• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Menimbang : a. bahwa setiap warga negara mempunyai hak, kewajiban, peran dan kedudukan yang sama berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,

penyandang disabilitas masih mengalami berbagai bentuk diskriminasi, sehingga hak-haknya belum terpenuhi secara maksimal;

c. bahwa untuk menjamin pemenuhan hak dan peran penyandang disabilitas, perlu adanya kepastian hukum sebagai jaminan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara

(2)

Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279; 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44301);

7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) ;

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Culture Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

(3)

11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038; 13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

15. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251);

16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyadang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);

(4)

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI SUMATERA BARAT dan

GUBERNUR SUMATERA BARAT MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS.

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu

Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.

4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Barat.

5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

6. Penyandang Disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

7. Derajat Kedisabilitasan adalah tingkat berat ringannya keadaan disabilitas yang disandang seseorang.

8. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang menyediakan peluang atau akses yang sama kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat.

9. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas.

(5)

10. Martabat adalah nilai kehormatan atau harga diri yang melekat pada hakikat keberadaan setiap penyandang disabilitas sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.

11. Penghormatan adalah hal yang membangkitkan kesadaran dalam menilai dan menghargai atau menerima keberadaan penyandang disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.

12. Pemajuan adalah hal yang terkait dengan upaya mendorong atau menggerakkan semangat, komitmen, maupun tindakan nyata terhadap perubahan kondisi penyandang disabilitas dari tingkat yang kurang baik menjadi baik dan menjadi terbaik.

13. Perlindungan adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, membentengi, mengayomi dan memperkuat hak penyandang disabilitas serta mencegah, menangkal, dan menghindarkan segala sesuatu yang dapat mengganggu, mengurangi, membatasi, mempersulit, menghambat atau menghapus hak dari siapapun.

14. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi diri sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri.

15. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

16. Pengusaha adalah:

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

17. Perusahaan adalah:

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negera yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar

(6)

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

18. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

19. Upaya pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.

20. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

21. Penanggulangan bencana adalah upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.

22. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

23. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, penanganan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Bagian Kedua Asas Pasal 2

Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dilaksanakan berdasarkan asas:

a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kemandirian;

(7)

d. non diskriminasi; dan e. kesamaan kesempatan.

Bagian Ketiga Tujuan Pasal 3

Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk:

a. melindungi, memenuhi hak asasi manusia dan kebebasan dasar secara penuh dan setara bagi Penyandang Disabilitas;

b. mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan Penyandang Disabilitas; dan

c. meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah, serta peran badan usaha dan masyarakat dalam perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Bagian Keempat Ruang Lingkup

Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas meliputi:

a. tanggungjawab Pemerintah Daerah;

b. hak dan kewajiban Penyandang Disabilitas; c. kesamaan kesempatan;

d. Aksesibilitas;

e. perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas perempuan dan anak; f. Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;

g. koordinasi;

h. peran serta masyarakat dan Badan Usaha; i. pembinaan dan pengawasan; dan

j. pembiayaan.

BAB II

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH Pasal 5

(8)

a. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

b. mengembangkan dan memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

c. memberikan penghargaan bagi masyarakat yang berperan serta secara luar biasa dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;

d. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sesuai kemampuan keuangan daerah; dan

e. membina, mendorong, membantu dan memfasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta mengawasi penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN PENYANDANG DISABILITAS Pasal 6

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

(2) Dalam memperoleh hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penyandang Disabilitas mendapatkan pelayanan khusus sesuai kebutuhan.

Pasal 7

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan jenis, derajat kedisabilitasan, tingkat pendidikan dan kemampuannya.

BAB IV

KESAMAAN KESEMPATAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 8

Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan dalam bidang: a. pendidikan;

b. ketenagakerjaan; c. kesehatan;

(9)

d. sosial; e. politik; f. hukum; g. olahraga;

h. seni budaya; dan

i. penanggulangan bencana.

Bagian Kedua Pendidikan

Pasal 9

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan secara inklusif.

(2) Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pendidikan inklusif yang diselenggarakan satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan khusus.

Pasal 10

Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan secara inklusif.

Pasal 11

(1) Penyelenggara pendidikan wajib memberikan kesempatan yang sama dan perlakuan khusus dalam pendidikan bagi Penyandang Disabilitas sesuai jenis, derajat kedisabilitasan, dan kemampuannya.

(2) Penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyediakan: a. guru pembimbing khusus yang memiliki kompetensi dan sertifikasi di

bidangnya;

b. prasarana dan sarana sesuai jenis dan derajat kedisabilitasan peserta didik; dan

c. kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik peserta didik disabilitas.

(10)

Pasal 12

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi Penyandang Disabilitas untuk mempelajari keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk kemandirian dan partisipasi penuh dalam menempuh pendidikan dan pengembangan sosial.

(2) Keterampilan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. keterampilan menulis dan membaca huruf braille;

b. keterampilan orientasi dan mobilitas;

c. keterampilan bina diri, bina sosial, bina perilaku; dan d. keterampilan komunikasi. Bagian Ketiga Ketenagakerjaan Paragraf 1 Umum Pasal 13

Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya.

Paragraf 2

Kesempatan Pekerjaan Pasal 14

Pengusaha harus mempekerjakan paling sedikit 1 (satu) orang Penyandang Disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja perusahaannya.

Pasal 15

Pengusaha harus mempekerjakan paling sedikit 1 (satu) orang penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahaannya, bagi yang memiliki pekerja kurang dari 100 (seratus) orang, tetapi usaha yang dilakukannya menggunakan teknologi tinggi.

Pasal 16

Persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan bagi Penyandang Disabilitas memperhatikan faktor :

(11)

b. pendidikan;

c. keterampilan dan/atau keahlian; d. kesehatan;

e. formasi yang tersedia; f. jenis atau bidang usaha; dan g. faktor lain.

Pasal 17

(1) Pemerintah Daerah memberikan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas dalam setiap penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil tanpa diskriminasi.

(2) Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Pemerintah Daerah menyediakan aksesibilitas dalam proses pelaksanaan seleksi.

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah memberikan kesempatan kepada Penyandang Disabilitas yang memiliki keterampilan dan/atau keahlian untuk melakukan usaha mandiri.

(2) Pemberian kesempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi upaya penguatan dan pengembangan usaha ekonomi Penyandang Disabilitas melalui kerjasama dan kemitraan dengan badan usaha.

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah atau Perusahaan menyediakan fasilitas kerja sesuai dengan kebutuhan Pegawai Negeri Sipil atau tenaga kerja Penyandang Disabilitas.

(2) Pemerintah Daerah atau Perusahaan memberikan perlindungan bagi Pegawai Negeri Sipil atau tenaga kerja Penyandang Disabilitas melalui penyediaan fasilitas kesehatan, keselamatan kerja dan jaminan sosial bidang ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(12)

Pasal 21

(1) Pengusaha wajib memberikan upah kepada tenaga kerja Penyandang Disabilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Selain memberikan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha memberikan hak-hak lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Kesehatan Paragraf 1

Umum Pasal 22

Setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan jenis, derajat kedisabilitasan dan kebutuhannya.

Paragraf 2

Upaya Pelayanan Kesehatan Pasal 23

(1) Pemerintah Daerah harus memberikan Upaya Pelayanan Kesehatan yang berkualitas sesuai dengan jenis, derajat disabilitas dan kebutuhan penyandang disabilitas.

(2) Upaya Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan :

a. promotif; b. preventif; c. kuratif; dan d. rehabilitatif.

(3) Upaya Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diselenggarakan sesuai standar layanan yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.

Pasal 24

Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan promotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a meliputi:

a. penyebarluasan informasi tentang Disabilitas; dan b. penyuluhan tentang deteksi dini disabilitas.

(13)

Pasal 25

Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b yaitu pencegahan dengan menciptakan lingkungan hidup dan perilaku yang sehat dengan menyertakan peran serta masyarakat.

Pasal 26

(1) Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c dilakukan melalui pelayanan kesehatan dan pengobatan.

(2) Pelayanan kesehatan dan pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, pelayanan pada sarana kesehatan dasar dan pelayanan di sarana kesehatan rujukan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. (3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai

dengan standar pelayanan minimal.

Pasal 27

(1) Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d dilakukan untuk mengembalikan fungsi organ tubuh Penyandang Disabilitas secara optimal dengan memberikan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik.

(2) Tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelayanan oleh tenaga medis dan para medis sesuai dengan jenis, derajat kedisabilitasan dan kebutuhan penyandang disabilitas.

Pasal 28

(1) Upaya Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas didasarkan pada prinsip kemudahan, keamanan, kenyamanan, cepat dan berkualitas.

(2) Pemerintah Daerah menyediakan tenaga, alat dan obat dalam rangka pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas. (2) Koordinasi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(14)

a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, berupa pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh Puskesmas;

b. pelayanan kesehatan tingkat kedua, berupa pelayanan kesehatan spesialistik yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas C; dan

c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga, berupa pelayanan kesehatan sub spesialistik yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas A dan kelas B.

Pasal 30

Pemerintah Daerah mendorong penyelenggara pelayanan kesehatan swasta untuk menyediakan layanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas.

Paragraf 3

Kesehatan Reproduksi Pasal 31

Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi dari Pemerintah Daerah atau lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.

Paragraf 4 Jaminan Kesehatan

Pasal 32

Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan jaminan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima Sosial Pasal 33

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan untuk mendapatkan: a. rehabilitasi sosial;

b. jaminan sosial;

c. pemberdayaan sosial; dan d. perlindungan sosial.

(2) Rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang sosial.

(15)

Pasal 34

(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan Penyandang Disabilitas agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.

(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat melalui:

a. penyediaan alat bantu adaptif untuk menunjang mobilitas, fungsi, dan partisipasi sosial Penyandang Disabilitas;

b. sosialisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang disabilitas; dan c. konsultasi untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi bagi Penyandang

Disabilitas.

Pasal 35

(1) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap penyandang disabilitas. (2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36

(1) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian Penyandang Disabilitas agar mampu melakukan peran sosialnya.

(2) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui peningkatan kemampuan Penyandang Disabilitas, pemberdayaan komunitas masyarakat, serta pengembangan organisasi Penyandang Disabilitas.

(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:

a. pemberian motivasi; b. pelatihan keterampilan; c. pendampingan; dan

d. pemberian modal, peralatan usaha dan fasilitasi tempat usaha.

(4) Pemberian modal, peralatan usaha dan fasilitas tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan sesuai kemampuan keuangan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(16)

Pasal 37

(1) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi resiko dari guncangan dan kerentanan Penyandang Disabilitas agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar.

(2) Pelaksanaan perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. bantuan sosial; dan b. advokasi sosial.

(3) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Keenam Politik Pasal 39

Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam bidang politik.

Pasal 40

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan pendapat baik secara lisan, tertulis maupun dengan bahasa isyarat.

(2) Penyampaian pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung maupun melalui media cetak atau elektronik.

(3) Pemerintah Daerah memfasilitasi proses penyampaian pendapat oleh Penyandang Disabilitas.

Pasal 41

(1) Setiap Penyandang Disabilitas berhak mendirikan dan/atau ikut serta dalam organisasi.

(17)

(2) Hak mendirikan dan/atau ikut serta dalam organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi terselenggaranya pendidikan politik secara berkesinambungan bagi Penyandang Disabilitas.

(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang Politik.

Pasal 43

Pemerintah Daerah memfasilitasi Penyandang Disabilitas untuk: a. mendapatkan sosialisasi tentang pemilihan umum; dan

b. mendapatkan informasi, teknis dan/atau asistensi tentang penyelenggaraan pemilihan umum yang sesuai dengan jenis kebutuhan.

Bagian Ketujuh Hukum Pasal 44

(1) Pemerintah Daerah menjamin hak atas pengakuan Penyandang Disabilitas sebagai individu dihadapan hukum.

(2) Pemerintah Daerah mengakui Penyandang Disabilitas sebagai subjek hukum yang setara dengan orang lain pada semua bidang kehidupan.

Pasal 45

(1) Pemerintah Daerah memberikan perlindungan hukum bagi Penyandang Disabilitas yang berhadapan dengan masalah hukum.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlindungan hukum bagi Penyandang Disabilitas yang berhadapan dengan masalah hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(18)

Bagian Kedelapan Olah Raga

Pasal 46

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan olahraga.

(2) Kesempatan untuk melakukan kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial setiap Penyandang Disabilitas.

Pasal 47

(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga bagi Penyandang Disabilitas untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi Penyandang Disabilitas.

(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan pada lingkup olahraga yaitu pendidikan, rekreasi, dan prestasi berdasarkan jenis olahraga bagi Penyandang Disabilitas dan sesuai jenis, derajat kedisabilitasan serta kemampuannya.

(3) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan olahraga bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dan/atau organisasi olahraga Penyandang Disabilitas dapat membentuk sentra pembinaan dan pengembangan olahraga khusus bagi Penyandang Disabilitas.

Pasal 48

Pemerintah Daerah memfasilitasi pembinaan dan pengembangan olahraga bagi Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan masyarakat dan/atau organisasi olahraga Penyandang Disabilitas.

Bagian Kesembilan Seni Budaya

Pasal 49

(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati seni budaya dan melakukan kegiatan di bidang seni budaya.

(2) Kesempatan untuk melakukan kegiatan di bidang seni budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk mendorong, membina, serta

(19)

mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial setiap Penyandang Disabilitas dalam bidang seni budaya.

Pasal 50

(1) Pemerintah Daerah, klub dan/atau perkumpulan seni budaya, serta pelaku seni budaya, dapat melakukan pembinaan dan pengembangan seni budaya bagi Penyandang Disabilitas sesuai minat dan bakat serta jenis dan derajat kedisabilitasannya.

(2) Pembinaan dan pengembangan seni budaya bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai upaya menumbuhkan dan mengembangkan minat dan bakat dan/atau kemampuan Penyandang Disabilitas.

Bagian Kesepuluh Penanggulangan Bencana

Paragraf 1 Mitigasi Bencana

Pasal 51

Setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan prioritas dalam pelayanan dan fasilitas pelayanan pada setiap tahapan proses Penanggulangan Bencana sesuai dengan kebutuhannya.

Pasal 52

SKPD dan lembaga yang membidangi urusan penanggulangan bencana mengadakan edukasi, pelatihan dan simulasi penyelamatan Penyandang Disabilitas dalam situasi darurat.

Paragraf 2 Tanggap Darurat

Pasal 53

Penyelenggaraan Tanggap Darurat merupakan upaya perlindungan terhadap Penyandang Disabilitas yang dilakukan dengan memprioritaskan penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, psikososial dan pemenuhan kebutuhan dasar.

(20)

Pasal 54

Pemerintah Daerah menyediakan pemenuhan kebutuhan khusus bagi Penyandang Disabilitas pada lokasi pengungsian dan lokasi hunian sementara.

Paragraf 3 Pasca Bencana

Pasal 55

Pemerintah Daerah dan lembaga yang bergerak di bidang penanggulangan bencana melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada Penyandang Disabilitas yang mengalami dampak bencana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V AKSESIBILITAS

Bagian Kesatu Aksesibilitas Fisik

Pasal 56

(1) Pemerintah Daerah, badan usaha dan masyarakat menyediakan aksesibilitas berbentuk fisik bagi Penyandang Disabilitas pada sarana dan prasarana umum. (2) Penyediaan aksesibilitas berbentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi :

a. Aksesibilitas pada bangunan umum; b. Aksesibilitas pada jalan umum;

c. Aksesibilitas pada sarana dan prasarana transportasi umum; dan d. Aksesibilitas pada pertamanan dan objek wisata.

(3) Penyediaan aksesibilitas berbentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

Penyediaan Aksesibilitas oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan daerah.

(21)

Bagian Kedua Aksesibilitas Non Fisik

Paragraf 1 Pelayanan Informasi

Pasal 58

(1) Setiap Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan aksesibilitas berbentuk non fisik berupa pelayanan untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya secara benar dan akurat mengenai berbagai hal sesuai dengan kebutuhan.

(2) SKPD harus memberikan informasi yang diperlukan oleh Penyandang Disabilitas, sepanjang bukan rahasia negara dan/atau informasi lainnya yang dikecualikan menurut peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap SKPD memberikan informasi kepada Penyandang Disabilitas sesuai dengan jenis kedisabilitasannya.

Paragraf 2

Akses Informasi dan Komunikasi Pasal 59

Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana akses informasi dan komunikasi bagi Penyandang Disabilitas sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya.

BAB VI

PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS PEREMPUAN DAN ANAK

Pasal 60

(1) Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas perempuan harus menjamin pengembangan, pemajuan dan pemberdayaan perempuan secara penuh.

(2) Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas anak, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.

(22)

BAB VII

KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

Pasal 61

(1) Dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dibentuk Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

(2) Pembentukan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB VIII KOORDINASI

Pasal 62

(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi keterpaduan dalam perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dengan Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis operasional dilaksanakan oleh SKPD terkait sesuai kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT DAN BADAN USAHA Bagian Kesatu

Peran Serta Masyarakat Pasal 63

(1) Masyarakat berperan serta dalam perlindungan dan pemenuhan hak kepada Penyandang Disabilitas.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan :

a. memberikan perlindungan kepada Penyandang Disabilitas; dan

b. berperan serta dalam pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

(23)

Bagian Kedua

Peran Serta Badan Usaha Pasal 64

(1) Badan usaha berperan serta dalam perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

(2) Peran serta badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:

a. pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi Penyandang Disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan;

b. penyediaan lapangan kerja atau usaha;

c. pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah;

d. pengadaan sarana dan prasarana aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas; e. pendirian fasilitas dan penyelenggaraan rehabilitasi Penyandang Disabilitas; f. Penyediaan bantuan tenaga ahli dan/atau pendamping sosial dalam

membantu peningkatan kesejahteraan sosial;

g. pemberian bantuan berupa material, finansial dan pelayanan bagi Penyandang Disabilitas;dan

h. kegiatan lain yang mendukung terlaksananya perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu

Pembinaan Pasal 65

(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dalam perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

(2) Pembinaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :

a. penetapan pedoman teknis; b. penyuluhan,

c. bimbingan;

d. penyediaan bantuan; dan e. perijinan.

(24)

Pasal 66

(1) Dalam rangka melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada badan hukum, badan usaha, masyarakat serta Penyandang Disabilitas yang telah berjasa dalam mewujudkan upaya perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

a. piagam atau sertifikat; b. tropy atau medali; dan

c. insentif dan/atau bentuk lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 67

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD terkait. (3) Pengawasan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI PEMBIAYAAN

Pasal 68

Pembiayaan dalam pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bersumber dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

b. Sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 69

(1) Setiap penyelenggara pendidikan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.

(25)

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran tertulis;

b. pembekuan izin; atau c. pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB XIII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 70

(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.

(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil meliputi:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan pelanggaran Peraturan Daerah ini;

b. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan pelanggaran pidana dalam Peraturan Daerah ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

c. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan adanya pelanggaran;

d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan pelanggaran;

e. memeriksa buku, catatan dan dokumen berkenaan dengan adanya tindakan pelanggaran;

f. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

g. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan terhadap pelanggaran;

h. memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

(26)

i. menyampaikan hal penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA Pasal 71

Setiap Pengusaha yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 21 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XV

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 72

(1) Penyediaan bangunan umum, jalan umum, sarana dan prasarana transportasi umum serta pertamanan dan objek wisata setelah berlakunya Peraturan Daerah ini harus memenuhi syarat aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas.

(2) Bangunan umum, jalan umum, sarana dan prasarana transportasi umum serta pertamanan dan objek wisata yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dengan syarat aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini.

(27)

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 73

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Ditetapkan di Padang

pada tanggal 13 April 2015 GUBERNUR SUMATERA BARAT,

dto

IRWAN PRAYITNO

Diundangkan di Padang

pada tanggal 13 April 2015 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT,

dto ALI ASMAR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 NOMOR : 2 NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT: (2/2015)

(28)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS I. UMUM

Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan akses, sarana prasarana dan upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan sehingga terwujud perlindungan, kemandirian dan kesejahteraan.

Hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas seperti pembatasan/isolasi, perlakuan tidak adil, stigma negatif, sikap diskriminatif, perlindungan berlebihan, sulit mengakses pendidikan yang memadai, sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, akibatnya mereka tidak mempunyai sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan harus bergantung pada orang lain.

Sebagai konsekuensi ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) maka komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan upaya dan tindakan secara integratif dengan melibatkan seluruh sektor dalam rangka terwujudnya sinergitas dan harmoni dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sesuai kemampuan daerah.

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas diharapkan mampu memberikan kepastian hukum atas hak-hak konstitusional penyandang disabilitas dan menjadi sumber hukum dan legal instrument bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, badan usaha, masyarakat dan penyandang disabilitas dalam proses maupun penikmatan hasil pembangunan.

(29)

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.mm Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah penyan-dang disabilitas merupakan manusia makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa terlahir dengan harkat dan martabat yang sama dengan manusia lainnya sehingga harus diperla-kukan sebagaimana perlakuan terhadap manusia lainnya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah pemberian perlakuan yang adil dengan memberikan dan mewujudkan hak-hak penyandang disabilitas secara adil.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah kebebasan dan/atau ketidaktergantungan penyandang disabilitas kepada pihak lain dalam menjalankan berbagai aspek kehidupan dan penghidupannya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas non diskriminasi” adalah sikap dan perlakuan terhadap penyandang disabilitas dengan tidak melakukan pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kesempatan” adalah perlakuan yang menyediakan peluang atau akses yang sama kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat.

Pasal 3

Cukup jelas. Pasal 4

(30)

Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pelayanan khusus sesuai kebutuhan adalah penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, akan tetapi karena kondisi fisik dan/ atau psikis penyandang disabilitas berbeda dengan warga pada umumnya, maka dalam memperoleh hak tersebut penyandang disabilitas tetap mendapatkan pelayanan atau perlakuan khusus yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Derajat kedisabilitasan terbagi ke dalam kategori ringan, sedang dan berat.

a. derajat disabilitas ringan, adalah :

1) disabilitasnya dapat direhabilitasi, baik secara medis maupun sosial;

2) aktivitas kehidupan tidak memerlukan alat bantu adaptif; dan 3) Mampu beraktivitas dan bekerja serta mampu menghidupi

dirinya sendiri.

b. derajat disabilitas sedang, adalah :

1) disabilitasnya dapat direhabilitasi, baik medis maupun sosial; 2) aktivitas kehidupan memerlukan alat bantu adaptif; dan

3) mampu beraktivitas dan bekerja secara terbatas serta mampu menghidupi dirinya sendiri.

c. derajat disabilitas sedang, adalah :

1) disabilitasnya tidak dapat direhabilitasi, baik secara medis maupun sosial;

2) aktivitas kehidupan sangat tergantung pada bantuan orang lain; dan

(31)

3) tidak mampu menghidupi dirinya sendiri. Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “satuan pendidikan” adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Yang dimaksud dengan “jenis pendidikan” adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan pada suatu satuan pendidikan, seperti pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vakasi, pendidikan keagamaan dan pendidikan khusus.

Yang dimaksud dengan “jenjang pendidikan” adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Yang dimaksud dengan Pendidikan Khusus adalah pendidikan bagi peserta didik berkelainan yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya.

Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Ayat (1)

(32)

a. pendidikan anak usia dini, yang meliputi : 1) taman penitipan anak;

2) kelompok bermain;

3) taman kanak-kanak atau raudatul athfal; dan 4) satuan pendidikan anak usia dini sejenis. b. sekolah/ madrasah yang meliputi :

1) sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah;

2) sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah; dan 3) sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan atau

madrasah aliyah.

Yang dimaksud dengan perlakuan khusus adalah pada pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan paling sedikit 1 (satu) sekolah/ madrasah di setiap kecamatan di kabupaten/ kota dengan memprioritaskan untuk menerima peserta didik yang bertempat tinggal berdekatan dengan satuan pendidikan serta paling sedikit mengalokasikan 1 (satu) peserta didik dalam 1 (satu) rombongan belajar.

Yang dimaksud dengan penyandang disabilitas adalah peserta didik yang memiliki kelainan yang terdiri atas :

a. tuna netra; b. tuna rungu; c. tuna wicara; d. tuna grahita; e. tuna daksa; f. tuna laras; g. berkesulitan belajar h. lamban belajar i. autis;

j. memiliki gangguan motorik;

k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya;

l. memiliki kelainan lainnya; dan m. tuna ganda.

Ayat (2)

(33)

Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh Penyandang disabilitas hambatan netra, seiring dengan perkembangan teknologi saat ini sudah ada alat bantu yang dijalankan dengan sistim sentuhan dan suara seperti Pengembangan Soft ware Mitra Netra Braille Converter for Windows, bahkan soft ware aplikasi untuk menjalankan perangkat Hand Phone maupun Komputer.

Huruf b

Yang dimaksud dengan keterampilan orientasi adalah kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara obyek satu dengan lainnya di dalam lingkungannya, keterampilan mobilitas adalah keterampilan untuk mampu bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya.

Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud dengan keterampilan komunikasi adalah keterampilan interaksi antara pembicara/ penulis dan pendengar/ pembaca khususnya bagi penyandang disabi-litas dengan hambatan rungu wicara dalam rangka tukar menukar informasi berupa pikiran, perasaan, gagasan dengan menggunakan bahasa yang diekspresikan secara lisan, tulisan dan isyarat, dengan menggunakan media berbicara, membaca bibir, mendengar dan berisyarat secara terpadu.

Pasal 13

Cukup jelas. Pasal 14

Cukup jelas. Pasal 15

(34)

Yang dimaksud dengan menggunakan teknologi tinggi dalam usaha adalah sebagaimana ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan hak-hak lainnya adalah upah kerja, upah kerja lembur, fasilitas kerja yang aksesibel, waktu istirahat dan cuti, hak melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya, hak perlindungan moral dan kesusilaan, dan hak lain sesuai ketentuan peraturan-perundang-undangan. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28

(35)

Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik dasar yang terdiri dari : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetri ginekologi, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medis yang terdiri dari : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi medik.

Huruf c

Yang dimaksud dengan Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik dasar terdiri dari : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetri ginekologi, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik yang terdiri dari : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik, patologi klinik dan patologi anatomi, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yang terdiri dari : Pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut.

(36)

paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik dasar terdiri dari : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri ginekologi; 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik yang terdiri dari : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik, dan patologi klinik; 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan medik spesialis lainnya yang terdiri dari : Pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik; 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik subspesialis dasar : Bedah, penyakit dalam, kesehatan anak dan ginekologi.

Pasal 30

Cukup jelas. Pasal 31

Cukup jelas. Pasal 32

Yang dimaksud dengan jaminan kesehatan adalah program jaminan kesehatan bagi Masyarakat tidak mampu secara sosial dan ekonomi baik yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup Jelas Huruf b

(37)

Yang dimaksud dengan advokasi sosial adalah bentuk kerjasama secara kolaboratif untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok dan/ atau masyarakat yang dilanggar haknya, diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan dan pemenuhan hak maupun pelayanan sosial dasar. Advokasi dilakukan dengan stakeholders misalnya : di sekolah, teman-teman dan keluarganya, tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan penyadaran terhadap lingkungan sosial, aparat penegak hukum guna melakukan proses diversi melalui pengembangan sistem referal kepada lembaga-lembaga sosial dengan prinsip restorative justice.

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48

(38)

Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1)

Yang dimaksud badan usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, yayasan, persekutuan, perkumpulan, organlsasi organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1)

Yang dimaksud Pelayanan untuk memperoleh informasi adalah dapat diberikan melalui antara lain suara, bunyi, atau tulisan yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.

(39)

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud SKPD terkait adalah SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi bidang urusan: pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, hukum, keolahragaan, kesenian, kebudayaan, penanggulangan bencana, serta aksesibilitas (pekerjaan umum/ bangunan dan lingkungan, perhubungan, dan pariwisata).

Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat adalah peran serta dari :

a) perseorangan; b) keluarga;

c) organisasi keagamaan;

d) organisasi sosial kemasyarakatan; e) lembaga swadaya masyarakat; f) organisasi profesi; dan

g) Lembaga Kesejahteran Sosial. Huruf a

(40)

Yang dimaksud dengan berperan serta dalam pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas adalah berupa kegiatan, pemikiran, prakarsa, keahlian, dukungan, tenaga, dana, barang, jasa dan/ atau fasilitas.

Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 NOMOR 109

Referensi

Dokumen terkait

Sebenarnya saya juga kurang paham mengenai sikap reaktif yang dimaksud merupakan sikap yang seperti apa, namun saya merasa teman-teman dan saya juga memiliki

Merek karena bentuknya sebagai tampilan grafis, dapat menjadi salah satu unsur yang diterapkan pada desain suatu produk dengan komposisi dan konfigurasi tertentu sehingga

dimainkan oleh seorang penabuh. Karena Balaganjur adalah musik prosesi, maka diperlukan tenaga tambahan yang membantu membawakan gong empat orang, kempul satu orang

Penelitian yang dilakukan oleh Herdia (2014) dengan judul “Hubungan Antara Efikasi Diri dan Stres Kerja Pada Anggota Raider ” Subjek dari penelitian ini adalah

Ini menunjukkan bahwa rata-rata siswa kelas XI telah memahami materi system gerak pada manusia dengan menggunakan metode Konstruktivistik dan dikatakan telah tuntas atau

“Ketamakan Rahwana dalam Struktur Cerita Banjaran Rahwana di Perum Harapan Baru Bekasi Barat” ialah penelitian yang dilakukan untuk menemukan, memahami

memanfaatkan bahan pangan lokal seperti ubi jalar putih pada penelitian yang telah dilakukan oleh [4], ubi jalar ungu pada penelitian yang telah dilakukan oleh [11],

H3: Adanya perbedaan pada rasio BOPO laporan keuangan bank syariah yang signifikan jika dianalisis dengan menggunakan pendekatan income statement dan value added