PERBEDAAN KUALITAS KOMUNIKASI ANTARA REMAJA AKHIR PUTRA DAN REMAJA AKHIR PUTRI DENGAN IBUNYA
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Anandra Reswari
079114078
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO
Semua perjuangan dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik merupakan salah satu wujud keterlibatan Tuhan di dalam hidupku.
Maka dari itu skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan yang selalu menyertai,
membimbing, dan mengampuni segala kesalahanku. Skripsi ini sederhana namun
dapat membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita percaya
bahwa kita dapat melakukannya dan percaya bahwa Tuhan selalu beserta kita.
Persembahan ini juga kuberikan kepada kedua orang tuaku dan keluargaku yang
senantiasa membimbing dan menyertai perjalanan hidupku. Ketika aku terjatuh,
mereka mengangkatku dan tetap berkata bahwa mereka mencintaiku. Tidak ada
yang dapat menggantikan hal itu dan aku hanya dapat melakukan yang terbaik
untuk dapat membahagiakan mereka. Salah satunya adalah dengan
terselesaikannya skripsi ini.
“ Perpecahan berawal dari kebencian, kebencian berawal dari kesalahpahaman,
dan kesalahpahaman berawal dari tidak adanya KOMUNIKASI”
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Juni 2012
Penulis,
vi
PERBEDAAN KUALITAS KOMUNIKASI ANTARA REMAJA AKHIR PUTRA DAN REMAJA AKHIR PUTRI DENGAN IBUNYA
Anandra Reswari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya. Hipotesis menyatakan bahwa kualitas komunikasi antara remaja akhir putri dan ibunya lebih tinggi daripada kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan ibunya. Kualitas komunikasi adalah tingkatan pencapaian kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan antara komunikator dan penerima pesan. Penelitian ini melibatkan 50 remaja akhir putra dan 50 remaja akhir putri. Penelitian ini menggunakan skala kualitas komunikasi berdasarkan teori dari Joseph DeVito (2011) dengan nilai reliabilitas 0,944. Olah data menghasilkan nilai t sebesar 1,512 dan nilai p sebesar 0,134 (p > 0,05). Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kualitas komunikasi pada remaja putra dan remaja putri. Berdasarkan hal tersebut hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
vii
THE DIFFERENCE OF COMMUNICATION QUALITY BETWEEN LATE ADOLESCENT MALE AND LATE ADOLESCENT FEMALE
WITH THEIR MOTHER
Anandra Reswari
ABSTRACT
This research intends to see the difference of communication quality between late adolescent male and late adolescent female with their mother. The hypothesis said that the communication quality between late adolescent female and their mother was better than the communication quality between late adolescent male and their mother. Communication quality is the achievement level of view similarity on the exchanged ideas between the communicator and the recipient. This research involved fifty late adolescent males and fifty late adolescent females. This research used the scale of communication quality based on Joseph DeVito’s theory (2011) with the reliability of 0.944. The research result shows t value of 1.512 and p value of 0.134. (p > 0.05). There is no a significant difference in communication quality between late adolescent male and late adolescent female. Hypothesis of this study is rejected.
viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Anandra Reswari
Nomor Mahasiswa : 079114078
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Perbedaan Kualitas Komunikasi Antara Remaja Akhir Putra dan Remaja Akhir Putri dengan Ibunya
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 12 Juni 2012
Yang menyatakan,
ix
KATA PENGANTAR
Syukur dan pujian pada Tuhan Yesus atas segala kelimpahan berkat yang
diberikan pada saya untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi penulis
yang berjudul “ Perbedaan Kualitas Komunikasi Antara Remaja Akhir Putra dan
Remaja Akhir Putri dengan Ibunya” dengan baik dan tanpa halangan berarti.
Proses pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai
pihak yang membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati saya ingin mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf pada semua
pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung apabila penulis
melakukan kesalahan. Maka saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma yang telah memberi dukungan pada pembuatan skripsi ini.
2. Ibu Titik Kristiani, S. Psi, M. Psi, selaku Kepala Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan pada pembuatan
skripsi ini.
3. Bapak Heri Widodo, S. Psi, M.Psi, dan Bapak Victorius Didik S.H., S. Psi,
M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu dan
mendorong dalam pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S. Psi, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang dengan setia memberi pengarahan dan bimbingan kepada penulis
x
5. Ibu M.L.Anantasari, S. Psi, M. Si dan keluarga yang selalu dengan setia
mendampingi, mendoakan, memberi masukan, serta menyayangi saya dengan
setulus hati sehingga saya dapat lancar dalam menjalani perkuliahan dan
mengerjakan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi
selama perkuliahan, memberikan ilmu-ilmu baru serta mengajari tentang
nilai-nilai kehidupan.
7. Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni selaku karyawan
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang selalu dengan senang hati
membantu mahasiswa sehingga segala sesuatu mengenai perkuliahan dapat
berjalan dengan lancar.
8. Seluruh karyawan BAA dan AUK yang telah membantu mahasiswa dalam
kelancaran urusan perkuliahan.
9. Sr. Dewi, Bu Putu dan Bu Pipie yang telah membantu saya dalam penyebaran
kuesioner di kelas yang beliau ampu.
10. Seluruh mahasiswa yang menjadi subjek try out dan subjek penelitian, tanpa
kalian penelitian ini tidak dapat berjalan.
11. Papa Tri Purwono, mama Wenny Andayani, ooh Agung Wicaksono, cici
Hartini Yulianti, dan Rafaello yang selalu dengan senang hati membantu,
mendoakan, mendukung, mendampingi, dan mencintai dalam perjalanan
hidup, selama perkuliahan, dan selama mengerjakan skripsi sehingga dapat
xi
12. Daniel Pitoko Aji, S. Pd, kekasih yang selalu setia mendampingi,
mendukung, memberi semangat, dan mencintai sehingga selama pembuatan
skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan baik. I Love You…
13. Teman-teman seperjuangan Psikologi baik yang sudah lulus ataupun yang
sedang berjuang, Nana, Ngatini, Clara, Simak, Adit, Nana Cina, Adel, Nia,
Ina, Helen, Lanang, Flori, Misha, Ayu, Lida, Putri, Putri Ringgo, Tisa, Odil,
Grace, Lucy dan semua teman yang telah membantu selama proses
perkuliahan sehingga membuat saya memperoleh banyak pengalaman baru
dan melancarkan penulisan skripsi ini.
14. Teman-teman KKN, Yoc, Toro, Mega, Anggun, Ira, mba Dea, dan sayank
Daniel buat kebersamaan kita selama sebulan di Tangkilan yang memberi
banyak arti dalam perjalanan hidup selanjutnya.
15. Sahabat-sahabat tersayang, Rachel, Eva, dan Tita yang selalu menjadi sahabat
terbaik di kala susah dan senang. Sahabat selamanya.
16. Terakhir untuk semua pihak yang memiliki andil besar dalam pembuatan
skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Tak cukup kata terima kasih yang terucap dan hanya Tuhan yang dapat
membalas semua yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya tulis ini
dapat menjadi manfaat bagi yang membacanya.
Yogyakarta, 12 Juni 2012
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Komunikasi ... 10
xiii
2. Komunikasi Interpersonal ... 11
3. Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 15
4. Aspek-aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 16
5. Faktor-faktor Kualitas Komunikasi Interpersonal ... 19
B. Remaja ... 21
1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia ... 21
2. Karakteristik Perkembangan Remaja Putri dan Remaja Putra . 22 C. Dinamika Antar Variabel ... 30
D. Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi Remaja Putra dan Remaja Putri dengan Ibunya ... 32
E. Hipotesis ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
A. Jenis Penelitian ... 34
B. Variabel Penelitian ... 34
C. Definisi Operasional ... 34
D. Subjek Penelitian ... 35
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 36
F. Kredibilitas Alat Ukur ... 39
1. Estimasi Validitas ... 39
2. Estimasi Reliabilitas ... 40
3. Hasil Uji Skala ... 42
G. Metode Analisis Data ... 44
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Pelaksanaan Penelitian ... 45
1. Persiapan Penelitian ... 45
2. Proses Penelitian ... 45
3. Data Demografis Subjek Penelitian ... 46
B. Hasil Penelitian ... 48
1. Uji Asumsi ... 48
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Homogenitas ... 49
2. Uji Hipotesis ... 49
C. Pembahasan ... 51
BAB V PENUTUP ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
xv
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Sebelum Seleksi Item….. 37
Tabel 2 Skor Butir-Butir Favorable Pada Skala Kualitas Komunikasi… 38 Tabel 3 Skor Butir-Butir Unfavorable Pada Skala Kualitas Komunikasi. 39 Tabel 4 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Setelah Uji Coba ………. 43
Tabel 5 Blue Print Skala Kualitas Komunikasi……….………. . 44
Tabel 6 Usia Subjek………..………. .... 46
Tabel 7 Data Demografis……… ... 47
Tabel 8 Hasil Uji………. .... 49
xvi
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN Gambar 1 Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi ... 32
xvii
LAMPIRAN
HALAMAN Lampiran 1 Skala Kualitas Komunikasi……… . 58
Lampiran 2 Reliabilitas dan Korelasi Item Total……… 74
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke
dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya
berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau
paling tidak sejajar. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase
”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya
(Monks dkk., 2001).
Dalam fase pencarian jati diri tersebut remaja akan menjumpai banyak
konflik baik dari dalam diri maupun yang muncul dari lingkungannya.
Lingkungan menghadapkan remaja pada tuntutan yang lebih banyak karena
dunia remaja adalah mulai berkembangnya dunia teman sebaya, di mana teman
adalah raja dalam kehidupan mereka. Dalam menghadapi segala perkembangan
dan konflik yang terjadi di dalamnya, maka para remaja memerlukan sosok
pendamping di luar teman-temannya. Keluarga memiliki peranan yang sangat
penting bagi perkembangan individu, sosok ayah dan ibu adalah tokoh utama
di dalamnya.
Remaja yang memiliki keluarga yang berfungsi dengan baik tetap
menggunakan orang tuanya sebagai dasar yang aman dimana mereka dapat
2
serta kesempatan-kesempatan lainnya (Hurlock, 1991). Keluarga menjadi
tempat yang paling penting bagi remaja untuk pembentukan sosial dan
emosional remaja khususnya kondisi remaja yang sedang memasuki masa
perubahan atau transisi (Gunarsa & Gunarsa, 2004).
Menurut Bowlby (1972, dalam Monks dkk., 2001) tokoh ibu menjadi
sosok yang cukup sentral dalam relasi antara remaja dan orang tua. Bowlby
(1972) juga memaparkan bahwa dalam sebuah keluarga seringkali yang
dipersepsikan sebagai keluarga oleh anak-anak adalah tokoh ibu. Ibu adalah
tokoh yang mendidik anak-anaknya, seorang tokoh yang dapat melakukan apa
saja untuk anaknya, yang dapat mengurus serta memenuhi kebutuhan fisiknya
dengan penuh pengertian. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan
dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang
digunakan bersama anak-anaknya. Ibu yang selalu datang bilamana anak
menemui kesulitan, hal ini dapat terlaksana bila ibu memainkan peranannya
yang hangat dan akrab, melalui hubungan yang berkesinambungan dengan
anaknya (Gunarsa & Gunarsa, 2004).
Ibu juga memiliki peran dan tanggung jawab penuh meyakinkan bahwa
anak tetap “berada pada jalan yang benar”, sehingga ibu memiliki penekanan
pada pentingnya membawa anak dalam lingkungan yang tepat dan bila remaja
gagal hidup di lingkungan sosial dengan baik atau memiliki masalah
perkembangan, maka sumber dari masalah tersebut adalah terletak pada ibu.
Lebih lanjut Santrock (2002) menyatakan bahwa pada remaja akhir juga
mementingkan diri sendiri, memenuhi kewajiban dan toleran, sehingga remaja
akhir memiliki kelekatan (attachment) terhadap ibunya. Maka dari itu
komunikasi diantara ibu dan remaja harus berlangsung dengan baik.
Kualitas komunikasi yang baik di lingkungan keluarga harus dapat
diwujudkan. Kualitas utama harus terjadi antara ibu dengan anaknya. Diawali
ketika anak-anak masih dalam tahap pengenalan bahasa, kemudian ketika anak
memasuki dunia remaja, dan berlanjut terus sampai seorang anak dapat
dilepaskan secara mandiri oleh orang tuanya. Dalam dunia remaja, seorang
remaja, sangat membutuhkan pendampingan dari ibunya. Ibu di sini berfungsi
selain sebagai ibu juga sebagai sahabat bagi anaknya. Kedekatan ini dapat
terwujud jika komunikasi di antara keduanya dapat berlangsung dengan baik.
Seperti contoh yang terjadi pada tahun 2010 dialami oleh selebritis tanah
air, Arumi Bachsin. Arumi saat itu sedang berada di bawah perlindungan KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dikarenakan ada masalah yang terjadi
antara Arumi dengan keluarganya. Seperti yang kita ketahui bahwa Arumi
berusia 16 tahun, masa di mana seorang remaja sedang mencari identitas
dirinya. Di saat inilah kehadiran seorang ibu sangat dibutuhkan. Masalah yang
terjadi pada keluarga tersebut adalah adanya perbedaan prinsip dan persepsi
antara ibunda Arumi dan Arumi sendiri. Hal ini bisa terjadi karena banyak
faktor, salah satunya adalah karena kurang baiknya komunikasi diantara
mereka. Arumi memiliki keinginan tersendiri, begitu pula dengan ibunya, dan
pada akhirnya tidak ada kata sepakat diantara mereka. Hal ini mengakibatkan
4
memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah (www.oktavita.com). Hal ini
dapat dijadikan contoh betapa pentingnya komunikasi yang efektif diantara ibu
dan remaja yang sedang mengalami banyak pergolakan di dalam dirinya.
Supaya sang anak dapat merasa nyaman ketika berbicara dengan ibunya dan
dapat mempertimbangkan apa yang menjadi kemauan sang ibu juga sehingga
dapat mencapai kata sepakat diantara mereka.
Kualitas komunikasi yang baik antara ibu dan anak remajanya dapat
berdampak positif bagi kehidupan sang remaja di segala bidang. Hal ini
disebabkan sang ibu dapat selalu memberikan pendampingan yang intensif atas
apa yang dilakukan oleh anaknya. Tanpa ada unsur pengekangan atau
pengontrolan dari ibu, akan tetapi lebih sebagai rekan dalam menentukan
pilihan hidup yang baik bagi sang anak. Tidaklah mudah untuk menumbuhkan
kualitas komunikasi yang efektif antar ibu dan remaja. Berbagai macam hal
dapat menghambat terwujudnya hal itu, antara lain, sudah mulai
berkembangnya dunia teman sebaya bagi remaja putri di mana teman sebaya
merekalah yang menjadi raja di kehidupan sosialnya, (Santrock, 2002).
Kualitas komunikasi yang efektif dapat membawa sang anak dapat berpikir
lebih logis dan menentukan yang terbaik bagi hidup mereka, hal ini disebabkan
adanya pertimbangan matang dari ibu yang dapat diterima dengan baik oleh
sang anak.
Komunikasi, dari asal kata common yang bermakna bersama-sama, istilah
komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang
yang saling menjalin hubungan interpersonal. Secara umum komunikasi dapat
dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan
atas ide yang dipertukarkan tersebut. Kualitas komunikasi adalah tingkatan
pencapaian kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan antara
komunikator dan penerima pesan (DeVito,2011). Pola komunikasi orang tua
terhadap anak, menentukan cara anak berkomunikasi dengan lingkungannnya.
Jika pola komunikasi orang tua buruk, maka dampak negatif akan dirasakan
oleh anaknya. Penelitian terhadap anak yang minder menjelaskan bagaimana
orangtua sering menyampaikan pesan negatif terhadap anaknya. Seperti dengan
mengatakan “sudahlah mana mungkin kamu bisa melakukan itu” dan
kalimat-kalimat sejenisnya. Hal ini mengakibatkkan anak merasa tidak didukung oleh
orangtuanya, dan membuat anak merasa tidak mampu, tidak pintar, dan tidak
berguna. (Ramadhani, 2008).
Komunikasi yang kurang baik antar anggota keluarga juga dapat
mengakibatkan anak menjadi tertutup dan sembunyi-sembunyi dalam
melakukan keinginan mereka. Misalkan saja dengan perilaku merokok pada
anak dibawah umur, perilaku seks bebas, penggunaan narkoba, dan perilaku
agresif. Rutter (1980, dalam Ramadhani, 2008) menunjukkan bahwa kematian
orang tua, perceraian, hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis,
hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, suasana rumah tangga yang
6
tua mempunyai kelainan kepribadian, ternyata turut mendorong anak dalam
penyalahgunaan penggunaan Napza. Hawari (1990, dalam Ramadhani, 2008)
menjelaskan bahwa remaja dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis
memiliki risiko relatif 7,9 kali untuk menyalahgunakan narkoba.
Menurut Johnson (1981, dalam Supratiknya, 1995), komunikasi
antarpribadi menciptakan kebahagiaan hidup manusia, membantu
perkembangan intelektual dan sosial, membentuk identitaas atau jati diri,
memahami realitas di sekeliling kita, kesehatan mental kita sebagian besar
ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain,
lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant
figures
Komunikasi antara orang tua dan remaja akan berkualitas jika diantara
keduanya tercipta hubungan yang positif sehingga satu dengan yang lain dapat
lebih terbuka dalam mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini, ibu harus
berperan aktif supaya komunikasi di dalam keluarganya dapat berjalan dengan
baik. Ibu juga harus mempertimbangkan adanya perbedaan sifat dan
karakteristik yang dimiliki oleh anak remajanya. Selain itu, ibu juga harus ingat
bahwa perbedaan jenis kelamin juga berdampak bagi cara dan bahan ) dalam hidup kita. Monks dkk. (2001) mengatakan bahwa kualitas
hubungan dengan orang tua memegang peranan yang penting. Adanya
komunikasi antara orangtua dan anak pada masa remaja akan menimbulkan
kedekatan. Selain itu, kualitas komunikasi yang baik dapat juga menyehatkan
mental seseorang. Hal ini sangat berpengaruh besar terutama bagi remaja yang
komunikasi di antara keduanya. Maka dengan menyadari adanya keragaman itu
diharapkan ibu dapat lebih tepat dalam menyampaikan masukan yang
diberikan kepada anak remajanya, begitu pula dengan anak remajanya supaya
dapat lebih nyaman ketika berkomunikasi dengan ibunya.
Salah satu akibat perbedaan jenis kelamin adalah munculnya perbedaan
kepribadian. Perbedaan kepribadian ini menimbulkan perbedaan cara
menanggapi situasi dan kondisi di sekitarnya. Perbedaan cara menanggapi ini
muncul dalam cara dan isi komunikasi (Lippa, 2005). Lebih lanjut Gray (1995)
menyatakan bahwa pada dasarnya pria dan wanita memang dilahirkan dengan
banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup cara-cara
berkomunikasi, berpikir, merasa, memahami, bereaksi, menanggapi, mencintai,
membutuhkan, dan memberi penghargaan.
Sampai pada tahun 90an, Gray (1995) meneliti hubungan suami istri dan
memperoleh data bahwa jutaan pasangan menikah kemudian bercerai dengan
rasa sakit karena mereka telah kehilangan rasa cinta. Dari mereka yang cukup
lama dapat mempertahankan cinta, hanya 50% yang berakhir ke pernikahan.
Dari 50% yang memutuskan untuk menikah, hanya 50% yang merasakan
kepuasan pernikahan. Mereka tinggal bersama karena kesetiaan dan kewajiban,
atau karena segan untuk memulai kembali. Hal ini disebabkan karena pria dan
wanita sangatlah berbeda, bahkan Gray (1995) mengatakan bahwa pria dan
wanita berasal dari dua planet yang berbeda. Pria berasal dari Mars dan wanita
8
pemahaman berbeda, penafsiran berbeda, dan pengungkapan perasaan yang
juga berbeda.
Perbedaan tersebut sangatlah mendasar dan justru dikatakan sehat jika
perbedaan itu tetap terjadi, akan tetapi yang perlu dipahami adalah cara
mengatasi perbedaan tersebut (Gray, 1995). Dalam perbedaan tersebut, peran
ibu dituntut untuk dapat selalu mendampingi anak-anaknya, apapun jenis
kelaminya. Ibu harus lebih peka melihat kebutuhan dan mengetahui
karakteristik anak-anaknya. Kepekaan ini memudahkan ibu memilih tipe
komunikasi yang sesuai dengan anak remajanya.
Sebuah studi korelasi yang dilakukan oleh Galambos dan Turner (1997)
menunjukkan bahwa perbedaan gender antara orang tua dan anak akan
menimbulkan konflik yang lebih besar (Kawaguchi, Welsh, Powers, &
Rostosky, 1998). Dengan menyadari hasil penelitian di atas maka, peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kualitas komunikasi antara remaja
akhir putra dan remaja akhir putri dengan ibunya.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris ada tidaknya
perbedaan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri
dengan ibunya.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam
bidang psikologi, khusunya Psikologi Komunikasi dan Psikologi
Perkembangan.
2. Praktis
Diharapkan setelah membaca hasil penelitian ini, para ibu dan remaja
lebih dapat mengembangkan komunikasi yang efektif. Selain itu, dapat
memecahkan permasalahan yang diakibatkan oleh kurang dapat
terwujudnya kualitas komunikasi yang baik antara ibu dan anak remajanya,
dengan mempertimbangkan adanya perbedaan jenis kelamin pada anak
10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Komunikasi 1. Komunikasi
Dari asal kata common yang bermakna bersama-sama, istilah komunikasi
atau communication berasal dari bahasa Latin yaitu communicatio yang berarti
pemberitahuan atau pertukaran.
Secara umum komunikasi dapat dipahami sebagai kegiatan penyampaian
dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan
untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang, baik
verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi
mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk
tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga merupakan sebentuk
komunikasi (Johnson, 1981, dalam Supratiknya, 1995).
Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan
seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk
mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi
setidaknya terlibat dua orang yang saling mengirimkan lambang-lambang yang
memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat kata-kata,
atau nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh
Berdasarkan dari paparan mengenai pengertian komunikasi di atas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian dan penerimaan pesan
atau ide baik verbal maupun non verbal dari satu pihak ke pihak lain dan
dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih.
2. Komunikasi Interpersonal
Definisi komunikasi interpersonal menurut para ahli (Bochner, 1978;
Cappella, 1987; Miller, 1990, dalam DeVito, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Definisi berdasarkan komponen (Componential)
Komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen
utamanya, dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain, dengan berbagai dampaknya dan
dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Komponen-komponen utama di sini adalah lingkungan
komunikasi, sumber-penerima, enkoding-dekoding, kompetensi
komunikasi, pesan dan saluran, umpan balik dan umpan maju,
gangguan, efek komunikasi, serta etik dan kebebasan memilih.
Lingkungan komunikasi memiliki tiga dimensi : pertama dimensi
fisik artinya lingkungan nyata atau berwujud yang mempunyai
pengaruh tertentu atas kendungan pesan dan juga bentuk pesan. Kedua
dimensi sosial-psikologis, meliputi tata hubungan status pada
orang-orang yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang-orang, serta
12
dimensi temporal, mencakup waktu waktu dalam sehari maupun waktu
dalam hitungan sejarah dimana komunikasi berlangsung.
Sumber-penerima adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk
menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah
sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar).
Enkoding-dekoding, enkoding adalah tindakan menghasilkan pesan
sedangkan dekoding adalah tindakan menerima pesan. Hal ini adalah
satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa kita
menjalankan fungsi-fungsi ini secara simultan. Ketika anda berbicara
(enkoding), anda juga menyerap tanggapan dari pendengan (dekoding).
Kompetensi komunikasi adalah kemampuan berkomunikasi secara
efektif (Spitzberg & Cupach, 1989). Kompetensi ini mencakup
pengetahuan tentang lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi
kandungan (konten) dan bentuk pesan komunikasi.
Pesan dan saluran. Pesan komunikasi dapat memiliki bentuk verbal
dan nonverbal. Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan.
Jenis-jenisnya adalah saluran suara (mendengarkan), saluran visual
(melihat), saluran olfaktori (mencium), serta saluran taktil (menyentuh).
Umpan balik dan umpan maju. Umpan balik adalah informasi yang
dikirimkan balik ke sumbernya (Clement dan Frandsen, 1976). Umpan
balik dapat berasal dari diri sendiri ataupun orang lain. Umpan maju
Gangguan adalah pesan yang terdistorsi dalam berkomunikasi.
Gangguan menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber
dalam mengirimkan pesan. Tiga macam gangguan : fisik (mobil yang
lewat, dengungan komputer), psikologis (prasangka dan bias), dan
semantik (penggunaan bahasa asing atau istilah yang tidak dipahami).
Efek komunikasi adalah dampak atas satu atau lebih orang yang
terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu
ada konsekuensi. Contohnya adalah bertambahnya pengetahuan, belajar
bagaimana menganalisis, mengevaluasi sesuatu, memperoleh sikap atau
keyakinan baru, dan memperoleh cara-cara baru dalam bertindak.
Etik dan kebebasan memilih. Dimensi etis rumit karena etik begitu
terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga susah
untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap orang.
Komunikasi dikatakan etis atau tidak etis, landasannya adalah gagasan
kebebasan memilih serta asumsi bahwa setiap orang mempunyai hak
untuk menentukan pilihannya sendiri. Komunikasi dikatakan etis bila
menjamin kebebasan memilih seseorang dengan memberikan kepada
orang tersebut dasar pemilihan yang akurat. Komunikasi dikatakan
tidak etis bila mengganggu kebebasan memilih seseorang dengan
menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan informasi yang relevan
14
b. Definisi berdasarkan hubungan diadik (Relational [dyadic])
Mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang
berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang
mantap dan jelas. Maka dari itu hampir tidak mungkin ada komunikasi
diadik (dua orang) yang bukan komunikasi antarpribadi.
c. Definisi berdasarkan pengembangan (Developmental)
Komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan
komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada satu ekstrem
menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrem yang lain.
Komunikasi berdasarkan pengembangan berasal dari tiga faktor, yakni :
prediksi berdasarkan data psikologis, pengetahuan yang menjelaskan,
dan aturan yang ditetapkan secara pribadi.
Penelitian ini memilih komunikasi interpersonal diadik. Hal ini
dikarenakan komunikasi yang terjadi di antara dua orang dan hubungan antara
keduanya mantap dan jelas. Hubungannya keduanya mantap dan jelas karena
terjadi antara anak remaja dan ibunya.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua
orang yang menjalin hubungan interpersonal (DeVito, 2011). Karena sifatnya
yang interpersonal inilah, maka komunikasi antar pribadi mampu menjadi salah
satu unsur paling penting dalam membentuk pribadi, menggerakkan partisipasi,
memodifikasi sikap-perilaku individu, meningkatkan relasi, menyehatkan jiwa,
3. Kualitas Komunikasi Interpersonal
Kualitas komunikasi dapat dilihat dari tiga sudut pandang : (DeVito, 2011)
1. Sudut pandang humanistis. Pandangan yang menekankan pada keterbukaan,
empati, sikap mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan
interaksi yang bermakna, jujur, dan memuaskan (Bochner & Kelly, 1974).
Pendekatan ini sesuai dengan kondisi yang mendukung terciptanya
hubungan antar manusia yang superior misalnya kejujuran, keterbukaan, dan
sikap positif. Pendekatan ini sesuai dengan situasi dalam keluarga di mana
di dalam keluarga dituntut adanya kejujuran, keterbukaan, dan sikap positif
supaya terjadi keharmonisan di dalam keluarga.
2. Sudut pandang pragmatis atau keperilakuan. Pandangan yang menekankan
pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum,
kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik. Pendekatan ini
sesuai pada situasi lingkungan kerja yang menekankan pada manajemen
antara hubungan atasan dengan bawahan serta untuk mencapai tujuan yang
sama yakni tujuan perusahaan.
3. Sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan. Pendekatan
ini didasarkan pada model ekonomi imbalan dan biaya. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan kemitraan di mana
imbalan dan biaya saling dipertukarkan. Beberapa pola pertukaran ternyata
produktif dan lainnya destruktif bagi suatu hubungan. Pendekatan ini
16
mitra, di mana ketika mitra itu menguntungkan maka hubungan itu dapat
terus berjalan dengan adanya pertukaran antara imbalan dan biaya. Namun,
ketika mitra tersebut sudah tidak menguntungkan maka dapat ditinggalkan
begitu saja. Pendekatan ini sesuai pada hubungan antara perusahaan satu
dengan perusahaan yang lainnya.
Penelitian ini memilih sudut pandang humanistis karena sesuai dengan situai
dalam lingkungan keluarga dan terjadi pada komunikasi antara ibu dengan
anak remajanya di mana ada keinginan untuk menciptakan interaksi yang
bermakna, jujur, dan memuaskan. Berdasarkan sudut pandang humanistis yang
sesuai dengan lingkungan keluarga, DeVito (2011) membuat lima kualitas
umum yang dipertimbangkan : keterbukaan (openness), empati (empathy),
sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality). Komunikasi Interpersonal dapat dikatakan berkualitas jika dalam
berkomunikasi memenuhi lima kualitas umum tersebut (DeVito, 2011).
4. Aspek-aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal
Menurut DeVito (2011) aspek-aspek komunikasi interpersonal yang efektif
adalah :
a. Keterbukaan (Openess)
Keterbukaan memiliki tiga aspek utama yaitu: pertama, komunikator
antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak
informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini
patut. Kedua, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur pada
stimulus yang datang yakni dengan cara bereaksi secara spontan terhadap
orang lain. Ketiga, komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
dilontarkan sesuai dengan yang dimiliki dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Empati (Emphaty)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu
saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain
itu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya
dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
Secara nonverbal, komunikasi empati dapat diperlihatkan dengan
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik
yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang
penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta sentuhan atau belaian yang
sepantasnya.
Authier dan Gustafon (1982) menyarankan beberapa metode komunikasi
empati secara verbal, merefleksikan balik kepada pembicara, perasaan (dan
intensitasnya) yang sedang dialaminya, membuat pernyataan tentatif dan
bukan mengajukan pertanyaan, menanyakan pesan yang berbaur, pesan
yang komponen verbal dan nonverbalnya saling bertentangan, dan
18
perasaan orang lain itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan
pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu.
c. Dukungan (Supportiveness)
Sikap mendukung dapat ditunjukkan dengan bersikap :
1. Deskriptif. Suasana yang deskriptif adalah suasana yang tidak
mengevaluasi. Mempersepsikan suatu komunikasi sebagai
permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian
tertentu.
2. Spontanitas. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus
terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya
bereaksi dengan cara yang sama, terus terang, dan terbuka
3. Provisionalisme. Bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta
bersedia mendengarkan pandangan yang berlawanan dan bersedia
mengubah posisi jika keadaan mengharuskan
d. Kepositifan (Positiveness)
Sikap positif dalam komunikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang supaya
menikmasti interaksi dan berekasi secara menyenangkan dalam berinteraksi.
Dari segi sikap, dapat mengacu dari dua aspek yaitu memiliki sikap positif
terhadap diri sendiri dan perasaan positif untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
Dari segi dorongan, dapat ditunjukkan dengan perilaku mendorong
umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang
biasanya kita harapkan, kita nikmati, dan kita banggakan.
e. Kesetaraan (Equality)
Harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan. Kesetaraan tidak mengharuskan kita
menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan non verbal
pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau seperti istilah
Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan
positif tak bersyarat kepada orang lain.
5. Faktor-faktor Kualitas Komunikasi Interpersonal
Menurut Lunandi (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut:
a. Citra diri
Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang
lain di lingkungan. Melalui komunikasi dengan orang lain seseorang akan
mengetahui apakah dirinya dibenci, dicinta, dihormati, diremehkan, dihargai
atau direndahkan.
b. Lingkungan fisik
Perbedaan tempat akan mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan
20
di mana komunikasi itu dilakukan karena setiap tempat mempunyai aturan,
norma atau nilai-nilai sendiri.
c. Lingkungan sosial
Penting untuk dipahami, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi dalam keluarga memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial.
Lingkungan sosial dapat berupa lingkungan masyarakat, lingkungan kerja,
dan lingkungan keluarga.
Menurut Rakhmat (1999) faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan
interpersonal dalam komunikasi interpersonal adalah:
a. Percaya (trust)
Percaya disini merupakan faktor yang paling penting sejauh mana percaya
kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Dengan
adanya percaya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal karena
membuka hubungan komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan
informasi.
b. Sikap suportif
Sikap suportif adalah adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi seseorang bersikap defensif apabila tidak menerima, tidak jujur,
c. Sikap terbuka (open mindedness)
Dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong
timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting
yaitu saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia
Remaja berasal dari bahasa asli adolesence yang berasal dari bahasa latin
adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung
oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu
usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu
usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang
yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Remaja
sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk
golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk
masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang
dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri”
atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan
memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk.,
22
Awal masa remaja berlangsung dari umur 13 sampai 14 tahun, masa
remaja tengah berlangsung dari umur 15 sampai 17 tahun, dan masa remaja
akhir berlangsung dari umur 18 hingga 21 tahun (Thornburg, 1982 dalam
Dariyo, 2004).
2. Karakteristik Perkembangan Remaja Putri dan Remaja Putra
a. Perubahan Pubertas dan Perkembangan Fisik
Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka
dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja.
Bagi anak perempuan adalah pertambahan tinggi badan yang cepat,
menarche (haid pertama), pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut
kemaluan (Santrock, 2002).
Bagi anak laki-laki adalah pertambahan tinggi badan yang cepat,
tumbuhnya kumis dan mimpi basah pertama, pertumbuhan penis,
pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan (Malina, 1991 dan
Tanner, 1991, dalam Santrock, 2002).
Perubahan fisik yang terjadi pada
masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan
sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiw
Pada anak perempuan, hormon Estradiol mulai berkembang. Hormon
ini merupakan hormon yang berkaitan dengan perkembangan buah dada,
rahim, dan kerangka pada anak perempuan (Santrock, 2002).
Pada anak laki-laki, hormon Testosteron mulai berkembang. Hormon
ini ialah hormon yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin,
pertambahan tinggi, dan perubahan suara pada anak laki-laki (Santrock,
2002).
Pada remaja yang sudah mulai mengalami perubahan pada fisiknya
akan lebih disibukkan dengan tubuhnya dan mengembangkan citra
individual tentang tubuh mereka. Beberapa remaja memasuki masa pubertas
lebih awal, yang lain lagi terlambat, dan yang lainnya lagi tepat pada
waktunya. Perbedaan waktu dalam memasuki masa pubertas juga
berdampak pada tingkat kepuasan yang dimilikinya. Pada remaja laki-laki
yang lebih cepat matang akan memahami diri dengan lebih positif dan lebih
berhasil menjalin relasi dengan teman-teman sebaya (Jones, 1965 dalam
Santrock 2002), namun pada usia 30-an rasa identitas yang dimiliki menjadi
kurang kuat (Peskin, 1967, dalam Santrock, 2002). Sebaliknya pada anak
laki-laki yang terlambat matang akan kurang dapat berrelasi dengan
teman-teman sebaya namun pada usia 30-an akan memiliki rasa identitas yang
lebih kuat. Pada remaja perempuan yang lebih cepat matang akan
mengalami lebih banyak masalah di sekolah namun juga lebih mandiri, dan
lebih populer di mata anak laki-laki, akan tetapi pada perkembangannya
24
perempuan yang terlambat matang, mereka cenderung tidak populer namun
pada perkembangannya tubuh mereka menjadi lebih baik karena kurus dan
tinggi (Santrock 2002). Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa konflik
antara orang tua dan remaja adalah yang paling penuh tekanan selama
puncak pertumbuhan pubertas (Hill, dkk., 1985; Silverberg & Steinberg,
1990; Steinberg, 1981, dalam Santrock, 2002). Hal ini dikarenakan adanya
perubahan hakekat relasi antara orang tua-remaja dan perubahan-perubahan
hubungan pengasuhan. Orang tua harus lebih memahami anak remajanya
yang sedang mengalami perubahan fisik. Anak remaja harus diberi
pengarahan dan pengertian supaya mereka tidak menjadi minder atau
terlewat bangga pada perubahan yang terjadi pada fisik mereka. Hal ini
dilakukan supaya anak remaja selalu dapat melakukan tugas perkembangan
mereka dengan baik.
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (1952, dalam Santrock, 2002) pemikiran operasional
formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional
formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional
konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa
memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri
biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan
gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan
menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat
pemahaman lebih mendalam.
Menurut Piaget (1952, dalam Santrock, 2002) secara lebih nyata
pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis.
Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan denga
dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis
dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang
lain dan dunia. Remaja berpikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan
secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam
perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan
kognitif remaja.
c. Perkembangan Emosi dan Sosial
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja
mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu
dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membanta
sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa
tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses
sosial-emosional dalam perkembangan remaja. Flavell (dalam Santrock,
2002) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau
26
adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Havighurts (1961, dalam
Hurlock, 1991) berpendapat bahwa pada remaja juga mengalami pencapaian
hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun
wanita, mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita, menerima keadaan
fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan
mencapai perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab, mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya,
mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga,
serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku-mengembangkan ideologi.
d. Perkembangan Relasi
Menurut Santrock (2002) teman sebaya ( 1. Hubungan dengan Teman Sebaya
peers) adalah anak-anak atau
remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Piaget
(dalam Santrock, 2002) dan Sullivan (1953, dalam Santrock, 2002)
mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola
hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan
teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan
pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses
penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang
berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang
remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang
memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih
sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh
lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual.
2. Hubungan de
Menurut Steinberg (1993) mengemukakan bahwa
adalah suatu periode ketika konflik denga
tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi
peningkatan idealism dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus
pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada
dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak rang tua dan remaja.
Collins (1990) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja
mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak
mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini
terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan
memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar
orang tua.
Dari uraian tersebut, ada baiknya jika anda dapat mengurangi konflik yang
terjadi dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang
diberikan oleh Santrock, (2002) yaitu :
a. Menetapkan aturan-aturan dasar bagi pemecahan konflik.
28
c. Mencoba melakukan curah pendapat (brainstorming).
d. Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah.
e. Menulis kesepakatan.
f. Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat kemajuan
yang telah dicapai.
e. Laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik dasar yang dibawa sejak
lahir. Perbedaan tersebut yang membuat munculnya perbedaan cara
berkomunikasi dan berprilaku diantara keduanya. Perbedaan karakteristik
tersebut adalah: (Lippa, 2005)
1) Laki-laki:
a) asertif
b) percaya diri
c) terbuka
d) agresif
e) ingin berkompetisi untuk memperoleh yang dinginkan
f) senang bekerja secara kelompok
g) senang berkhayal
h) pemimpin dengan model autokrat
i) suka bernegosiasi
2) Perempuan:
a) penolong/perhatian
c) pengendalian diri yang baik
d) memiliki pemikiran yang tradisional
e) cepat bereaksi ketika dilanda stress
f) lebih berani mengambil resiko
g) lebih menyesuaikan diri dengan kelompok (konformitas)
h) pemimpin yang bersifat demokrat
i) lebih mengerti bahasa non verbal
Selain itu, kebutuhan cinta yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan
juga berbeda. Laki-laki memerlukan kepercayaan, penerimaan, penghargaan,
kekaguman, persetujuan, dan dorongan. Sedangkan perempuan memerlukan
perhatian, penegertian, hormat, kesetiaan, penegasan, dan jaminan (Gray,
30
C.Dinamika Antar Variabel
Remaja memiliki perubahan-perubahan yang signifikan baik dari segi
fisik, kognitif, dan emosi-sosial. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat
yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum
juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa.
Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering
dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja
masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi
fisik maupun psikisnya (Monks, dkk., 2001). Perubahan-perubahan yang
tampak adalah adanya perubahan fisik menuju ke arah pubertas, terlihat
nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan
serta kematangan sosial, diantara perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa
menjadi semakin panjang atau tinggi.
Pada anak perempuan, hormon Estradiol mulai berkembang. Hormon ini
merupakan hormon yang berkaitan dengan perkembangan buah dada, rahim,
dan kerangka pada anak perempuan (Santrock, 2002). Pada anak laki-laki,
hormon Testosteron mulai berkembang. Hormon ini ialah hormon yang
berkaitan dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi, dan
perubahan suara pada anak laki-laki (Santrock, 2002).
Perkembangan pola pikir yang menuju ke tahap operasional formal yakni
lebih abstrak, idealis, dan logis, serta adanya perkembangan emosi-sosial, di
orang tua (Santrock, 2002). Perubahan ini baik karena menunjukkan bahwa
seorang anak menuju fase kehidupan yang lebih tinggi. Pada remaja akhir,
remaja sudah tidak terlalu disibukkan dengan perubahan fisik yang mereka
alami. Selain itu, mereka sudah lebih banyak melalui masa remaja yang ada
hubungannya dengan perubahan pola pikir, pergaulan, dan tututan yang tinggi.
Dalam perkembangannya remaja memerlukan peran ibu sebagai sosok
pembimbing dan sahabat untuk mengatasi masalah yang sedang dialami. Peran
ibu berbeda pada remaja putra dan remaja putri terkait adanya perbedaan
gender di antara keduanya serta adanya perbedaan kebutuhan perkembangan
yang dimiliki anak remajanya. Pada dasarnya remaja putri lebih suka memberi
nasihat, lebih mudah menyampaikan emosi yang sedang dirasakan, mudah
mengeluh, bersikap dewasa, dan mudah mengungkapkan kekecewaan.
Sedangkan remaja putra, kurang mau mengerti perasaan orang lain, kurang
mau mendengarkan, tidak mau disalahkan, dan kurang tanggap akan suatu
situasi (Gray, 1995). Melihat hal tersebut maka antara remaja putra dan ibunya
memunculkan konflik yang lebih besar. Adanya perbedaan itu maka kualitas
komunikasi yang tercipta pun menjadi berbeda.
Maka dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada, peneliti dapat
membuat hipotesis kualitas komunikasi remaja akhir putri dan ibunya lebih
32
D. Skema Perbedaan Kualitas Komunikasi Remaja Putra dan Remaja Putri dengan Ibunya
4. Sikap Positif
5. Kesetaraan b) percaya diri
c) terbuka
d) agresif
e) ingin berkompetisi untuk memperoleh yang dinginkan
f) senang bekerja
secara kelompok g) senang berkhayal
h) pemimpin dengan
model autokrat i)suka bernegosiasi
a) penolong/perhatian
b) mudah cemas
c) pengendalian diri yang baik
d) memiliki pemikiran yang tradisional
e) cepat bereaksi
ketika dilanda stress
f) lebih berani
mengambil resiko g) lebih menyesuaikan
diri dengan kelompok (konformitas)
h) pemimpin yang
bersifat demokrat
E. Hipotesis
Hipotesis: Kualitas komunikasi antara remaja akhir putri dan ibunya lebih
tinggi dibandingkan dengan kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan
analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode
statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada pendekatan
inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan
hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Metode
kuantitatif akan menghasilkan signifikansi perbedaan kelompok (Azwar,
2007). Penelitian ini bertujuan untuk mencari adatidaknya perbedaan kualitas
komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putra dengan ibunya.
B. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Tergantung : Kualitas Komunikasi
2. Variabel Bebas : Jenis Kelamin Remaja
C. Definisi Operasional
1. Variabel Tergantung : Kualitas Komunikasi
Kualitas komunikasi adalah adalah tingkatan pencapaian kesamaan
pandangan atas ide yang dipertukarkan antara komunikator dan penerima
empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan. Kualitas komunikasi diukur
dengan menggunakan skala yang berisi item-item berdasarkan aspek-aspek
yang ada. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin tinggi pula
kualitas komunikasi yang dimiliki oleh remaja tersebut.
2. Variabel Bebas : Jenis kelamin
Jenis Kelamin dapat dibedakan menjadi 2 yakni pria dan wanita. Maka
dari itu pada remaja dapat dibedakan menjadi remaja putri dan remaja putra.
Jenis kelamin diketahui dengan menanyakan data jenis kelamin (laki-laki
atau perempuan) pada subjek yang tersedia di bagian awal dari kuesioner.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir usia 18-21 tahun pada
remaja putri berjumlah 50 orang dan pada remaja putra berjumlah 50 orang.
Karakteristik pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
a. Remaja akhir yang berusia minimal 18 tahun dan maksimal 21 tahun.
b. Berjenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan jumlah masing-masing
50 orang
c. Remaja yang masih dan atau pernah memiliki ibu kandung
Cara mencari sampel penelitian adalah dengan menggunakan model
quota sampling, yaitu pemilihan subjek dengan menentukan jumlah subjek
36
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu dengan menggunakan metode survey
dengan alat pengambilan data bermodel skala likert mengenai Kualitas
Komunikasi. Skala Kualitas Komunikasi ini disusun oleh peneliti dengan
mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh DeVito (2011) yaitu :
keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, kemudian peneliti menyusun 50 butir
pernyataan yang terdiri 25 butir pernyataan favorable dan 25 butir pernyataan
Tabel 1
Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Sebelum Seleksi Item
Aspek Nomor Item Bobot Jumlah
Item Favorable Unfavorable
Keterbukaan
(Supportiveness)
3,8,20,27,36 13,17,32,41,44 20 % 10
Kepositifan
(Positiveness)
4,21,26,37,48 9,12,16,31,43 20 % 10
Kesetaraan
(Equality)
5,22,38,47,50 10,11,25,30,42 20 % 10
Total 100 % 50
Skala disusun menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Summated
Rating) dengan Skala Likert, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar,
2003). Dengan metode ini, subjek diminta untuk merespon item-item yang
dirumuskan secara favorable dan unfavorable.
Pada skala peneliti tidak mengunakan N (netral) dan hanya menggunakan
38
STS (Sangat Tidak Sesuai). Dasar pemilihan tersebut, menurut Hadi (1991)
didasarkan pada tiga alasan, yaitu :
1. Kategori undedicated yaitu arti ganda, bisa diartikan belum
memutuskan/memberi jawabaan (menurut konsep aslinya), bisa juga
diartikan netral, sangat sesuai, sangat tidak sesuai bahkan ragu-ragu.
2. Tersedianya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan
manjawab ditengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang
ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya, kearah sesuai atau tidak sesuai.
3. Maksud kategorisasi SS-S-TS-STS
Penilaian subjek untuk pernyataan positif (favorable) :
Tabel 2
Skor Butir-Butir Favorable Pada Skala Kualitas Komunikasi
Respon Skor
Sangat Sesuai 4
Sesuai 3
Tidak sesuai 2
Sangat tidak sesuai 1
Semakin tinggi skor subjek, maka semakin tinggi kualitas komunikasi pada
subjek. Sebaliknya, semakin rendah, maka semakin rendah kualitas komunikasi
Penilaian subjek untuk pernyataan negatif (unfavorable) dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3
Skor Butir-butir Unfavorable Skala Kualitas Komunikasi
Respon Skor
Sangat Sesuai 1
Sesuai 2
Tidak Sesuai 3
Sangat Tidak Sesuai 4
Skor yang rendah menunjukkan subjek memiliki kualitas komunikasi yang
rendah. Sebaliknya, skor yang tinggi menunjukkan subjek memiliki kualitas
komunikasi yang tinggi.
F. Kredibilitas Alat Ukur 1. Estimasi Validitas
a. Validitas isi
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat
professional judgment (Azwar, 2003). Peneliti bertanya kepada dosen
pembimbing. Diawali dengan melihat acuan tokoh dalam penentuan
40
dengan blue print nya dan memeriksa apakah masing-masing item telah
sesuai dengan aspek yang akan diungkapnya.
b. Validitas tampang
Maksud dari validitas tampang ini adalah melihat sekilas
definisi operasional, aspek, item dan blue print yang kemudian
ditanyakan kepada dosen pembimbing tentang kesesuaian di dalamnya.
Dari sana dapat dilihat apakah alat ukur sudah dapat melakukan fungsi
pengukuran dengan tepat.
2. Estimasi Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur merupakan keajegan dari alat ukur terkait
dengan hasil yang didapatkan pada subjek yang berbeda. Uji reliabilitas
digunakan untuk mengetahui seberapa besar hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Metode yang digunakan adalah dengan metode Alpha Cronbach
yakni membelah sebanyak item. Mengetahui reliabilitas item dengan
melihat nilai Cronbach yang diuji dengan SPSS for windows versi 17.
Koefisien reliabilitas berkisar mulai dari 0,0 sampai dengan 1,0. Alat ukur
dikatakan reliable jika koefisien reliabilitasnya mendekati 0.9 (Azwar,
2003).
Seleksi Item
Seleksi item sangat dibutuhkan pada pembuatan alat ukur. Seleksi
ada di dalamnya. Seleksi item digunakan untuk melihat apakah
indikator-indikator pada alat ukur sudah sesuai dengan apa yang ingin diungkap.
Selain itu, untuk melihat penulisan item apakah sudah sesuai dengan ejaan
yang tepat dan tidak memiliki social desirability. Karena apabila memiliki
social desirability yang tinggi maka subjek akan cenderung menjawab
hanya sesuai dengan tuntutan sosial dan bukan sesuai dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada diri subjek. Kemudian seleksi item
menggunakan uji daya beda.
Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan
antara subyek pada aspek yang hendak diukur oleh tes yang bersangkutan.
Pengujian daya beda dapat dilakukan dengan menghitung koefisien
korelasi antara distribusi skor tiap item dengan skor total tes itu. Pengujian
konsistensi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (Rix). Hasil
ini disebut indeks daya beda item. Batasan yang digunakan 0,3. Item yang
memiliki nilai r diatas 0,3 dianggap memenuhi kriteria sebagai item yang
baik, sedangkan item yang memiliki nilai r kurang dari 0,3 dianggap
sebagai item yang buruk dan akan digugurkan (dalam Azwar, 2003). Jika
jumlah item yang baik tidak mencukupi jumlah yang dibutuhkan, maka
42
3. Hasil Uji Skala
a. Estimasi Reliabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS for windows
versi 17, Skala Kualitas Komunikasi memiliki koefisien Alpha Cronbach
sebesar 0,944. Hasil koefisien alpha Skala Kualitas Komunikasi
menunjukkan bahwa skala tersebut reliabel.
b. Estimasi Daya Beda Item
Peneliti melakukan uji coba Skala Kualitas Komunikasi dengan
melibatkan 60 subjek yaitu 30 remaja akhir puttri dan 30 remaja akhir
putra. Setelah data terkumpul, skala Kualitas Komunikasi kemudian
diproses menggunakan SPSS for windows versi 17. Hasil analisis
pengukuran Skala Kualitas Komunikasi dengan melihat nilai r yang
kurang dari 0,3 menunjukkan bahwa dari 50 item yang diujikan, terdapat
41 item yang baik dan 9 item yang gugur. Hasil dari uji daya beda Skala
Tabel 4
Blue Print Skala Kualitas Komunikasi Setelah Uji Coba
Aspek Nomor Item Bobot Jumlah
Item Favorable Unfavorable
Keterbukaan
(Supportiveness)
3,8,20,27,36 13,17,32,41,44 20 % 10
Kepositifan
(Positiveness)
4,21,26,37,48 9,12,16,31,43 20 % 10
Kesetaraan
(Equality)
5,22,38,47,50 10,11,25,30,42 20 % 10
Total 100 % 50
Keterangan : Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam try out.
Setelah melakukan seleksi item dan dengan melihat sebaran jumlah item per aspek
yang masih proporsional maka dibuat hasil akhir Skala seperti yang ada pada tabel
44
Tabel 5
Blue Print Skala Kualitas Komunikasi
Aspek Nomor Item Bobot Jumlah
Item Favorable Unfavorable
Keterbukaan
(Supportiveness)
8,20,27,36 17,41,44 17 % 7
Kepositifan
(Positiveness)
4,21,37,48 9,12,16,31,43 22 % 9
Kesetaraan
(Equality)
5,22,38,47,50 10,25,30 19,5 % 8
Total 100% 41
G. Metode Analisis Data 1. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan
kualitas komunikasi antara remaja akhir putra dan remaja akhir putri
dengan ibunya. Metode yang dilakukan adalah dengan independent
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Peneliti sudah memiliki gambaran akan melakukan penelitian pada
mahasiswa program studi Mekatronika Universitas Sanata Dharma
sebagai subjek laki-laki dan mahasiswa program studi Sastra Inggris
Universitas Sanata Dharma sebagai subjek perempuan. Maka dari itu,
peneliti meminta persetujuan pada dosen pengampu Sastra Inggris dan
Mekatronika seminggu sebelum penelitian diadakan. Ketika sudah
diberi persetujuan maka peneliti menyiapkan diri untuk melakukan
penelitian.
2. Proses Penelitian
Penelitian diadakan pada 1 Desember 2011. Peneliti melakukan
penelitian pada satu kelas prodi Mekatronika yang termasuk dalam
semester tiga. Penyebaran dilakukan terhadap satu isi kelas. Kemudian
penelitian berlanjut pada dua kelas prodi Sastra Inggris. Penelitian
dilanjutkan pada mahasiswa PGSD, PBI dan Sastra Inggris di luar
kelas.
Peneliti menyebarkan 110 kuesioner dalam penelitian kali ini.
46
kuesioner yang berisi satu skala yaitu skala kualitas komunikasi.
Jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 100 dengan pembagian 50
laki-laki dan 50 perempuan dengan kriteria berusia 18-21 tahun. Jumlah
kuesioner yang disebar lebih banyak dari yang dibutuhkan, hal ini untuk
mengantisipasi adanya kuesioner yang gugur. Kuesioner dinyatakan
gugur ketika usia subjek lebih dari 21 tahun, cara pengisian yang
kurang tepat, dan adanya pernyataan yang tidak diisi dengan lengkap.
3. Data Demografis Subjek Penelitian
Tabel 6
Usia Subjek
Usia
Jenis
Kelamin
18 Tahun 19 Tahun 20 Tahun 21 Tahun
Laki-laki 9 17 14 10