i
PENGERING PADI ENERGI SURYA
DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad sarjana S-1
Diajukan oleh :
P. Susilo Hadi
NIM : 085214060
Kepada
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
PADDY SOLAR DRYER
WITH HEIGHT VARIATION OF CHIMNEY
FINAL PROJECT
Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree
By :
P. Susilo Hadi
Student Number : 085214060
To
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
iii
TUGAS AKHIR
PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN
VARIASI TINGGI CEROBONG
Disusun oleh :
Nama : P. Susilo Hadi NIM : 085214060
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama
iv
TUGAS AKHIR
PENGERING PADI
ENERGI SURYA DENGAN
VARIASI TINGGI CEROBONG
Dipersiapkan dan disusun oleh: Nama : P. Susilo Hadi
NIM : 085214060
Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 25 Januari 2012 dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji :
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Ir.Petrus Kanisius Purwadi,M.T ………
Sekretaris : I Gusti Ketut Puja, S. T., M. T. ……… Anggota : Ir.Franciscus Asisi Rusdi Sambada,M.T. ………
Yogyakarta, 26 Januari 2012 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Dekan
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Yogyakarta, 26 Januari 2012
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugrah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat tersusun dan dapat terselesaikan dengan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan yang berupa dorongan, motivasi, doa, sarana, materi sehingga dapat terselesaikannya Tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, antara lain
1. Romo Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa S.Si.,M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Ir. PK. Purwadi, M.T, selaku ketua Program Studi Teknik Mesin.
4. Bapak Ir, FA. Rusdi Sambada, M.T., selaku dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir.
5. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
6. Segenap staf karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
7. Aditya Nugrahanto, teman seperjuangan dalam pembuatan Tugas Akhir ini. 8. Rekan-rekan mahasiswa khususnya angkatan 2008 yang telah berjuang bersama
dan memberikan masukan-masukan serta dorongan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
vii
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam penulisan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga penulisan Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca.
Terima kasih.
Yogyakarta, 26 Januari 2012
ix
INTISARI
Pengeringan merupakan salah satu proses yang penting pada pengolahan hasil pertanian terutama padi. Pada umumnya pengeringan dilakukan dengan penjemuran langsung,tetapi cara ini kurang efektif karena waktu yang dibutuhkan relatif lebih lama. Salah satu alternatif mengatasi masalah tersebut adalah dengan alat pengering menggunakan energi surya, disamping lebih efisien juga lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui energi berguna, efisiensi kolektor, efisiensi pengambilan kadar air, efisiensi sistem,penurunan massa padi dan tarikan tambahan yang dihasilkan oleh cerobong.
Ukuran kotak absorber adalah 2 m x 1 m, dengan tinggi rak pengering 0,8 m. Variabel yang divariasikan adalah tinggi cerobong yaitu tinggi cerobong 0,1 m dengan 2 m dan proses pengeringannya. Variabel yang diukur adalah temperatur,kelembaban dan energi surya yang datang. Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan untuk udara masuk kolektor, udara keluar kolektor dan udara keluar kotak pengering.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi berguna, efisiensi kolektor dan efisiensi sistem pengeringan alat pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m lebih rendah 55,5 %,35,7 % dan 21,6 % dari alat pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m. Efisiensi pengambilan kadar air dan tarikan pada cerobong pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m lebih tinggi 38,1 % dan 96,5 % dari alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m. Penurunan massa padi untuk pengeringan dengan alat pengering lebih tinggi 200 % dari pengeringan konvensional.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………....…… i
TITLE PAGE ...………..………... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………. iii
LEMBAR PENGESAHAN ...………...……….... iv
LEMBAR PERNYATAAN ...………..….. v
KATA PENGANTAR ……...………. vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
2.6 Penelitian yang Pernah Dilakukan ………... 11
BAB III METODE PENELITIAN ………...………. 13
3.1 Skema Alat ..……...………...….. 13
3.2 Variabel yang Divariasikan ..……...………...….. 14
xi
3.4 Langkah Penelitian ..………..………...……… 15
3.5 Pengolahan dan Analisa Data ………. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ….………...…..… 17
4.1 Data Penelitian ……..……….….. 17
4.2 Perhitungan Data ……….…. 42
4.3 Grafik Hasil Perhitungan …... 48
BAB V PENUTUP ... 54
5.I Kesimpulan …... 54
5.2 Saran ... 55
5.3 Penutup ... 55
Daftar Pustaka ………... 56
xii Gambar 3.2 Pengering energi surya dengan tampak samping …... 14 Gambar 3.3 Posisi-posisi pengukuran ……… 15 Gambar 4.1 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor,
radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama ..……… 18 Gambar 4.2 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama ….………. 18 Gambar 4.3 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering,
radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama ..………. 19 Gambar 4.4 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu
untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan
data pertama ………... 19
Gambar 4.5 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama ………... 20 Gambar 4.6 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat
pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data
pertama ...……… 20
xiii
Gambar 4.8 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ………. 22 Gambar 4.9 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ………….………. 23 Gambar 4.10 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering,
radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ……….. 23 Gambar 4.11 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu
untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ………..…... 24 Gambar 4.12 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu
untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ... 24 Gambar 4.13 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat
pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
kedua ……….. 25
Gambar 4.14 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua ………...……….. 25 Gambar 4.15 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga ………….……… 26 Gambar 4.16 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga ..……….……….. 27 Gambar 4.17 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering
xiv
Gambar 4.18 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan
data ketiga ………..……… 28
Gambar 4.19 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga ………..……….... 28 Gambar 4.20 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat
pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga ……….. 29 Gambar 4.21 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap
waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga ………. 29 Gambar 4.22 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat ……..….…..…………. 30 Gambar 4.23 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat ………...….. 31 Gambar 4.24 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering,
radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat ………..……… 31 Gambar 4.25 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu
untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan
data keempat ……….………. 32
Gambar 4.26 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat ……….………. 32 Gambar 4.27 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat
xv
Gambar 4.28 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat ……….……… 33 Gambar 4.29 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima ………....……. 34 Gambar 4.30 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima …….…………..……….. 35 Gambar 4.31 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering,
radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima ………...……….. 35 Gambar 4.32 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu
untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan
data kelima ……….… 36
Gambar 4.33 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan
data kelima …………..………...……… 36
Gambar 4.34 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
kelima ………. 37
Gambar 4.35 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima ………..…….…… 37 Gambar 4.36 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi
surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam ………..………. 39 Gambar 4.37 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi
xvi
Gambar 4.38 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi
cerobong 2 m pengambilan data keenam ………..………. 40
Gambar 4.39 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam ………..………...………….. 40
Gambar 4.40 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam ……….……….. 41
Gambar 4.41 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam ………... 41
Gambar 4.42 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
Gambar 4.47 Rata-rata tarikan pada cerobong untuk tiap percobaan ……..……. 52
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pengambilan data pertama untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m ……….…….…. 17 Tabel 4.2 Pengambilan data kedua untuk alat pengering dengan tinggi
cerobong 2 m ………...………….……….. 21 Tabel 4.3 Pengambilan data ketiga untuk alat pengering dengan tinggi
cerobong 2 m ……….. 26 Tabel 4.4 Pengambilan data keempat untuk alat pengering dengan tinggi
cerobong 2 m ……….. 30 Tabel 4.5 Pengambilan data kelima untuk alat pengering dengan tinggi
cerobong 2 m ………...……….. 34 Tabel 4.6 Pengambilan data keenam untuk alat pengering dengan tinggi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengeringan merupakan salah satu proses yang penting pada pengolahan hasil pertanian. Cara pengeringan yang kurang baik akan mengakibatkan hasil pertanian menjadi rusak seperti busuk, berjamur atau berubah warna. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Biro Pusat Statistik (BPS) antara tahun 2004–2006 menunjukkan bahwa tingkat kerusakan hasil pertanian pasca panen berkisar 10,39 % hingga 15,26 % dan salah satu faktornya adalah proses pengeringan yang kurang baik.
Energi surya merupakan energi yang tersedia melimpah di Indonesia sehingga pemanfaatan energi surya dapat mengurangi atau bahkan menggantikan penggunaan bahan bakar atau energi listrik dalam proses pengeringan hasil pertanian. Alat pengering dengan memanfaatkan energi surya yang ada di Indonesia umumnya menggunakan absorber jenis pelat yang terbuat dari tembaga atau alumunium. Masalah yang ada dengan penggunaan absorber jenis pelat ini adalah dari segi biaya masih termasuk mahal dan pembuatan alat pengering dengan absorber pelat termasuk teknologi yang tidak sederhana bagi umumnya masyarakat pertanian di Indonesia.
Jenis alat pengering energi surya yang lebih murah dan mudah dibuat adalah alat pengering dengan menggunakan absorber jenis porus. Penelitian tentang pengering energi surya jenis absorber porus ini terutama di Indonesia masih sedikit sehingga masih perlu dilakukan banyak penelitian. Penelitian ini bermaksud mengetahui proses pengeringan yang lebih efisien dan variasi tinggi cerobong yang tepat untuk alat pengering padi energi surya. Dapat tidaknya jenis pengering energi surya dengan absorber porus ini dimanfaatkan untuk pengeringan padi ditentukan oleh efisiensi sistem pengeringan hasil pertanian yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah
terutama adalah luas absorber. Luas absorber yang digunakan adalah 8𝑚2dengan bahan alumunium. Sebagai bahan yang dikeringkan pada penelitian ini digunakan padi. Padi dipilih karena padi merupakan hasil pertanian yang paling umum di pedesaan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jumlah energi yang dipindahkan dari absorber ke udara (energi berguna) didalam kolektor surya.
2. Mengetahui efisiensi pengambilan kadar air untuk tiap variasi tinggi cerobong pada pengering padi energi surya.
3. Mengetahui efisiensi kolektor untuk tiap variasi tinggi cerobong pada pengering padi energi surya.
4. Mengetahui efisiensi sistem pengeringan untuk tiap variasi tinggi cerobong pada pengering padi energi surya.
5. Mengetahui tarikan tambahan pada cerobong untuk tiap variasi tinggi cerobong alat pengering padi energi surya.
6. Mengetahui penurunan massa padi menggunakan alat pengering dan dengan pengeringan konvensional.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Membantu petani untuk mengolah hasil panen produk pertanian agar produk bertahan lama.
2. Menambah kepustakaan teknologi pengeringan hasil pertanian energi surya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Konstruksi pengering hasil pertanian yang umum (menggunakan absorber pelat) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bagian utama dari pengering adalah absorber (terletak dalam kotak kolektor) yang akan menerima energi surya yang datang dan mengkonversikannya menjadi panas. Absorber ini berfungsi untuk memanasi udara luar yang mengalir ke kotak tempat bahan yang akan dikeringkan secara alami (atau dapat juga dengan bantuan blower). Udara yang sudah dipanasi absorber ini akan mengalir menembus hasil pertanian yang akan dikeringkan. Pada saat udara panas ini menembus hasil pertanian terjadi perpindahan panas dan massa air dari hasil pertanian ke udara panas tersebut, proses ini disebut proses pengeringan.
2.2 Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari pengering padi energi surya sederhana yaitu udara yang masuk ke kolektor dipanasi oleh sinar matahari dan di sirkulasikan melalui lapisan padi dengan konveksi alamiah. Udara yang bertemperatur tinggi yang melalui lapisan padi akan menguapkan air yang terkandung di dalam padi, sehingga terjadi proses pengeringan. Cerobong memberikan tarikan tambahan, yang diciptakan oleh perbedaan massa jenis antara udara di dalam dan di luar pengering.
2.3 Energi Berguna (Qu)
Jumlah energi yang terpakai untuk memanasi udara di absorber (jumlah energi yang dipindahkan dari absorber ke udara) disebut dengan energi berguna dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
𝑄𝑢 =𝑚.𝐶𝑝 𝑇𝑜𝑢𝑡_𝑐 − 𝑇𝑖𝑛_𝑐 (1)
dengan :
m : laju massa aliran udara dalam kolektor (kg/detik) CP : panas spesifik udara (J/(kg.OC)
Efisiensi kolektor (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna dengan total energi surya yang datang ke kolektor, dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
𝜂
𝑐=
𝐺𝑇𝑄.𝑢𝐴𝑐 (2)dengan :
QU : energi berguna ( W)
GT : intensitas energi surya yang datang (W/m2) AC : luas kolektor surya (m2)
Besarnya tingkat kelembaban udara (RH) menyatakan banyaknya komposisi kadar air yang terkandung dalam udara (Cengel, 1989), dan dinyatakan dalam persamaan :
𝑅𝐻
=
𝜔2𝑃(0.622+𝜔1)𝑃𝑔1 (3)
dengan :
ω1 : Kelembaban spesifik udara (kg H2O/kg udara kering) ω2 : Kelembaban spesifik udara jenuh (kg H2O/kg udara kering) Pg1 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur kering (kPa)
diperoleh dengan persamaan :
Pg2 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur basah (kPa) P : Tekanan udara luar (kPa)
diperoleh dengan persamaan :
𝜔
1=
hfg2 : Enthalpy penguapan pada temperatur basah (kJ/kg) hg1 : Enthalpy uap jenuh pada temperatur kering (kJ/kg) T1 : Temperatur udara kering (oC)T2 : Temperatur udara basah (oC)
𝜂
𝑝=
𝑅𝐻𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡𝑖𝑛__𝑐𝑝−𝑅𝐻−𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡𝑜𝑢𝑡_𝑐_𝑐(6)
dengan :
𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑝 : kelembaban relatif udara keluar alat pengering
𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑐 : kelembaban relatif udara masuk alat pengering
𝑅𝐻𝑖𝑛_𝑐 : kelembaban jenuh adiabatis udara masuk alat pengering
Efisiensi sistem pengeringan (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air dari hasil pertanian yang dikeringkan dengan energi yang datang pada alat pengering, dan dapat dinyatakan dengan
W : laju massa air yang menguap (kg/detik)
L : kalor laten dari air yang menguap saat temperatur pengering (J/kg) GT : intensitas energi surya yang datang (W/m2)
AC : luas kolektor surya (m2)
2.5 Tarikan tambahan pada cerobong (∆p)
Gambar 2.2 Pengering energi surya
∆p dapat dinyatakan dengan persamaan:
∆𝑝= 1 𝜌 − 𝜌1 +2 𝜌 − 𝜌2 𝑔 (8)
dengan :
1 : Tinggi antara lapisan padi permukaan bawah dan dasar udara masuk
kolektor (m).
: Tinggi cerobong (m).
: Massa jenis udara diluar pengering. (kg m3). 𝜌1 : Massa jenis udara dibawah lapisan padi (kg m
3)
Massa jenis udara () diperoleh dengan persamaan :
2.6 Penelitian yang Pernah Dilakukan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Skema Alat
Skema alat penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Posisi letak pengukuran temperatur dan kelembaban dapat dilihat pada Gambar 3.2. Ukuran kotak absorber yang digunakan adalah 2 m x 1 m. Ketinggian rak pengering yang digunakan adalah 0,8 m. Dinding kotak pengering terbuat dari pelat alumunium yang dicat hitam dan ditutup dengan kaca, jarak antara dinding pelat alumunium dengan kaca sekitar 25 mm. Tujuan pembuatan dinding kotak pengering dari pelat alumunium, dicat hitam dan ditutup kaca adalah untuk memperbesar penyerapan energi surya kedalam kotak pengering. Tutup kaca berfungsi untuk mencegah panas yang sudah diterima kotak pengering agar tidak keluar lagi ke udara sekitar. Konstruksi dinding kotak pengering seperti ini sering ditemukan pada pada pemanfaatan energi surya untuk kompor pemasak jenis kotak. (Gambar rancangan dapat dilihat pada lampiran).
Gambar 3.2 Pengering energi surya dengan tampak samping
3.2 Variabel yang Divariasikan
Dalam penelitian ini variabel yang divariasikan adalah sebagai berikut : a. Tinggi cerobong, yaitu dengan ketinggian cerobong 0,1 m dan 2 m. b. Dengan alat pengering dan pengeringan secara konvensional (penjemuran
langsung).
3.3 Variabel yang Diukur
Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah sebagai berikut : a. Temperatur udara masuk kolektor (T in_c)
b. Temperatur udara keluar kolektor (Tout_c) c. Temperatur udara keluar pengering (T out_p)) d. Kelembaban udara sekitar (RH in_c)
Untuk pengukuran temperatur digunakan termokopel, untuk pengukuran tekanan digunakan manometer dan untuk pengukuran energi surya yang datang digunakan pyranometer (lampiran).
Gambar 3.3 Posisi-Posisi Pengukuran
3.4 Langkah Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian diawali dengan pembuatan dan penyiapan alat.
2. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan cerobong dengan tinggi 0,1 m untuk mengeringkan padi.
3. Tiap variasi parameter dilakukan pengambilan data tiap 5 menit.
pengering (RHout_c), kelembaban udara keluar pengering (RHout_p), dan energi surya yang datang (GT)
5. Sebelum melanjutkan pengambilan data untuk variasi berikutnya kondisi alat pengering harus didiamkan agar kembali ke kondisi awal sebelum dilakukan pengambilan data berikutnya
6. Langkah 2 sampai dengan 5 diulangi untuk ketinggian cerobong yang berbeda.
3.5 Pengolahan dan Analisa Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Untuk pengering padi energi surya dengan tinggi cerobong 0,1 m, dilakukan 1 kali pengambilan data, dan untuk pengering padi energi surya dengan tinggi cerobong 2 m, dilakukan sebanyak 5 kali pengambilan data.
Tabel 4.1 Pengambilan data pertama untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m.
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Masuk Kolektor Keluar kolektor Keluar Pengering GT
Gambar 4.1 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
Gambar 4.2 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
Gambar 4.3 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
Gambar 4.4 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data
Gambar 4.5 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
Gambar 4.6 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
0
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 0,1 m
Gambar 4.7 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m pengambilan data pertama
Tabel 4.2 Pengambilan data kedua untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
RH out_p (keluar alat pengering)
RH out_c (keluar kolektor)
GT (Radiasi Surya)
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Tabel 4.2 Pengambilan data kedua untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m (lanjutan)
Gambar 4.8 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
11:50 951 32 24 68 29 50 32
Waktu GT Masuk Kolektor Keluar Kolektor Keluar Pengering
Gambar 4.9 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua
Gambar 4.10 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua
0
Gambar 4.11 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua
Gambar 4.13 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kedua
Gambar 4.14 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 2 m
Pengeringan Konvensional
RH out_c (keluar kolektor)
RH out_p (keluar pengering)
Tabel 4.3 Pengambilan data ketiga untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
Gambar 4.15 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Waktu GT Masuk Kolektor Keluar Kolektor Keluar Pengering
Gambar 4.16 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga
Gambar 4.17 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga
0
Gambar 4.18 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga
Gambar 4.20 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data ketiga
Gambar 4.21 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 2 m
Pengeringan Konvensional
RH out_c (keluar kolektor)
RH out_p (keluar alat pengering)
Tabel 4.4 Pengambilan data keempat untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
Gambar 4.22 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Gambar 4.23 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat
Gambar 4.24 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat
0
Gambar 4.25 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat
Gambar 4.27 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keempat
Gambar 4.28 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 2 m
Tabel 4.5 Pengambilan data kelima untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
Gambar 4.29 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Waktu GT Masuk Kolektor Keluar Kolektor Keluar Pengering
Gambar 4.30 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima
Gambar 4.31 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima
0
Gambar 4.32 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima
Gambar 4.34 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data kelima
Gambar 4.35 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 2 m
Pengeringan Konvensional
RH out_p (keluar alat pengering)
RH out_c (keluar kolektor)
Tabel 4.6 Pengambilan data keenam untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m
Tin_c Kering Tin_c Basah Tout_c Kering Tout_c Basah Tout_p Kering Tout_p Basah
Jam W/m² ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C ˚C
Gambar 4.36 Grafik hubungan temperatur basah kering masuk kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
Gambar 4.37 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar kolektor, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
Gambar 4.38 Grafik hubungan temperatur basah kering keluar alat pengering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
Gambar 4.39 Grafik hubungan temperatur basah, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
0
Gambar 4.40 Grafik hubungan temperatur kering, radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
Gambar 4.41 Grafik hubungan massa padi terhadap waktu untuk alat pengering 0
Alat Pengering Padi Tinggi Cerobong 2 m
dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
Gambar 4.42 Grafik hubungan kelembaban udara dan radiasi surya terhadap waktu untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m pengambilan data keenam
4.2 Perhitungan Data
Dibawah ini ditunjukan contoh bentuk perhitungan untuk data percobaan pertama mulai dari menentukan nilai energi berguna (𝒬𝑢), efisiensi kolektor (c),
efisiensi pengambilan (p), efisiensi sistem pengering (u) dan tarikan tambahan pada cerobong (∆p).
Menentukan efisiensi kolektor (c), dengan menghitung terlebih dahulu nilai dari energi berguna (𝒬𝑢), radiasi surya (GT) dan luasan kolektor (Ac). Untuk menghitung energi berguna (𝒬𝑢) digunakan persamaan (1) :
𝒬𝑢 = 𝑚.𝐶𝑝(𝑇𝑖𝑛_𝑐 − 𝑇𝑜𝑢𝑡_𝑐)
RH out_p (keluar alat pengering)
RH out_c (keluar kolektor)
Untuk mempermudah perhitungan untuk laju aliran massa udara didalam kolektor, maka digunakan dengan massa udara dalam kolektor yang diperoleh dengan melakukan operasi perkalian antara 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 dengan volume udara dalam kolektor.
Volume udara dalam kolektor dihitung dengan persamaan mencari volume dan dinyatakan sebagai berikut :
𝑉𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 =𝑝𝑥𝑙𝑥𝑡
𝑉𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 = 2𝑚𝑥 1𝑚𝑥0,12𝑚
𝑉𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 = 0,24𝑚3
Massa jenis udara didalam kolektor (𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎) ditentukan dengan menghitung harga rata-rata dari temperatur masuk dan temperatur keluar kolektor. Temperatur masuk (T in_c) dan keluar kolektor (T out_c) besarnya 31,76 oC dan 56,72 oC.
Sehingga 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 44,24𝑜𝐶= 1,08𝑘𝑔 𝑚3
𝑚= 𝑉𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑥𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑚= 0,24𝑚3𝑥1,08 𝑘𝑔 𝑚3
𝑚= 0,2592 𝑘𝑔 Maka nilai energi berguna dapat dihitung.
𝒬𝑢 =𝑚𝐶𝑝(𝑇𝑜− 𝑇𝑖)
𝒬𝑢 = 0,2592 𝑘𝑔𝑥1005 𝐽/𝑘𝑔𝑜𝐶𝑥(56,72𝑜𝐶 −31,76𝑜𝐶)
𝒬𝑢 = 6501,98 𝐽
Sehingga efisiensi kolektor dapat dihitung dengan persamaan (2) :
Menentukan efisiensi pengambilan (p) yaitu dengan persamaan (6) :
𝜂𝑝 =𝑅𝐻𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑝− 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑐 𝑖𝑛_𝑐− 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑐
Besarnya nilai tingkat kelembaban udara masuk kolektor 𝑅𝐻𝑖𝑛_𝑐 , kelembaban udara keluar kolektor 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑐 dan kelembaban udara keluar pengering 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑝 dapat dicari dengan menghitung nilai kelembaban spesifik ω2 dan ω1.
1. Contoh perhitungan untuk mengetahui kelembaban relatif (RH). Variabel yang diketahui :
T1 = 35 ˚C cp = 1,005 kJ/kg.˚C T2 = 29 ˚C hf2 = 121,439 kJ/kg P2 = 101,325 kPa hg1 = 2563,2 kJ/kg Pg1 = 4,511 kPa pg1 = 4,511 kPa
Perhitungan untuk ω2 dan ω1 adalah dengan persamaan (4) dan persamaan (5)
.Setelah ω2 dan ω1 diketahui, maka kelembaban relatif (RH) dihitung dengan
persamaan (3) :
Langkah perhitungan diatas diterapkan untuk perhitungan kelembaban udara masuk kolektor 𝑅𝐻𝑖𝑛_𝑐 , kelembaban udara keluar kolektor 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑐 dan
kelembaban udara keluar pengering 𝑅𝐻𝑜𝑢𝑡_𝑝 pada tiap data percobaan. Kemudian
𝑅𝐻𝑖𝑛_𝑐 = 53,34
Efisiensi Sistem Pengering (𝜂𝑠) dapat ditentukan besarnya dengan persamaan (7) :
𝜂𝑠 =𝐺𝑊𝐿 𝑇𝐴𝑐
Persamaan disederhanakan menjadi : 𝜂𝑠 =𝑚𝐺 𝑓𝑔
𝑇𝐴𝑐
Penyederhanaan dilakukan untuk mempermudah penghitungan sesuai dengan variabel data yang diketahui.
𝑓𝑔𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2446,616𝑘𝐽/𝑘𝑔 = 2446616 𝐽/𝑘𝑔
Radiasi surya (GT) yang dipakai adalah radiasi surya rata-rata dalam 5 menit, sehingga GT rata-rata = 710,96 W/m2 x 300 detik = 213288 J/m2
𝑚= Rata-rata massa air yang menguap tiap 5 menit (300 detik). 𝑚= 𝑚𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑚akhir
𝑚= 3 𝑘𝑔 −2,8 𝑘𝑔 120 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 5
𝑚= 0,0083 𝑘𝑔
Sehingga efisiensi sistem pengering diperoleh, 𝜂𝑠 =
0,0083 𝑘𝑔𝑥 2446616 𝐽/𝑘𝑔 853152 𝐽/𝑚2𝑥 (2𝑚𝑥 1𝑚)
𝜂𝑠 = 0,0478
𝜂𝑠 = 4,78 %
Tarikan tambahan pada cerobong yang diciptakan oleh perbedaan massa jenis antara udara di dalam dan di luar pengering atau penurunan tekanan antara kedua sisi lapisan padi (∆p). Tinggi antara permukaan bawah lapisan padi dengan dasar udara masuk kolektor (H1) adalah 1,29 m, dan tinggi cerobong dengan permukaan atas lapisan padi (H2) adalah 2,7 m.
Menentukan tarikan pada cerobong (∆p) dengan persamaan (8) : ∆𝑝= 1 𝜌 − 𝜌1 +2 𝜌 − 𝜌2 𝑔
∆𝑝= 1,29 1,148−1,069 +2,7 1,148−1,087 . 9,81
∆𝑝= 2,61 Pascal
4.3 Grafik Hasil Perhitungan
Dalam perhitungan terdapat hasil-hasil yang tidak valid. Ketidakvalidan data ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Padi yang digunakan dalam percobaan, kandungan airnya berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh umur dan kwalitas padi yang berbeda.
2. Ketidakakuratan alat ukur temperatur sehingga terjadi perbedaan antara temperatur yang terbaca dalam alat ukur dan temperatur sebenarnya.
Gambar 4.43 Energi berguna (Qu)
cerobong 2 m disebabkan karena pada pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m laju aliran massa udara yang melewati absorber lebih tinggi yang disebabkan oleh tarikan tambahan pada cerobong, sehingga perpindahan kalor konveksi yang terjadi pada absorber ke udara didalam kolektor lebih cepat.
Gambar 4.44 Efisiensi kolektor
Efisiensi kolektor adalah perbandingan antara jumlah energi yang dipindahkan dari absorber ke udara dengan total energi yang surya yang datang ke kolektor, ditunjukkan pada gambar 4.44. Untuk pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m, efisiensi kolektor adalah sebesar 3,8 %, lebih tinggi dari pengering dengan tinggi cerobong 2 m yang besarnya 1,3 %. Hal ini disebabkan karena besar energi berguna untuk alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m lebih besar.
Gambar 4.45 Efisiensi pengambilan
Efisiensi pengambilan didefinisikan sebagai perbandingan uap air yang dipindahkan (diambil) oleh udara dalam alat pengering dengan kapasitas teoritis udara menyerap uap air, ditunjukkan pada gambar 4.45. Untuk pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m, efisiensi pengambilan adalah sebesar 25,3 %, lebih rendah dari pengering dengan tinggi cerobong 2 m yang besarnya 66,4 %. Hal ini dikarenakan kelembaban absolut keluar pengering untuk pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m lebih tinggi dari kelembaban absolut keluar pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m. Dalam perhitungan efisiensi pengambilan, terdapat hasil yang tidak valid, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : 1. Pada temperatur basah untuk tiap titik pengukuran terpengaruh oleh temperatur air yang digunakan sebagai media basahnya. Semakin tinggi temperatur udara sekitarnya maka temperature airnya juga akan ikut naik
temperaturnya, yang mengakibatkan hasil pengukuran temperatur basah pada tiap titik pengukuran tidak valid.
2. Penambahan pelat alumunium yang ditutup kaca pada dinding kotak pengering sehingga, bertambahnya energi surya yang diserap didalam kotak pengering akan menaikkan temperatur didalam kotak pengering.
Gambar 4.46 Efisiensi sistem pengeringan
diatas terdapat hasil yang kurang valid, hal ini disebabkan oleh penambahan plat alumunium yang ditutup kaca pada dinding kotak pengering sehingga, bertambahnya energi surya yang diserap didalam kotak pengering akan menaikkan temperatur didalam kotak pengering yang akan menyebabkan perbedaan temperatur antara atas dan bawah lapisan padi yang dikeringkan pada kotak pengering menjadi semakin kecil.
Gambar 4.47 Rata-rata tarikan pada cerobong untuk tiap percobaan
Tarikan tambahan pada cerobong atau dengan perkataan lain, penurunan tekanan antara kedua sisi lapisan padi, ditunjukkan pada gambar 4.47. Untuk pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m, tarikan tambahan pada cerobong adalah sebesar 2,9 Pa, sedangkan untuk pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m, tarikan tambahan yang dihasilkan cerobong adalah 2,8 Pa.
Gambar 4.48 Penurunan massa padi untuk tiap proses pengeringan
Penurunan massa padi untuk tiap proses pengeringan ditunjukkan pada gambar 4.48. Untuk Proses pengeringan padi dengan alat pengering rata-rata penurunan massanya lebih besar dari proses pengeringan secara konvensional yaitu dengan selisih penurunan massa padi sebesar 50 gram hingga 150 gram, tergantung dari lamanya proses pengeringan tersebut. Dalam proses pengeringan padi dengan alat pengering dengan tinggi cerobong 0,1 m, penurunan massa padi yang terjadi tidak berbeda jauh dengan proses pengeringan dengan alat pengering dengan tinggi cerobong 2 m yaitu sebesar 100 gram.
3000 3000 3000 3000 3000 3000
2800
Pengeringan dengan alat pengering
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari semua penelitian, uji coba, perhitungan dan analisa data dapat disimpulkan sebagai berkut :
1. Energi berguna (Qu), pada pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m, rata-rata lebih rendah 55,5 % dari pengering dengan tinggi cerobong 0.1 m 2. Efisiensi pengambilan kadar air (ηp), pada pengering padi dengan tinggi
cerobong 2 m, rata-rata lebih tinggi 38,1 % dari pengering dengan tinggi cerobong 0.1 m.
3. Efisiensi kolektor (ηc), pada pengering padi dengan tinggi cerobong 2 m, lebih rendah 35,7 % dari pengering padi dengan tinggi cerobong 0.1 m. 4. Efisiensi sistem pengeringan (ηs), pada pengering padi dengan tinggi
cerobong 2 m,lebih rendah 21,6 % dari pengering padi dengan tinggi cerobong 0,1 m.
5. Tarikan tambahan pada cerobong (Δp), untuk pengering padi dengan tinggi
cerobong 0,1 m lebih tinggi 96,5 % dari rata-rata tarikan tambahan pada cerobong untuk pengering dengan tinggi cerobong 2 m.
6. Penurunan massa padi pada proses pengeringan dengan alat pengering
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian maka penulis memberikan beberapa saran untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal sebagai berikut:
1. Perlunya pembanding alat ukur, kalibarasi temperatur antara temokopel dengan termometer air raksa.
2. Pengecekan alat seperti termokopel selalu dilakukan sebelum pengambilan data untuk mencegah bila ada termokopel yang rusak tidak mengganggu saat pengambilan data.
3. Pengambilan data di setiap titik dilakukan pada saat yang sama dan di setiap titik dipasang display untuk menghindari salah pembacaan temperatur. 4. Pengambilan data sebaiknya pada saat kondisi cuaca yang baik, intensitas
cahaya matahari cukup.
5. Bahan penelitian yang digunakan mempunyai sifat-sifat yang sama untuk tiap percobaan
5.3 Penutup
Demikian Tugas Akhir ini penulis susun. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis akan sangat terbuka menerima kritik dan saran yang membangun penulis.
Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi pembaca dan demi perkembangan teknologi pengering energi surya.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, W., (1995), Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta : Pradnya Paramita,pp 141-152.
Cengel, Y.A.,&, M.A., (1989) Thermodynamics an Enginering Aproach 5th, Mc. Graw Hill New York,pp 717-739.
Choudhury C.; Anderson S.L.; Rekstad, J., (1988) A solar air heater for low temperature applications, Solar Energy40, pp 335-344.
Duffie, J.A.; Beckman, W.A., (1991). Solar Engineering of Thermal Processes, New York : John Wiley.
Garg, H.P.; Choudhury, C.; , Datta, G., (1991), Theoretical analysis on a new finned type solar air heater, Solar Energy, 16, pp1231-1238.
Häuser; Markus; Ankila; Omar, (2009) Morroco Solar Dryer Manual; Centre de Développement des Energies Renouvelables (CER), http://lwww.gtz.de/gate/isat Kendall, P.; Allen, L.,(1998), Drying Vegetables; Food and Nutrition Series – Preparation, Colorado State University Cooperative Extension Service Publication 10 / 1998.
Kurtbas, I.; Turgut, E. (2006), Experimental Investigation of Solar Air Heater with Free and Fixed Fins: Efficiency and Exergy Loss, International Journal of Science & Technology, Volume 1, No 1, 75-82.
Lansing, F. L.; Clarke, V.; Reynolds, R., (1979), A High Performance Porous
Flat-Plate Solar Collector, Energy (UK), vol. 4, Aug. 1979, p. 685-694.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, (2003), Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Energi Hijau), Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Jakarta
Scanlin, D., (1997), The Design, Construction And Use Of An Indirect, Through-Pass, Solar Food Dryer, Home Power , Issue No. 57, pages 62 -72, February/March 1997.
Scanlin, D; Renner, M.; Domermuth, D.; Moody, H., (1999), Improving Solar Food Dryers, Home Power, Issue No. 69, pages 24 -34, February / March 1999
Sharma, S.P.; Saini J.S.; Varma, K.K.; (1991), Thermal performance of packed-bed solar air heaters, Solar Energy, 47, pp 59 - 67.
LAMPIRAN
Gambar pengering padi energi surya dengan tinggi cerobong 2 m tampak samping
Gambar pengering padi energi surya dengan tinggi cerobong 0,1 m
Gambar pengeringan padi secara langsung (pengeringan konvensional)