut Resmi (2009:12), selft assessment system adalah system pemungutan
pajak yang memeberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak
yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang
berlaku. Dalam system ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan
pemungutan pajak berada pada wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu memahami
peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta
menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu wajib pajak diberi
kepercayaan untuk:
Menghitung sendiri pajak yang terutang
Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang
Dengan demikian, berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung
pada wajib pajak sendiri (peranan dominan ada pada wajib pajak).
Shoup (Zain, 2005:110) menyatakan selft assessment system merupakan tipe
keenam dari tipe-tipe administrasi perpajakan. Dalam tipe keenam ini wajib pajak
mendapat beban yang berat, karena wajib pajak harus melaporkan semua informasi
yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya (SPT), menghitung dasar pengenaan
pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang
atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.
Menurut Tunggal (1995:43) untuk mensukseskan selft assessment system ini
dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain:
1. Kesadaran wajib pajak (tax consciosness)
2. Kejujuran wajib pajak
3. Kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness)
4. Kedisiplinan wajib pajak (tax diciplin)
2.2.7.1.Kesadaran Wajib Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:975), kesadaran adalah keinsyafan,
keadaan mengerti, tahu dan merasa. Jadi kesadaran wajib pajak adalah suatu sikap tahu
dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak untuk memahami arti dan fungsi dari
Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari
sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam
system ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, apabila
semakin tinggi kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas kewajiban perpajakannya
maka tidak mustahil target penerimaan pajak akan tercapai.
Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti pajak, hal ini
disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah mengenai pajak. Dengan
adanya hal tersebut dapat menyebabkan keengganan atau perasaan berat untuk
membayar pajak. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena
dalam keadaan terpaksa atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama
sekali karena kesadaran akan membayar pajak (Tunggal, 1995:7-8)
Menurut Soemitro (1992:5) kesadaran wajib pajak akan kewajibannya dapat
dipupuk melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dengan memiliki
kesadaran akan pajak, maka wajib pajak juga harus mempunyai keinginan membayar
pajak (tax minded) dan sekaligus ditanamkan kedisiplinan pajak (tax dicipline) yang
kuat dan didasari dengan kejujuran yang mantab.
Sesuai dengan selft assessment system, kepatuhan wajib pajak ini meliputi
kesadaran masyarakat untuk (Gunadi,2004):
1. Mendaftarkan diri memperoleh NPWP
2. Menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar atas segenap
3. Membayar pajak berdasarkan jumlah yang sebenarnya dan tepat waktu
2.2.7.2.Kejujuran Wajib Pajak
Kejujuran merupakan hal yang paling sulit karena kejujuran bertalian erat
dengan moral seseorang yang terbentuk dalam masa yang panjang. Kejujuran adalah
sifat (keadaan jujur) ketulusan hati, kelurusan hati (Kamus Bahasa Indonesia,2002:479).
Jadi kejujuran wajib pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib
pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama dalam
pengisian SPT.
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan
selft assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif memenuhi kewajiban
perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar
sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148).
2.2.7.3.Hasrat Membayar Pajak
Hasrat adalah keinginan kuat (Kamus Bahasa Indonesia,1990:300). Jadi hasrat
untuk membayar pajak adalah keinginan yang kuat untuk melakukan kewajiban
perpajakan yaitu membayar pajak. Hasrat membayar pajak dapat muncul dari hati wajib
pajak yang telah memiliki kesadaran pajak.
Menurut Simatupang (2002) menyatakan bahwa adanya keinginan yang kuat
dari sebagian masyarakat untuk tidak membayar, karena ketidakrelaan untuk
rakyat belum secara sukarela membayar pajak yaitu adanya image ditengah-tengah
masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang pajak.
Proses dan prosedur pembayaran pajak yang berbeli-belit merupakan salah satu
faktor yang dapat menurunkan hasrat membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan
modernisasi administrasi pajak. Menurut Perris (2004) menyatakan salah satu contoh
modernisasi administrasi pajak adalah penerapan sistem administrasi baru yang
memungkinkan seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali
dengan menggunakan Single Identity Number (SIN) atau nomor identitas tunggal.
Sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan
kewajibannya membayar pajak. Kemudahan ini dalam administrasi saat ini diharapkan
akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk membayar pajak.
2.2.7.4.Kedisiplinan Wajib Pajak
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2002:268) disiplin adalah tata tertib, ketaatan
atau kepatuhan pada peraturan bidang studi yang memiliki obyek sistem dan metode
tertentu. Sedangkan menurut Ma’arat (1982:90) menyatakan bahwa disiplin adalah
sikap peseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap
perintah-perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainnya tidak
ada perintah.
Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap
pelaksanaan peraturan perpajakan, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan
undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya. Membayar pajak pada waktunya,
tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.
Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang dimiliki oleh
wajib pajak dalam melakukan kwajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan
terlebih dahulu. Menurut Tunggal (1995:45) dengan pemberian kepercayaan yang
penuh kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment system, memberikan
konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajibannya dengan baik dan benar, maka kepada wajib pajak tersebut akan
dijatuhkan sanksi. Jadi, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya perlu dilakukan pengawasan oleh aparat perpajakan.
2.2.8. Penghindaran Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:402) penghindaran berarti proses, cara,
perbuatan menghindarkan atau menghindari, pengelakan atau penyingkiran.
Pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan
yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak
melakukan hal-hal yang dikenakan pajak.
Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses
pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak
dikehendaki (Zain,2005:49). Sedangkan menurut Mortenson (Zain,2005:49)
penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa
tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Jadi penghindaran pajak adalah satu
tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran
pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau untuk meminimalkna jumlah pajak
yang terutang.
Tax avoidance adalah salah satu cara penghindaran kewajiban dengan
memanfaatkan celah-celah undang-undang yang ada. Variabel tax avoidance adalah
rasio perbandingan manfaat penundaan pembayaran PPh dengan ketetapannya PPh-nya.
Analisis dari studi tax avoidance atau penundaan pembayaran oleh wajib pajak,
berdasarkan prinsip bahwa wajib pajak akan menunda pembayaran pajak, apabila
keuntungan pembayaran pajak lebih besar dari pada kerugiannya (Kiryanto,1999:11).
Masyarakat sebagai wajib pajak menganggap pajak sebagai beban bukan sebagai
kebutuhan, karena metreka menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi
secara langsung layaknya dalam jual beli barang kebutuhan hidup.
Pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak, setiap orang
mempunyai kecenderungan untuk menghindari pembayaran pajak (Burton,2005).
Perlawanan aktif terhadap pajak meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak, diantaranya
adalah (Marsyahrul, 2005:16) :
Penghindaran diri dari pajak
Pengelakan atau penyelundupan pajak, dan
Bentuk penghindaran pajak terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang
2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang
Nurmantu (2003:151) menyatakan bahwa tax avoidance dan tax evasion
merupakan bentuk penghindaran pajak yang mempunyai akibat yang sama yaitu
berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara, atau bahkan tdak ada dana pajak
yang masuk ke kas Negara, tetapi keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam
hukum.
2.2.9. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak
Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari
sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam
sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Kurang meratanya proses
penyaluran pajak dapat menimbulkan avoidance (penghindaran) pada masyarakat. Hal
ini dapat memacu masyarakat untuk malas membayar pajak.
Satu hal yang menyebabkan masyarakat belum secara sukarela membayar pajak
adalah image ditengah-tengah masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang-orang
sepenuhnya dalam mengungkapkan hal tersebut. Dari kondisi ini ternyata dapat
menciptakan pikiran-pikiran negatif dari mayarakat terhadap pihak pajak, mereka
beranggapan bahwa dana-dana tersebut bukan untuk keperluan pembangunan
melainkan hanya untuk oknum pajak saja, sehingga hasilnya tidak akan pernah
dirasakan secara maksimal oleh masyarakat (Silalahi,2002).
Menurut Pamungkas (2003:16-21) apabila mengacu pengertian system
pepajakan dengan self assessment system yang berarti pemenuhan kewajiban seseorang
dipercaya kepada masyarakat wajib pajak, maka secara umum wajib pajak sepenuhnya
membayar sendiri pajaknya baik itu secara bulanan atau tahunan, sehingga tidak akan
pernah melibatkan pihak lain atau pihak ketiga. Hal tersebut kembali lagi banyak
ditentukan beberapa faktor yang ada dan yang dapat mendukung keberhasilannya yaitu :
1) Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimiliki dari pengetahuan
2) Pemahaman dan kesadaran mereka dalam masalah kewajiban pajaknya
3) Kemampuan administrasi fiskus untuk mengadministrasikan semua perihal
perpajakan dari semua masyarakat wajib pajak
Dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk tidak mau atau enggan
membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya penghindaran pajak yang
dilakukan oleh masyarakat. Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya
kesadaran perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai Negara
dan sikap sadar terhadap fungsi Negara. Sikap demikian merupakan konstelasi
komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami, merasakan,
warga Negara, yaitu kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela memberikan
kontribusi dana untuk melaksanakan fungsi pemerintah dengan cara membayar
kewajiban pajaknya (Suparmoko, 1992:25).
Pengertian kognitif, afektif dan konatif dapat dijelaskan sebagai berikut
(Schiffman dan Kanuk, 1994:242) :
1) Cognitif component knowledge and perception that are arquired by a combination
of direct experience with the attitude object and related information from various
source.
2) Affective component: a consumer’s emotion or feeling about a particular product or
brand.
3) Conative component: it is concerned with the like hood or tendency that and
individual will undertake a specific action or behave in particular way with regard to
the attitude object.
Maksud dari pernyataan diatas adalah komponen kognitif adalah pengetahuan
dan persepsi yang diperoleh dari pengalaman langsung atas sikap terhadap obyek dan
variasi sumber informasi lain yang relevan. Komponen afektif merupakan sebuah emosi
konsumen atau perasaan terhadap keistimewaan produk atau merek. Komponen konatif
adalah perhatian atas kemungkinan atau tendensi bahwa seorang individual akan
berusaha melakukan tindakan khusus atau berperilaku hormat dalam bersikap terhadap
obyek.
Mengacu pada kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan adalah suatu
yaitu dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak.
Wajib pajak berkonsekuensi agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan
fungsi pajak dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila
wajib pajak tidak sadar akan hal itu maka akan terjadi penghindaran pembayaran pajak
dan pembangunan Negara akan terhambat karena pemasukan ke Negara juga terhambat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kamila, 2010) menemukan
hubungan yang positif atas kesadaran wajib pajak dan Penghindaran pajak, tetapi tidak
menemukan adanya hubungan yang tidak signifikan. Sedangkan dari hasil penelitian
(Pradinyawati, 2005) menemukan adanya hubungan yang negatif atas kesadaran wajib
pajak dan penghindaran pajak, tetapi tidak menemukan adanya hubungan signifikan.
2.2.10.Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan
self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif memenuhi kewajiban
perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar
sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148). Self
assessment system mewajibkan wajib pajak untuk membuat pembukuan (pencatatan),
adanya catatan atau pembukuan akan diketahui kemampuan (ability to pay) wajib pajak
secara tepat adan factual (Harahap,2004:60).
Dasar self assessment system pelaksanaan kewajiban dan hak hukum dan
kewajiban bernegara adalah trusty atau kepercayaan bahwa wajib pajak adalah jujur.
yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat untuk
diterapkannya self assessment system secara murni, hal ini disebabkan antara lain
karena belum cukupnya pengetahuan perpajakan serta tingkat kesadaran dan kejujuran
wajib pajak, sehingga dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilan belum benar
dan lengkap.
Penyampaian SPT merupakan kewajiban wajib pajak yang diatur dalam
undang-undang. Sesuai dengan self assessment system yang dipakai oleh Indonesia,
maka fungsi SPT tahunan itu adalah sebagai sarana bagi wajib pajak untuk menetapkan
sendiri besarnya pajak yang terutang dengan jalan melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan
melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanaakna sendiri.
Masalah yang muncul dalam pengisian SPT ini adalah bahwa masih banyak
wajib pajak yang berusaha untuk menghindarkan diri dari pengenaan pajak atau
setidak-tidaknya terkena pajak dengan seringan mungkin. Soemitro (1987:134) menyatakan
bahwa wajib pajak melakukan pembukuan ganda untuk mengelabui Dirjen pajak dalam
urusan pajak, pembukuan ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri.
Menurut Tunggal (1995:62) menyatakan bahwa dengan self assessment system
para wajib pajak dapat leluasa mengabaikan formalitas-formalitas yang harus dilakukan
atau memalsukan dokumen-dokumen serta mengisinya kurang lengkap. Jadi dengan
wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya, memberikan keterangan
yang tidak benar, memberikan data-data yang tidak benar, hal ini mebuat wajib pajak
yang dimiliki oleh wajib pajak menyebabkan semakin besar terjadinya kecenderungan
dalam penghindaran pajak.
Dasar dari teori keagenan (agency Teory) adalah adanya dua individu, satu
individu disebut agen dan yang lain disebut principal (Hendriksen, 2000:221-222).
Wajib pajak disebut sebagai agen, sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) disebut
sebagai principal. Sikap yang pasif dari petugas pajak terhadp kesalahan-kesalahan dan
pemalsuan-pemalsuan, dapat mengganggu keseluruhan struktur perpajakan, karena
wajib pajak yang jujur akhirnya tidak dapat mempertahankan dirinya untuk berbuat hal
yang sama. Selain itu hal yang paling merusak moral wajib pajak, adalah apabila dia
mengetahui dan yakin bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak
sesuai dengan beban yang harus dipikulnya (Zain, 1990:33).
Berdasarkan hal tersebut wajib pajak akan memanfaatkan peluang-peluang itu
sehingga banyak permasalahan yang muncul dalam pengisian SPT seperti
memanipulasi jumlah pajak yang terutang, sehingga secara tidak langsung mereka
melakukan penghindaran pembayaran pajak.
Menurut Hijriyah (2005), kedisiplinan wajib pajak memiliki hubungan yang
positif dalam penghindaran pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Widya, 2010)
tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dan mempunyai berpengaruh
negatif.
2.2.11.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak terhadap Penghindaran Pajak
Hasrat untuk membayar pajak adalah satu keinginan yang kuat untuk membayar
pajak. Hasrat ini akan muncul disebabkan adanya kesadran yang tinggi akan kewajiban
dalam perpajakan yaitu membayar pajak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh.
Hasrat untuk membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah disebabkan rasa keraguan
pajak yang telah disetorkan ke Negara. Keraguan yang muncul dari wajib pajak
mengakibatkan kecenderungan penghindaran pajak.
Semakin sulit prosedur dan proses dalam pembayaran pajak yang harus
dilakukan oleh wajib pajak maka hasrat wajib pajak untuk membayar pajak semakin
rendah sehingga menimbulkan kecenderungan penghindaran pajak. Menurut Srinivasan
dalam Nurmantu (2003:158), semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak semakin tinggi penghindaran pajak yang terjadi. Berdasarkan penelitian di
Chile, Amerika Latin (Nurmantu,2003:154) bahwa ada 8 penyebab seseorang tidak mau
membayar pajak dengan judul “Why I don’t to pay my tax” yaitu:
1) Karena saya tidak menerima manfaat
2) Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak
3) Karena jumlah pajaknya terlalu besar
4) Karena mereka mencuri uang saya
5) Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya
6) Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu
7) Karena jika mereka menangkap saya, maka saya akan dapat menyelesaikannya
Berdasarkan pada teori psikologi yang telah dibahas pada teori yang melandasi
hasrat membayar pajak, maka dapat disimpulkan bahwa keinginan seseorang membayar
pajak tergantung dari penguatan positif yang diterimanya. Apabila interaksi dengan
individu lain dapat berjalan dengan baik, maka keinginan untuk melaksanakan
kewajiban perpajakannya akan berjalan baik pula. Mengingat pajak merupakan suatu
pungutan paksaan dan sesuatu paksaan itu akan menimbulkan reaksi negatif. Baiknya
interaksi dengan individu lain maka secara tidak langsung wajib pajak akan sadar untuk
membayar pajak tanpa merasa dipaksa, maka penghindaran pembayaran pajak tidak
akan terjadi.
Hasrat membayar pajak terhadap penghindaran pajak terdapat hubungan yang
positif (Widya, 2010), sedangkan menurut (Kamila, 2010) berpengaruh secara negatif.
2.2.12.Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak
Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap
pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan
sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh
undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya,
tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.
Pengembalian SPT dengan tepat waktu, membayar pajak sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan merupakan suatu wujud sikap disiplin wajib pajak. Dan bagi
masyarakat yang tidak melakukan hal tersebut maka merupakan suatu sikap