• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Program Studi Psikologi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh:

Cicilia Gita Wardani NIM: 079114087

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Bebaskanlah ilmu dalam pikiranmu…

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus………

Bapak, Ibu serta Adik-adikku………

Pacar tersayangku…

Keluarga besar….

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN

PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL

Cicilia Gita Wardani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi interaksi sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah interaksi sosial teman sebaya seseorang maka semakin rendah pula prestasi belajarnya. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja awal usia 13-14 tahun yang mengikuti pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan skala interaksi sosial teman sebaya dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,947 dan juga pengumpulan nilai raport. Dari hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,135 dengan taraf signifikansi 0,111. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal.

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH PEERS AND

ACHIEVEMENT OF STUDY IN EARLY ADOLESCENCE

Cicilia Gita Wardani

ABSTRACT

The goal of this research is to test whether there is a correlation between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence. The hypothesis in this research is that there is a positive relationship between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence. Moreover, it can be said that the higher of social interaction with peers level the higher achievement of study will be earned. On the contrary, the lower with social interaction peers level the lower achievement of study will be earned. The subject of this research are junior high school students in the age of 13-14 years old. The data collection is done by distribute the social interaction peers scale with 0,947 coefficient of reliability and also collecting final grade report. From the data analysis the researcher gets 0.135 coefficient of correlation with 0.111 level of significance. These assume that there is no significant correlation between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence age.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas

bimbingan dan perlindunganNya saya dapat menyelesaikan karya ini dengan baik.

Untuk itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dra. Lusia Pratidarmastiti, M.S. selaku panitia penguji skripsi,

sehingga skripsi ini dinyatakan memenuhi syarat.

5. MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi., M.Si. selaku panitia penguji

skripsi, sehingga skripsi ini dinyatakan memenuhi syarat.

6. Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Mbak Nanik,

Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie), terimakasih atas segala kerjasama

yang diberikan untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

8. Bapak, Ibu, Lina, Lexa dan keluarga besar yang telah memberikan

dukungan serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

(11)

xi

9. Pacarku tersayang Yudha, yang tak pernah bosan menemani serta

memberikan dukungan yang luar biasa setiap saat.

10. Teman-teman serta sahabat Yani, Sheela, Nana, Clara, Novian,

Bondan, Lanang, Uthe, dan Tika yang selalu memberikan penghiburan

serta pencerahan dalam penyelesain karya ini.

11. Teman-teman psikologi angkatan 2007 seperjuangan yang tidak bisa

saya sebutkan satu per satu terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu. Terimakasih

semuanya.

Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II : LANDASAN TEORI ... 8

(13)

xiii

1. Pengertian Remaja ... 8

2. Ciri-Ciri Periode Remaja Awal ... 10

3. Tugas Perkembangan Remaja Awal ... 12

4. Prestasi Belajar Pada Remaja Remaja Awal ... 15

B. Prestasi Belajar ... 16

1. Pengertian Prestasi Belajar ... 16

2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 18

3. Riset Terkait Prestasi Belajar ... 22

C. Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 23

1. Pengertian Interaksi Sosial ... 23

2. Aspek Interaksi Sosial ... 24

3. Bentuk Interaksi Sosial yang Asosiatif ... 26

4. Dampak Interasi Sosial Teman Sebaya ... 26

D. Dinamika Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar ... 28

E. Hipotesis ... 31

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian ... 33

C. Definisi Operasional ... 33

D. Subyek Penelitian ... 35

E. Sampling ... 35

(14)

xiv

G. Kredibilitas Alat Ukur ... 38

1. Estimasi Validitas ... 38

2. Estimasi Reliabilitas ... 38

3. Seleksi Aitem ... 39

H. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Asumsi ... 40

2. Uji Hipotesis... 41

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Pelaksanaan Penelitian ... 42

B. Data Demografis Subyek Penelitian ... 42

C. Uji Asumsi ... 43

1. Uji Normalitas ... 43

2. Uji Linearitas ... 44

D. Hasil Penelitian ... 45

1. Uji Hipotesis... 45

2. Deskripsi Data Penelitian ... 46

E. Pembahasan ... 47

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Interaksi Sosial ... 36

Tabel 2. Tabel Spesifikasi Aitem Interaksi Sosial ... 36

Tabel 3. Skor Butir-Butir Favorabel Skala Interaksi Sosial ... 37

Tabel 4. Skor Butir-Butir Unfavorabel Skala Interaksi Sosial ... 37

Tabel 5. Tabel Spesifikasi Aitem Sesudah Uji Coba ... 40

Tabel 6. Data Demografis Subyek ... 43

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas ... 44

Tabel 8. Data Teoritis dan Empirik Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 46

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Hubungan Antara Interaksi Sosial Teman Sebaya dan

Prestasi Belajar ... 32

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Interaksi Sosial Sebelum Uji Coba ... 53

Lampiran 2. Skala Interaksi Sosial Sesudah Uji Coba ... 61

Lampiran 3. Reliabilitas Skala Interaksi Sosial ... 66

Lampiran 4. Data Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 73

Lampiran 5. Data Penilaian Hasil Belajar ... 74

Lampiran 6. Uji Normalitas... 75

Lampiran 7. Uji Linearitas ... 76

Lampiran 8. Uji Hipotesis ... 77

(18)

1

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan kesempatan bagi

setiap orang untuk menuntut ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan tersebut, maka diperlukan

suatu evaluasi. Evaluasi ini merupakan salah satu indikator untuk mengetahui

prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar itu sendiri adalah kemampuan aktual yang dapat diukur

dengan menggunakan alat ukur yang namanya tes (Subandi, dalam Nashori,

2004). Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai hasil dari suatu aktivitas

belajar yang didapatkan lewat pengukuran dan penilaian terhadap hasil pendidikan

yang diwujudkan berupa angka atau nilai maupun indeks prestasi (Subandi dalam

Nashori,2004).

Salah satu kelompok usia terbesar yang menempuh pendidikan formal di

sekolah adalah kelompok usia remaja. Pada penelitian ini, fokus dilakukan pada

kelompok usia remaja awal yaitu individu yang memasuki SMP (Thornburg,

dalam Dariyo, 2004). Pada masa remaja awal ini, prestasi belajar masih sangat

dipengaruhi oleh teman sebayanya. Bahkan pengaruh keluarga dapat dikatakan

lebih rendah dibandingkan pengaruh teman sebaya dalam menumbuhkan minat

berprestasi pada remaja. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan dalam diri

siswa yang memasuki usia remaja awal, karena teman-teman mereka menaruh

(19)

Pentingnya prestasi belajar pada masa remaja awal ini juga dapat dilihat

dari tugas perkembangannya. Remaja awal memiliki tugas perkembangan untuk

mempersiapkan diri dalam memilih lapangan pekerjaan. Untuk membantu

individu dalam mempersiapkan memilih lapangan pekerjaan tersebut, perlu

diketahui minat dari masing-masing individu. Minat ini berfungsi sebagai

informasi mengenai ketertarikan serta tingginya motivasi individu terhadap suatu

bidang pekerjaan. Minat tersebut salah satunya dapat dilihat dari prestasi belajar

siswa di sekolah (Santrock, 2007).

Prestasi belajar pada remaja yang memasuki tahap perkembangan remaja

awal seharusnya dapat dicapai secara optimal. Akan tetapi dewasa ini standar

pendidikan yang digunakan semakin meningkat. Tidak semua siswa mampu

mengikuti standar yang digunakan tersebut. Kesulitan mengikuti standar tersebut

bisa dilihat dari prestasi belajar siswa SMP pada tahun 2010 yang menurun. Hal

ini dapat dilihat dari angka kelulusan ujian nasional (UN) yaitu evaluasi tingkat

akhir yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional pada jenjang SMP.

Pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) angka kelulusan tahun 2009

adalah sebesar 95,05%, sedangkan pada tahun 2010 turun menjadi 90,27% (Nuh,

2010). Dalam hal ini, dapat dilihat adanya penurunan angka kelulusan dari tahun

2009 sampai 2010 yaitu sebesar 4,78 %.

Prestasi belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Ini dapat dilihat pada

beberapa riset yang dilakukan berkaitan dengan prestasi belajar. Diantaranya pada

penelitian Sanmustari (dalam Nashori, 2004) yang menyatakan bahwa prestasi

(20)

Nashori,2004), menunjukkan bahwa pengalaman belajar, kemandirian dan

intelegensi berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa. Sedangkan pada

penelitian Hardjito (dalam Nashori, 2004) menyatakan bahwa kebiasaan belajar

juga berpengaruh terhadap prestasi belajar. Selain itu, penelitian Subandi (dalam

Nashori, 2004) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, sikap terhadap

penyajian materi kuliah berhubungan dengan prestasi belajar. Kemudian

penelitian Jufri (dalam Nashori, 2004) menyatakan efikasi diri, ketrampilan

belajar dan penyesuaian diri berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Beberapa pandangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar adalah Slamet (dalam Nashori, 2004) menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dibedakan dalam dua kelompok yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam

diri individu, meliputi kesehatan, cacat tubuh, intelegensi atau kecerdasan,

perhatian, minat, bakat, dan motif. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari

luar individu, termasuk didalamnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,

metode mengajar, relasi pengajar dengan pelajar, dan alat pengajaran. Sejalan

dengan itu, Soeryabrata (dalam Tjudjing, 2001) juga membagi faktor tersebut

dalam dua macam yaitu faktor internal yang meliputi keadaan fisik, intelegensi,

tujuan belajar, minat, kepercayaan diri, keuletan, pedoman belajar, cara belajar

dan pengaturan waktu. Serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga,

(21)

Berdasarkan riset dan pandangan beberapa tokoh di atas, dapat dilihat

beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Faktor-faktor ini

secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal termasuk didalamnya adalah kesehatan, cacat tubuh, intelegensi

atau kecerdasan, perhatian, minat, bakat, motif, pengalaman belajar, tujuan

belajar, kemandirian, kebiasaan belajar, kecerdasan emosional, sikap terhadap

penyajian materi, efikasi diri, ketrampilan belajar, kepercayaan diri, pengaturan

waktu dan penyesuaian diri. Faktor eksternal seperti cara orang tua mendidik,

relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orang tua, metode mengajar, relasi pengajar dengan pelajar, alat

pengajaran dan keadaan lingkungan masyarakat.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar pada tahap

perkembangan remaja awal adalah faktor eksternal atau yang berasal dari luar diri

siswa. Dalam hal ini peranan teman sebaya sangat berpengaruh dalam

menumbuhkan minat berprestasi. Hubungan yang baik antara individu dengan

orang lain sangat penting untuk mendukung prestasi belajar pada remaja awal

(Hurlock, 1980). Interaksi sosial tinggi yang dimiliki oleh remaja mengakibatkan

mereka memiliki hubungan baik dengan banyak orang, sehingga mereka dapat

saling memberikan dukungan untuk mencapai suatu prestasi yang optimal.

Salah satu bentuk dari interaksi sosial adalah kerja sama, hubungan kerja

sama ini timbul pada saat orang menyadari bahwa mereka mempunyai

kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup

(22)

tersebut (Soekanto, 1982). Dalam hal ini hubungan remaja dengan teman

sebayanya yang masih sama-sama duduk dibangku sekolah mempunyai tujuan

yang sama yaitu mencapai prestasi tinggi di sekolah, maka hubungan kerja sama

ini juga tumbuh diantara mereka. Dari hubungan kerja sama tersebut remaja

cenderung saling membantu dan mendukung dalam menghadapi kesulitan belajar

untuk bersama-sama mencapai prestasi belajar yang optimal.

Misalnya yang terjadi pada kelompok peserta olimpiade fisika. Sebelum

mengikuti olimpiade fisika ini, kelompok peserta menempuh tiga proses tahapan

yaitu tahap seleksi, tahap diskusi dan tahap final. Setelah melalui proses seleksi

kelompok peserta yang lolos diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan

peserta lain untuk membahas materi-materi yang ada. Dengan adanya diskusi ini,

peserta dapat menambah wawasan mengenai berbagai macam pendapat dan

masukan dari peserta lain dalam menyelesaikan soal-soal. Diskusi tidak hanya

dilakukan dengan bertatap muka secara langsung, diskusi ini juga berlangsung

melalui forum yang dibuat lewat internet. Kelompok peserta menjadi semakin

memiliki banyak wawasan dari berbagai sumber, tidak hanya dari buku saja.

Usaha mereka dalam mempersiapkan olimpiade ini menghasilkan beberapa

medali disetiap tahun diadakannya olimpiade Fisika (Tim Olimpiade Fisika,

2011).

Pada tahap perkembangan remaja awal seorang remaja cenderung lebih

dekat dengan teman sebayanya, kedekatan dengan teman sebayanya ini dapat

mempengaruhi minat untuk berprestasi pada remaja. Namun tidak semua

(23)

prestasi yang tinggi, terutama pada usia remaja awal yang masih cenderung

mengikuti norma kelompok dari pada orang tuanya sedangkan prestasi belajar

dianggap sebagai tuntutan dari orang tua. Hal ini dapat terlihat dari hasil Ujian

Nasional siswa SMP menurun pada tahun 2009 dan 2010.

Dengan melihat gejala-gejala yang terjadi diatas, maka penulis tertarik

untuk meneliti “hubungan antara interaksi sosial dan prestasi belajar pada remaja

SMP”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang dipaparkan maka dapat dirumuskan

suatu masalah penelitian yakni “Apakah ada hubungan antara interaksi sosial dan

prestasi belajar pada remaja SMP?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

interaksi sosial dan prestasi belajar pada remaja SMP.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

psikologi pendidikan.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi

(24)

upaya membimbing siswanya dalam membangun interaksi sosial antar

siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang optimal.

b. Pada individu yang memasuki usia remaja awal diharapkan dapat

membantu memberikan informasi mengenai pentingnya membangun

interaksi sosial dengan teman sebaya untuk meraih prestasi belajar

(25)

8

BAB II

LANDASAN TEORI A. Remaja Awal

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescare

(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif ataupun orang-orang

jaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda

dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap

sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah

adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang

lebih luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980).

Penggolongan usia masa remaja dikemukakan oleh beberapa ahli

diantaranya menurut Hurlock (dalam Mappiare, 1982) membagi rentangan

usia remaja antara 13 sampai 21 tahun, yang dibagi pula dalam masa

remaja awal usia 13 / 14 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17

sampai 21 tahun. Sedangkan para ahli lain yakni Singgih Gunarso dan

suami menyatakan usia 12 sampai 22 tahun sebagai masa remaja,

Susilowindradini yang berpatokan pada literature Amerika berpendapat

masa pubertas antara 11/12 sampai 15/16 tahun, masa remaja awal antara

13 sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun, Winarto

(26)

mencakup sebagian besar perkembangan adolescence. Sedangkan Kwee

Soen Liang membagi masa “puberteit” sebagai berikut :

a. Pree puberteit : laki-laki 13-14 tahun, wanita 12-13 tahun

b. Puberteit : laki-laki 14-18 tahun, wanita 13-18 tahun

c. Adolenscence : laki-laki 19-23 tahun, wanita 18-21 tahun

Selain itu, menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004) remaja terbagi dalam

tiga tahap, yaitu remaja awal dengan usia 13 – 14 tahun, remaja tengah

usia 15 – 17 tahun, dan remaja akhir usia 18 – 21 tahun. Masa remaja

awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku Sekolah

Menengah Tingkat Pertama (SLTP), sedangkan masa remaja tengah

individu yang duduk dibangku Sekolah Menengah Umum (SMU),

kemudian mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki

dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. Pada

penelitian ini yang menggunakan subyek siswa SMP maka antara usia 13

sampai 14 tahun.

Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, rentangan usia

remaja berada dalam usia 12 sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai

22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal berada dalam usia 12/13

sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir antara 17/18 sampai 21/22 tahun

(27)

2. Ciri-Ciri Periode Remaja awal

Secara fisik remaja awal mengalami masa yang disebut masa pubertas

(puberty), yaitu suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual

terjadi secara pesat. Dalam periode ini terjadi perubahan fisik terutama

tubuh dan hormonal baik pada remaja laki-laki maupun perempuan. Pada

laki-laki ditandai dengan adanya mimpi basah yang pertama yang diikuti

dengan mulai tumbuhnya kumis, pertumbuhan tinggi badan yang cepat,

pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, serta pertumbuhan rambut pada

kemaluan. Sedangkan pada perempuan ditandai dengan menarche atau

haid yang pertama yang diikuti dengan pertambahan tinggi badan yang

cepat, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut pada kemaluan

(Malina, Tanner, dalam Santrock, 1995).

Secara psikologis ciri-ciri yang muncul pada saat remaja awal menurut

Mappiare (1982) diantaranya :

1. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi

Masa ini disebut juga sebagai “storm and stress” atau bisa

dikatakan bahwa remaja mengalami badai dan topan dalam

kehidupan perasaan dan emosinya. Pada tahap ini remaja seringkali

mengalami semangat yang tinggi dalam bekerja dan tidak lama

berganti lesu dan malas, kegembiraan yang meledak bertukar

menjadi rasa sedih yang sangat, dll.

2. Hal sikap dan moral

(28)

awal, pada tahapan ini organ-organ seksual telah matang sehingga

menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Terdapat dorongan

seks dan kecenderungan untuk memenuhinya, sehingga dinilai oleh

masyarakat tidak sopan.

3. Hal kecerdasan atau kemampuan mental

Pada tahap ini kemampuan mental atau berpikir remaja

mulai sempurna, mereka mulai mengerti informasi abstrak. Hal ini

mengakibatkan remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak

masuk akal, sehingga seringkali mengalami pertentangan pendapat

dengan orang dewasa jika remaja mendapat pemaksaan penerimaan

pendapat tanpa alasan rasional.

4. Hal status remaja sangat sulit ditentukan

Remaja sering bingung menghadapi perlakuan orang tua

yang terkadang menganggap dirinya telah dewasa saat remaja

berperilaku kekanak-kanakan, namun orang tua menganggap

mereka masih anak-anak ketika akan diberikan tanggung jawab

kepadanya.

5. Banyak masalah yang dihadapi

Ciri-ciri yang tersebut diatas membuat remaja memiliki

banyak masalah, diantaranya sifat remaja yang emosional,

kemampuan berpikir yang lebih dikuasai emosional sehingga sulit

menyatukan pendapat dengan orang lain yang mengakibatkan

(29)

6. Masa yang kritis

Pada masa ini remaja dihadapkan dengan soal apakah dirinya dapat

menghadapi dan memecahkan masalah masalahnya atau tidak. Hal

ini menjadikan modal dasar dalam menghadapi masalah

selanjutnya sampai dewasa nantinya.

3. Tugas Perkembangan Remaja Awal

William W. Wattenberg (dalam Mappaiere,1982) membagi remaja atas

remaja awal dan remaja akhir. Beliau merumuskan tugas perkembangan

yang khusus dalam masa remaja awal, diantarnya:

a. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang

dewasa.

Sejak masa remaja awal diharapkan dapat mengadakan

pengontrolan diri sendiri atas perbuatan-perbuatannya. Hal ini

timbul karena remaja telah melakukan pekerjaan atau perbuatan

seperti halnya orang dewasa, tetapi dari pekerjaan atau perbuatan

itu ada yang boleh dilakukan dan tidak, sehingga diperlukan

adanya kontrol diri agar apa yang dilakukan diterima oleh

lingkungan masyarakatnya.

b. Memperoleh kebebasan

Remaja awal diharapkan belajar dan berlatih bebas

membuat rencana, bebas membuat alternatif pilihan, bebas

(30)

sendiri, kemudian melakukan keputusan tersebut dengan penuh

tanggung jawab.

c. Bergaul dengan teman lawan jenis

Remaja awal sadar bahwa dirinya ada simpati, rasa tertarik

untuk selalu bersama dengan lawan jenisnya, tetapi mereka

umumnya masih ada rasa ragu apakah dirinya juga membuat lawan

jenisnya tertarik atau tidak. Perasaan ragu dan malu biasanya

terjadi pada awalnya, namun pada masa remaja awal ini, sangat

penting untuk menjalani pacaran dengan lawan jenisnya.

d. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru

Seseorang yang memasuki tahap perkembangan remaja

awal, diharapkan telah mempersiapkan diri menuju masa dewasa.

Hal ini berarti bahwa mulai masa remaja awal dan sepanjang masa

remaja ini individu diharapkan berlatih dan mengembangkan

ketrampilan yang dibutuhkan pada saat memasuki tahap

perkembangan dewasa nantinya, yaitu mempersiapkan dunia kerja

dan juga kehidupan berumah tangga.

e. Memiliki citra diri yang realistis

Pada masa remaja awal juga diharapkan dapat memberi

penilaian terhadap keadaan dirinya apa adanya. Mereka diharapkan

dapat mengukur atau menafsirkan apa kelebihan dan kekurangan

pada diri mereka, serta memelihara dan memanfaatkannya secara

(31)

yang disukai dan tidak disukai oleh teman sepergaulannya.

Sikap remaja awal yang berkembang menonjol dalam sikap sosial

terutama berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal

terhadap teman sebaya berkembang dengan pesat setelah remaja

mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap solider

dirasakan dalam kehidupan kelompok yang sengaja dibentuk maupun

yang terbentuk dengan sendirinya. Simpati dan merasakan perasaan

orang lain sudah mulai berkembang dalam usia remaja awal. Remaja

berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Sikap

penyesuaian diri dengan teman-teman sebaya selalu dipertahankan

remaja, walaupun hal itu dapat menimbulkan pertentangan antara

remaja dengan orang tuanya akibat perbedaan nilai. Perasaan yang

sangat ditakutkan oleh remaja adalah bahwa mereka sangat takut

terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal yang demikian membuat

remaja sangat intim dan memiliki perasaan terikat dengan teman

sepergaulannya. Perasaan konformitas yang erat hubungannya dengan

“sumbangan” yang diterima remaja dari teman sepergaulannya,

sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi

pergaulan. Perasaan dibutuhkan dan berharga ini menimbulkan

kesukarelaannya untuk menyumbangkan sesuatu kepada teman

(32)

4. Prestasi Belajar pada Remaja Awal

Di masa remaja berbagai perubahan terjadi baik di dalam keluarga

dan di sekolah, hal ini berlangsung secara serentak. Salah satu perubahan

yang terjadi adalah meningkatnya fokus pada prestasi dan mempersiapkan

diri dalam memilih lapangan pekerjaan (Santrock, 1995). Sejalan dengan

hal tersebut, Hurlock (1980) menuliskan bahwa prestasi yang baik dapat

memberikan kepuasan pribadi dan ketenaran. Hal inilah yang menjadi

penyebab mengapa prestasi yang meliputi olahraga, tugas-tugas sekolah

maupun berbagai kegiatan sosial menjadi minat yang kuat sepanjang masa

remaja. Bila prestasi yang baik diharapkan memberi kepuasan bagi remaja,

maka prestasi itu mencakup bidang-bidang yang penting bagi kelompok

sebaya dan dapat menimbulkan harga diri dalam pandangan kelompok

sebaya. Misalnya kalau teman-teman menaruh minat pada keberhasilan

akademis maka nilai-nilai akademis yang tinggi akan merupakan prestasi

yang memuaskan. Tetapi sebaliknya, bila prestasi tidak dihubungkan

dengan nilai akademis yang baik melainkan dengan keberhasilan dalam

atletik maka prestasi akademis tidak memuaskan bagi remaja.

Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi

oleh minat mereka pada pekerjaan. Kalau remaja mengharapkan pekerjaan

yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai

batu loncatan. Biasanya remaja lebih menaruh minat pada

pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang

(33)

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu aktivitas belajar yang

dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil

pendidikan yang diwujudkan berupa angka atau nilai maupun indeks

prestasi (Subandi dalam Nashori, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut,

Woodworth (dalam Nashori, 2004) menyatakan pula bahwa prestasi

belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur dengan menggunakan

alat ukur yang namanya tes.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar itu

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru. Ada pun Suryabrata (dalam Endang, 2008)

menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang yang

diperoleh dari proses belajar. Hal ini mengandung pengertian bahwa

prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa dalam usaha

belajar yang dilakukannya dan ini memberikan arti bahwa prestasi belajar

merupakan produk dari suatu proses. Proses yang dilakukan oleh individu

adalah kegiatan belajar, prestasi belajar ini biasanya dinyatakan dalam

bentuk nilai atau indeks prestasi yang diperoleh dari hasil pengukuran

prestasi belajar. Prestasi belajar juga pengungkapan hasil belajar yang

meliputi segenap ranah psikologi yang berubah sebagai pengalaman dan

(34)

diharapkan terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta,

rasa maupun karsa (Syah,2008).

Bloom (dalam Sudjana, 2009) menyatakan bahwa ada tiga ranah

hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima

aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,

organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar

ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah

psikomotoris yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar,

kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan

ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta interpretatif.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari aktivitas belajar yang

dilakukannya berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan, dan

biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai, dalam penelitian ini fokus

(35)

2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara garis besar faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri,

termasuk didalamnya adalah intelegensi atau kecerdasan, kemauan belajar,

pengalaman belajar, motivasi berprestasi, dan kebiasaan belajar,

sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar

individu, seperti dukungan lingkungan, rasa aman dan nyaman, alat-alat

untuk belajar (Slamet, dalam Nashori 2004).

Soeryabrata (dalam Tjudjing, 2001) menggolongkan faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua yaitu faktor internal dan

eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam

diri individu, faktor internal ini dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu :

1. Faktor fisiologis

Yang disebut faktor fisiologis adalah faktor yang

mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan

dan pendengaran. Kedua sistem pengindraan tersebut

dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara

kelima indra yang dimiliki manusia. Untuk dapat

(36)

memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya.

Keadaan fisik yang lemah merupakan suatu penghalang

yang sangat besar bagi seseorang dalam menyelesaikan

studinya. Untuk memelihara kesehatan fisiknya seseorang

perlu memperhatikan pola makan dan pola tidurnya, hal ini

diperlukan untuk memperlancar metabolism dalam

tubuhnya. Selain memelihara kesehatan, juga diperlukan

olahraga yang teratur untuk dapat meningkatkan

ketangkasan fisik.

2. Faktor Psikologis

Faktor psikologis ini merupakan faktor non fisik

yang juga mendorong siswa dalam melakukan proses

belajar seperti:

a. Intelegensi atau kecerdasan intelektual, dimana

intelegensi yang tinggi dapat mempermudah

seseorang dalam memahami suatu materi sehingga

mempunyai peluang yang besar dalam mencapai

prestasi belajar yang tinggi.

b. Sikap mental yang meliputi tujuan belajar, minat

terhadap pelajaran, kepercayaan terhadap diri

sendiri, keuletan dalam mencapai cita-citanya.

c. Perilaku individu, dalam pencapaian prestasi belajar

(37)

yang mendukung seperti pedoman belajar yaitu

belajar secara teratur, disiplin, memusatkan

perhatian pada pelajaran; cara belajar yang efektif;

pengaturan waktu; dan cara membaca yang baik.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri

individu, faktor eksternal ini terdiri dari :

1. Faktor Lingkungan Keluarga

Faktor-faktor dari lingkungan keluarga yang dapat

mempengaruhi pretasi belajar siswa adalah keadaan sosial

ekonomi keluarga yang memadai seseorang lebih

mempunyai kesempatan untuk memperoleh fasilitas belajar

yang baik, pendidikan orang tua yang tinggi cenderung

lebih memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya

dibandingkan orang tua yang memiliki pendidikan rendah,

dan perhatian orang tua serta suasana hubungan antara

anggota keluarga yang harmonis dapat mendukung

semangat berprestasi pada seseorang.

2. Faktor Lingkungan Sekolah

Faktor lingkungan sekolah ini meliputi:

a. Sarana prasarana sekolah

Kelengkapan sarana dan prasarana sekolah akan

(38)

bentuk ruangan, sirkulasi udara, dan lingkungan sekitar

sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar

mengajar.

b. Kompetensi guru dan siswa

Kualitas kompetensi guru dan siswa juga sangat

penting dalam pencapaian prestasi belajar yang

optimal.

c. Kurikulum dan metode mengajar

Metode belajar yang lebih interaktif sangat

diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran siswa

dalam kegiatan pembelajaran.

3. Faktor Lingkungan masyarakat

Faktor lingkungan masyarakat terdiri dari pengaruh

sosial budaya yaitu bagaimana masyarakat memandang

pentingnya pendidikan yang akan mempengaruhi

kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang

memandang rendah pendidikan akan enggan mengirim

anaknya ke sekolah dan memandang rendah pekerjaan guru

atau pengajar. Selain itu partisipasi masyarakat terhadap

pendidikan mulai dari pemerintah sampai masyarakat

bawah, maka setiap orang akan lebih menghargai dan

(39)

3. Riset Terkait Prestasi Belajar

Dalam penelitian Nashori (2004) mengenai peranan kualitas tidur

terhadap prestasi belajar mahasiswa, menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif antara kualitas tidur dan prestasi belajar. Tidur yang

berkualitas akan menghasilkan kondisi fisik dan psikologis yang positif

yaitu merasa segar dan nyaman ketika terbangun dari tidur. Dalam

keadaan daya ingat, daya pikir, persepsi dan kesehatan yang prima

mahasiswa siap berkonsentrasi saat mengikuti proses belajar. Konsentrasi

memegang peranan penting bagi seorang mahasiswa untuk merekan dan

mengingat lalu mengembangkan materi pelajaran yang didapat sehingga

memungkinkan mencapai prestasi belajar yang optimal.

Sedangkan pada penelitian Iswinarti dan Handito (1999) mengenai

tingkat stres dan prestasi belajar anak usia sekolah yang memperoleh

pengayaan, diperoleh bahwa tuntutan pengayaan yang berhubungan

dengan padatnya kegiatan yang harus dilakukan oleh anak usia sekolah

dapat menimbulkan stres. Selain itu juga didapatkan hasil adanya

hubungan negatif antara tingkat stres dan prestasi belajar anak, dengan

kata lain makin tinggi tingkat stres anak semakin rendah prestasi belajar

anak tersebut. Stres yang terjadi pada anak disebabkan oleh banyaknya

tugas yang harus dilakukan, dengan banyaknya tugas yang dilakukan ini

anak kurang mempunyai waktu untuk bermain, padahal bermain

merupakan salah satu cara untuk menyalurkan energy emosional ataupun

(40)

kesulitan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan

sehingga dapat mempengaruhi perilaku akademiknya.

C. Interaksi Sosial Teman Sebaya

1. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang

dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan,

antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan

dengan kelompok manusia (Gilin dan Gilin dalam Soekanto, 1982).

Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan

individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lain atau

sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik

(Walgito, 2003).

Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dibangun, distimulasi

atau dipengaruhi oleh orang lain atau dirinya sendiri (Zanden, 1984)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial

teman sebaya adalah hubungan dinamis antara individu dengan teman

sebayanya atau kelompok-kelompok teman sebaya maupun individu

dengan kelompok teman sebaya yang menghasilkan hubungan timbal

balik.

2. Aspek Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (1982) suatu interaksi sosial tidak akan

mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:

(41)

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang

artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi

arti secara harafiyah adalah “bersama-sama menyentuh”. Secara

fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniyah,

sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan

badaniyah, oleh karena orang mengadakan hubungan dengan orang

lain tanpa menyentuh, seperti misalnya dengan cara berbicara

dengan orang lain. Apabila dengan perkembangan tehnologi

dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang

lainnya melalui telepon, telegrap, radio-radio surat dan seterusnya,

yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniyah. Bahkan dapat

dikatakan bahwa hubungan badaniyah tidak perlu menjadi syarat

utama terjadinya kontak (Davis dalam Soekanto, 1982). Kontak

sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk :

a) Antara orang perorangan,

b) Antara orang perorangan dengan kelompok teman sebaya

atau sebaliknya, dan

c) Antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari

tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut.

Suatu kontak dapat bersifat primer dan sekunder. Kontak primer

(42)

berhadapan muka. Sedangkan kontak sekunder dilakukan dengan

adanya perantara atau pihak ketiga.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kontak sosial

merupakan frekuensi hubungan yang dijalin antara orang

perorangan, orang perorangan dengan kelompok teman sebaya atau

antara satu kelompok dan kelompok lainnya.

b. Adanya komunikasi

Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang

memberikan tafsiran pada perikelakuan teman sebayanya (yang

berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap)

perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Adanya

komunikasi ini, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok

manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh

kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Dalam komunikasi

kemungkinan juga terjadi berbagai macam penafsiran terhadap

tingkah laku orang lain, sehingga komunikasi ini merupakan

intensi atau kedalaman hubungan yang dijalin antara orang

perorangan, orang perorangan dengan kelompok teman sebaya atau

kelompok satu dengan kelompok lainnya.

3. Bentuk Interaksi Sosial yang Asosiatif

a) Kerjasama (Coorperation)

Kerjasama yang dibentuk dua atau lebih individu dapat

(43)

kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan

bersama. Tujuan yang akan dicapai bersama ini harus

benar-benar disadari oleh individu bahwa nantinya akan bermanfaat

bagi semua, maka biasanya kerjasama ini timbul apabila

mereka menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang

sama pada saat yang bersamaan (Soekanto, 1982).

b) Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi diartikan sebagai proses yaitu mencapai pada

kestabilan suatu hubungan. Ketika hubungan antara individu

dengan teman sebayanya ataupun kelompok teman sebaya

seimbang dan stabil, maka individu tersebut melalui suatu

proses penerimaan unsur baru dalam suatu kelompok teman

sebaya untuk mempertahankan stabilitas dalam kelompok yang

telah dibentuk (Soekanto, 1982).

4. Dampak Interaksi Sosial Teman Sebaya

a. Interaksi Sosial Teman Sebaya Rendah

Pada saat seseorang memiliki interaksi sosial yang rendah terhadap

teman sebaya, maka dampaknya antara lain :

1) Mengalami gangguan kesehatan

Ketika orang memiliki interaksi sosial yang rendah dengan

teman sebaya, maka orang tersebut akan merasa kesepian baik

secara kualitatif maupun kuantitatif (Sears, Freedman, dan

(44)

cenderung meningkat sehingga menghasilkan pengaruh negatif

terhadap kesehatan (Lyon dan Chamberlain, 2006).

2) Prestasi belajar menurun

Kesepian menyebabkan tingkat stress seseorang tinggi. Hal

ini mempengaruhi emosi seseorang, emosi ini berpengaruh

buruk terhadap prestasi belajar (Moeljono dan Latipun, 2001)

3) Interaksi sosial dengan teman sebaya yang rendah

menyebabkan individu mengalami keterasingan, kesunyian dan

aleniasi diri (Bastaman, dalam Sukmono, djohan, dan

Ellyawati).

b. Interaksi Sosial Teman Sebaya Tinggi

Pada saat seseorang memiliki interaksi sosial yang tinggi dengan

teman sebaya, maka dampaknya antara lain :

1) Sehat secara psikologis

Adanya interaksi sosial dengan teman sebaya yang tinggi

menimbulkan hubungan yang hangat dengan teman sebayanya.

Hubungan ini menimbulkan cinta tanpa syarat serta kepribadian

yang matang, sabar terhadap tingkah laku teman sebayanya,

sehingga dapat menerima kelemahan teman sebaya. Hal ini

merupakan ciri seseorang yang sehat secara psikologis (Alport,

(45)

2) Prestasi belajar tinggi

Ketika orang menjalin kerja sama, maka mereka cenderung

saling memberikan dukungan satu sama lain. Hal ini dapat

menjadikan individu termotivasi untuk mencapai prestasi

belajar yang tinggi.

3) Menghayati hidup secara bermakna

Saat menjalin hubungan dengan teman sebaya, seseorang

akan merasa dirinya berharga terhadap teman sebayanya

tersebut sehingga dapat memaknai hidupnya (Bastaman, dalam

Sukmono, djohan, dan Ellyawati).

4) Menyalurkan kebutuhan biologis dan emosi

Minat interaksi sosial terhadap teman sebaya yang tinggi

dapat menyalurkan kebutuhan emosi seseorang, diantaranya

kebutuhan cinta, hormat, penghargaan, kekuatan, kesenangan

dan keyakinan (Calhoun dan Acocella, dalam Sukmono,

Djohan dan Ellyawati).

D. Dinamika Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar

Bentuk dari interaksi sosial teman sebaya yang asosiatif

diantaranya kerja sama (cooperation) dan akomodasi (acomodation).

Kerja sama yang akan dibentuk dua atau lebih individu dapat diartikan

(46)

untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Tujuan yang akan

dicapai bersama ini harus benar-benar disadari oleh individu bahwa

nantinya akan bermanfaat bagi semua, maka biasanya kerja sama ini

timbul apabila mereka menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan

yang sama pada saat yang bersamaan (Soekanto, 1982). Seperti yang

terjadi pada siswa SMP, mereka memiliki kepentingan yang sama yakni

mencapai prestasi belajar yang optimal dalam waktu yang bersamaan.

Ketika kerja sama ini sudah terbentuk dengan teman sebayanya, maka

seorang individu cenderung akan mendapatkan dukungan atau kepedulian

dari teman sebayanya, dukungan sosial tersebut dapat berupa dukungan

emosi, penghargaan, bantuan secara langsung (dukungan instrumental),

dan informasi (Lyons dan Chamberlain, 2006). Adanya dukungan emosi

dari teman sebaya, akan membuat individu cenderung mempunyai rasa

percaya diri dan juga motivasi dalam belajar sehingga prestasi belajar yang

diperoleh pun bisa maksimal (Moeljono dan Latipun, 2001). Selain itu ada

juga dukungan berupa penghargaan. Penghargaan yang diberikan oleh

teman sebaya ketika seorang siswa memperoleh keberhasilan membuat

individu lebih bersemangat lagi dalam belajar, sehingga prestasi yang

diperoleh juga optimal. Bentuk dukungan sosial lainnya adalah berupa

informasi dan bantuan dari orang lain (dukungan instrumental). Ketika

seorang individu memperoleh informasi serta dukungan instrumental dari

(47)

memudahkan siswa dalam menjalani proses belajar, sehingga dapat

memperoleh prestasi belajar yang maksimal.

Selain itu bentuk lain interaksi sosial yaitu akomodasi yang

diartikan sebagai proses yaitu mencapai pada kestabilan suatu hubungan.

Pada saat hubungan dengan orang perorangan teman sebaya ataupun

dalam kelompok teman sebaya seimbang dan stabil, maka individu

tersebut melalui suatu proses penerimaan unsur baru dalam suatu

kelompok teman sebaya untuk mempertahankan stabilitas dalam kelompok

yang telah dibentuk (Soekanto, 1982). Pada saat seorang individu telah

terbiasa akan penerimaan unsur baru, maka individu tersebut cenderung

lebih mudah dalam menerima materi baru yang disampaikan oleh para

pengajar di sekolah, sehingga lebih mudah pula dalam memahami materi

tersebut. Ketika seseorang mudah memahami materi baru maka individu

tersebut akan memperoleh prestasi belejar yang optimal.

Ketika interaksi sosial seseorang rendah maka individu tersebut

cenderung akan merasa kesepian baik secara kualitatif maupun kuantitatif

(Sears, Freedman, dan Peplau, 1985). Hal ini menimbulkan tingkat stress

yang cenderung meningkat sehingga menghasilkan pengaruh negatif

terhadap kesehatan (Lyon dan Chamberlain, 2006). Tingkat stress yang

tinggi juga menyebabkan emosi seseorang tidak terkontrol, sehingga

dengan keadaan emosi yang tidak terkontrol serta keadaan fisik yang

menurun seseorang tidak dapat belajar secara optimal dan prestasi belajar

(48)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada hubungan yang positif antara interaksi sosial teman sebaya

dan prestasi belajar pada remaja awal.

Hubungan ini mengandung arti bahwa semakin tinggi interaksi

sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang

didapatkan. Sebaliknya, semakin rendah interaksi sosial teman sebaya

(49)

Gambar 1

Bagan Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar

(50)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode

kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat

hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini

bertujuan untuk melihat hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan

prestasi belajar pada remaja awal.

B. Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa

penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti,

yaitu:

1. Variabel bebas : interaksi sosial teman sebaya

2. Variabel tergantung : prestasi belajar

C. Definisi Operasional 1. Prestasi Belajar

Menurut Suryabrata (dalam Endang, dkk, 2008) menyatakan

bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang yang diperoleh dari

proses belajar. Prestasi belajar dalam penelitian ini diukur dengan melihat

(51)

pada semester 1 sampai semester terakhir sebelum pengambilan data

dilakukan. Nilai yang tinggi menunjukkan prestasi belajar yang tinggi,

sebaliknya nilai rendah menunjukkan prestasi belajar yang rendah pula.

2. Interaksi Sosial Teman Sebaya

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis,

yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara

kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan

kelompok teman sebaya (Gilin dan Gilin, dalam Soekanto, 1980).

Interaksi sosial teman sebaya pada penelitian ini diukur dengan skala

interaksi sosial teman sebaya dengan aspek-aspek interaksi sosial menurut

Gilin dan Gilin (dalam Soekanto,1982) yaitu:

1. Kontak sosial yang merupakan frekuensi hubungan yang dijalin

antara orang perorangan, orang perorangan dengan kelompok

teman sebaya atau antara satu kelompok dan kelompok lainnya,

dan

2. Komunikasi merupakan intensi atau kedalaman hubungan yang

dijalin antara orang perorangan, orang perorangan dengan

kelompok teman sebaya atau kelompok satu dengan kelompok

lainnya.

Skor total pada skala interaksi sosial teman sebaya merupakan

petunjuk interaksi sosial teman sebaya yang tinggi atau rendah. Skor skala

yang tinggi menunjukkan interaksi sosial teman sebaya yang tinggi, dan

(52)

rendah.

D. Subyek Penelitian

Adapun kriteria subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini sebagai berikut :

a. Remaja putra dan putri yang menjalani pendidikan SMP (Sekolah

Menengah Pertama) yaitu kelas VIII dan kelas IX SMP BOPKRI 3

b. Remaja awal dengan usia 13- 14 tahun (Thornburg dalam Dariyo,

2004)

E. Sampling

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tehnik purposive sampling, yakni tehnik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2009)

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini mengukur hubungan antara minat berinteraksi dan

prestasi belajar pada remaja SMP. Untuk mengolah data pada penelitian

ini digunakan teknik korelasi product moment. Adapun alat pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Skala interaksi sosial

Skala yang digunakan untuk mengukur interaksi sosial adalah

skala interaksi sosial yang berisi pernyataan-pernyataan favorable

dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban “sangat sesuai”,

(53)

Berdasarkan aspek-aspek tersebut peneliti membuat 60

pernyataan yang terdiri dari 30 pernyataan unfavorable dan 30

pernyataanfavorableyang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Blue Print Skala Interaksi Sosial

No. Aspek

Jumlah Aitem

Jumlah Prosentase Favorable unfavorable

1. Kontak sosial 15 15 30 50 %

2. Komunikasi 15 15 30 50%

Total 60 100%

Tabel 2

Tabel Spesifikasi Aitem Interaksi Sosial

(54)

Tabel 3

Skor Butir-ButirFavorabelSkala Interaksi Sosial

Respon Skor

Sangat Sesuai (SS) 4

Sesuai (S) 3

Tidak Sesuai (TS) 2

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1

Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek menunjukkan intensitas

berinteraksi sosial tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh subyek menunjukkan intensitas interaksi sosial yang rendah

pula.

Tabel 4

Skor Butir-ButirUnfavorableSkala Interaksi Sosial

Respon Skor

Sangat Sesuai (SS) 1

Sesuai (S) 2

Tidak Sesuai (TS) 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 4

Skor rendah menunjukkan intensitas interaksi sosial subyek yang

rendah, sebaliknya skor yang tinggi menunjukkan intensitas interaksi

(55)

2. Nilai Raport kelas VII dan VII semester 1 sampai semester terakhir

sebelum pengambilan data dilakukan.

G. Kredibilitas Alat Ukur 1. Estimasi Validitas

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi yang

merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes

dengan analisis rasional atau dengan professional judgement dengan

dosen pembimbing. Validitas ini mencakup sejauh mana aitem-aitem

dalam tes mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur atau

sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur

(Azwar, 2008).

2. Estimasi Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata rely dan ability. Konsep pokok yang

terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila

dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok

subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek

yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Secara

empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan dengan suatu angka

yang disebut koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas berkisar mulai

dari 0,0 sampai dengan 1,0 (Azwar,2008). Dari hasil perhitungan

(56)

sosial memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,947. Hasil ini

menunjukkan bahwa skala tersebut memuaskan.

3. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan berdasarkan daya diskriminasi atau daya

beda. Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan

antara subyek pada aspek yang hendak diukur oleh tes yang

bersangkutan. Pengujian daya beda dilakukan dengan komputasi

koefisien kolerasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu

kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.

Pengujian konsistensi aitem total ini akan menghasilkan koefisien

korelasi aitem total (Rix). Inilah yang dikenal dengan indeks daya beda

aitem. Sebagai kriteria digunakan batasan 0,3. Aitem yang memiliki

korelasi diatas 0,3 (>0,3) dianggap memenuhi kriteria sebagai aitem

yang baik, sedangkan aitem yang memiliki korelasi kurang dari 0,03

(<0,03) akan digugurkan (dalam Azwar, 2008).

Peneliti melakukan uji coba skala Interaksi Sosial dengan

melibatkan 50 siswa yang terdiri dari siswa kelas VII dan kelas IX.

Setelah data terkumpul Skala Interaksi sosial kemudian diproses

menggunakan SPSS for windows seri 16. Hasil analisis pengukuran

Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya menunjukkan bahwa dari 60

aitem yang diujikan, terdapat 32 aitem yang baik dengan

mempertimbangkan kesetaraan jumlah aitem pada masing-masing

(57)

sampai 0,770. Hasil uji daya beda aitem dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5

Tabel Spesifikasi Aitem Sesudah Uji Coba

No. Aspek

Nomor aitem

Jumlah Prosentase Favorable unfavorable

1. Kontak sosial 33,1,34,43,27,2,16,

44,50,18,8,52,7

H. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi merupakan salah satu syarat dalam penggunaan teknik

korelasi untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yang

ada. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Uji normalitas, yaitu uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data

penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal. Data

dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikansi lebih besar dari

(58)

lebih kecil dari 5% atau 0.05, maka sebaran data tersebut tidak

berdistribusi normal (Santoso, 2010).

b. Uji linearitas, merupakan hubungan antar variabel yang hendak

dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan

kuantitas disatu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan

atau penurunan kuantitas divariabel lainnya. Data dinyatakan linear

apabila variabel mempunyai signifikansi kurang dari 0.05 (Santoso,

2010).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan

positif antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada

remaja awal. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis

(59)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan proses

persiapan perijinan dengan meminta surat pengantar penelitian dari

Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Surat pengantar

tersebut kemudian diajukan kepada Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3

Yogyakarta.

Penelitian ini dilaksanakan pada 26 November 2010. Penelitian ini

melibatkan 104 subyek. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

meminta subyek untuk mengisi jawaban pada skala interaksi sosial dan

mengumpulkan nilai raport dari semester 1 hingga sekarang. Peneliti

membagikan skala pada 104 subyek dan kembali pada jumlah yang sama,

namun setelah melalui proses seleksi hanya 84 subyek yang memenuhi

kriteria dengan lengkap.

B. Data Demografis Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini merupakan siswa dan siswi SMP yang

duduk di kelas VIII sebanyak 27 orang atau sebesar 32,1 % dan IX

sebanyak 57 orang atau sebesar 67,9 %, dengan jumlah siswa laki-laki 46

(60)

atau sebesar 45,2%. Subyek kelas VIII dan IX diharapkan telah memiliki

nilai raport yang akan digunakan untuk pengambilan data.

Tabel 6

Data Demografis Subyek

Kelas Jumlah Prosentase

VIII 27 32,1 %

IX 57 67,9 %

84 100%

Jenis

kelamin

Jumlah Prosentase

Laki-laki 46 54,8%

perempuan 38 45,2%

84 100%

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran variabel

dalam penelitian normal atau tidak. Penelitian uji normalitas diolah

(61)

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

Signifikansi Keterangan

Prestasi belajar 2,179 0,000 Tidak Normal

Interaksi sosial 0,659 0,778 Normal

Hasil di atas diperoleh Kolmogorov-Smirnov untuk variable

prestasi belajar sebesar 2,179 dengan signifikansi 0,000. Nilai

signifikansi tersebut lebih kecil dari 5 % pada variable prestasi belajar,

dengan demikian sebaran data tidak normal, sehingga analisis

menggunakan analisis non-parametrik ataudistribution free.

Data variabel interaksi sosial Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,659

dengan signifikansi 0,778. Nilai signifikansi tersebut lebih dari 5 %

pada variabel interaksi sosial, dengan demikian sebaran data adalah

normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui sebaran antar kedua variabel

berupa garis lurus atau tidak. Uji linearitas tersebut dengan menggunakan

SPSS for windows versi 16.0. dari hasil pengolahan data, menunjukkan

(62)

variabel interaksi sosial dan prestasi belajar tidak linear karena nilai

signifikan lebih besar dari 0,05 (0,902 > 0,05).

Gambar 2 Scatterplot

D. Hasil Penelitian 1. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi spearmans pada

taraf signifikansi 5% (0,05). Dari hasil analisis data diketahui bahwa

(63)

sebesar 0,135 dengan taraf signifikansi 0,111. Hal ini berarti tidak

terdapat hubungan antara prestasi belajar dan interaksi sosial.

2. Deskripsi Data Penelitian

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan subyek

memiliki interaksi sosial yang tinggi. Pada tabel berikut ini disajikan

data teoritis dan empiris skala interaksi sosial remaja SMP.

Tabel 8

Data Teoritis dan Empirik Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya

Variabel N t SD P

Mean

Teoritis Empiris

Interaksi

sosial

84 17,504 10,628 0,00 80 100,297

Nilai P pada skala interaksi sosial sebesar 0,00. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean

teoritik dan mean empiris pada skala interaksi sosial. Mean teoritik

diperoleh dengan menghitung nilai tengah dari alat ukur penelitian,

sedangkan mean teoritik diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata

skor penelitian. Skala interaksi sosial diperoleh mean empirik sebesar

100,297 lebih besar dari mean teoritis yaitu 80. Hal ini menunjukkan

(64)

Tabel 9

Data Teoritis dan Empirik Rata-Rata Nilai Raport

Variabel N t SD P

Mean

Teoritis Empiris

Prestasi

Belajar

84 45,821 40,203 0,00 600 801,00

Nilai P pada rata-rata nilai raport sebesar 0,00. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean

teoritik dan mean empiris pada rata-rata nilai raport. Mean teoritik

diperoleh dengan menghitung nilai tengah dari alat ukur penelitian,

sedangkan mean teoritik diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata

skor penelitian. Rata-rata nilai raport diperoleh mean empirik sebesar

801,00 lebih besar dari mean teoritis yaitu 600. Hal ini menunjukkan

bahwa subyek penelitian memiliki prestasi belajar yang tinggi.

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara

interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal.

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara interaksi sosial teman

(65)

Pada tahap perkembangan usia remaja awal, individu cenderung

memiliki dorongan untuk selalu sama dengan aturan pada kelompoknya.

Mereka lebih nyaman ketika berada bersama-sama teman sebaya dalam

kelompoknya, sehingga seorang remaja cenderung merasa tergantung

dengan aturan-aturan pada kelompoknya. Ketika seorang remaja terlalu

tergantung dengan kelompok dengan teman sebaya ini, maka akan

menimbukan konflik-konflik dengan orang tua. Salah satunya adalah

melalaikan norma yang dibuat oleh orang tua yaitu mencapai prestasi

belajar yang optimal (Santrock, 1995).

Pada kelompok remaja awal, masih memiliki tingkat emosi yang

belum stabil yaitu remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan

perasaan dan emosinya. Pada tahap ini remaja seringkali mengalami

keadaan emosi yang cepat berganti, misalnya kegembiraan yang meledak

bertukar menjadi perasaan yang sangat sedih. Begitu pula dalam

kehidupan dengan kelompok teman sebayanya, remaja awal masih

cenderung mengalami keadaan emosi yang belum stabil, sehingga

kebanyakan tujuan mereka membentuk kelompok adalah hanya untuk

kesenangan sesaat (Mappiare, 1982).

Misalnya yang terjadi pada siswa di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

tempat pengambilan data dilakukan, menurut keterangan dari salah satu

guru sebagian besar siswanya datang ke sekolah dengan berbagai masalah

(66)

mencapai prestasi belajar yang optimal namun untuk memperoleh

penghiburan atas masalah yang dihadapi masing-masing siswa.

Dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal, salah satunya juga

diperlukan sikap mental yang baik dari dalam diri seseorang, diantaranya

mengenai tujuan belajar yaitu siswa harus sadar mengapa dirinya harus

belajar (Soeryabrata, dalam Tjudjing, 2001). Sedangkan ketika seseorang

dikatakan memiliki interaksi sosial yang tinggi, dapat dilihat saat

membentuk kerjasama dengan orang lain. Dalam membentuk kerjasama

ini setiap orang harus menyadari tujuan yang akan dicapai bersama,

sehingga dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal seseorang harus

menyadari dan memiliki tujuan bersama yaitu mencapai prestasi belajar

yang optimal.

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan

antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar, hal ini terjadi

karena dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya tidak

semua siswa memiliki tujuan bersama untuk berprestasi yang optimal.

Selain itu penelitian-penelitian selanjutnya juga perlu melihat faktor-faktor

(67)

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada

remaja awal. Koefisien korelasi pada penelitian ini sebesar 0,135 dengan

taraf signifikansi 0,111. Hal ini menunjukkan bahwa minat interaksi sosial

teman sebaya yang tinggi belum tentu prestasi belajar seseorang juga

tinggi.

B. SARAN

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran pada peneliti

lain agar melihat variabel lain yang mungkin mempengaruhi prestasi

belajar pada remaja awal, karena berdasarkan penelitian ini ternyata

interaksi sosial teman sebaya tidak berhubungan dengan prestasi belajar.

Untuk penelitian selanjutnya perlu diperhatikan variabel antara

(68)

51

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 1999.Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar. 2008.Reliabilitas Dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dariyo, Agoes. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta : Ghalia Indonesia

Hurlock, Elizabeth.1999. Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Erlangga: Jakarta

Iswinarti dan Haditono, Siti.R. 1999. Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan. Jurnal Psikodinamika Vol.1 No.3, September 1999

Lyons, A.C dan Chamberlain,K. 2006. Health Psychology. Cambridge : Cambridge University Press.

Mappiare, Andi. 1982.Psikologi Remaja.Surabaya : Usaha Nasional

Moeljono, Notosoedirjo dan Latipun. 2001. Kesehatan Mental. Malang : Universitas Muhamadiah Malang.

Nashori,Fuad.H.2004.Peranan Kualitas Tidur Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Insan Vol.6 No.3,Desember 2004. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Nuh, Muhamad. 2010. Hasil UN tingkat SMP juga jeblok. Suara Karya Online (26 Oktober 2010). Diambil pada tanggal 26 Oktober 2010.

Santoso, Agung. 2010. Statistik untuk Psikologi: dari blog menjadi buku.Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Santrock, John W. 1995.Life-Span Development Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta : Erlangga.

Schultz, Duane. 1991.Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta : Kanisius.

Sears, D.O.; Freedman, J.L; dan Peplau.L.A. 1985. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Gambar

Tabel 4. Skor Butir-Butir Unfavorabel Skala Interaksi Sosial ..........................
Gambar 2. Scatterplot .....................................................................................
Gambar 1
Tabel 1Blue Print Skala Interaksi Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Artinya peneliti menggambarkan bagaimana implementasi Keputusan Gubernur No.27 Tahun 2004 Tentang Standart Peayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten / Kota di Jawa

1) Evaiu&#34;tsi Metode Pelaksanaan pekerjaan yang ditawarkan rlleineni;lii persyaratan yang ditetapl&lt;an cialarn dok..rr,ten lelang dan diyakirri menggambark:.lrr

Agama Islam Ranah Kognitif Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Pakem”. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang penerapan pendekatan rasional dalam

Penerapan Media Gambar Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri 04 Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang bermakna antara jenis kelamin, pajanan media, peran teman sebaya, pengetahuan Penyakit Menular Seksual, kedekatan

Graf merupakan minimum spanning tree , agar terhubung maka ditentukan , yaitu himpunan sisi tidak berarah pada yang berpadanan dengan yang menghubungkan 1

Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah 4 (empat) hari atau dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi