• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya - USD Repository"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KUALITAS KOMUNIKASI ANTARA REMAJA AKHIR PUTRA DAN REMAJA AKHIR PUTRI DENGAN IBUNYA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Anandra Reswari

079114078

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN DAN MOTTO

Semua perjuangan dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan

dengan baik merupakan salah satu wujud keterlibatan Tuhan di dalam hidupku.

Maka dari itu skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan yang selalu menyertai,

membimbing, dan mengampuni segala kesalahanku. Skripsi ini sederhana namun

dapat membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita percaya

bahwa kita dapat melakukannya dan percaya bahwa Tuhan selalu beserta kita.

Persembahan ini juga kuberikan kepada kedua orang tuaku dan keluargaku yang

senantiasa membimbing dan menyertai perjalanan hidupku. Ketika aku terjatuh,

mereka mengangkatku dan tetap berkata bahwa mereka mencintaiku. Tidak ada

yang dapat menggantikan hal itu dan aku hanya dapat melakukan yang terbaik

untuk dapat membahagiakan mereka. Salah satunya adalah dengan

terselesaikannya skripsi ini.

“ Perpecahan berawal dari kebencian, kebencian berawal dari kesalahpahaman,

dan kesalahpahaman berawal dari tidak adanya KOMUNIKASI”

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Juni 2012

Penulis,

(6)

vi

PERBEDAAN KUALITAS KOMUNIKASI ANTARA REMAJA AKHIR PUTRA DAN REMAJA AKHIR PUTRI DENGAN IBUNYA

Anandra Reswari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya. Hipotesis menyatakan bahwa kualitas komunikasi antara remaja akhir putri dan ibunya lebih tinggi daripada kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan ibunya. Kualitas komunikasi adalah tingkatan pencapaian kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan antara komunikator dan penerima pesan. Penelitian ini melibatkan 50 remaja akhir putra dan 50 remaja akhir putri. Penelitian ini menggunakan skala kualitas komunikasi berdasarkan teori dari Joseph DeVito (2011) dengan nilai reliabilitas 0,944. Olah data menghasilkan nilai t sebesar 1,512 dan nilai p sebesar 0,134 (p > 0,05). Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kualitas komunikasi pada remaja putra dan remaja putri. Berdasarkan hal tersebut hipotesis dalam penelitian ini ditolak.

(7)

vii

THE DIFFERENCE OF COMMUNICATION QUALITY BETWEEN LATE ADOLESCENT MALE AND LATE ADOLESCENT FEMALE

WITH THEIR MOTHER

Anandra Reswari

ABSTRACT

This research intends to see the difference of communication quality between late adolescent male and late adolescent female with their mother. The hypothesis said that the communication quality between late adolescent female and their mother was better than the communication quality between late adolescent male and their mother. Communication quality is the achievement level of view similarity on the exchanged ideas between the communicator and the recipient. This research involved fifty late adolescent males and fifty late adolescent females. This research used the scale of communication quality based on Joseph DeVito’s theory (2011) with the reliability of 0.944. The research result shows t value of 1.512 and p value of 0.134. (p > 0.05). There is no a significant difference in communication quality between late adolescent male and late adolescent female. Hypothesis of this study is rejected.

(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Anandra Reswari

Nomor Mahasiswa : 079114078

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbedaan Kualitas Komunikasi Antara Remaja Akhir Putra dan Remaja Akhir Putri dengan Ibunya

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 12 Juni 2012

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Syukur dan pujian pada Tuhan Yesus atas segala kelimpahan berkat yang

diberikan pada saya untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi penulis

yang berjudul “ Perbedaan Kualitas Komunikasi Antara Remaja Akhir Putra dan

Remaja Akhir Putri dengan Ibunya” dengan baik dan tanpa halangan berarti.

Proses pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai

pihak yang membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan

hati saya ingin mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf pada semua

pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung apabila penulis

melakukan kesalahan. Maka saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma yang telah memberi dukungan pada pembuatan skripsi ini.

2. Ibu Titik Kristiani, S. Psi, M. Psi, selaku Kepala Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan pada pembuatan

skripsi ini.

3. Bapak Heri Widodo, S. Psi, M.Psi, dan Bapak Victorius Didik S.H., S. Psi,

M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu dan

mendorong dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S. Psi, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang dengan setia memberi pengarahan dan bimbingan kepada penulis

(10)

x

5. Ibu M.L.Anantasari, S. Psi, M. Si dan keluarga yang selalu dengan setia

mendampingi, mendoakan, memberi masukan, serta menyayangi saya dengan

setulus hati sehingga saya dapat lancar dalam menjalani perkuliahan dan

mengerjakan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi

selama perkuliahan, memberikan ilmu-ilmu baru serta mengajari tentang

nilai-nilai kehidupan.

7. Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni selaku karyawan

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang selalu dengan senang hati

membantu mahasiswa sehingga segala sesuatu mengenai perkuliahan dapat

berjalan dengan lancar.

8. Seluruh karyawan BAA dan AUK yang telah membantu mahasiswa dalam

kelancaran urusan perkuliahan.

9. Sr. Dewi, Bu Putu dan Bu Pipie yang telah membantu saya dalam penyebaran

kuesioner di kelas yang beliau ampu.

10. Seluruh mahasiswa yang menjadi subjek try out dan subjek penelitian, tanpa

kalian penelitian ini tidak dapat berjalan.

11. Papa Tri Purwono, mama Wenny Andayani, ooh Agung Wicaksono, cici

Hartini Yulianti, dan Rafaello yang selalu dengan senang hati membantu,

mendoakan, mendukung, mendampingi, dan mencintai dalam perjalanan

hidup, selama perkuliahan, dan selama mengerjakan skripsi sehingga dapat

(11)

xi

12. Daniel Pitoko Aji, S. Pd, kekasih yang selalu setia mendampingi,

mendukung, memberi semangat, dan mencintai sehingga selama pembuatan

skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan baik. I Love You…

13. Teman-teman seperjuangan Psikologi baik yang sudah lulus ataupun yang

sedang berjuang, Nana, Ngatini, Clara, Simak, Adit, Nana Cina, Adel, Nia,

Ina, Helen, Lanang, Flori, Misha, Ayu, Lida, Putri, Putri Ringgo, Tisa, Odil,

Grace, Lucy dan semua teman yang telah membantu selama proses

perkuliahan sehingga membuat saya memperoleh banyak pengalaman baru

dan melancarkan penulisan skripsi ini.

14. Teman-teman KKN, Yoc, Toro, Mega, Anggun, Ira, mba Dea, dan sayank

Daniel buat kebersamaan kita selama sebulan di Tangkilan yang memberi

banyak arti dalam perjalanan hidup selanjutnya.

15. Sahabat-sahabat tersayang, Rachel, Eva, dan Tita yang selalu menjadi sahabat

terbaik di kala susah dan senang. Sahabat selamanya.

16. Terakhir untuk semua pihak yang memiliki andil besar dalam pembuatan

skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan baik.

Tak cukup kata terima kasih yang terucap dan hanya Tuhan yang dapat

membalas semua yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya tulis ini

dapat menjadi manfaat bagi yang membacanya.

Yogyakarta, 12 Juni 2012

Penulis,

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Komunikasi ... 10

(13)

xiii

2. Komunikasi Interpersonal ... 11

3. Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 15

4. Aspek-aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 16

5. Faktor-faktor Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 19

B. Remaja ... 21

1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia ... 21

2. Karakteristik Perkembangan Remaja Putri dan Remaja Putra . 22 C. Dinamika Antar Variabel ... 30

D. Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi Remaja Putra dan Remaja Putri dengan Ibunya ... 32

E. Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional ... 34

D. Subjek Penelitian ... 35

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 36

F. Kredibilitas Alat Ukur ... 39

1. Estimasi Validitas ... 39

2. Estimasi Reliabilitas ... 40

3. Hasil Uji Skala ... 42

G. Metode Analisis Data ... 44

(14)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

1. Persiapan Penelitian ... 45

2. Proses Penelitian ... 45

3. Data Demografis Subjek Penelitian ... 46

B. Hasil Penelitian ... 48

1. Uji Asumsi ... 48

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Homogenitas ... 49

2. Uji Hipotesis ... 49

C. Pembahasan ... 51

BAB V PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(15)

xv

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Sebelum Seleksi Item….. 37

Tabel 2 Skor Butir-Butir Favorable Pada Skala Kualitas Komunikasi… 38 Tabel 3 Skor Butir-Butir Unfavorable Pada Skala Kualitas Komunikasi. 39 Tabel 4 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Setelah Uji Coba ………. 43

Tabel 5 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi……….………. . 44

Tabel 6 Usia Subjek………..………. .... 46

Tabel 7 Data Demografis……… ... 47

Tabel 8 Hasil Uji………. .... 49

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 1 Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi ... 32

(17)

xvii

LAMPIRAN

HALAMAN Lampiran 1 Skala Kualitas Komunikasi……… . 58

Lampiran 2 Reliabilitas dan Korelasi Item Total……… 74

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke

dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya

berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau

paling tidak sejajar. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase

”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu

menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya

(Monks dkk., 2001).

Dalam fase pencarian jati diri tersebut remaja akan menjumpai banyak

konflik baik dari dalam diri maupun yang muncul dari lingkungannya.

Lingkungan menghadapkan remaja pada tuntutan yang lebih banyak karena

dunia remaja adalah mulai berkembangnya dunia teman sebaya, di mana teman

adalah raja dalam kehidupan mereka. Dalam menghadapi segala perkembangan

dan konflik yang terjadi di dalamnya, maka para remaja memerlukan sosok

pendamping di luar teman-temannya. Keluarga memiliki peranan yang sangat

penting bagi perkembangan individu, sosok ayah dan ibu adalah tokoh utama

di dalamnya.

Remaja yang memiliki keluarga yang berfungsi dengan baik tetap

menggunakan orang tuanya sebagai dasar yang aman dimana mereka dapat

(19)

2

serta kesempatan-kesempatan lainnya (Hurlock, 1991). Keluarga menjadi

tempat yang paling penting bagi remaja untuk pembentukan sosial dan

emosional remaja khususnya kondisi remaja yang sedang memasuki masa

perubahan atau transisi (Gunarsa & Gunarsa, 2004).

Menurut Bowlby (1972, dalam Monks dkk., 2001) tokoh ibu menjadi

sosok yang cukup sentral dalam relasi antara remaja dan orang tua. Bowlby

(1972) juga memaparkan bahwa dalam sebuah keluarga seringkali yang

dipersepsikan sebagai keluarga oleh anak-anak adalah tokoh ibu. Ibu adalah

tokoh yang mendidik anak-anaknya, seorang tokoh yang dapat melakukan apa

saja untuk anaknya, yang dapat mengurus serta memenuhi kebutuhan fisiknya

dengan penuh pengertian. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan

dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang

digunakan bersama anak-anaknya. Ibu yang selalu datang bilamana anak

menemui kesulitan, hal ini dapat terlaksana bila ibu memainkan peranannya

yang hangat dan akrab, melalui hubungan yang berkesinambungan dengan

anaknya (Gunarsa & Gunarsa, 2004).

Ibu juga memiliki peran dan tanggung jawab penuh meyakinkan bahwa

anak tetap “berada pada jalan yang benar”, sehingga ibu memiliki penekanan

pada pentingnya membawa anak dalam lingkungan yang tepat dan bila remaja

gagal hidup di lingkungan sosial dengan baik atau memiliki masalah

perkembangan, maka sumber dari masalah tersebut adalah terletak pada ibu.

Lebih lanjut Santrock (2002) menyatakan bahwa pada remaja akhir juga

(20)

mementingkan diri sendiri, memenuhi kewajiban dan toleran, sehingga remaja

akhir memiliki kelekatan (attachment) terhadap ibunya. Maka dari itu

komunikasi diantara ibu dan remaja harus berlangsung dengan baik.

Kualitas komunikasi yang baik di lingkungan keluarga harus dapat

diwujudkan. Kualitas utama harus terjadi antara ibu dengan anaknya. Diawali

ketika anak-anak masih dalam tahap pengenalan bahasa, kemudian ketika anak

memasuki dunia remaja, dan berlanjut terus sampai seorang anak dapat

dilepaskan secara mandiri oleh orang tuanya. Dalam dunia remaja, seorang

remaja, sangat membutuhkan pendampingan dari ibunya. Ibu di sini berfungsi

selain sebagai ibu juga sebagai sahabat bagi anaknya. Kedekatan ini dapat

terwujud jika komunikasi di antara keduanya dapat berlangsung dengan baik.

Seperti contoh yang terjadi pada tahun 2010 dialami oleh selebritis tanah

air, Arumi Bachsin. Arumi saat itu sedang berada di bawah perlindungan KPAI

(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dikarenakan ada masalah yang terjadi

antara Arumi dengan keluarganya. Seperti yang kita ketahui bahwa Arumi

berusia 16 tahun, masa di mana seorang remaja sedang mencari identitas

dirinya. Di saat inilah kehadiran seorang ibu sangat dibutuhkan. Masalah yang

terjadi pada keluarga tersebut adalah adanya perbedaan prinsip dan persepsi

antara ibunda Arumi dan Arumi sendiri. Hal ini bisa terjadi karena banyak

faktor, salah satunya adalah karena kurang baiknya komunikasi diantara

mereka. Arumi memiliki keinginan tersendiri, begitu pula dengan ibunya, dan

pada akhirnya tidak ada kata sepakat diantara mereka. Hal ini mengakibatkan

(21)

4

memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah (www.oktavita.com). Hal ini

dapat dijadikan contoh betapa pentingnya komunikasi yang efektif diantara ibu

dan remaja yang sedang mengalami banyak pergolakan di dalam dirinya.

Supaya sang anak dapat merasa nyaman ketika berbicara dengan ibunya dan

dapat mempertimbangkan apa yang menjadi kemauan sang ibu juga sehingga

dapat mencapai kata sepakat diantara mereka.

Kualitas komunikasi yang baik antara ibu dan anak remajanya dapat

berdampak positif bagi kehidupan sang remaja di segala bidang. Hal ini

disebabkan sang ibu dapat selalu memberikan pendampingan yang intensif atas

apa yang dilakukan oleh anaknya. Tanpa ada unsur pengekangan atau

pengontrolan dari ibu, akan tetapi lebih sebagai rekan dalam menentukan

pilihan hidup yang baik bagi sang anak. Tidaklah mudah untuk menumbuhkan

kualitas komunikasi yang efektif antar ibu dan remaja. Berbagai macam hal

dapat menghambat terwujudnya hal itu, antara lain, sudah mulai

berkembangnya dunia teman sebaya bagi remaja putri di mana teman sebaya

merekalah yang menjadi raja di kehidupan sosialnya, (Santrock, 2002).

Kualitas komunikasi yang efektif dapat membawa sang anak dapat berpikir

lebih logis dan menentukan yang terbaik bagi hidup mereka, hal ini disebabkan

adanya pertimbangan matang dari ibu yang dapat diterima dengan baik oleh

sang anak.

Komunikasi, dari asal kata common yang bermakna bersama-sama, istilah

komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio

(22)

komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang

yang saling menjalin hubungan interpersonal. Secara umum komunikasi dapat

dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari

satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan

atas ide yang dipertukarkan tersebut. Kualitas komunikasi adalah tingkatan

pencapaian kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan antara

komunikator dan penerima pesan (DeVito,2011). Pola komunikasi orang tua

terhadap anak, menentukan cara anak berkomunikasi dengan lingkungannnya.

Jika pola komunikasi orang tua buruk, maka dampak negatif akan dirasakan

oleh anaknya. Penelitian terhadap anak yang minder menjelaskan bagaimana

orangtua sering menyampaikan pesan negatif terhadap anaknya. Seperti dengan

mengatakan “sudahlah mana mungkin kamu bisa melakukan itu” dan

kalimat-kalimat sejenisnya. Hal ini mengakibatkkan anak merasa tidak didukung oleh

orangtuanya, dan membuat anak merasa tidak mampu, tidak pintar, dan tidak

berguna. (Ramadhani, 2008).

Komunikasi yang kurang baik antar anggota keluarga juga dapat

mengakibatkan anak menjadi tertutup dan sembunyi-sembunyi dalam

melakukan keinginan mereka. Misalkan saja dengan perilaku merokok pada

anak dibawah umur, perilaku seks bebas, penggunaan narkoba, dan perilaku

agresif. Rutter (1980, dalam Ramadhani, 2008) menunjukkan bahwa kematian

orang tua, perceraian, hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis,

hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, suasana rumah tangga yang

(23)

6

tua mempunyai kelainan kepribadian, ternyata turut mendorong anak dalam

penyalahgunaan penggunaan Napza. Hawari (1990, dalam Ramadhani, 2008)

menjelaskan bahwa remaja dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis

memiliki risiko relatif 7,9 kali untuk menyalahgunakan narkoba.

Menurut Johnson (1981, dalam Supratiknya, 1995), komunikasi

antarpribadi menciptakan kebahagiaan hidup manusia, membantu

perkembangan intelektual dan sosial, membentuk identitaas atau jati diri,

memahami realitas di sekeliling kita, kesehatan mental kita sebagian besar

ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain,

lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant

figures

Komunikasi antara orang tua dan remaja akan berkualitas jika diantara

keduanya tercipta hubungan yang positif sehingga satu dengan yang lain dapat

lebih terbuka dalam mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini, ibu harus

berperan aktif supaya komunikasi di dalam keluarganya dapat berjalan dengan

baik. Ibu juga harus mempertimbangkan adanya perbedaan sifat dan

karakteristik yang dimiliki oleh anak remajanya. Selain itu, ibu juga harus ingat

bahwa perbedaan jenis kelamin juga berdampak bagi cara dan bahan ) dalam hidup kita. Monks dkk. (2001) mengatakan bahwa kualitas

hubungan dengan orang tua memegang peranan yang penting. Adanya

komunikasi antara orangtua dan anak pada masa remaja akan menimbulkan

kedekatan. Selain itu, kualitas komunikasi yang baik dapat juga menyehatkan

mental seseorang. Hal ini sangat berpengaruh besar terutama bagi remaja yang

(24)

komunikasi di antara keduanya. Maka dengan menyadari adanya keragaman itu

diharapkan ibu dapat lebih tepat dalam menyampaikan masukan yang

diberikan kepada anak remajanya, begitu pula dengan anak remajanya supaya

dapat lebih nyaman ketika berkomunikasi dengan ibunya.

Salah satu akibat perbedaan jenis kelamin adalah munculnya perbedaan

kepribadian. Perbedaan kepribadian ini menimbulkan perbedaan cara

menanggapi situasi dan kondisi di sekitarnya. Perbedaan cara menanggapi ini

muncul dalam cara dan isi komunikasi (Lippa, 2005). Lebih lanjut Gray (1995)

menyatakan bahwa pada dasarnya pria dan wanita memang dilahirkan dengan

banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup cara-cara

berkomunikasi, berpikir, merasa, memahami, bereaksi, menanggapi, mencintai,

membutuhkan, dan memberi penghargaan.

Sampai pada tahun 90an, Gray (1995) meneliti hubungan suami istri dan

memperoleh data bahwa jutaan pasangan menikah kemudian bercerai dengan

rasa sakit karena mereka telah kehilangan rasa cinta. Dari mereka yang cukup

lama dapat mempertahankan cinta, hanya 50% yang berakhir ke pernikahan.

Dari 50% yang memutuskan untuk menikah, hanya 50% yang merasakan

kepuasan pernikahan. Mereka tinggal bersama karena kesetiaan dan kewajiban,

atau karena segan untuk memulai kembali. Hal ini disebabkan karena pria dan

wanita sangatlah berbeda, bahkan Gray (1995) mengatakan bahwa pria dan

wanita berasal dari dua planet yang berbeda. Pria berasal dari Mars dan wanita

(25)

8

pemahaman berbeda, penafsiran berbeda, dan pengungkapan perasaan yang

juga berbeda.

Perbedaan tersebut sangatlah mendasar dan justru dikatakan sehat jika

perbedaan itu tetap terjadi, akan tetapi yang perlu dipahami adalah cara

mengatasi perbedaan tersebut (Gray, 1995). Dalam perbedaan tersebut, peran

ibu dituntut untuk dapat selalu mendampingi anak-anaknya, apapun jenis

kelaminya. Ibu harus lebih peka melihat kebutuhan dan mengetahui

karakteristik anak-anaknya. Kepekaan ini memudahkan ibu memilih tipe

komunikasi yang sesuai dengan anak remajanya.

Sebuah studi korelasi yang dilakukan oleh Galambos dan Turner (1997)

menunjukkan bahwa perbedaan gender antara orang tua dan anak akan

menimbulkan konflik yang lebih besar (Kawaguchi, Welsh, Powers, &

Rostosky, 1998). Dengan menyadari hasil penelitian di atas maka, peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kualitas komunikasi antara remaja

akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan

(26)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris ada tidaknya

perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri

dengan ibunya.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

bidang psikologi, khusunya Psikologi Komunikasi dan Psikologi

Perkembangan.

2. Praktis

Diharapkan setelah membaca hasil penelitian ini, para ibu dan remaja

lebih dapat mengembangkan komunikasi yang efektif. Selain itu, dapat

memecahkan permasalahan yang diakibatkan oleh kurang dapat

terwujudnya kualitas komunikasi yang baik antara ibu dan anak remajanya,

dengan mempertimbangkan adanya perbedaan jenis kelamin pada anak

(27)

10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Komunikasi 1. Komunikasi

Dari asal kata common yang bermakna bersama-sama, istilah komunikasi

atau communication berasal dari bahasa Latin yaitu communicatio yang berarti

pemberitahuan atau pertukaran.

Secara umum komunikasi dapat dipahami sebagai kegiatan penyampaian

dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan

untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.

Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang, baik

verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi

mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk

tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga merupakan sebentuk

komunikasi (Johnson, 1981, dalam Supratiknya, 1995).

Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan

seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk

mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi

setidaknya terlibat dua orang yang saling mengirimkan lambang-lambang yang

memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat kata-kata,

atau nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh

(28)

Berdasarkan dari paparan mengenai pengertian komunikasi di atas dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian dan penerimaan pesan

atau ide baik verbal maupun non verbal dari satu pihak ke pihak lain dan

dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih.

2. Komunikasi Interpersonal

Definisi komunikasi interpersonal menurut para ahli (Bochner, 1978;

Cappella, 1987; Miller, 1990, dalam DeVito, 2011) adalah sebagai berikut:

a. Definisi berdasarkan komponen (Componential)

Komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen

utamanya, dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan

penerimaan pesan oleh orang lain, dengan berbagai dampaknya dan

dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

Komponen-komponen utama di sini adalah lingkungan

komunikasi, sumber-penerima, enkoding-dekoding, kompetensi

komunikasi, pesan dan saluran, umpan balik dan umpan maju,

gangguan, efek komunikasi, serta etik dan kebebasan memilih.

Lingkungan komunikasi memiliki tiga dimensi : pertama dimensi

fisik artinya lingkungan nyata atau berwujud yang mempunyai

pengaruh tertentu atas kendungan pesan dan juga bentuk pesan. Kedua

dimensi sosial-psikologis, meliputi tata hubungan status pada

orang-orang yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang-orang, serta

(29)

12

dimensi temporal, mencakup waktu waktu dalam sehari maupun waktu

dalam hitungan sejarah dimana komunikasi berlangsung.

Sumber-penerima adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk

menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah

sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar).

Enkoding-dekoding, enkoding adalah tindakan menghasilkan pesan

sedangkan dekoding adalah tindakan menerima pesan. Hal ini adalah

satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa kita

menjalankan fungsi-fungsi ini secara simultan. Ketika anda berbicara

(enkoding), anda juga menyerap tanggapan dari pendengan (dekoding).

Kompetensi komunikasi adalah kemampuan berkomunikasi secara

efektif (Spitzberg & Cupach, 1989). Kompetensi ini mencakup

pengetahuan tentang lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi

kandungan (konten) dan bentuk pesan komunikasi.

Pesan dan saluran. Pesan komunikasi dapat memiliki bentuk verbal

dan nonverbal. Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan.

Jenis-jenisnya adalah saluran suara (mendengarkan), saluran visual

(melihat), saluran olfaktori (mencium), serta saluran taktil (menyentuh).

Umpan balik dan umpan maju. Umpan balik adalah informasi yang

dikirimkan balik ke sumbernya (Clement dan Frandsen, 1976). Umpan

balik dapat berasal dari diri sendiri ataupun orang lain. Umpan maju

(30)

Gangguan adalah pesan yang terdistorsi dalam berkomunikasi.

Gangguan menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber

dalam mengirimkan pesan. Tiga macam gangguan : fisik (mobil yang

lewat, dengungan komputer), psikologis (prasangka dan bias), dan

semantik (penggunaan bahasa asing atau istilah yang tidak dipahami).

Efek komunikasi adalah dampak atas satu atau lebih orang yang

terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu

ada konsekuensi. Contohnya adalah bertambahnya pengetahuan, belajar

bagaimana menganalisis, mengevaluasi sesuatu, memperoleh sikap atau

keyakinan baru, dan memperoleh cara-cara baru dalam bertindak.

Etik dan kebebasan memilih. Dimensi etis rumit karena etik begitu

terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga susah

untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap orang.

Komunikasi dikatakan etis atau tidak etis, landasannya adalah gagasan

kebebasan memilih serta asumsi bahwa setiap orang mempunyai hak

untuk menentukan pilihannya sendiri. Komunikasi dikatakan etis bila

menjamin kebebasan memilih seseorang dengan memberikan kepada

orang tersebut dasar pemilihan yang akurat. Komunikasi dikatakan

tidak etis bila mengganggu kebebasan memilih seseorang dengan

menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan informasi yang relevan

(31)

14

b. Definisi berdasarkan hubungan diadik (Relational [dyadic])

Mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang

berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang

mantap dan jelas. Maka dari itu hampir tidak mungkin ada komunikasi

diadik (dua orang) yang bukan komunikasi antarpribadi.

c. Definisi berdasarkan pengembangan (Developmental)

Komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan

komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada satu ekstrem

menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrem yang lain.

Komunikasi berdasarkan pengembangan berasal dari tiga faktor, yakni :

prediksi berdasarkan data psikologis, pengetahuan yang menjelaskan,

dan aturan yang ditetapkan secara pribadi.

Penelitian ini memilih komunikasi interpersonal diadik. Hal ini

dikarenakan komunikasi yang terjadi di antara dua orang dan hubungan antara

keduanya mantap dan jelas. Hubungannya keduanya mantap dan jelas karena

terjadi antara anak remaja dan ibunya.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua

orang yang menjalin hubungan interpersonal (DeVito, 2011). Karena sifatnya

yang interpersonal inilah, maka komunikasi antar pribadi mampu menjadi salah

satu unsur paling penting dalam membentuk pribadi, menggerakkan partisipasi,

memodifikasi sikap-perilaku individu, meningkatkan relasi, menyehatkan jiwa,

(32)

3. Kualitas Komunikasi Interpersonal

Kualitas komunikasi dapat dilihat dari tiga sudut pandang : (DeVito, 2011)

1. Sudut pandang humanistis. Pandangan yang menekankan pada keterbukaan,

empati, sikap mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan

interaksi yang bermakna, jujur, dan memuaskan (Bochner & Kelly, 1974).

Pendekatan ini sesuai dengan kondisi yang mendukung terciptanya

hubungan antar manusia yang superior misalnya kejujuran, keterbukaan, dan

sikap positif. Pendekatan ini sesuai dengan situasi dalam keluarga di mana

di dalam keluarga dituntut adanya kejujuran, keterbukaan, dan sikap positif

supaya terjadi keharmonisan di dalam keluarga.

2. Sudut pandang pragmatis atau keperilakuan. Pandangan yang menekankan

pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum,

kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik. Pendekatan ini

sesuai pada situasi lingkungan kerja yang menekankan pada manajemen

antara hubungan atasan dengan bawahan serta untuk mencapai tujuan yang

sama yakni tujuan perusahaan.

3. Sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan. Pendekatan

ini didasarkan pada model ekonomi imbalan dan biaya. Pendekatan ini

mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan kemitraan di mana

imbalan dan biaya saling dipertukarkan. Beberapa pola pertukaran ternyata

produktif dan lainnya destruktif bagi suatu hubungan. Pendekatan ini

(33)

16

mitra, di mana ketika mitra itu menguntungkan maka hubungan itu dapat

terus berjalan dengan adanya pertukaran antara imbalan dan biaya. Namun,

ketika mitra tersebut sudah tidak menguntungkan maka dapat ditinggalkan

begitu saja. Pendekatan ini sesuai pada hubungan antara perusahaan satu

dengan perusahaan yang lainnya.

Penelitian ini memilih sudut pandang humanistis karena sesuai dengan situai

dalam lingkungan keluarga dan terjadi pada komunikasi antara ibu dengan

anak remajanya di mana ada keinginan untuk menciptakan interaksi yang

bermakna, jujur, dan memuaskan. Berdasarkan sudut pandang humanistis yang

sesuai dengan lingkungan keluarga, DeVito (2011) membuat lima kualitas

umum yang dipertimbangkan : keterbukaan (openness), empati (empathy),

sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan

(equality). Komunikasi Interpersonal dapat dikatakan berkualitas jika dalam

berkomunikasi memenuhi lima kualitas umum tersebut (DeVito, 2011).

4. Aspek-aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal

Menurut DeVito (2011) aspek-aspek komunikasi interpersonal yang efektif

adalah :

a. Keterbukaan (Openess)

Keterbukaan memiliki tiga aspek utama yaitu: pertama, komunikator

antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak

(34)

informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini

patut. Kedua, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur pada

stimulus yang datang yakni dengan cara bereaksi secara spontan terhadap

orang lain. Ketiga, komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang

dilontarkan sesuai dengan yang dimiliki dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Empati (Emphaty)

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai kemampuan

seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu

saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain

itu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya

dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.

Secara nonverbal, komunikasi empati dapat diperlihatkan dengan

keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik

yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang

penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta sentuhan atau belaian yang

sepantasnya.

Authier dan Gustafon (1982) menyarankan beberapa metode komunikasi

empati secara verbal, merefleksikan balik kepada pembicara, perasaan (dan

intensitasnya) yang sedang dialaminya, membuat pernyataan tentatif dan

bukan mengajukan pertanyaan, menanyakan pesan yang berbaur, pesan

yang komponen verbal dan nonverbalnya saling bertentangan, dan

(35)

18

perasaan orang lain itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan

pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu.

c. Dukungan (Supportiveness)

Sikap mendukung dapat ditunjukkan dengan bersikap :

1. Deskriptif. Suasana yang deskriptif adalah suasana yang tidak

mengevaluasi. Mempersepsikan suatu komunikasi sebagai

permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian

tertentu.

2. Spontanitas. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus

terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya

bereaksi dengan cara yang sama, terus terang, dan terbuka

3. Provisionalisme. Bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta

bersedia mendengarkan pandangan yang berlawanan dan bersedia

mengubah posisi jika keadaan mengharuskan

d. Kepositifan (Positiveness)

Sikap positif dalam komunikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni

menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang supaya

menikmasti interaksi dan berekasi secara menyenangkan dalam berinteraksi.

Dari segi sikap, dapat mengacu dari dua aspek yaitu memiliki sikap positif

terhadap diri sendiri dan perasaan positif untuk berkomunikasi dengan orang

lain.

Dari segi dorongan, dapat ditunjukkan dengan perilaku mendorong

(36)

umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang

biasanya kita harapkan, kita nikmati, dan kita banggakan.

e. Kesetaraan (Equality)

Harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan

berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang

penting untuk disumbangkan. Kesetaraan tidak mengharuskan kita

menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan non verbal

pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau seperti istilah

Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan

positif tak bersyarat kepada orang lain.

5. Faktor-faktor Kualitas Komunikasi Interpersonal

Menurut Lunandi (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut:

a. Citra diri

Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang

lain di lingkungan. Melalui komunikasi dengan orang lain seseorang akan

mengetahui apakah dirinya dibenci, dicinta, dihormati, diremehkan, dihargai

atau direndahkan.

b. Lingkungan fisik

Perbedaan tempat akan mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan

(37)

20

di mana komunikasi itu dilakukan karena setiap tempat mempunyai aturan,

norma atau nilai-nilai sendiri.

c. Lingkungan sosial

Penting untuk dipahami, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam

komunikasi dalam keluarga memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial.

Lingkungan sosial dapat berupa lingkungan masyarakat, lingkungan kerja,

dan lingkungan keluarga.

Menurut Rakhmat (1999) faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan

interpersonal dalam komunikasi interpersonal adalah:

a. Percaya (trust)

Percaya disini merupakan faktor yang paling penting sejauh mana percaya

kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Dengan

adanya percaya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal karena

membuka hubungan komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan

informasi.

b. Sikap suportif

Sikap suportif adalah adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam

komunikasi seseorang bersikap defensif apabila tidak menerima, tidak jujur,

(38)

c. Sikap terbuka (open mindedness)

Dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong

timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting

yaitu saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia

Remaja berasal dari bahasa asli adolesence yang berasal dari bahasa latin

adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan

mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung

oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu

usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu

usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang

yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Remaja

sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk

golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk

masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang

dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri”

atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan

memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk.,

(39)

22

Awal masa remaja berlangsung dari umur 13 sampai 14 tahun, masa

remaja tengah berlangsung dari umur 15 sampai 17 tahun, dan masa remaja

akhir berlangsung dari umur 18 hingga 21 tahun (Thornburg, 1982 dalam

Dariyo, 2004).

2. Karakteristik Perkembangan Remaja Putri dan Remaja Putra

a. Perubahan Pubertas dan Perkembangan Fisik

Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka

dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja.

Bagi anak perempuan adalah pertambahan tinggi badan yang cepat,

menarche (haid pertama), pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut

kemaluan (Santrock, 2002).

Bagi anak laki-laki adalah pertambahan tinggi badan yang cepat,

tumbuhnya kumis dan mimpi basah pertama, pertumbuhan penis,

pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan (Malina, 1991 dan

Tanner, 1991, dalam Santrock, 2002).

Perubahan fisik yang terjadi pada

masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan

sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada

perkembangan jiw

(40)

Pada anak perempuan, hormon Estradiol mulai berkembang. Hormon

ini merupakan hormon yang berkaitan dengan perkembangan buah dada,

rahim, dan kerangka pada anak perempuan (Santrock, 2002).

Pada anak laki-laki, hormon Testosteron mulai berkembang. Hormon

ini ialah hormon yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin,

pertambahan tinggi, dan perubahan suara pada anak laki-laki (Santrock,

2002).

Pada remaja yang sudah mulai mengalami perubahan pada fisiknya

akan lebih disibukkan dengan tubuhnya dan mengembangkan citra

individual tentang tubuh mereka. Beberapa remaja memasuki masa pubertas

lebih awal, yang lain lagi terlambat, dan yang lainnya lagi tepat pada

waktunya. Perbedaan waktu dalam memasuki masa pubertas juga

berdampak pada tingkat kepuasan yang dimilikinya. Pada remaja laki-laki

yang lebih cepat matang akan memahami diri dengan lebih positif dan lebih

berhasil menjalin relasi dengan teman-teman sebaya (Jones, 1965 dalam

Santrock 2002), namun pada usia 30-an rasa identitas yang dimiliki menjadi

kurang kuat (Peskin, 1967, dalam Santrock, 2002). Sebaliknya pada anak

laki-laki yang terlambat matang akan kurang dapat berrelasi dengan

teman-teman sebaya namun pada usia 30-an akan memiliki rasa identitas yang

lebih kuat. Pada remaja perempuan yang lebih cepat matang akan

mengalami lebih banyak masalah di sekolah namun juga lebih mandiri, dan

lebih populer di mata anak laki-laki, akan tetapi pada perkembangannya

(41)

24

perempuan yang terlambat matang, mereka cenderung tidak populer namun

pada perkembangannya tubuh mereka menjadi lebih baik karena kurus dan

tinggi (Santrock 2002). Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa konflik

antara orang tua dan remaja adalah yang paling penuh tekanan selama

puncak pertumbuhan pubertas (Hill, dkk., 1985; Silverberg & Steinberg,

1990; Steinberg, 1981, dalam Santrock, 2002). Hal ini dikarenakan adanya

perubahan hakekat relasi antara orang tua-remaja dan perubahan-perubahan

hubungan pengasuhan. Orang tua harus lebih memahami anak remajanya

yang sedang mengalami perubahan fisik. Anak remaja harus diberi

pengarahan dan pengertian supaya mereka tidak menjadi minder atau

terlewat bangga pada perubahan yang terjadi pada fisik mereka. Hal ini

dilakukan supaya anak remaja selalu dapat melakukan tugas perkembangan

mereka dengan baik.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (1952, dalam Santrock, 2002) pemikiran operasional

formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional

formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional

konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa

memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri

biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan

gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan

(42)

menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat

pemahaman lebih mendalam.

Menurut Piaget (1952, dalam Santrock, 2002) secara lebih nyata

pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis.

Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan denga

dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis

dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang

lain dan dunia. Remaja berpikir secara logis yang mulai berpikir seperti

ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan

secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam

perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini

menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan

kognitif remaja.

c. Perkembangan Emosi dan Sosial

Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja

mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu

dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam

perkembangan. Membanta

sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa

tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses

sosial-emosional dalam perkembangan remaja. Flavell (dalam Santrock,

2002) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau

(43)

26

adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Havighurts (1961, dalam

Hurlock, 1991) berpendapat bahwa pada remaja juga mengalami pencapaian

hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun

wanita, mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita, menerima keadaan

fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan

mencapai perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab, mencapai

kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya,

mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga,

serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku-mengembangkan ideologi.

d. Perkembangan Relasi

Menurut Santrock (2002) teman sebaya ( 1. Hubungan dengan Teman Sebaya

peers) adalah anak-anak atau

remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Piaget

(dalam Santrock, 2002) dan Sullivan (1953, dalam Santrock, 2002)

mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola

hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan

teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan

pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses

penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang

berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang

(44)

remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang

memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih

sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh

lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual.

2. Hubungan de

Menurut Steinberg (1993) mengemukakan bahwa

adalah suatu periode ketika konflik denga

tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi

peningkatan idealism dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus

pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada

dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak rang tua dan remaja.

Collins (1990) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja

mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak

mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini

terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan

memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar

orang tua.

Dari uraian tersebut, ada baiknya jika anda dapat mengurangi konflik yang

terjadi dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang

diberikan oleh Santrock, (2002) yaitu :

a. Menetapkan aturan-aturan dasar bagi pemecahan konflik.

(45)

28

c. Mencoba melakukan curah pendapat (brainstorming).

d. Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah.

e. Menulis kesepakatan.

f. Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat kemajuan

yang telah dicapai.

e. Laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik dasar yang dibawa sejak

lahir. Perbedaan tersebut yang membuat munculnya perbedaan cara

berkomunikasi dan berprilaku diantara keduanya. Perbedaan karakteristik

tersebut adalah: (Lippa, 2005)

1) Laki-laki:

a) asertif

b) percaya diri

c) terbuka

d) agresif

e) ingin berkompetisi untuk memperoleh yang dinginkan

f) senang bekerja secara kelompok

g) senang berkhayal

h) pemimpin dengan model autokrat

i) suka bernegosiasi

2) Perempuan:

a) penolong/perhatian

(46)

c) pengendalian diri yang baik

d) memiliki pemikiran yang tradisional

e) cepat bereaksi ketika dilanda stress

f) lebih berani mengambil resiko

g) lebih menyesuaikan diri dengan kelompok (konformitas)

h) pemimpin yang bersifat demokrat

i) lebih mengerti bahasa non verbal

Selain itu, kebutuhan cinta yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan

juga berbeda. Laki-laki memerlukan kepercayaan, penerimaan, penghargaan,

kekaguman, persetujuan, dan dorongan. Sedangkan perempuan memerlukan

perhatian, penegertian, hormat, kesetiaan, penegasan, dan jaminan (Gray,

(47)

30

C.Dinamika Antar Variabel

Remaja memiliki perubahan-perubahan yang signifikan baik dari segi

fisik, kognitif, dan emosi-sosial. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat

yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum

juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa.

Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering

dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja

masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi

fisik maupun psikisnya (Monks, dkk., 2001). Perubahan-perubahan yang

tampak adalah adanya perubahan fisik menuju ke arah pubertas, terlihat

nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan

serta kematangan sosial, diantara perubahan fisik itu, yang terbesar

pengaruhnya pada perkembangan jiwa

menjadi semakin panjang atau tinggi.

Pada anak perempuan, hormon Estradiol mulai berkembang. Hormon ini

merupakan hormon yang berkaitan dengan perkembangan buah dada, rahim,

dan kerangka pada anak perempuan (Santrock, 2002). Pada anak laki-laki,

hormon Testosteron mulai berkembang. Hormon ini ialah hormon yang

berkaitan dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi, dan

perubahan suara pada anak laki-laki (Santrock, 2002).

Perkembangan pola pikir yang menuju ke tahap operasional formal yakni

lebih abstrak, idealis, dan logis, serta adanya perkembangan emosi-sosial, di

(48)

orang tua (Santrock, 2002). Perubahan ini baik karena menunjukkan bahwa

seorang anak menuju fase kehidupan yang lebih tinggi. Pada remaja akhir,

remaja sudah tidak terlalu disibukkan dengan perubahan fisik yang mereka

alami. Selain itu, mereka sudah lebih banyak melalui masa remaja yang ada

hubungannya dengan perubahan pola pikir, pergaulan, dan tututan yang tinggi.

Dalam perkembangannya remaja memerlukan peran ibu sebagai sosok

pembimbing dan sahabat untuk mengatasi masalah yang sedang dialami. Peran

ibu berbeda pada remaja putra dan remaja putri terkait adanya perbedaan

gender di antara keduanya serta adanya perbedaan kebutuhan perkembangan

yang dimiliki anak remajanya. Pada dasarnya remaja putri lebih suka memberi

nasihat, lebih mudah menyampaikan emosi yang sedang dirasakan, mudah

mengeluh, bersikap dewasa, dan mudah mengungkapkan kekecewaan.

Sedangkan remaja putra, kurang mau mengerti perasaan orang lain, kurang

mau mendengarkan, tidak mau disalahkan, dan kurang tanggap akan suatu

situasi (Gray, 1995). Melihat hal tersebut maka antara remaja putra dan ibunya

memunculkan konflik yang lebih besar. Adanya perbedaan itu maka kualitas

komunikasi yang tercipta pun menjadi berbeda.

Maka dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada, peneliti dapat

membuat hipotesis kualitas komunikasi remaja akhir putri dan ibunya lebih

(49)

32

D. Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi Remaja Putra dan Remaja Putri dengan Ibunya

4. Sikap Positif

5. Kesetaraan b) percaya diri

c) terbuka

d) agresif

e) ingin berkompetisi untuk memperoleh yang dinginkan

f) senang bekerja

secara kelompok g) senang berkhayal

h) pemimpin dengan

model autokrat i)suka bernegosiasi

a) penolong/perhatian

b) mudah cemas

c) pengendalian diri yang baik

d) memiliki pemikiran yang tradisional

e) cepat bereaksi

ketika dilanda stress

f) lebih berani

mengambil resiko g) lebih menyesuaikan

diri dengan kelompok (konformitas)

h) pemimpin yang

bersifat demokrat

(50)

E. Hipotesis

Hipotesis: Kualitas komunikasi antara remaja akhir putri dan ibunya lebih

tinggi dibandingkan dengan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan

(51)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan

analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode

statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada pendekatan

inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan

hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Metode

kuantitatif akan menghasilkan signifikansi perbedaan kelompok (Azwar,

2007). Penelitian ini bertujuan untuk mencari adatidaknya perbedaan kualitas

komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putra dengan ibunya.

B. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Tergantung : Kualitas Komunikasi

2. Variabel Bebas : Jenis Kelamin Remaja

C. Definisi Operasional

1. Variabel Tergantung : Kualitas Komunikasi

Kualitas komunikasi adalah adalah tingkatan pencapaian kesamaan

pandangan atas ide yang dipertukarkan antara komunikator dan penerima

(52)

empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan. Kualitas komunikasi diukur

dengan menggunakan skala yang berisi item-item berdasarkan aspek-aspek

yang ada. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin tinggi pula

kualitas komunikasi yang dimiliki oleh remaja tersebut.

2. Variabel Bebas : Jenis kelamin

Jenis Kelamin dapat dibedakan menjadi 2 yakni pria dan wanita. Maka

dari itu pada remaja dapat dibedakan menjadi remaja putri dan remaja putra.

Jenis kelamin diketahui dengan menanyakan data jenis kelamin (laki-laki

atau perempuan) pada subjek yang tersedia di bagian awal dari kuesioner.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir usia 18-21 tahun pada

remaja putri berjumlah 50 orang dan pada remaja putra berjumlah 50 orang.

Karakteristik pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

a. Remaja akhir yang berusia minimal 18 tahun dan maksimal 21 tahun.

b. Berjenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan jumlah masing-masing

50 orang

c. Remaja yang masih dan atau pernah memiliki ibu kandung

Cara mencari sampel penelitian adalah dengan menggunakan model

quota sampling, yaitu pemilihan subjek dengan menentukan jumlah subjek

(53)

36

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu dengan menggunakan metode survey

dengan alat pengambilan data bermodel skala likert mengenai Kualitas

Komunikasi. Skala Kualitas Komunikasi ini disusun oleh peneliti dengan

mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh DeVito (2011) yaitu :

keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung

(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, kemudian peneliti menyusun 50 butir

pernyataan yang terdiri 25 butir pernyataan favorable dan 25 butir pernyataan

(54)

Tabel 1

Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Sebelum Seleksi Item

Aspek Nomor Item Bobot Jumlah

Item Favorable Unfavorable

Keterbukaan

(Supportiveness)

3,8,20,27,36 13,17,32,41,44 20 % 10

Kepositifan

(Positiveness)

4,21,26,37,48 9,12,16,31,43 20 % 10

Kesetaraan

(Equality)

5,22,38,47,50 10,11,25,30,42 20 % 10

Total 100 % 50

Skala disusun menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Summated

Rating) dengan Skala Likert, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang

menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar,

2003). Dengan metode ini, subjek diminta untuk merespon item-item yang

dirumuskan secara favorable dan unfavorable.

Pada skala peneliti tidak mengunakan N (netral) dan hanya menggunakan

(55)

38

STS (Sangat Tidak Sesuai). Dasar pemilihan tersebut, menurut Hadi (1991)

didasarkan pada tiga alasan, yaitu :

1. Kategori undedicated yaitu arti ganda, bisa diartikan belum

memutuskan/memberi jawabaan (menurut konsep aslinya), bisa juga

diartikan netral, sangat sesuai, sangat tidak sesuai bahkan ragu-ragu.

2. Tersedianya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan

manjawab ditengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang

ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya, kearah sesuai atau tidak sesuai.

3. Maksud kategorisasi SS-S-TS-STS

Penilaian subjek untuk pernyataan positif (favorable) :

Tabel 2

Skor Butir-Butir Favorable Pada Skala Kualitas Komunikasi

Respon Skor

Sangat Sesuai 4

Sesuai 3

Tidak sesuai 2

Sangat tidak sesuai 1

Semakin tinggi skor subjek, maka semakin tinggi kualitas komunikasi pada

subjek. Sebaliknya, semakin rendah, maka semakin rendah kualitas komunikasi

(56)

Penilaian subjek untuk pernyataan negatif (unfavorable) dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 3

Skor Butir-butir Unfavorable Skala Kualitas Komunikasi

Respon Skor

Sangat Sesuai 1

Sesuai 2

Tidak Sesuai 3

Sangat Tidak Sesuai 4

Skor yang rendah menunjukkan subjek memiliki kualitas komunikasi yang

rendah. Sebaliknya, skor yang tinggi menunjukkan subjek memiliki kualitas

komunikasi yang tinggi.

F. Kredibilitas Alat Ukur 1. Estimasi Validitas

a. Validitas isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat

professional judgment (Azwar, 2003). Peneliti bertanya kepada dosen

pembimbing. Diawali dengan melihat acuan tokoh dalam penentuan

(57)

40

dengan blue print nya dan memeriksa apakah masing-masing item telah

sesuai dengan aspek yang akan diungkapnya.

b. Validitas tampang

Maksud dari validitas tampang ini adalah melihat sekilas

definisi operasional, aspek, item dan blue print yang kemudian

ditanyakan kepada dosen pembimbing tentang kesesuaian di dalamnya.

Dari sana dapat dilihat apakah alat ukur sudah dapat melakukan fungsi

pengukuran dengan tepat.

2. Estimasi Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur merupakan keajegan dari alat ukur terkait

dengan hasil yang didapatkan pada subjek yang berbeda. Uji reliabilitas

digunakan untuk mengetahui seberapa besar hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Metode yang digunakan adalah dengan metode Alpha Cronbach

yakni membelah sebanyak item. Mengetahui reliabilitas item dengan

melihat nilai Cronbach yang diuji dengan SPSS for windows versi 17.

Koefisien reliabilitas berkisar mulai dari 0,0 sampai dengan 1,0. Alat ukur

dikatakan reliable jika koefisien reliabilitasnya mendekati 0.9 (Azwar,

2003).

Seleksi Item

Seleksi item sangat dibutuhkan pada pembuatan alat ukur. Seleksi

(58)

ada di dalamnya. Seleksi item digunakan untuk melihat apakah

indikator-indikator pada alat ukur sudah sesuai dengan apa yang ingin diungkap.

Selain itu, untuk melihat penulisan item apakah sudah sesuai dengan ejaan

yang tepat dan tidak memiliki social desirability. Karena apabila memiliki

social desirability yang tinggi maka subjek akan cenderung menjawab

hanya sesuai dengan tuntutan sosial dan bukan sesuai dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada diri subjek. Kemudian seleksi item

menggunakan uji daya beda.

Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan

antara subyek pada aspek yang hendak diukur oleh tes yang bersangkutan.

Pengujian daya beda dapat dilakukan dengan menghitung koefisien

korelasi antara distribusi skor tiap item dengan skor total tes itu. Pengujian

konsistensi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (Rix). Hasil

ini disebut indeks daya beda item. Batasan yang digunakan 0,3. Item yang

memiliki nilai r diatas 0,3 dianggap memenuhi kriteria sebagai item yang

baik, sedangkan item yang memiliki nilai r kurang dari 0,3 dianggap

sebagai item yang buruk dan akan digugurkan (dalam Azwar, 2003). Jika

jumlah item yang baik tidak mencukupi jumlah yang dibutuhkan, maka

(59)

42

3. Hasil Uji Skala

a. Estimasi Reliabilitas

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS for windows

versi 17, Skala Kualitas Komunikasi memiliki koefisien Alpha Cronbach

sebesar 0,944. Hasil koefisien alpha Skala Kualitas Komunikasi

menunjukkan bahwa skala tersebut reliabel.

b. Estimasi Daya Beda Item

Peneliti melakukan uji coba Skala Kualitas Komunikasi dengan

melibatkan 60 subjek yaitu 30 remaja akhir puttri dan 30 remaja akhir

putra. Setelah data terkumpul, skala Kualitas Komunikasi kemudian

diproses menggunakan SPSS for windows versi 17. Hasil analisis

pengukuran Skala Kualitas Komunikasi dengan melihat nilai r yang

kurang dari 0,3 menunjukkan bahwa dari 50 item yang diujikan, terdapat

41 item yang baik dan 9 item yang gugur. Hasil dari uji daya beda Skala

(60)

Tabel 4

Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Setelah Uji Coba

Aspek Nomor Item Bobot Jumlah

Item Favorable Unfavorable

Keterbukaan

(Supportiveness)

3,8,20,27,36 13,17,32,41,44 20 % 10

Kepositifan

(Positiveness)

4,21,26,37,48 9,12,16,31,43 20 % 10

Kesetaraan

(Equality)

5,22,38,47,50 10,11,25,30,42 20 % 10

Total 100 % 50

Keterangan : Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam try out.

Setelah melakukan seleksi item dan dengan melihat sebaran jumlah item per aspek

yang masih proporsional maka dibuat hasil akhir Skala seperti yang ada pada tabel

(61)

44

Tabel 5

Blue Print Skala Kualitas Komunikasi

Aspek Nomor Item Bobot Jumlah

Item Favorable Unfavorable

Keterbukaan

(Supportiveness)

8,20,27,36 17,41,44 17 % 7

Kepositifan

(Positiveness)

4,21,37,48 9,12,16,31,43 22 % 9

Kesetaraan

(Equality)

5,22,38,47,50 10,25,30 19,5 % 8

Total 100% 41

G. Metode Analisis Data 1. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan

kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri

dengan ibunya. Metode yang dilakukan adalah dengan independent

(62)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Peneliti sudah memiliki gambaran akan melakukan penelitian pada

mahasiswa program studi Mekatronika Universitas Sanata Dharma

sebagai subjek laki-laki dan mahasiswa program studi Sastra Inggris

Universitas Sanata Dharma sebagai subjek perempuan. Maka dari itu,

peneliti meminta persetujuan pada dosen pengampu Sastra Inggris dan

Mekatronika seminggu sebelum penelitian diadakan. Ketika sudah

diberi persetujuan maka peneliti menyiapkan diri untuk melakukan

penelitian.

2. Proses Penelitian

Penelitian diadakan pada 1 Desember 2011. Peneliti melakukan

penelitian pada satu kelas prodi Mekatronika yang termasuk dalam

semester tiga. Penyebaran dilakukan terhadap satu isi kelas. Kemudian

penelitian berlanjut pada dua kelas prodi Sastra Inggris. Penelitian

dilanjutkan pada mahasiswa PGSD, PBI dan Sastra Inggris di luar

kelas.

Peneliti menyebarkan 110 kuesioner dalam penelitian kali ini.

(63)

46

kuesioner yang berisi satu skala yaitu skala kualitas komunikasi.

Jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 100 dengan pembagian 50

laki-laki dan 50 perempuan dengan kriteria berusia 18-21 tahun. Jumlah

kuesioner yang disebar lebih banyak dari yang dibutuhkan, hal ini untuk

mengantisipasi adanya kuesioner yang gugur. Kuesioner dinyatakan

gugur ketika usia subjek lebih dari 21 tahun, cara pengisian yang

kurang tepat, dan adanya pernyataan yang tidak diisi dengan lengkap.

3. Data Demografis Subjek Penelitian

Tabel 6

Usia Subjek

Usia

Jenis

Kelamin

18 Tahun 19 Tahun 20 Tahun 21 Tahun

Laki-laki 9 17 14 10

Gambar

Tabel 1 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Sebelum Seleksi Item…..
Gambar 1 Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi ........................................
 gambar 1 Perubahan
Tabel 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”

25.000.000 /Senior Manager Bonus Jabatan dihitung dari Omzet Poin Founder dikalikan dengan Prosentase Posisi Jabatan dan dibagikan secara proposional / merata kepada Jabatan

Dari hasil simulasi yang dilakukan terhadap 1000 simbol OFDM, kedua teknik ini memberikan reduksi PAPR yang semakin besar untuk jumlah subblok yang semakin

Pada penelitian deformasi plastis nilon termoplastik setelah direndam dalam ekstrak biji kopi robusta ini menggunakan lama perendaman selama 4 hari dan 19 hari yang setara

Ketika anda mengetahui tipe kepribadian, akan lebih mudah untuk memi- lih aksi, karir dan pasangan yang sesuai dengan kepribadian anda.. Misalkan, jika anda termasuk orang

Tarif parkir mobil kisaran 3.000 rupiah sedangkan tarif parkir motor hanya 1.000 rupiah saja.Setelah itu kita dapat berjalan dari arah utara hingga ke arah selatan, sepanjang jalan

dalam bentuk senyawa yang lebih kecil atau disebut juga ion sianida (CN) - ,.. hydrogen sianida (HCN),

Sistem pemasaran padi, tomat, cabai, terung, gambas, dan semangka di lahan rawa lebak cukup efisien kalau dilihat dari besarnya margin pemasaran, struktur pasar dan bagian harga