HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Program Studi Psikologi
Oleh:
Cicilia Gita Wardani NIM: 079114087
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Bebaskanlah ilmu dalam pikiranmu…
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus………
Bapak, Ibu serta Adik-adikku………
Pacar tersayangku…
Keluarga besar….
vii
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN
PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA AWAL
Cicilia Gita Wardani
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi interaksi sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah interaksi sosial teman sebaya seseorang maka semakin rendah pula prestasi belajarnya. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja awal usia 13-14 tahun yang mengikuti pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan skala interaksi sosial teman sebaya dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,947 dan juga pengumpulan nilai raport. Dari hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,135 dengan taraf signifikansi 0,111. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal.
viii
CORRELATION BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH PEERS AND
ACHIEVEMENT OF STUDY IN EARLY ADOLESCENCE
Cicilia Gita Wardani
ABSTRACT
The goal of this research is to test whether there is a correlation between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence. The hypothesis in this research is that there is a positive relationship between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence. Moreover, it can be said that the higher of social interaction with peers level the higher achievement of study will be earned. On the contrary, the lower with social interaction peers level the lower achievement of study will be earned. The subject of this research are junior high school students in the age of 13-14 years old. The data collection is done by distribute the social interaction peers scale with 0,947 coefficient of reliability and also collecting final grade report. From the data analysis the researcher gets 0.135 coefficient of correlation with 0.111 level of significance. These assume that there is no significant correlation between social interaction with peers and achievement of study in early adolescence age.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas
bimbingan dan perlindunganNya saya dapat menyelesaikan karya ini dengan baik.
Untuk itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dra. Lusia Pratidarmastiti, M.S. selaku panitia penguji skripsi,
sehingga skripsi ini dinyatakan memenuhi syarat.
5. MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi., M.Si. selaku panitia penguji
skripsi, sehingga skripsi ini dinyatakan memenuhi syarat.
6. Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Mbak Nanik,
Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie), terimakasih atas segala kerjasama
yang diberikan untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.
8. Bapak, Ibu, Lina, Lexa dan keluarga besar yang telah memberikan
dukungan serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
xi
9. Pacarku tersayang Yudha, yang tak pernah bosan menemani serta
memberikan dukungan yang luar biasa setiap saat.
10. Teman-teman serta sahabat Yani, Sheela, Nana, Clara, Novian,
Bondan, Lanang, Uthe, dan Tika yang selalu memberikan penghiburan
serta pencerahan dalam penyelesain karya ini.
11. Teman-teman psikologi angkatan 2007 seperjuangan yang tidak bisa
saya sebutkan satu per satu terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu. Terimakasih
semuanya.
Penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...xviii
BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II : LANDASAN TEORI ... 8
xiii
1. Pengertian Remaja ... 8
2. Ciri-Ciri Periode Remaja Awal ... 10
3. Tugas Perkembangan Remaja Awal ... 12
4. Prestasi Belajar Pada Remaja Remaja Awal ... 15
B. Prestasi Belajar ... 16
1. Pengertian Prestasi Belajar ... 16
2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 18
3. Riset Terkait Prestasi Belajar ... 22
C. Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 23
1. Pengertian Interaksi Sosial ... 23
2. Aspek Interaksi Sosial ... 24
3. Bentuk Interaksi Sosial yang Asosiatif ... 26
4. Dampak Interasi Sosial Teman Sebaya ... 26
D. Dinamika Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar ... 28
E. Hipotesis ... 31
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN... 33
A. Jenis Penelitian ... 33
B. Variabel Penelitian ... 33
C. Definisi Operasional ... 33
D. Subyek Penelitian ... 35
E. Sampling ... 35
xiv
G. Kredibilitas Alat Ukur ... 38
1. Estimasi Validitas ... 38
2. Estimasi Reliabilitas ... 38
3. Seleksi Aitem ... 39
H. Teknik Analisis Data ... 40
1. Uji Asumsi ... 40
2. Uji Hipotesis... 41
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Pelaksanaan Penelitian ... 42
B. Data Demografis Subyek Penelitian ... 42
C. Uji Asumsi ... 43
1. Uji Normalitas ... 43
2. Uji Linearitas ... 44
D. Hasil Penelitian ... 45
1. Uji Hipotesis... 45
2. Deskripsi Data Penelitian ... 46
E. Pembahasan ... 47
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Interaksi Sosial ... 36
Tabel 2. Tabel Spesifikasi Aitem Interaksi Sosial ... 36
Tabel 3. Skor Butir-Butir Favorabel Skala Interaksi Sosial ... 37
Tabel 4. Skor Butir-Butir Unfavorabel Skala Interaksi Sosial ... 37
Tabel 5. Tabel Spesifikasi Aitem Sesudah Uji Coba ... 40
Tabel 6. Data Demografis Subyek ... 43
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas ... 44
Tabel 8. Data Teoritis dan Empirik Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 46
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Hubungan Antara Interaksi Sosial Teman Sebaya dan
Prestasi Belajar ... 32
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Interaksi Sosial Sebelum Uji Coba ... 53
Lampiran 2. Skala Interaksi Sosial Sesudah Uji Coba ... 61
Lampiran 3. Reliabilitas Skala Interaksi Sosial ... 66
Lampiran 4. Data Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 73
Lampiran 5. Data Penilaian Hasil Belajar ... 74
Lampiran 6. Uji Normalitas... 75
Lampiran 7. Uji Linearitas ... 76
Lampiran 8. Uji Hipotesis ... 77
1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan kesempatan bagi
setiap orang untuk menuntut ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan tersebut, maka diperlukan
suatu evaluasi. Evaluasi ini merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar itu sendiri adalah kemampuan aktual yang dapat diukur
dengan menggunakan alat ukur yang namanya tes (Subandi, dalam Nashori,
2004). Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai hasil dari suatu aktivitas
belajar yang didapatkan lewat pengukuran dan penilaian terhadap hasil pendidikan
yang diwujudkan berupa angka atau nilai maupun indeks prestasi (Subandi dalam
Nashori,2004).
Salah satu kelompok usia terbesar yang menempuh pendidikan formal di
sekolah adalah kelompok usia remaja. Pada penelitian ini, fokus dilakukan pada
kelompok usia remaja awal yaitu individu yang memasuki SMP (Thornburg,
dalam Dariyo, 2004). Pada masa remaja awal ini, prestasi belajar masih sangat
dipengaruhi oleh teman sebayanya. Bahkan pengaruh keluarga dapat dikatakan
lebih rendah dibandingkan pengaruh teman sebaya dalam menumbuhkan minat
berprestasi pada remaja. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan dalam diri
siswa yang memasuki usia remaja awal, karena teman-teman mereka menaruh
Pentingnya prestasi belajar pada masa remaja awal ini juga dapat dilihat
dari tugas perkembangannya. Remaja awal memiliki tugas perkembangan untuk
mempersiapkan diri dalam memilih lapangan pekerjaan. Untuk membantu
individu dalam mempersiapkan memilih lapangan pekerjaan tersebut, perlu
diketahui minat dari masing-masing individu. Minat ini berfungsi sebagai
informasi mengenai ketertarikan serta tingginya motivasi individu terhadap suatu
bidang pekerjaan. Minat tersebut salah satunya dapat dilihat dari prestasi belajar
siswa di sekolah (Santrock, 2007).
Prestasi belajar pada remaja yang memasuki tahap perkembangan remaja
awal seharusnya dapat dicapai secara optimal. Akan tetapi dewasa ini standar
pendidikan yang digunakan semakin meningkat. Tidak semua siswa mampu
mengikuti standar yang digunakan tersebut. Kesulitan mengikuti standar tersebut
bisa dilihat dari prestasi belajar siswa SMP pada tahun 2010 yang menurun. Hal
ini dapat dilihat dari angka kelulusan ujian nasional (UN) yaitu evaluasi tingkat
akhir yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional pada jenjang SMP.
Pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) angka kelulusan tahun 2009
adalah sebesar 95,05%, sedangkan pada tahun 2010 turun menjadi 90,27% (Nuh,
2010). Dalam hal ini, dapat dilihat adanya penurunan angka kelulusan dari tahun
2009 sampai 2010 yaitu sebesar 4,78 %.
Prestasi belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Ini dapat dilihat pada
beberapa riset yang dilakukan berkaitan dengan prestasi belajar. Diantaranya pada
penelitian Sanmustari (dalam Nashori, 2004) yang menyatakan bahwa prestasi
Nashori,2004), menunjukkan bahwa pengalaman belajar, kemandirian dan
intelegensi berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa. Sedangkan pada
penelitian Hardjito (dalam Nashori, 2004) menyatakan bahwa kebiasaan belajar
juga berpengaruh terhadap prestasi belajar. Selain itu, penelitian Subandi (dalam
Nashori, 2004) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, sikap terhadap
penyajian materi kuliah berhubungan dengan prestasi belajar. Kemudian
penelitian Jufri (dalam Nashori, 2004) menyatakan efikasi diri, ketrampilan
belajar dan penyesuaian diri berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Beberapa pandangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar adalah Slamet (dalam Nashori, 2004) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dibedakan dalam dua kelompok yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
diri individu, meliputi kesehatan, cacat tubuh, intelegensi atau kecerdasan,
perhatian, minat, bakat, dan motif. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar individu, termasuk didalamnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,
metode mengajar, relasi pengajar dengan pelajar, dan alat pengajaran. Sejalan
dengan itu, Soeryabrata (dalam Tjudjing, 2001) juga membagi faktor tersebut
dalam dua macam yaitu faktor internal yang meliputi keadaan fisik, intelegensi,
tujuan belajar, minat, kepercayaan diri, keuletan, pedoman belajar, cara belajar
dan pengaturan waktu. Serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga,
Berdasarkan riset dan pandangan beberapa tokoh di atas, dapat dilihat
beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Faktor-faktor ini
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal termasuk didalamnya adalah kesehatan, cacat tubuh, intelegensi
atau kecerdasan, perhatian, minat, bakat, motif, pengalaman belajar, tujuan
belajar, kemandirian, kebiasaan belajar, kecerdasan emosional, sikap terhadap
penyajian materi, efikasi diri, ketrampilan belajar, kepercayaan diri, pengaturan
waktu dan penyesuaian diri. Faktor eksternal seperti cara orang tua mendidik,
relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, metode mengajar, relasi pengajar dengan pelajar, alat
pengajaran dan keadaan lingkungan masyarakat.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar pada tahap
perkembangan remaja awal adalah faktor eksternal atau yang berasal dari luar diri
siswa. Dalam hal ini peranan teman sebaya sangat berpengaruh dalam
menumbuhkan minat berprestasi. Hubungan yang baik antara individu dengan
orang lain sangat penting untuk mendukung prestasi belajar pada remaja awal
(Hurlock, 1980). Interaksi sosial tinggi yang dimiliki oleh remaja mengakibatkan
mereka memiliki hubungan baik dengan banyak orang, sehingga mereka dapat
saling memberikan dukungan untuk mencapai suatu prestasi yang optimal.
Salah satu bentuk dari interaksi sosial adalah kerja sama, hubungan kerja
sama ini timbul pada saat orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
tersebut (Soekanto, 1982). Dalam hal ini hubungan remaja dengan teman
sebayanya yang masih sama-sama duduk dibangku sekolah mempunyai tujuan
yang sama yaitu mencapai prestasi tinggi di sekolah, maka hubungan kerja sama
ini juga tumbuh diantara mereka. Dari hubungan kerja sama tersebut remaja
cenderung saling membantu dan mendukung dalam menghadapi kesulitan belajar
untuk bersama-sama mencapai prestasi belajar yang optimal.
Misalnya yang terjadi pada kelompok peserta olimpiade fisika. Sebelum
mengikuti olimpiade fisika ini, kelompok peserta menempuh tiga proses tahapan
yaitu tahap seleksi, tahap diskusi dan tahap final. Setelah melalui proses seleksi
kelompok peserta yang lolos diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan
peserta lain untuk membahas materi-materi yang ada. Dengan adanya diskusi ini,
peserta dapat menambah wawasan mengenai berbagai macam pendapat dan
masukan dari peserta lain dalam menyelesaikan soal-soal. Diskusi tidak hanya
dilakukan dengan bertatap muka secara langsung, diskusi ini juga berlangsung
melalui forum yang dibuat lewat internet. Kelompok peserta menjadi semakin
memiliki banyak wawasan dari berbagai sumber, tidak hanya dari buku saja.
Usaha mereka dalam mempersiapkan olimpiade ini menghasilkan beberapa
medali disetiap tahun diadakannya olimpiade Fisika (Tim Olimpiade Fisika,
2011).
Pada tahap perkembangan remaja awal seorang remaja cenderung lebih
dekat dengan teman sebayanya, kedekatan dengan teman sebayanya ini dapat
mempengaruhi minat untuk berprestasi pada remaja. Namun tidak semua
prestasi yang tinggi, terutama pada usia remaja awal yang masih cenderung
mengikuti norma kelompok dari pada orang tuanya sedangkan prestasi belajar
dianggap sebagai tuntutan dari orang tua. Hal ini dapat terlihat dari hasil Ujian
Nasional siswa SMP menurun pada tahun 2009 dan 2010.
Dengan melihat gejala-gejala yang terjadi diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti “hubungan antara interaksi sosial dan prestasi belajar pada remaja
SMP”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan maka dapat dirumuskan
suatu masalah penelitian yakni “Apakah ada hubungan antara interaksi sosial dan
prestasi belajar pada remaja SMP?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
interaksi sosial dan prestasi belajar pada remaja SMP.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
psikologi pendidikan.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi
upaya membimbing siswanya dalam membangun interaksi sosial antar
siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang optimal.
b. Pada individu yang memasuki usia remaja awal diharapkan dapat
membantu memberikan informasi mengenai pentingnya membangun
interaksi sosial dengan teman sebaya untuk meraih prestasi belajar
8
BAB II
LANDASAN TEORI A. Remaja Awal
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescare
(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”
atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif ataupun orang-orang
jaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda
dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap
sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah
adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang
lebih luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980).
Penggolongan usia masa remaja dikemukakan oleh beberapa ahli
diantaranya menurut Hurlock (dalam Mappiare, 1982) membagi rentangan
usia remaja antara 13 sampai 21 tahun, yang dibagi pula dalam masa
remaja awal usia 13 / 14 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17
sampai 21 tahun. Sedangkan para ahli lain yakni Singgih Gunarso dan
suami menyatakan usia 12 sampai 22 tahun sebagai masa remaja,
Susilowindradini yang berpatokan pada literature Amerika berpendapat
masa pubertas antara 11/12 sampai 15/16 tahun, masa remaja awal antara
13 sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun, Winarto
mencakup sebagian besar perkembangan adolescence. Sedangkan Kwee
Soen Liang membagi masa “puberteit” sebagai berikut :
a. Pree puberteit : laki-laki 13-14 tahun, wanita 12-13 tahun
b. Puberteit : laki-laki 14-18 tahun, wanita 13-18 tahun
c. Adolenscence : laki-laki 19-23 tahun, wanita 18-21 tahun
Selain itu, menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004) remaja terbagi dalam
tiga tahap, yaitu remaja awal dengan usia 13 – 14 tahun, remaja tengah
usia 15 – 17 tahun, dan remaja akhir usia 18 – 21 tahun. Masa remaja
awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku Sekolah
Menengah Tingkat Pertama (SLTP), sedangkan masa remaja tengah
individu yang duduk dibangku Sekolah Menengah Umum (SMU),
kemudian mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki
dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. Pada
penelitian ini yang menggunakan subyek siswa SMP maka antara usia 13
sampai 14 tahun.
Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, rentangan usia
remaja berada dalam usia 12 sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai
22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal berada dalam usia 12/13
sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir antara 17/18 sampai 21/22 tahun
2. Ciri-Ciri Periode Remaja awal
Secara fisik remaja awal mengalami masa yang disebut masa pubertas
(puberty), yaitu suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual
terjadi secara pesat. Dalam periode ini terjadi perubahan fisik terutama
tubuh dan hormonal baik pada remaja laki-laki maupun perempuan. Pada
laki-laki ditandai dengan adanya mimpi basah yang pertama yang diikuti
dengan mulai tumbuhnya kumis, pertumbuhan tinggi badan yang cepat,
pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, serta pertumbuhan rambut pada
kemaluan. Sedangkan pada perempuan ditandai dengan menarche atau
haid yang pertama yang diikuti dengan pertambahan tinggi badan yang
cepat, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut pada kemaluan
(Malina, Tanner, dalam Santrock, 1995).
Secara psikologis ciri-ciri yang muncul pada saat remaja awal menurut
Mappiare (1982) diantaranya :
1. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
Masa ini disebut juga sebagai “storm and stress” atau bisa
dikatakan bahwa remaja mengalami badai dan topan dalam
kehidupan perasaan dan emosinya. Pada tahap ini remaja seringkali
mengalami semangat yang tinggi dalam bekerja dan tidak lama
berganti lesu dan malas, kegembiraan yang meledak bertukar
menjadi rasa sedih yang sangat, dll.
2. Hal sikap dan moral
awal, pada tahapan ini organ-organ seksual telah matang sehingga
menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Terdapat dorongan
seks dan kecenderungan untuk memenuhinya, sehingga dinilai oleh
masyarakat tidak sopan.
3. Hal kecerdasan atau kemampuan mental
Pada tahap ini kemampuan mental atau berpikir remaja
mulai sempurna, mereka mulai mengerti informasi abstrak. Hal ini
mengakibatkan remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak
masuk akal, sehingga seringkali mengalami pertentangan pendapat
dengan orang dewasa jika remaja mendapat pemaksaan penerimaan
pendapat tanpa alasan rasional.
4. Hal status remaja sangat sulit ditentukan
Remaja sering bingung menghadapi perlakuan orang tua
yang terkadang menganggap dirinya telah dewasa saat remaja
berperilaku kekanak-kanakan, namun orang tua menganggap
mereka masih anak-anak ketika akan diberikan tanggung jawab
kepadanya.
5. Banyak masalah yang dihadapi
Ciri-ciri yang tersebut diatas membuat remaja memiliki
banyak masalah, diantaranya sifat remaja yang emosional,
kemampuan berpikir yang lebih dikuasai emosional sehingga sulit
menyatukan pendapat dengan orang lain yang mengakibatkan
6. Masa yang kritis
Pada masa ini remaja dihadapkan dengan soal apakah dirinya dapat
menghadapi dan memecahkan masalah masalahnya atau tidak. Hal
ini menjadikan modal dasar dalam menghadapi masalah
selanjutnya sampai dewasa nantinya.
3. Tugas Perkembangan Remaja Awal
William W. Wattenberg (dalam Mappaiere,1982) membagi remaja atas
remaja awal dan remaja akhir. Beliau merumuskan tugas perkembangan
yang khusus dalam masa remaja awal, diantarnya:
a. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang
dewasa.
Sejak masa remaja awal diharapkan dapat mengadakan
pengontrolan diri sendiri atas perbuatan-perbuatannya. Hal ini
timbul karena remaja telah melakukan pekerjaan atau perbuatan
seperti halnya orang dewasa, tetapi dari pekerjaan atau perbuatan
itu ada yang boleh dilakukan dan tidak, sehingga diperlukan
adanya kontrol diri agar apa yang dilakukan diterima oleh
lingkungan masyarakatnya.
b. Memperoleh kebebasan
Remaja awal diharapkan belajar dan berlatih bebas
membuat rencana, bebas membuat alternatif pilihan, bebas
sendiri, kemudian melakukan keputusan tersebut dengan penuh
tanggung jawab.
c. Bergaul dengan teman lawan jenis
Remaja awal sadar bahwa dirinya ada simpati, rasa tertarik
untuk selalu bersama dengan lawan jenisnya, tetapi mereka
umumnya masih ada rasa ragu apakah dirinya juga membuat lawan
jenisnya tertarik atau tidak. Perasaan ragu dan malu biasanya
terjadi pada awalnya, namun pada masa remaja awal ini, sangat
penting untuk menjalani pacaran dengan lawan jenisnya.
d. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru
Seseorang yang memasuki tahap perkembangan remaja
awal, diharapkan telah mempersiapkan diri menuju masa dewasa.
Hal ini berarti bahwa mulai masa remaja awal dan sepanjang masa
remaja ini individu diharapkan berlatih dan mengembangkan
ketrampilan yang dibutuhkan pada saat memasuki tahap
perkembangan dewasa nantinya, yaitu mempersiapkan dunia kerja
dan juga kehidupan berumah tangga.
e. Memiliki citra diri yang realistis
Pada masa remaja awal juga diharapkan dapat memberi
penilaian terhadap keadaan dirinya apa adanya. Mereka diharapkan
dapat mengukur atau menafsirkan apa kelebihan dan kekurangan
pada diri mereka, serta memelihara dan memanfaatkannya secara
yang disukai dan tidak disukai oleh teman sepergaulannya.
Sikap remaja awal yang berkembang menonjol dalam sikap sosial
terutama berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal
terhadap teman sebaya berkembang dengan pesat setelah remaja
mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap solider
dirasakan dalam kehidupan kelompok yang sengaja dibentuk maupun
yang terbentuk dengan sendirinya. Simpati dan merasakan perasaan
orang lain sudah mulai berkembang dalam usia remaja awal. Remaja
berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Sikap
penyesuaian diri dengan teman-teman sebaya selalu dipertahankan
remaja, walaupun hal itu dapat menimbulkan pertentangan antara
remaja dengan orang tuanya akibat perbedaan nilai. Perasaan yang
sangat ditakutkan oleh remaja adalah bahwa mereka sangat takut
terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal yang demikian membuat
remaja sangat intim dan memiliki perasaan terikat dengan teman
sepergaulannya. Perasaan konformitas yang erat hubungannya dengan
“sumbangan” yang diterima remaja dari teman sepergaulannya,
sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi
pergaulan. Perasaan dibutuhkan dan berharga ini menimbulkan
kesukarelaannya untuk menyumbangkan sesuatu kepada teman
4. Prestasi Belajar pada Remaja Awal
Di masa remaja berbagai perubahan terjadi baik di dalam keluarga
dan di sekolah, hal ini berlangsung secara serentak. Salah satu perubahan
yang terjadi adalah meningkatnya fokus pada prestasi dan mempersiapkan
diri dalam memilih lapangan pekerjaan (Santrock, 1995). Sejalan dengan
hal tersebut, Hurlock (1980) menuliskan bahwa prestasi yang baik dapat
memberikan kepuasan pribadi dan ketenaran. Hal inilah yang menjadi
penyebab mengapa prestasi yang meliputi olahraga, tugas-tugas sekolah
maupun berbagai kegiatan sosial menjadi minat yang kuat sepanjang masa
remaja. Bila prestasi yang baik diharapkan memberi kepuasan bagi remaja,
maka prestasi itu mencakup bidang-bidang yang penting bagi kelompok
sebaya dan dapat menimbulkan harga diri dalam pandangan kelompok
sebaya. Misalnya kalau teman-teman menaruh minat pada keberhasilan
akademis maka nilai-nilai akademis yang tinggi akan merupakan prestasi
yang memuaskan. Tetapi sebaliknya, bila prestasi tidak dihubungkan
dengan nilai akademis yang baik melainkan dengan keberhasilan dalam
atletik maka prestasi akademis tidak memuaskan bagi remaja.
Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi
oleh minat mereka pada pekerjaan. Kalau remaja mengharapkan pekerjaan
yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai
batu loncatan. Biasanya remaja lebih menaruh minat pada
pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu aktivitas belajar yang
dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil
pendidikan yang diwujudkan berupa angka atau nilai maupun indeks
prestasi (Subandi dalam Nashori, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut,
Woodworth (dalam Nashori, 2004) menyatakan pula bahwa prestasi
belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur dengan menggunakan
alat ukur yang namanya tes.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar itu
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru. Ada pun Suryabrata (dalam Endang, 2008)
menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang yang
diperoleh dari proses belajar. Hal ini mengandung pengertian bahwa
prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa dalam usaha
belajar yang dilakukannya dan ini memberikan arti bahwa prestasi belajar
merupakan produk dari suatu proses. Proses yang dilakukan oleh individu
adalah kegiatan belajar, prestasi belajar ini biasanya dinyatakan dalam
bentuk nilai atau indeks prestasi yang diperoleh dari hasil pengukuran
prestasi belajar. Prestasi belajar juga pengungkapan hasil belajar yang
meliputi segenap ranah psikologi yang berubah sebagai pengalaman dan
diharapkan terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta,
rasa maupun karsa (Syah,2008).
Bloom (dalam Sudjana, 2009) menyatakan bahwa ada tiga ranah
hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
psikomotoris yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar,
kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta interpretatif.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari aktivitas belajar yang
dilakukannya berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan, dan
biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai, dalam penelitian ini fokus
2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara garis besar faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri,
termasuk didalamnya adalah intelegensi atau kecerdasan, kemauan belajar,
pengalaman belajar, motivasi berprestasi, dan kebiasaan belajar,
sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar
individu, seperti dukungan lingkungan, rasa aman dan nyaman, alat-alat
untuk belajar (Slamet, dalam Nashori 2004).
Soeryabrata (dalam Tjudjing, 2001) menggolongkan faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua yaitu faktor internal dan
eksternal.
A. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri individu, faktor internal ini dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu :
1. Faktor fisiologis
Yang disebut faktor fisiologis adalah faktor yang
mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan
dan pendengaran. Kedua sistem pengindraan tersebut
dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara
kelima indra yang dimiliki manusia. Untuk dapat
memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya.
Keadaan fisik yang lemah merupakan suatu penghalang
yang sangat besar bagi seseorang dalam menyelesaikan
studinya. Untuk memelihara kesehatan fisiknya seseorang
perlu memperhatikan pola makan dan pola tidurnya, hal ini
diperlukan untuk memperlancar metabolism dalam
tubuhnya. Selain memelihara kesehatan, juga diperlukan
olahraga yang teratur untuk dapat meningkatkan
ketangkasan fisik.
2. Faktor Psikologis
Faktor psikologis ini merupakan faktor non fisik
yang juga mendorong siswa dalam melakukan proses
belajar seperti:
a. Intelegensi atau kecerdasan intelektual, dimana
intelegensi yang tinggi dapat mempermudah
seseorang dalam memahami suatu materi sehingga
mempunyai peluang yang besar dalam mencapai
prestasi belajar yang tinggi.
b. Sikap mental yang meliputi tujuan belajar, minat
terhadap pelajaran, kepercayaan terhadap diri
sendiri, keuletan dalam mencapai cita-citanya.
c. Perilaku individu, dalam pencapaian prestasi belajar
yang mendukung seperti pedoman belajar yaitu
belajar secara teratur, disiplin, memusatkan
perhatian pada pelajaran; cara belajar yang efektif;
pengaturan waktu; dan cara membaca yang baik.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri
individu, faktor eksternal ini terdiri dari :
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor-faktor dari lingkungan keluarga yang dapat
mempengaruhi pretasi belajar siswa adalah keadaan sosial
ekonomi keluarga yang memadai seseorang lebih
mempunyai kesempatan untuk memperoleh fasilitas belajar
yang baik, pendidikan orang tua yang tinggi cenderung
lebih memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya
dibandingkan orang tua yang memiliki pendidikan rendah,
dan perhatian orang tua serta suasana hubungan antara
anggota keluarga yang harmonis dapat mendukung
semangat berprestasi pada seseorang.
2. Faktor Lingkungan Sekolah
Faktor lingkungan sekolah ini meliputi:
a. Sarana prasarana sekolah
Kelengkapan sarana dan prasarana sekolah akan
bentuk ruangan, sirkulasi udara, dan lingkungan sekitar
sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar
mengajar.
b. Kompetensi guru dan siswa
Kualitas kompetensi guru dan siswa juga sangat
penting dalam pencapaian prestasi belajar yang
optimal.
c. Kurikulum dan metode mengajar
Metode belajar yang lebih interaktif sangat
diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
3. Faktor Lingkungan masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat terdiri dari pengaruh
sosial budaya yaitu bagaimana masyarakat memandang
pentingnya pendidikan yang akan mempengaruhi
kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang
memandang rendah pendidikan akan enggan mengirim
anaknya ke sekolah dan memandang rendah pekerjaan guru
atau pengajar. Selain itu partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan mulai dari pemerintah sampai masyarakat
bawah, maka setiap orang akan lebih menghargai dan
3. Riset Terkait Prestasi Belajar
Dalam penelitian Nashori (2004) mengenai peranan kualitas tidur
terhadap prestasi belajar mahasiswa, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara kualitas tidur dan prestasi belajar. Tidur yang
berkualitas akan menghasilkan kondisi fisik dan psikologis yang positif
yaitu merasa segar dan nyaman ketika terbangun dari tidur. Dalam
keadaan daya ingat, daya pikir, persepsi dan kesehatan yang prima
mahasiswa siap berkonsentrasi saat mengikuti proses belajar. Konsentrasi
memegang peranan penting bagi seorang mahasiswa untuk merekan dan
mengingat lalu mengembangkan materi pelajaran yang didapat sehingga
memungkinkan mencapai prestasi belajar yang optimal.
Sedangkan pada penelitian Iswinarti dan Handito (1999) mengenai
tingkat stres dan prestasi belajar anak usia sekolah yang memperoleh
pengayaan, diperoleh bahwa tuntutan pengayaan yang berhubungan
dengan padatnya kegiatan yang harus dilakukan oleh anak usia sekolah
dapat menimbulkan stres. Selain itu juga didapatkan hasil adanya
hubungan negatif antara tingkat stres dan prestasi belajar anak, dengan
kata lain makin tinggi tingkat stres anak semakin rendah prestasi belajar
anak tersebut. Stres yang terjadi pada anak disebabkan oleh banyaknya
tugas yang harus dilakukan, dengan banyaknya tugas yang dilakukan ini
anak kurang mempunyai waktu untuk bermain, padahal bermain
merupakan salah satu cara untuk menyalurkan energy emosional ataupun
kesulitan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sehingga dapat mempengaruhi perilaku akademiknya.
C. Interaksi Sosial Teman Sebaya
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia (Gilin dan Gilin dalam Soekanto, 1982).
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan
individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lain atau
sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik
(Walgito, 2003).
Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dibangun, distimulasi
atau dipengaruhi oleh orang lain atau dirinya sendiri (Zanden, 1984)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial
teman sebaya adalah hubungan dinamis antara individu dengan teman
sebayanya atau kelompok-kelompok teman sebaya maupun individu
dengan kelompok teman sebaya yang menghasilkan hubungan timbal
balik.
2. Aspek Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (1982) suatu interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:
Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang
artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi
arti secara harafiyah adalah “bersama-sama menyentuh”. Secara
fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniyah,
sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan
badaniyah, oleh karena orang mengadakan hubungan dengan orang
lain tanpa menyentuh, seperti misalnya dengan cara berbicara
dengan orang lain. Apabila dengan perkembangan tehnologi
dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang
lainnya melalui telepon, telegrap, radio-radio surat dan seterusnya,
yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniyah. Bahkan dapat
dikatakan bahwa hubungan badaniyah tidak perlu menjadi syarat
utama terjadinya kontak (Davis dalam Soekanto, 1982). Kontak
sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk :
a) Antara orang perorangan,
b) Antara orang perorangan dengan kelompok teman sebaya
atau sebaliknya, dan
c) Antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari
tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut.
Suatu kontak dapat bersifat primer dan sekunder. Kontak primer
berhadapan muka. Sedangkan kontak sekunder dilakukan dengan
adanya perantara atau pihak ketiga.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kontak sosial
merupakan frekuensi hubungan yang dijalin antara orang
perorangan, orang perorangan dengan kelompok teman sebaya atau
antara satu kelompok dan kelompok lainnya.
b. Adanya komunikasi
Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perikelakuan teman sebayanya (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap)
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Adanya
komunikasi ini, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok
manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh
kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Dalam komunikasi
kemungkinan juga terjadi berbagai macam penafsiran terhadap
tingkah laku orang lain, sehingga komunikasi ini merupakan
intensi atau kedalaman hubungan yang dijalin antara orang
perorangan, orang perorangan dengan kelompok teman sebaya atau
kelompok satu dengan kelompok lainnya.
3. Bentuk Interaksi Sosial yang Asosiatif
a) Kerjasama (Coorperation)
Kerjasama yang dibentuk dua atau lebih individu dapat
kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Tujuan yang akan dicapai bersama ini harus
benar-benar disadari oleh individu bahwa nantinya akan bermanfaat
bagi semua, maka biasanya kerjasama ini timbul apabila
mereka menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang
sama pada saat yang bersamaan (Soekanto, 1982).
b) Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi diartikan sebagai proses yaitu mencapai pada
kestabilan suatu hubungan. Ketika hubungan antara individu
dengan teman sebayanya ataupun kelompok teman sebaya
seimbang dan stabil, maka individu tersebut melalui suatu
proses penerimaan unsur baru dalam suatu kelompok teman
sebaya untuk mempertahankan stabilitas dalam kelompok yang
telah dibentuk (Soekanto, 1982).
4. Dampak Interaksi Sosial Teman Sebaya
a. Interaksi Sosial Teman Sebaya Rendah
Pada saat seseorang memiliki interaksi sosial yang rendah terhadap
teman sebaya, maka dampaknya antara lain :
1) Mengalami gangguan kesehatan
Ketika orang memiliki interaksi sosial yang rendah dengan
teman sebaya, maka orang tersebut akan merasa kesepian baik
secara kualitatif maupun kuantitatif (Sears, Freedman, dan
cenderung meningkat sehingga menghasilkan pengaruh negatif
terhadap kesehatan (Lyon dan Chamberlain, 2006).
2) Prestasi belajar menurun
Kesepian menyebabkan tingkat stress seseorang tinggi. Hal
ini mempengaruhi emosi seseorang, emosi ini berpengaruh
buruk terhadap prestasi belajar (Moeljono dan Latipun, 2001)
3) Interaksi sosial dengan teman sebaya yang rendah
menyebabkan individu mengalami keterasingan, kesunyian dan
aleniasi diri (Bastaman, dalam Sukmono, djohan, dan
Ellyawati).
b. Interaksi Sosial Teman Sebaya Tinggi
Pada saat seseorang memiliki interaksi sosial yang tinggi dengan
teman sebaya, maka dampaknya antara lain :
1) Sehat secara psikologis
Adanya interaksi sosial dengan teman sebaya yang tinggi
menimbulkan hubungan yang hangat dengan teman sebayanya.
Hubungan ini menimbulkan cinta tanpa syarat serta kepribadian
yang matang, sabar terhadap tingkah laku teman sebayanya,
sehingga dapat menerima kelemahan teman sebaya. Hal ini
merupakan ciri seseorang yang sehat secara psikologis (Alport,
2) Prestasi belajar tinggi
Ketika orang menjalin kerja sama, maka mereka cenderung
saling memberikan dukungan satu sama lain. Hal ini dapat
menjadikan individu termotivasi untuk mencapai prestasi
belajar yang tinggi.
3) Menghayati hidup secara bermakna
Saat menjalin hubungan dengan teman sebaya, seseorang
akan merasa dirinya berharga terhadap teman sebayanya
tersebut sehingga dapat memaknai hidupnya (Bastaman, dalam
Sukmono, djohan, dan Ellyawati).
4) Menyalurkan kebutuhan biologis dan emosi
Minat interaksi sosial terhadap teman sebaya yang tinggi
dapat menyalurkan kebutuhan emosi seseorang, diantaranya
kebutuhan cinta, hormat, penghargaan, kekuatan, kesenangan
dan keyakinan (Calhoun dan Acocella, dalam Sukmono,
Djohan dan Ellyawati).
D. Dinamika Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar
Bentuk dari interaksi sosial teman sebaya yang asosiatif
diantaranya kerja sama (cooperation) dan akomodasi (acomodation).
Kerja sama yang akan dibentuk dua atau lebih individu dapat diartikan
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Tujuan yang akan
dicapai bersama ini harus benar-benar disadari oleh individu bahwa
nantinya akan bermanfaat bagi semua, maka biasanya kerja sama ini
timbul apabila mereka menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan
yang sama pada saat yang bersamaan (Soekanto, 1982). Seperti yang
terjadi pada siswa SMP, mereka memiliki kepentingan yang sama yakni
mencapai prestasi belajar yang optimal dalam waktu yang bersamaan.
Ketika kerja sama ini sudah terbentuk dengan teman sebayanya, maka
seorang individu cenderung akan mendapatkan dukungan atau kepedulian
dari teman sebayanya, dukungan sosial tersebut dapat berupa dukungan
emosi, penghargaan, bantuan secara langsung (dukungan instrumental),
dan informasi (Lyons dan Chamberlain, 2006). Adanya dukungan emosi
dari teman sebaya, akan membuat individu cenderung mempunyai rasa
percaya diri dan juga motivasi dalam belajar sehingga prestasi belajar yang
diperoleh pun bisa maksimal (Moeljono dan Latipun, 2001). Selain itu ada
juga dukungan berupa penghargaan. Penghargaan yang diberikan oleh
teman sebaya ketika seorang siswa memperoleh keberhasilan membuat
individu lebih bersemangat lagi dalam belajar, sehingga prestasi yang
diperoleh juga optimal. Bentuk dukungan sosial lainnya adalah berupa
informasi dan bantuan dari orang lain (dukungan instrumental). Ketika
seorang individu memperoleh informasi serta dukungan instrumental dari
memudahkan siswa dalam menjalani proses belajar, sehingga dapat
memperoleh prestasi belajar yang maksimal.
Selain itu bentuk lain interaksi sosial yaitu akomodasi yang
diartikan sebagai proses yaitu mencapai pada kestabilan suatu hubungan.
Pada saat hubungan dengan orang perorangan teman sebaya ataupun
dalam kelompok teman sebaya seimbang dan stabil, maka individu
tersebut melalui suatu proses penerimaan unsur baru dalam suatu
kelompok teman sebaya untuk mempertahankan stabilitas dalam kelompok
yang telah dibentuk (Soekanto, 1982). Pada saat seorang individu telah
terbiasa akan penerimaan unsur baru, maka individu tersebut cenderung
lebih mudah dalam menerima materi baru yang disampaikan oleh para
pengajar di sekolah, sehingga lebih mudah pula dalam memahami materi
tersebut. Ketika seseorang mudah memahami materi baru maka individu
tersebut akan memperoleh prestasi belejar yang optimal.
Ketika interaksi sosial seseorang rendah maka individu tersebut
cenderung akan merasa kesepian baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Sears, Freedman, dan Peplau, 1985). Hal ini menimbulkan tingkat stress
yang cenderung meningkat sehingga menghasilkan pengaruh negatif
terhadap kesehatan (Lyon dan Chamberlain, 2006). Tingkat stress yang
tinggi juga menyebabkan emosi seseorang tidak terkontrol, sehingga
dengan keadaan emosi yang tidak terkontrol serta keadaan fisik yang
menurun seseorang tidak dapat belajar secara optimal dan prestasi belajar
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ada hubungan yang positif antara interaksi sosial teman sebaya
dan prestasi belajar pada remaja awal.
Hubungan ini mengandung arti bahwa semakin tinggi interaksi
sosial teman sebaya maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang
didapatkan. Sebaliknya, semakin rendah interaksi sosial teman sebaya
Gambar 1
Bagan Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode
kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat
hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini
bertujuan untuk melihat hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan
prestasi belajar pada remaja awal.
B. Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa
penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti,
yaitu:
1. Variabel bebas : interaksi sosial teman sebaya
2. Variabel tergantung : prestasi belajar
C. Definisi Operasional 1. Prestasi Belajar
Menurut Suryabrata (dalam Endang, dkk, 2008) menyatakan
bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang yang diperoleh dari
proses belajar. Prestasi belajar dalam penelitian ini diukur dengan melihat
pada semester 1 sampai semester terakhir sebelum pengambilan data
dilakukan. Nilai yang tinggi menunjukkan prestasi belajar yang tinggi,
sebaliknya nilai rendah menunjukkan prestasi belajar yang rendah pula.
2. Interaksi Sosial Teman Sebaya
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis,
yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok teman sebaya (Gilin dan Gilin, dalam Soekanto, 1980).
Interaksi sosial teman sebaya pada penelitian ini diukur dengan skala
interaksi sosial teman sebaya dengan aspek-aspek interaksi sosial menurut
Gilin dan Gilin (dalam Soekanto,1982) yaitu:
1. Kontak sosial yang merupakan frekuensi hubungan yang dijalin
antara orang perorangan, orang perorangan dengan kelompok
teman sebaya atau antara satu kelompok dan kelompok lainnya,
dan
2. Komunikasi merupakan intensi atau kedalaman hubungan yang
dijalin antara orang perorangan, orang perorangan dengan
kelompok teman sebaya atau kelompok satu dengan kelompok
lainnya.
Skor total pada skala interaksi sosial teman sebaya merupakan
petunjuk interaksi sosial teman sebaya yang tinggi atau rendah. Skor skala
yang tinggi menunjukkan interaksi sosial teman sebaya yang tinggi, dan
rendah.
D. Subyek Penelitian
Adapun kriteria subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini sebagai berikut :
a. Remaja putra dan putri yang menjalani pendidikan SMP (Sekolah
Menengah Pertama) yaitu kelas VIII dan kelas IX SMP BOPKRI 3
b. Remaja awal dengan usia 13- 14 tahun (Thornburg dalam Dariyo,
2004)
E. Sampling
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tehnik purposive sampling, yakni tehnik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2009)
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini mengukur hubungan antara minat berinteraksi dan
prestasi belajar pada remaja SMP. Untuk mengolah data pada penelitian
ini digunakan teknik korelasi product moment. Adapun alat pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Skala interaksi sosial
Skala yang digunakan untuk mengukur interaksi sosial adalah
skala interaksi sosial yang berisi pernyataan-pernyataan favorable
dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban “sangat sesuai”,
Berdasarkan aspek-aspek tersebut peneliti membuat 60
pernyataan yang terdiri dari 30 pernyataan unfavorable dan 30
pernyataanfavorableyang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Blue Print Skala Interaksi Sosial
No. Aspek
Jumlah Aitem
Jumlah Prosentase Favorable unfavorable
1. Kontak sosial 15 15 30 50 %
2. Komunikasi 15 15 30 50%
Total 60 100%
Tabel 2
Tabel Spesifikasi Aitem Interaksi Sosial
Tabel 3
Skor Butir-ButirFavorabelSkala Interaksi Sosial
Respon Skor
Sangat Sesuai (SS) 4
Sesuai (S) 3
Tidak Sesuai (TS) 2
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1
Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek menunjukkan intensitas
berinteraksi sosial tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh subyek menunjukkan intensitas interaksi sosial yang rendah
pula.
Tabel 4
Skor Butir-ButirUnfavorableSkala Interaksi Sosial
Respon Skor
Sangat Sesuai (SS) 1
Sesuai (S) 2
Tidak Sesuai (TS) 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 4
Skor rendah menunjukkan intensitas interaksi sosial subyek yang
rendah, sebaliknya skor yang tinggi menunjukkan intensitas interaksi
2. Nilai Raport kelas VII dan VII semester 1 sampai semester terakhir
sebelum pengambilan data dilakukan.
G. Kredibilitas Alat Ukur 1. Estimasi Validitas
Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi yang
merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional atau dengan professional judgement dengan
dosen pembimbing. Validitas ini mencakup sejauh mana aitem-aitem
dalam tes mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur atau
sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur
(Azwar, 2008).
2. Estimasi Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata rely dan ability. Konsep pokok yang
terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek
yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Secara
empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan dengan suatu angka
yang disebut koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas berkisar mulai
dari 0,0 sampai dengan 1,0 (Azwar,2008). Dari hasil perhitungan
sosial memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,947. Hasil ini
menunjukkan bahwa skala tersebut memuaskan.
3. Seleksi Aitem
Seleksi aitem dilakukan berdasarkan daya diskriminasi atau daya
beda. Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan
antara subyek pada aspek yang hendak diukur oleh tes yang
bersangkutan. Pengujian daya beda dilakukan dengan komputasi
koefisien kolerasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu
kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.
Pengujian konsistensi aitem total ini akan menghasilkan koefisien
korelasi aitem total (Rix). Inilah yang dikenal dengan indeks daya beda
aitem. Sebagai kriteria digunakan batasan 0,3. Aitem yang memiliki
korelasi diatas 0,3 (>0,3) dianggap memenuhi kriteria sebagai aitem
yang baik, sedangkan aitem yang memiliki korelasi kurang dari 0,03
(<0,03) akan digugurkan (dalam Azwar, 2008).
Peneliti melakukan uji coba skala Interaksi Sosial dengan
melibatkan 50 siswa yang terdiri dari siswa kelas VII dan kelas IX.
Setelah data terkumpul Skala Interaksi sosial kemudian diproses
menggunakan SPSS for windows seri 16. Hasil analisis pengukuran
Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya menunjukkan bahwa dari 60
aitem yang diujikan, terdapat 32 aitem yang baik dengan
mempertimbangkan kesetaraan jumlah aitem pada masing-masing
sampai 0,770. Hasil uji daya beda aitem dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5
Tabel Spesifikasi Aitem Sesudah Uji Coba
No. Aspek
Nomor aitem
Jumlah Prosentase Favorable unfavorable
1. Kontak sosial 33,1,34,43,27,2,16,
44,50,18,8,52,7
H. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi
Uji asumsi merupakan salah satu syarat dalam penggunaan teknik
korelasi untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yang
ada. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji normalitas, yaitu uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data
penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal. Data
dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikansi lebih besar dari
lebih kecil dari 5% atau 0.05, maka sebaran data tersebut tidak
berdistribusi normal (Santoso, 2010).
b. Uji linearitas, merupakan hubungan antar variabel yang hendak
dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan
kuantitas disatu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan
atau penurunan kuantitas divariabel lainnya. Data dinyatakan linear
apabila variabel mempunyai signifikansi kurang dari 0.05 (Santoso,
2010).
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan
positif antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada
remaja awal. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan proses
persiapan perijinan dengan meminta surat pengantar penelitian dari
Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Surat pengantar
tersebut kemudian diajukan kepada Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3
Yogyakarta.
Penelitian ini dilaksanakan pada 26 November 2010. Penelitian ini
melibatkan 104 subyek. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
meminta subyek untuk mengisi jawaban pada skala interaksi sosial dan
mengumpulkan nilai raport dari semester 1 hingga sekarang. Peneliti
membagikan skala pada 104 subyek dan kembali pada jumlah yang sama,
namun setelah melalui proses seleksi hanya 84 subyek yang memenuhi
kriteria dengan lengkap.
B. Data Demografis Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini merupakan siswa dan siswi SMP yang
duduk di kelas VIII sebanyak 27 orang atau sebesar 32,1 % dan IX
sebanyak 57 orang atau sebesar 67,9 %, dengan jumlah siswa laki-laki 46
atau sebesar 45,2%. Subyek kelas VIII dan IX diharapkan telah memiliki
nilai raport yang akan digunakan untuk pengambilan data.
Tabel 6
Data Demografis Subyek
Kelas Jumlah Prosentase
VIII 27 32,1 %
IX 57 67,9 %
84 100%
Jenis
kelamin
Jumlah Prosentase
Laki-laki 46 54,8%
perempuan 38 45,2%
84 100%
C. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran variabel
dalam penelitian normal atau tidak. Penelitian uji normalitas diolah
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas
Variabel
Kolmogorov-Smirnov
Signifikansi Keterangan
Prestasi belajar 2,179 0,000 Tidak Normal
Interaksi sosial 0,659 0,778 Normal
Hasil di atas diperoleh Kolmogorov-Smirnov untuk variable
prestasi belajar sebesar 2,179 dengan signifikansi 0,000. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari 5 % pada variable prestasi belajar,
dengan demikian sebaran data tidak normal, sehingga analisis
menggunakan analisis non-parametrik ataudistribution free.
Data variabel interaksi sosial Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,659
dengan signifikansi 0,778. Nilai signifikansi tersebut lebih dari 5 %
pada variabel interaksi sosial, dengan demikian sebaran data adalah
normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui sebaran antar kedua variabel
berupa garis lurus atau tidak. Uji linearitas tersebut dengan menggunakan
SPSS for windows versi 16.0. dari hasil pengolahan data, menunjukkan
variabel interaksi sosial dan prestasi belajar tidak linear karena nilai
signifikan lebih besar dari 0,05 (0,902 > 0,05).
Gambar 2 Scatterplot
D. Hasil Penelitian 1. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi spearmans pada
taraf signifikansi 5% (0,05). Dari hasil analisis data diketahui bahwa
sebesar 0,135 dengan taraf signifikansi 0,111. Hal ini berarti tidak
terdapat hubungan antara prestasi belajar dan interaksi sosial.
2. Deskripsi Data Penelitian
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan subyek
memiliki interaksi sosial yang tinggi. Pada tabel berikut ini disajikan
data teoritis dan empiris skala interaksi sosial remaja SMP.
Tabel 8
Data Teoritis dan Empirik Skala Interaksi Sosial Teman Sebaya
Variabel N t SD P
Mean
Teoritis Empiris
Interaksi
sosial
84 17,504 10,628 0,00 80 100,297
Nilai P pada skala interaksi sosial sebesar 0,00. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
teoritik dan mean empiris pada skala interaksi sosial. Mean teoritik
diperoleh dengan menghitung nilai tengah dari alat ukur penelitian,
sedangkan mean teoritik diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata
skor penelitian. Skala interaksi sosial diperoleh mean empirik sebesar
100,297 lebih besar dari mean teoritis yaitu 80. Hal ini menunjukkan
Tabel 9
Data Teoritis dan Empirik Rata-Rata Nilai Raport
Variabel N t SD P
Mean
Teoritis Empiris
Prestasi
Belajar
84 45,821 40,203 0,00 600 801,00
Nilai P pada rata-rata nilai raport sebesar 0,00. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
teoritik dan mean empiris pada rata-rata nilai raport. Mean teoritik
diperoleh dengan menghitung nilai tengah dari alat ukur penelitian,
sedangkan mean teoritik diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata
skor penelitian. Rata-rata nilai raport diperoleh mean empirik sebesar
801,00 lebih besar dari mean teoritis yaitu 600. Hal ini menunjukkan
bahwa subyek penelitian memiliki prestasi belajar yang tinggi.
E. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara
interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada remaja awal.
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara interaksi sosial teman
Pada tahap perkembangan usia remaja awal, individu cenderung
memiliki dorongan untuk selalu sama dengan aturan pada kelompoknya.
Mereka lebih nyaman ketika berada bersama-sama teman sebaya dalam
kelompoknya, sehingga seorang remaja cenderung merasa tergantung
dengan aturan-aturan pada kelompoknya. Ketika seorang remaja terlalu
tergantung dengan kelompok dengan teman sebaya ini, maka akan
menimbukan konflik-konflik dengan orang tua. Salah satunya adalah
melalaikan norma yang dibuat oleh orang tua yaitu mencapai prestasi
belajar yang optimal (Santrock, 1995).
Pada kelompok remaja awal, masih memiliki tingkat emosi yang
belum stabil yaitu remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan
perasaan dan emosinya. Pada tahap ini remaja seringkali mengalami
keadaan emosi yang cepat berganti, misalnya kegembiraan yang meledak
bertukar menjadi perasaan yang sangat sedih. Begitu pula dalam
kehidupan dengan kelompok teman sebayanya, remaja awal masih
cenderung mengalami keadaan emosi yang belum stabil, sehingga
kebanyakan tujuan mereka membentuk kelompok adalah hanya untuk
kesenangan sesaat (Mappiare, 1982).
Misalnya yang terjadi pada siswa di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
tempat pengambilan data dilakukan, menurut keterangan dari salah satu
guru sebagian besar siswanya datang ke sekolah dengan berbagai masalah
mencapai prestasi belajar yang optimal namun untuk memperoleh
penghiburan atas masalah yang dihadapi masing-masing siswa.
Dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal, salah satunya juga
diperlukan sikap mental yang baik dari dalam diri seseorang, diantaranya
mengenai tujuan belajar yaitu siswa harus sadar mengapa dirinya harus
belajar (Soeryabrata, dalam Tjudjing, 2001). Sedangkan ketika seseorang
dikatakan memiliki interaksi sosial yang tinggi, dapat dilihat saat
membentuk kerjasama dengan orang lain. Dalam membentuk kerjasama
ini setiap orang harus menyadari tujuan yang akan dicapai bersama,
sehingga dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal seseorang harus
menyadari dan memiliki tujuan bersama yaitu mencapai prestasi belajar
yang optimal.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar, hal ini terjadi
karena dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya tidak
semua siswa memiliki tujuan bersama untuk berprestasi yang optimal.
Selain itu penelitian-penelitian selanjutnya juga perlu melihat faktor-faktor
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara interaksi sosial teman sebaya dan prestasi belajar pada
remaja awal. Koefisien korelasi pada penelitian ini sebesar 0,135 dengan
taraf signifikansi 0,111. Hal ini menunjukkan bahwa minat interaksi sosial
teman sebaya yang tinggi belum tentu prestasi belajar seseorang juga
tinggi.
B. SARAN
Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran pada peneliti
lain agar melihat variabel lain yang mungkin mempengaruhi prestasi
belajar pada remaja awal, karena berdasarkan penelitian ini ternyata
interaksi sosial teman sebaya tidak berhubungan dengan prestasi belajar.
Untuk penelitian selanjutnya perlu diperhatikan variabel antara
51
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 1999.Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar. 2008.Reliabilitas Dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dariyo, Agoes. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta : Ghalia Indonesia
Hurlock, Elizabeth.1999. Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Erlangga: Jakarta
Iswinarti dan Haditono, Siti.R. 1999. Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan. Jurnal Psikodinamika Vol.1 No.3, September 1999
Lyons, A.C dan Chamberlain,K. 2006. Health Psychology. Cambridge : Cambridge University Press.
Mappiare, Andi. 1982.Psikologi Remaja.Surabaya : Usaha Nasional
Moeljono, Notosoedirjo dan Latipun. 2001. Kesehatan Mental. Malang : Universitas Muhamadiah Malang.
Nashori,Fuad.H.2004.Peranan Kualitas Tidur Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Insan Vol.6 No.3,Desember 2004. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Nuh, Muhamad. 2010. Hasil UN tingkat SMP juga jeblok. Suara Karya Online (26 Oktober 2010). Diambil pada tanggal 26 Oktober 2010.
Santoso, Agung. 2010. Statistik untuk Psikologi: dari blog menjadi buku.Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Santrock, John W. 1995.Life-Span Development Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : Erlangga.
Schultz, Duane. 1991.Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta : Kanisius.
Sears, D.O.; Freedman, J.L; dan Peplau.L.A. 1985. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta : Erlangga