• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu "

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA

KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Pascalia Riska Prastika Hapsari NIM : 078114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

i

KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA

KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Pascalia Riska Prastika Hapsari NIM : 078114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

DREAM, BELIEVE, and MAKE IT HAPPEN…AMEN…

YOU’RE ONLY AS HIGH AS YOUR AMBITION…

AMBITION IS THE MAKER OF MAN….

Kupersembahkan karya ini bagi:

Bapa dan Juru Selamatku, Yesus Kristus

Kedua orang tuaku tercinta

Kedua adikku tersayang

Semua keluarga besarku

Sahabat dan teman-temanku

Almamaterku …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6)
(7)

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA

OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU

PADA KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata

Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh

bantuan, bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa

terimakasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung

terwujudnya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta dan Badan Kesbang Pol dan Linmas

Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu kelancaran bagi penulis dalam

mengurus surat ijin penelitian.

2. Badan Kesbang Pol dan Linmas serta Bappeda Kabupaten Cilacap yang telah

membantu kelancaran bagi penulis dalam mengurus surat ijin penelitian.

3. Para pemilik kios jamu yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian

di kios jamu mereka.

4. Para responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner

(9)

viii

5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

6. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses

penyusunan skripsi.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

8. Ibu Phebe Hendra M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

9. Orang tuaku tercinta Papa Petrus Prasetyo Utomo dan Mama Veronica Catur

Budi Yanti atas doa, cinta, kesabaran, dan dukungan yang telah memberikan

semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

10.Kedua adikku tersayang Tina dan Toni atas bantuan, dukungan, perhatian,

keceriaan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

11.Andy Ateng, Kak Jean, Kak Iin, Romo Sunu, dan Romo Pri yang telah

membantu penulis dalam memahami dan mengolah data penelitian secara

statistik.

12.Teman-teman kos Eka, Mega, Dewi, Ayu, dan Nuki atas dukungan, cinta,

semangat, dan bantuannya kepada penulis. Terima kasih untuk kenangan

indah kita, semoga persahabatan kita abadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10)

ix

Feris, Rio, Juan, dan Alfa terima kasih untuk keceriaan dan semangat yang

telah diberikan. Semoga persahabatan kita abadi.

14.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi

Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka

duka kita selama ini.

15.Keluarga besar kos 99999 yang telah memberikan semangat, keceriaan, dan

kebersamaan kepada penulis.

16.Seluruh keluarga besar Sunaryo dan Masto yang telah memberikan perhatian,

keceriaan, dan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

17.Teman-teman KKN Ting-ting, Dama, Grace, Ebo, Bajeng, Santa, Rani, Rosa,

dan Intan atas segala dukungan dan kebersamaan sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini.

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka

penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang

berkenan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi

ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...………...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...………....

HALAMAN PENGESAHAN……...……….... BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...

(12)

xi

Proses terjadinya persepsi………...

2. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional………..

C. Perilaku……….………...

E. Bahan Kimia Obat (BKO)...

1. Bahaya BKO………...

2. Bahaya BKO dalam jamu pegal linu………...

F. Kuesioner………..

G. Landasan Teori………..

H. Hipotesis………

BAB III. METODE PENELITIAN………

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………

B. Variabel Penelitian………

C. Definisi Operasional………

D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling………

(13)

xii

3. Pembuatan instrumen penelitian……….

4. Penyebaran kuesioner……….

5. Analisis data penelitian………...

G. Keterbatasan Penelitian……….

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………

A. Karakteristik Demografi Konsumen Jamu Pegal Linu di 5 Kios Jamu

se-Eks Kotip Cilacap……….

B. Karakteristik Perilaku Konsumen Jamu Pegal Linu di 5 Kios Jamu se-Eks

Kotip Cilacap………

1. Sumber responden mengenal jamu pegal linu………

2. Durasi responden meminum jamu pegal linu……….

3. Frekuensi responden meminum jamu pegal linu dalam seminggu…….

4. Produk jamu pegal linu yang sering dikonsumsi………

5. Hasil yang dirasakan setelah responden meminum jamu pegal linu…..

C. Persepsi Konsumen Tentang Bahaya BKO yang Terdapat di dalam Jamu

Pegal Linu Produksi Cilacap……….

1. Definisi BKO menurut responden………...

(14)

xiii

mbahkan ke dalam jamu pegal linu………...

3. Pendapat responden mengenai bahaya atau tidak bila BKO

ditambahkan ke dalam jamu pegal linu………...

D. Perubahan Frekuensi Konsumsi Jamu Pegal Linu………..…………..

1. Pertanyaan tentang berkurang atau tidak frekuensi konsumsi jamu

pegal lnu setelah berita penarikan jamu pegal linu produksi Cilacap….

E. Korelasi Antara Persepsi Konsumen Tentang Bahaya BKO dalam Jamu

Pegal Linu Produksi Cilacap dengan Frekuensi Konsumsi Jamu Pegal

Linu………...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….

A. Kesimpulan………...

B. Saran……….. DAFTAR PUSTAKA………

LAMPIRAN………

BIOGRAFI PENULIS……… 56

58

60

62

65

65

66

67

71

(15)

xiv

Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran…….

Skor pernyataan sikap dalam skala Likert………...

Lokasi dan waktu penelitian di lima kios jamu...

Pedoman pemberian interpretasi terhadap koefisien korelasi...

Variasi jamu pegal linu produksi Sido Muncul®………

Persepsi konsumen tentang bahaya BKO yang terdapat di dalam

jamu pegal linu produksi Cilacap...

Perubahan frekuensi minum jamu pegal linu...

(16)

xv

Proses terjadinya persepsi...………... Karakteristik jenis kelamin responden…………...

Karakteristik umur responden……….…...

Karakteristik suku bangsa responden………...

Karakteristik pekerjaan responden……...

Karakteristik pendapatan responden………...

Sumber responden mengenal jamu pegal linu………...

Durasi responden meminum jamu pegal linu dalam seminggu...

Frekuensi responden meminum jamu pegal linu dalam

seminggu………...

Produk jamu pegal linu yang sering dikonsumsi...

Hasil yang dirasakan setelah meminum jamu pegal linu……...

Distribusi frekuensi persepsi konsumen tentang bahaya BKO

dalam jamu pegal linu Cilacap...

Persentase jawaban dari definisi BKO menurut responden...

Persentase jawaban dari pertanyaan boleh atau tidak jamu

pegal linu ditambahkan BKO………...

Persentase alasan dari responden yang berpendapat BKO tidak

boleh ditambahkan ke dalam jamu pegal linu...

Persentase jawaban dari pertanyaan bahaya atau tidak bila jamu

(17)

xvi Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Persentase alasan dari responden yang berpendapat BKO

berbahaya bila ditambahkan ke dalam jamu pegal linu……...

Distribusi frekuensi dari frekuensi konsumsi jamu pegal linu...

Persentase jawaban dari pertanyaan berkurang atau tidak

frekuensi minum jamu setelah berita penarikan jamu pegal linu

Cilacap……….

Persentase alasan dari responden yang frekuensi minum jamu

pegal linu berkurang………

Persentase alasan dari responden yang frekuensi minum jamu

pegal linu tidak berkurang... 57

60

60

61

62

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(18)

xvii

Hasil uji korelasi Pearson………...

Kuesioner………...

Contoh kuesioner dengan jawaban………...

Hasil perhitungan distribusi frekuensi skor total jawaban

masing-masing responden……… Dokumentasi penelitian………...

Ijin Penelitian Dari Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten

Cilacap……….

(19)

xviii

INTISARI

Public Warning yang pertama kali dikeluarkan oleh BPOM adalah KB POM Nomor 11.066.2001 tertanggal 26 November 2001 menyatakan terdapat 32 produk jamu yang membahayakan konsumen. Informasi ini menimbulkan persepsi individu dan mempengaruhi perilaku konsumen jamu, yaitu dalam hal perubahan frekuensi konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen tentang bahaya bahan kimia obat (BKO), perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu setelah dikeluarkannya Public Warning, serta korelasi antara kedua hal tersebut.

Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan jumlah subjek 60 orang yang diperoleh dari 5 kios jamu terpilih di eks Kotip Cilacap. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala Likert. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik korelasi menggunakan uji Pearson. Perubahan frekuensi dihitung sebagai perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 23% responden berpendapat bahwa BKO digunakan untuk pengobatan penyakit, 97% responden berpendapat bahwa BKO berbahaya bila dicampur ke dalam jamu pegal linu karena dapat merusak organ tubuh, dan 77% responden mengurangi frekuensi konsumsi jamu pegal linu. Persepsi konsumen tentang bahaya BKO cukup baik tetapi frekuensi konsumsi jamu pegal linu berkurang, sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO dan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu memiliki arah negatif dengan kekuatan korelasi rendah (r = -0,307 dan p<0,05).

Kata kunci : BKO, jamu pegal linu, frekuensi konsumsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(20)

xix

ABSTRACT

BPOM issued a Public Warning which is containing 32 herbal products that harm consumers. This information raises individual’s perception and influence consumers behavior towards herbs. This study aims to determine consumer perceptions about the dangers of drug, changes in the frequency of herbal stiff consumption, and the correlation among both of them.

This type of research is observational with cross-sectional study. Accidental sampling is used to sampling with the number of subjects 60 people that obtained from 5 selected herb stores at ex city administrative Cilacap. The instrument conducted was a questionnaire with Likert scale. Data were analyzed in descriptive statistic and Pearson correlation test. The frequency change was calculated as the change in frequency of herbal stiff consumption in a week.

The results showed that 23% of respondents argued that the drug is used for the disease treatment, 97% of respondents argued that the drug can be

danger when added into herbs because can damage organs of human, and 77% of respondents reduced the frequency of herbal stiff consumption in a week. The consumers perception is sufficient well but the frequency of herbal stiff consumption was reduced, so it can be said that the correlation between the consumers perception about the danger of drug and changes in the frequency of herbal stiff consumption has a negative direction with low correlation strength (r = -0.307 and p <0.05).

(21)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Beberapa negara di benua Asia, termasuk Indonesia, memanfaatkan

berbagai bahan alam sebagai pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional

yang biasanya bertujuan untuk tindakan preventif terhadap suatu penyakit

(mengatasi gejala penyakit tersebut). Di Indonesia sendiri dikenal tiga jenis obat

tradisional, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu merupakan

jenis obat tradisional yang paling sering digunakan sebagai salah satu tindakan

preventif karena jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari

bahan-bahan tersebut, yang digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990).

Citra kealamian jamu mulai rusak sejak beberapa produsen jamu yang

tidak bertanggungjawab menambahkan bahan kimia obat (BKO) ke dalam jamu

yang mereka produksi. Kasus tersebut terungkap setelah Balai Pengawasan Obat

dan Makanan (Balai POM) mengeluarkan Public Warning antara lain KB POM

Nomor 11.066.2001 tertanggal 26 November 2001 yang berisi 32 produk jamu

yang ilegal dan membahayakan konsumen (Suparyo, 2008). Padahal di Indonesia

terdapat peraturan yang tidak mengijinkan bahan kimia sintetik atau hasil isolasi

yang berkhasiat sebagai obat ditambahkan ke dalam jamu. Salah satu ciri jamu

yang tercemar BKO adalah khasiat jamu dapat dirasakan dalam sekejap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

(cespleng) dan hal inilah yang menjadikan jamu akhirnya sangat digemari

konsumen. Bila pemakaian dihentikan, hilang pula efeknya dan hal ini yang

membuat konsumen harus terus meminumnya (kecanduan). Apabila BKO terus

terpapar ke dalam tubuh manusia, maka lama-kelamaan organ-organ tubuh

manusia akan rusak (Sampurno, 2002).

Tindakan produsen jamu yang memproduksi dan pihak-pihak yang

mengedarkan jamu berbahan kimia obat tersebut semata-mata hanya mencari

untung sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kepentingan konsumen dan hal ini

melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (Sampurno, 2002). Di antara sekian banyak jamu

yang ditarik dari peredaran karena mengandung BKO, jamu pegal linu adalah

jamu yang paling sering ditambah BKO. Contoh BKO yang digunakan adalah

metampiron, parasetamol, deksametason, prednisolon, fenilbutazon. Apabila

digunakan dalam dosis berlebih dan dalam jangka panjang, parasetamol dapat

merusak organ hati secara fatal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).

Fakta di atas mendasari peneliti untuk mengukur seperti apakah persepsi

konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dan

hubungannya dengan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu pada

konsumen kios jamu di eks Kotip Cilacap. Wilayah eks Kotip Cilacap meliputi

wilayah Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan

Cilacap Selatan. Ketiga kecamatan ini dipilih karena berdasarkan Sensus

Penduduk 2010 ketiga wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk terbesar

(23)

3

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap, 2010). Wilayah eks Kotip Cilacap juga

dipilih karena disana terdapat banyak usaha kios jamu yang beberapa di antaranya

mempunyai pelanggan tetap.

Persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi

Cilacap dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku kesehatan konsumen, yaitu

perilaku penyembuhan pegal linu dengan usaha pengobatan ke fasilitas tradisional

(kios jamu) (Wawan dan Dewi, 2010). Persepsi tersebut juga mempengaruhi pola

perilaku konsumen dalam meminum jamu pegal linu. Perilaku konsumen yang

diukur adalah perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu selama seminggu.

1. Permasalahan

a. Seperti apakah karakteristik demografi dan perilaku konsumen jamu pegal

linu kios jamu di eks Kotip Cilacap?

b. Seperti apakah persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal

linu produksi Cilacap?

c. Setelah berita penarikan jamu pegal linu produksi Cilacap, apakah ada

perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu pada

konsumen kios jamu di eks Kotip Cilacap?

d. Seperti apakah korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO

dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dengan perubahan frekuensi

konsumsi jamu pegal linu?

2. Keaslian Penelitian

Setelah peneliti melakukan penelusuran, penelitian observasional tentang

“Korelasi Antara Persepsi Bahaya Bahan Kimia Obat dan Perubahan Frekuensi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(24)

Konsumsi Jamu Pegal Linu pada Konsumen Kios Jamu di eks Kotip Cilacap”

belum pernah dilakukan dan belum ditemukan penelitian terkait di wilayah

tersebut. Peneliti menemukan penelitian sebelumnya yang terkait dengan

penemuan BKO dalam jamu pegal linu dan sejenis dengan penelitian ini:

a. Analisis Kandungan Metampiron pada Jamu Tradisional yang Beredar di

Kota Medan Tahun 2009 (Banureah, 2009). Penelitian ini bersifat survai

deskriptif. Jamu tradisional diperoleh dari beberapa toko obat yang

berjualan dekat Pasar Petisah sebanyak 10 jenis jamu tradisional.

Identifikasi kandungan metampiron dilakukan dengan metode reaksi

warna dan kadar metampiron diketahui dengan metode iodimetri. Hasil

penelitian menunjukkan seluruh jamu yang dianalisis positif mengandung

metampiron. Metampiron yang ditemukan ada dalam dosis kecil yaitu

0,5963 mg/7 g, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka

waktu panjang akan mengganggu kerja darah.

b. Survei Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Kesehatan Reproduksi dan

Konsumsi Jamu Tradisional di Desa Tengket Kecamatan Arosbaya

Kabupaten Bangkalan Madura (Yuliandari, 2006). Pengukuran frekuensi

konsumsi jamu para responden dilakukan dengan cara melihat frekuensi

konsumsi jamu dalam seminggu dari responden yang rutin mengkonsumsi

jamu selama sebulan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliandari

(2006) adalah kriteria inklusi responden. Penelitian ini menggunakan responden di

(25)

5

3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi para

konsumen agar lebih memperhatikan kesehatan dengan tidak menggunakan jamu

pegal linu berbahan kimia obat serta bagi para produsen agar dapat memproduksi

jamu pegal linu sesuai dengan UU Tentang Obat Tradisional yang berlaku.

Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi

para Apoteker untuk memajukan pengobatan tradisional serta mengembangkan

pengetahuan, keahlian, dan kemampuan di bidang pengobatan tradisional (jamu,

obat herbal terstandar, dan fitofarmaka).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Tujuan umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang perilaku

masyarakat pengguna jamu pegal linu di eks Kotip Cilacap.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik demografi dan perilaku konsumen

jamu pegal linu kios jamu di eks Kotip Cilacap.

b. Untuk mengetahui persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam

jamu pegal linu produksi Cilacap.

c. Untuk mengetahui ada perubahan atau tidak dalam frekuensi konsumsi

jamu pegal linu dalam seminggu pada konsumen kios jamu di eks

Kotip Cilacap.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

d. Untuk mengetahui korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya

BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dengan frekuensi

(27)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sikap Manusia

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Azwar (2004),

struktur sikap manusia terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen perseptual) adalah komponen yang berkaitan

dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan akan hal-hal yang berhubungan

dengan bagaimana orang mempersepsi suatu objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional) adalah komponen yang

berhubungan dengan rasa senang (hal positif) atau tidak senang (hal negatif)

terhadap objek sikap.

3. Komponen konatif (komponen perilaku) adalah komponen yang berhubungan

dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.

B. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera

atau juga disebut proses sensori (Walgito, 2010). Persepsi yang dimiliki seseorang

dapat berbeda dengan persepsi individu lain meskipun untuk hal yang sama.

Proses persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalunya yang tersimpan dalam memori (Sutisna, 2002). Walaupun persepsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

dapat diterima melalui semua alat indera yang ada pada diri individu, tetapi

sebagian besar persepsi diterima melalui alat indera penglihatan. Karena itulah

banyak penelitian mengenai persepsi adalah persepsi yang diterima individu

melalui alat penglihatan (mata) (Walgito, 2010).

1. Proses terjadinya persepsi

Menurut Walgito (2010), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi,

antara lain:

a. Ada objek yang dipersepsi

Objek persepsi dibedakan atas objek manusia dan non manusia. Objek

dapat dipersepsi apabila menimbulkan stimulus. Sutisna (2002) berpendapat

bahwa stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang

dapat mempengaruhi tanggapan individu.

b. Alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf

Merupakan alat untuk menerima stimulus, meneruskan stimulus yang

diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, dan mengadakan respon atas stimulus

tersebut.

c. Perhatian

Perhatian merupakan syarat psikologis dan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan

atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu

(29)

9

Gambar 1. Proses terjadinya persepsi

St = stimulus (faktor luar)

Fi = faktor internal (faktor dalam, termasuk perhatian)

Sp = sifat struktur pribadi (Walgito, 2010)

Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam proses persepsi, individu akan

dipengaruhi oleh faktor internal seperti sifat struktur pribadi, perhatian, harapan,

tingkat pendidikan, dan usia serta faktor eksternal yang berupa stimulus

lingkungan. Faktor internal dan faktor eksternal ini akan saling mempengaruhi

dalam individu melakukan persepsi.

2. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional

Meskipun sampai sekarang masih terdapat sebagian masyarakat Indonesia

yang menggunakan obat tradisional (jamu) sebagai minuman penambah

kebugaran tubuh atau pemulih kesehatan, tetapi sebagian yang lain berpendapat

bahwa jamu tidak semanjur obat modern dan dilihat dari kemasannya, seperti

tidak meyakinkan. Bagi yang masih percaya manfaat jamu, mereka berpendapat

bahwa yang berasal dari alam pasti baik dan aman, sehingga menggunakannya

bertahun-tahun, jamu dapat menyembuhkan penyebab penyakit dan bukan

sekedar simtomatik (Hakim, 2002).

Ada pendapat lain yang lebih membahayakan dan memperburuk citra

jamu yaitu menganggap jamu sama manjurnya dengan obat modern dan memiliki

efek kerja yang sama dengan obat modern. Hal inilah yang menjadi alasan

Sp

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30)

produsen yang tidak bertanggungjawab untuk menambahkan bahan kimia obat ke

dalam produk jamunya. Masyarakat yang tidak mengetahui hal ini akan terkecoh

dan tidak tahu bahaya yang kelak dialaminya, sehingga produsen lebih „giat‟

memproduksi jamu yang berbahaya itu tanpa merasa bersalah (Hakim, 2002).

C. Perilaku

Perilaku merupakan respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan

tujuan, baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor

yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).

Faktor-faktor pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

faktor dari dalam individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat,

emosi, dan sebagainya, sedangkan faktor dari luar individu (eksternal) berupa

objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan (Fitriani, 2011).

1. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan dapat didefinisikan sebagai atribut-atribut seperti

kepercayaan, harapan, motif, nilai, persepsi, dan elemen kognitif, karakteristik

kepribadian, termasuk afektif dan keadaan emosional dan sifat-sifat, dan pola

perilaku yang terbuka, tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan

pemeliharaan kesehatan, untuk pemulihan kesehatan dan perbaikan kesehatan

(31)

11

Tiga klasifikasi perilaku kesehatan yaitu:

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan, merupakan perilaku atau usaha

seseorang untuk menjaga kesehatannya agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan jika sakit. Pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu

pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan apabila

sembuh dari penyakit; perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang

dalam keadaan sehat, karena harus mencapai kesehatan yang optimal; dan

perilaku gizi (Fitriani, 2011).

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, merupakan respon

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon

terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan

obat-obatannya. Respon tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap

dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan (Wawan dan Dewi,

2010).

c. Perilaku kesehatan lingkungan, merupakan respon seseorang terhadap

lingkungan sebagai penentu kesehatan manusia (Wawan dan Dewi, 2010).

2. Perilaku konsumen

Perilaku konsumen adalah seluruh proses kegiatan yang meliputi tindakan

dan proses psikologis individu yang mendorong tindakan individu pada saat

sebelum membeli, membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa, serta

kegiatan mengevaluasi penggunaan produk dan jasa (Sumarwan, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(32)

Dharmmestha (1999) menyatakan bahwa konsumen membeli barang dan jasa

untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola perilaku konsumen menurut Kotler

(1998) adalah:

a. Faktor Kebudayaan terdiri dari kebudayaan nasional, sub budaya, dan

kelas sosial. Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang

mempengaruhi sikap, perilaku, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan

masyarakat. Sumarwan (2004) berpendapat produk dan jasa berperan

penting dalam mempengaruhi budaya karena produk mampu membawa

pesan makna budaya. Makna budaya dipindahkan ke produk dan jasa, dan

produk dipindahkan ke konsumen. Makna budaya yang telah melekat

kepada produk dan jasa akan dipindahkan kepada konsumen dalam bentuk

penggunaan produk dan jasa.

b. Faktor Sosial, yang terdiri dari:

1) keluarga, faktor ini akan membentuk suatu referensi yang sangat

berpengaruh terhadap perilaku konsumen;

2) peran dan status seseorang akan menentukan posisinya di masyarakat.

Setiap peranan membawa status yang mencerminkan harga diri menurut

masyarakat sekitar. Oleh karena itu, orang akan cenderung memilih

produk yang dapat membantu komunikasinya dengan masyarakat.

c. Faktor Pribadi, yang terdiri dari:

1) umur, akan menentukan selera seseorang terhadap produk atau jasa. Holt

(33)

13

banyaknya pengalaman seseorang dalam melakukan pengobatan. Namun,

umur juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam rangka pengobatan

penyakit. Seseorang yang berumur diatas 60 tahun dalam melaksanakan

swamedikasi frekuensinya semakin menurun;

2) pekerjaan, akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang karena pekerjaan

mempengaruhi pendapatan;

3) keadaan ekonomi, terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan,

tabungan, dan harta lain yang dimiliki. Menurut Sumarwan (2004),

pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh konsumen dari

pekerjaan yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan

banyaknya daya beli dari seseorang. Pendapatan juga dapat mempengaruhi

proses keputusan dan pola konsumsi seseorang;

4) gaya hidup, yaitu pola hidup yang diwujudkan melalui kegiatan, minat,

dan pendapat seseorang. Gaya hidup ini menggambarkan seseorang secara

keseluruhan yaitu interaksinya dengan lingkungan. Gaya hidup juga

mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang, misal: kepribadian.

5) kepribadian, yaitu karakterisitik psikologis yang berbeda dari setiap orang

dalam merespon lingkungan dan biasanya bersifat relatif konsisten.

Sumarwan (2004) menjelaskan bahwa kepribadian dikaitkan dengan

adanya perbedaan karakteristik yang terdalam pada diri (inner

psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut

menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(34)

karakteristik akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungannya

secara konsisten.

d. Faktor Psikologis, yang terdiri dari:

1) motivasi, merupakan suatu dorongan yang menekan seseorang sehingga

mengarahkannya untuk bertindak;

2) persepsi, orang yang sudah memiliki motivasi untuk bertindak akan

dipengaruhi persepsinya pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi;

3) proses belajar, yaitu perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari

pengalaman;

4) kepercayaan dan sikap. Kepercayaan akan membentuk citra produk,

sehingga orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sikap akan

mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang relatif konsisten terhadap

objek yang sama.

3. Frekuensi konsumsi

Perilaku konsumen merupakan respon konsumen terhadap suatu produk

dan respon tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi,

baik dari dalam maupun dari luar diri konsumen tersebut. Perilaku konsumen ini

dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan, baik disadari

maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010). Oleh karena itu, pola perilaku konsumen

dapat ditinjau melalui frekuensi dan durasi konsumen dalam menggunakan suatu

(35)

15

D. Jamu

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

246/Menkes/Per/V/1990 bab 1 pasal 1, jamu adalah semua bahan atau ramuan

bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik

atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan

untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 1990). Oleh karena itu, jamu juga dikenal sebagai obat tradisional.

Setiadi dan Sarwono (2007) mengemukakan beberapa khasiat tanaman

sebagai obat tradisional yaitu untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap penyakit, menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap

sehat dan segar, memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh

sehingga lancar tanpa gangguan, serta membersihkan senyawa beracun di dalam

tubuh.

Pembuat obat tradisional menurut Handayani dan Suharmiati (2002)

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1) Obat tradisional buatan sendiri

Obat tradisional ini diramu sendiri berdasarkan pengalaman dari nenek

moyang yang bertujuan untuk menjaga kesehatan keluarga serta penanganan

penyakit ringan. Sumber bahan baku tanaman tersedia di lingkungan keluarga

atau masyarakat, tapi dapat juga bahan baku dibeli di pasar tradisional.

2) Obat tradisional berasal dari pembuat jamu (herbalist)

Pembuat jamu (herbalist) yang dimaksud adalah penjual jamu gendong,

peracik tradisional, tabib lokal, dan sinshe.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(36)

a) Penjual jamu gendong

Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan,

dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk pilis, parem, tapel, tanpa

penandaaan dan atau nama dagang serta dijajakan untuk langsung

digunakan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Seiring

berkembangnya zaman, penjual jamu gendong juga menjajakan jamu

produk industri selain jamu olahannya sendiri.

b) Peracik tradisional

Pembuat jamu jenis ini sudah berkurang jumlahnya dan kalah bersaing

dengan industri karena alasan kepraktisan. Peracik tradisional biasanya

dapat ditemui di pasar-pasar tradisional. Perbedaan antara penjual jamu

gendong dan peracik tradisional adalah jamu gendong menjual barang jadi,

sedangkan peracik tradisional menjual barang setengah jadi yaitu berupa

ramuan yang telah ditumbuk dan ditambah air matang, disaring dan

hasilnya siap diminum.

c) Tabib lokal

Tabib lokal melaksanakan praktik pengobatan dengan menyediakan

ramuan bahan alam yang berasal dari bahan lokal. Ilmu pengobatan sering

diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada tabib yang telah

berpraktik. Umumnya selain pemberian ramuan, para tabib juga

mengkombinasikannya dengan teknik lain seperti metode spiritual atau

(37)

17

d) Sinshe

Sinshe berasal dari etnis Tionghoa yang melayani pengobatan

menggunakan ramuan obat tradisional bersumber dari pengetahuan negara

asal mereka yaitu Cina. Umumnya sinshe meramu jamu menggunakan

bahan-bahan yang berasal dari Cina walaupun tidak jarang juga dicampur

dengan bahan-bahan yang sejenis dengan yang mereka jumpai di Cina.

Para sinshe juga mengkombinasikan ramuan segar yang mereka buat

sendiri dengan teknik lain, seperti pijatan, akupresur, atau akupuntur.

3) Obat tradisional buatan industri

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990, industri

obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan industri kecil

obat tradisional berdasarkan total aset yang mereka miliki, tidak termasuk harga

tanah dan bangunan. Industri farmasi sudah beberapa tahun terakhir ini juga

memproduksi obat tradisional karena makin marak masyarakat yang lebih

memilih obat tradisional daripada obat kimia.

Pembuat obat tradisional mengolah tanaman obat dengan tiga cara, yaitu:

a. direbus: penggunaannya tidak secara langsung karena harus direbus

(digodog) lebih dulu; dikenal dalam bentuk sediaan Jamu Godog dan

diproduksi serta dijual oleh para penjual jamu tradisional.

b. dijadikan serbuk halus: penggunaannya dapat langsung dengan

ditambahkan air matang; dikenal dalam bentuk jamu serbuk seperti Sido

Muncul®, Air Mancur®, dan lain-lain; diproduksi serta dijual oleh

Industri Kecil Obat Tradisional dan Industri Obat Tradisional.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(38)

c. diambil zat aktifnya (diekstraksi): penggunaannya tidak secara langsung

karena harus diformulasikan seperti sediaan obat modern (dalam bentuk

kaplet, tablet, kapsul); diproduksi serta dijual oleh Industri Kecil Obat

Tradisional dan Industri Obat Tradisional (Muhlisah, 2007).

1. Jamu Pegal Linu

Pegal linu seringkali dirasakan saat tubuh kita merasakan gejala nyeri

karena kelelahan atau inflamasi sendi. Rasa lelah dapat terjadi karena aktivitas

fisik atau mental dan dapat merupakan gejala suatu penyakit. Rasa lelah yang

lama akan disertai gejala nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorokan, demam

ringan, dan nyeri kelenjar. Gejala pegal linu yang timbul karena gangguan di

sekitar struktur sendi biasa terjadi pada penyakit seperti rematik, osteoartritis,

artritis, dan inflamasi (Isbagio, 1995).

Menurut Isbagio (1995), untuk mengatasi nyeri kejang otot pada penyakit

rematik, artritis, dan inflamasi dapat dilakukan pengobatan secara farmakologi

dan non farmakologi (non obat). Jamu pegal linu adalah salah satu contoh

pengobatan non farmakologi untuk gejala pegal linu. Jamu pegal linu merupakan

salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering dikonsumsi masyarakat. Jamu

pegal linu berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang,

memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan

menghilangkan sakit seluruh badan (Sundari dan Winarno, 1996).

Beberapa tanaman obat yang sering digunakan untuk membuat ramuan

(39)

19

a. Kaempferia galanga L. (kencur)

Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak atsiri terdiri dari borneol,

etil-p-metoksinamat, etil sinamat, saren, kamfer, sineol, etil-alkohol.

Kegunaan: rimpang bersifat analgesik, yaitu bisa meredakan sakit pada gigi,

sakit kepala, ataupun rematik, penghangat badan, dan anti pegal (Sudarsono,

Pudjoarinto, Gunawan, Wahyono, Donatus, Drajad, dkk, 1996; Tampubolon,

1981).

b. Melaleuca leucandendra L. (kayu putih)

Kandungan kimia: buahnya mengandung minyak atsiri 1,3% (14-65% sineol,

terpin-4-ol sampai 47%, 1-limonena, dipentena, sesquiterpena, azulena,

sesquiterpena alkohol, terpenol (Leung and Foster, 1996).

Kegunaan: pereda kejang, mengurangi rasa nyeri (Departemen Kesehatan RI,

1985).

c. Languas galanga Merr. (laos)

Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak terbang, pinena, kamfer,

asam metal sinamat, sineol, eugenol dan sesquiterpena, galangin (3,5,7,

tri-hidroksi-flavon), resin yang mengandung galangal, dioksiflavanol

(Departemen Kesehatan RI, 1978; Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, dan

Koensoemardyah, 1988; Tampubolon, 1981).

Kegunaan: pereda kejang (Departemen Kesehatan RI, 1978).

d. Piper nigrum L. (lada hitam)

Kandungan kimia: buahnya mengandung minyak atsiri 1-2,5% (monoterpena

hidrokarbon, sesquiterpena hidrokarbon), alkaloid (piperin, piperidin)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(40)

(Departemen Kesehatan RI, 1980; Departemen Kesehatan RI, 1985;

Sudarsono, dkk, 1996).

Kegunaan: penghangat badan, memperlancar keluarnya keringat, menurunkan

panas, obat masuk angin, penghilang letih lesu (Afrianto, Sulistyo, Karmila,

Dewo, Setyawan, dan Gunarto, 1996).

e. Cyperus rotundus L. Pers. (rumput teki)

Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak atsiri 0,45-1%. Minyak atsiri

yang berasal dari Cina mengandung siperena, paskolenon, sedangkan yang

berasal dari Jepang mengandung siperol, siperena, α-siperona, siperotundon,

siperulon. Selain itu, ditemukan pula alkaloid dan flavonoid, triterpen, zat pati,

gula,resin,glikosida.

Kegunaan: mengurangi rasa nyeri, pereda kejang, dan penenang (Departemen

Kesehatan RI, 1980; Departemen Kesehatan RI, 1985; Sudarsono, dkk, 1996).

E. Bahan Kimia Obat (BKO)

Bahan kimia obat (BKO) atau obat kimia adalah senyawa sintetis atau bisa

juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan

pada pengobatan modern (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006). Obat

kimia pada umumnya hanya mengobati satu jenis penyakit tertentu, tidak seperti

tanaman obat yang memiliki khasiat yang beragam (Muhlisah, 2007).

1. Bahaya BKO

BKO merupakan bahan kimia asing bagi tubuh yang dapat memberikan

(41)

21

menjaga keamanan penggunanya (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).

Penggunaan obat kimia dalam jangka panjang dapat mengganggu fungsi

organ-organ penting di dalam tubuh.

2. Bahaya BKO dalam Jamu Pegal Linu

Tindakan para produsen jamu Cilacap yang tidak bertanggungjawab, yaitu

pencampuran BKO ke dalam jamu pegal linu (Tabel I), telah melanggar Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang

izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional Menteri

Kesehatan Republik Indonesia pasal 23 yang berbunyi “Jamu tidak mengandung

bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat”.

Alasan para produsen jamu berbuat curang dapat disebabkan oleh

beberapa hal, seperti rendahnya kepatuhan beberapa produsen terhadap ketentuan

yang berlaku di bidang obat tradisional; adanya kompetisi tidak sehat untuk lebih

meningkatkan penjualan produknya dengan memasarkan obat tradisional yang

ditambahkan BKO demi keuntungan finansial semata tanpa memperhatikan

perlindungan konsumen; dan masuknya obat tradisional asing ilegal, yang dari

negara asalnya diizinkan mengandung BKO (Badan Pengawas Obat dan Makanan

RI, 2006).

Cara identifikasi BKO dalam jamu pegal linu secara spesifik adalah

dengan uji laboratorium. Selain itu, adanya BKO dapat dicurigai bila pada

penggunaan jamu cepat dirasakan efeknya, dimana hal ini jarang terjadi pada

penggunaan obat bahan alam (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(42)

Bahaya yang dapat timbul bila mengkonsumsi jamu pegal linu berbahan kimia

obat tersebut dalam jangka panjang adalah:

a. metampiron: memiliki efek analgetik-antipiretik dan antiinflamasi. Pada

pemakaian jangka waktu lama, penggunaan metampiron dapat menyebabkan

gangguan saluran pencernaan (seperti rasa terbakar), tinnitus (telinga

berdenging), anemia aplastik atau terhambatnya pembentukan sel darah

merah, peradangan di daerah mulut-hidung-tenggorokan, tremor, shock, dan

urin berwarna merah, kadang-kadang dapat menimbulkan kasus

agranulositosis yaitu berkurangnya jumlah granulosit pada darah (Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).

b. parasetamol: merupakan analgetik-antipiretik, tetapi tidak memiliki efek anti

radang dan relatif lebih aman dibandingkan dengan zat analgesik lainnya. Efek

samping terjadi jika penggunaannya sudah melebihi dosis, seperti dapat

merusak hati secara fatal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).

c. deksametason, prednisolon: biasa digunakan hanya pada kasus asma yang

parah. bila tidak digunakan secara tepat, maka efek samping dari penggunaan

bahan kimia ini adalah terjadinya gejala-gejala chusing, yaitu osteoporosis,

moon face (muka bengkak), dan impotensi. Selain itu, terjadi juga efek

samping berupa penekanan anak ginjal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).

d. fenilbutazon: mempunyai daya antiflogistik (anti radang) sangat kuat, tetapi

efek analgetik dan antipiretiknya lemah. Efek samping zat ini cukup berat,

(43)

23

akibat hambatan sumsum tulang, juga reaksi-reaksi alergi pada kulit yang

meluas (Marlinda dan Sudradjat, 1999).

Tabel I. Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran

No. Nama Jamu Produsen Bahan Kimia

Obat

Parasetamol No. Reg Dibatalkan

2 Tenaga Sehat Pegal Linu serbuk TR 993205671

PJ Tenaga Sehat, Cilacap

Metampiron No. Reg Dibatalkan

3 Asam Urat Flu Tulang

Parasetamol - Tidak terdaftar, - Mencantumkan no izin -Edar fiktif TR 04322961

6 Sukma Perkasa Asam

8 Pegal Linu Rheumatik Asam Urat untuk Pria 10 Samurat Extra untuk

(44)

F. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik dan

diberikan kepada orang yang bersedia memberikan respon yang sesuai dengan

permintaan peneliti (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2005), ada 3 macam kuesioner yang dapat

digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

1. Kuesioner untuk keperluan administrasi. Pengisian kuesioner ini

sepenuhnya oleh pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.

2. Kuesioner untuk observasi. Kuesioner ini diperlukan agar observasi lebih

terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan karena

kuesioner ini berisi daftar pertanyaan yang mencakup hal-hal yang

diobservasi.

3. Kuesioner untuk wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk

mengumpulkan data melalui wawancara agar memperoleh jawaban yang

akurat dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan personal

interview atau telephone interview.

Prinsip bentuk pertanyaan kuesioner menurut Dawson (2010) terbagi

dalam 3 jenis, yaitu:

1. Kuesioner tertutup (close-ended). Apabila mendapat kuesioner

close-ended, responden hanya memilih salah satu jawaban dari beberapa

alternatif jawaban yang tersedia di dalam kuesioner. Kuesioner jenis ini

(45)

25

2. Kuesioner terbuka (open-ended). Kuesioner open-ended memberikan

responden untuk menjawab pertanyaan sesuai pendapatnya. Kuesioner

jenis ini digunakan dalam penelitian kualitatif, meskipun beberapa peneliti

juga menganalisis jawaban secara kuantitatif.

3. Kombinasi dari keduanya. Kuesioner jenis ini biasanya digunakan untuk

mengetahui berapa jumlah orang yang setuju atau tidak setuju akan suatu

hal dan apa pendapat pendapat mereka terhadap hal tersebut.

G. Landasan Teori

Komponen perseptual dan komponen perilaku merupakan 2 dari 3

komponen yang berperan dan saling menunjang dalam pembentukan sikap

manusia. Dalam menerima informasi dari luar, setiap individu memiliki persepsi

yang berbeda dan hal ini dapat berdampak pada perubahan perilaku.

Begitu pula dengan informasi mengenai bahaya bahan kimia obat (BKO)

di dalam jamu pegal linu produksi Cilacap yang beberapa tahun ini marak

diberitakan oleh berbagai media massa. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi

konsumen jamu pegal linu tentang keamanan jamu pegal linu dan berdampak

pada perubahan perilaku konsumen, yaitu dalam hal perubahan konsumsi jamu

pegal linu dalam seminggu. Persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu

pegal linu Cilacap dan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu merupakan

komponen-komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap individu

terhadap penggunaan jamu pegal linu. Oleh karena itu, kedua komponen tersebut

dapat dicari korelasi yang mungkin ada dan seperti apa jenis korelasinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

H. Hipotesis

Ada korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu

pegal linu produksi Cilacap dengan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal

(47)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional atau non eksperimental

dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Pada penelitian

observasional, peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap sejumlah

ciri (variabel) terhadap subjek, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti

(Pratiknya, 2001).

Penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau point time

approach (Pratiknya, 2001), sehingga penelitian cross sectional tidak dapat

digunakan untuk menjawab hubungan sebab-akibat karena tidak dapat diketahui

secara definitif apakah faktor resiko mendahului faktor efek ataupun sebaliknya.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent) : persepsi konsumen tentang bahaya BKO

dalam jamu pegal linu produksi Cilacap

2. Variabel tergantung (dependent) : perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal

linu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48)

C. Definisi Operasional

1. Persepsi tentang bahaya BKO adalah pendapat, penilaian, pandangan atau

pemikiran konsumen terhadap segala bentuk informasi mengenai bahaya BKO

dalam jamu pegal linu produksi Cilacap yang diberitakan melalui media

massa. Persepsi konsumen ini diukur menggunakan skala Likert.

2. Bahaya BKO adalah efek samping merugikan yang timbul akibat penggunaan

jangka panjang jamu pegal linu produksi Cilacap yang telah dicampur BKO.

3. Konsumen adalah pengunjung kios jamu yang minum jamu pegal linu di

tempat dan minimal selama enam bulan rutin meminum jamu pegal linu.

4. Kios jamu adalah tempat penjualan jamu atau obat tradisional buatan industri

jamu; jamu yang dibeli dapat diminum di tempat atau dibawa pulang. Kios

jamu yang menjadi lokasi penelitian menjual jamu pegal linu ramuan segar

atau jamu pegal linu instan.

5. Jamu pegal linu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari

bahan-bahan tersebut, yang digunakan untuk menyembuhkan pegal linu atau

meringankan gejala pegal linu.

6. Perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu adalah perubahan frekuensi

konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu. Perubahan frekuensi konsumsi ini

diukur dengan skala Likert.

7. Kios jamu di eks Kotip Cilacap adalah kios jamu yang terletak di wilayah

Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan

(49)

29

8. Kecenderungan jawaban dari pengukuran skala Likert dengan melihat

persentase terbesar antara SS+S (sangat setuju+setuju) dan TS+STS (tidak

setuju+sangat tidak setuju).

D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling

Subyek atau responden dalam penelitian ini adalah para pengunjung kios

jamu terpilih dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. telah menjadi konsumen jamu pegal linu minimal selama enam bulan;

2. telah minum jamu pegal linu langsung di kios jamu dimana ia membeli jamu

pegal linu.

Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah accidental sampling dan

pengambilan sampel dilakukan selama 1 bulan. Dalam accidental sampling,

sampel yang diambil adalah responden yang kebetulan ada atau tersedia di lokasi

penelitian (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini termasuk penelitian korelasi dan

jumlah sampel yang dapat diambil yaitu minimal 30 orang (Sevilla, Ochave,

Punsalon, Regala, and Uriarte, 1993).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini berbentuk kombinasi antara pertanyaan

close-ended dan pertanyaan gabungan close-ended dan open-ended. Pertanyaan dan

pernyataan yang tersusun di dalam kuesioner mengacu pada permasalahan

penelitian ini dan dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(50)

tentang karakteristik responden yang berbentuk pertanyaan close-ended karena

peneliti ingin melihat karakteristik responden menurut kategori yang telah

disediakan.

Bagian kedua berisi pernyataan variabel persepsi konsumen tentang

bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap, yang terdiri dari sembilan

pernyataan close-ended dan tiga pertanyaan kombinasi (gabungan close-ended

dan open-ended). Bagian ketiga berisi pernyataan variabel frekuensi konsumen

meminum jamu pegal linu setelah berita penarikan jamu pegal linu Cilacap, yang

terdiri dari enam pernyataan close-ended dan satu pertanyaan kombinasi.

Pertanyaan tambahan pada masing-masing variabel berupa pertanyaan kombinasi

disini disediakan sebagai pendukung atas jawaban yang diberikan pada

pernyataan close-ended.

Pada bagian kedua dan ketiga, terdapat pernyataan close-ended dengan

data yang diperoleh berbentuk data skala ordinal. Skala ordinal selain

membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya pendidikan, tingkat

kepuasan) (Riwidikdo, 2008). Data ordinal biasa diukur menggunakan skala

Likert yang merupakan metode penskalaan sikap individu yang menggunakan

distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Sulistyo dan Basuki,

2006). Setiap butir pernyataan tersedia empat alternatif jawaban, yaitu SS (sangat

setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Menurut Hadi

(1991), penghilangan pilihan jawaban “ragu-ragu” ditujukan agar tidak

menimbulkan kecenderungan responden memilih menjawab ke tengah (central

(51)

31

jawabannya. Hadi (1991) juga mengatakan bahwa untuk melihat kecenderungan

jawaban responden atas setiap pernyataan (ke arah setuju atau ke arah tidak

setuju) dapat menggunakan cara penjumlahan persentase jawaban, yaitu

persentase SS+S dan persentase TS+STS.

Pernyataan dalam kuesioner ini bersifat favourable dan unfavourable.

Dalam penskalaan sikap individu, kuesioner sebaiknya berisi sebagian pernyataan

favourable dan sebagian lain pernyataan unfavourable. Hal ini bertujuan untuk

menghindari stereotipe jawaban. Menurut Azwar (2004), pernyataan favourable

merupakan suatu pernyataan sikap yang berisi hal-hal positif mengenai objek

sikap, yang mendukung atau memihak pada objek sikap. Sebaliknya, pernyataan

unfavourable adalah pernyataan sikap yang berisi hal-hal negatif mengenai objek

sikap yang sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap.

Pemberian skor atas pernyataan sikap berdasarkan pada penilaian dalam

skala Likert (Tabel II). Untuk penilaian item pernyataan favourable, skala dimulai

dari skor empat sampai dengan satu, sedangkan untuk item pernyataan

unfavourable skala dimulai dari skor satu sampai dengan empat.

Tabel II. Skor pernyataan sikap dalam skala Likert

Jawaban Favourable Unfavourable

Sangat Setuju 4 1

Penelitian ini diawali dengan studi pustaka yaitu membaca berbagai

literatur mengenai metode penelitian, pembuatan kuesioner, persepsi, perilaku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(52)

konsumen, jamu, bahaya BKO, dan metode statistik yang digunakan dalam

menganalisis data korelasi dan deskriptif. Studi pustaka ini bertujuan untuk

meminimalisir bahkan meniadakan kesalahan yang mungkin terjadi saat

penelitian.

2. Analisis Situasi

a. Penentuan lokasi dan waktu penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti telah melakukan survei untuk

mengetahui jumlah kios jamu yang terdapat di wilayah eks Kotip Cilacap. Survei

ini dilakukan karena baik Badan Pemerintah Daerah (Bappeda) maupun Dinas

Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Cilacap tidak mempunyai data

mengenai jumlah kios jamu yang ada. Dari hasil survei, terdapat sepuluh kios

jamu yang masih beroperasi di wilayah eks Kotip Cilacap.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan para

pemilik kios jamu, dipilihlah 5 kios jamu dari 10 kios jamu yang ada karena

hanya lima kios jamu ini yang mempunyai konsumen 70 orang (baik yang rutin

membeli jamu maupun tidak) tiap bulannya. Penelitian ini dilakukan dari tanggal

3 Januari 2011 sampai dengan 5 Februari 2011, dengan waktu selama seminggu

untuk setiap kios jamu. Lima kios jamu yang dipilih oleh peneliti sebagai lokasi

penelitian, yaitu satu kios jamu di Kecamatan Cilacap Utara (kios jamu di Pasar

Limbangan), dua kios jamu di Cilacap Tengah (kios jamu di Jalan Tidar dan kios

jamu “Merapi Farma Herbal”, dan dua kios jamu di Cilacap Selatan (Depot Jamu

(53)

33

Tabel III. Lokasi dan Waktu Penelitian di lima kios jamu

Nama Kios Jamu Kecamatan Jenis jamu yang

dijual Tanggal Penelitian

Farma Herbal” Cilacap Tengah jamu pegal linu rebus (godhog) 17 – 22 Januari 2011 Depot jamu

“Djanaka” Cilacap Selatan jamu pegal linu instan (serbuk) 24 – 29 Januari 2011

Depot jamu “Jago” Cilacap Selatan jamu pegal linu instan (serbuk)

31 Januari – 5 Februari 2011

b. Perijinan

Karena penelitian ini dilaksanakan di Cilacap, Jawa Tengah, maka peneliti

melakukan ijin lintas propinsi yaitu dimulai dari tingkat propinsi (dari Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta ke Propinsi Jawa Tengah) hingga tingkat eks Kotip

Cilacap.

c. Penentuan besar sampel

Karena populasi pengunjung di lima kios jamu se-eks Kotip Cilacap tidak

mencapai 100 orang per bulannya, maka penentuan besar sampel penelitian

berdasarkan pada teori jumlah sampel untuk penelitian korelasi yaitu minimal 30

orang (Sevilla, et al., 1993).

3. Pembuatan Instrumen Penelitian

Penelitian dapat dikatakan baik dan benar apabila instrumen yang

digunakan untuk meneliti dapat mengukur apa yang diharapkan (validitas) dan

konsisten apabila digunakan untuk mengukur gejala yang sama pada sampel yang

berbeda dengan ciri yang sama (reliabilitas) (Riwidikdo, 2008). Instrumen pada

penelitian ini adalah kuesioner. Oleh karena itu, pertanyaan dan pernyataan di

dalam kuesioner dibuat berdasarkan teori dan permasalahan yang ada, kemudian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54)

kuesioner tersebut harus melalui beberapa tahapan uji yang dapat menentukan

bahwa intrumen penelitian tersebut layak untuk digunakan sebagai alat penelitian

yang dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel.

Uji yang dilakukan adalah uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan uji

reliabilitas. Ketiga uji ini dilakukan kepada 30 orang dengan karakteristik mirip

responden di luar daerah uji (di kios-kios jamu daerah Tajem dan Minomartani).

a. Uji pemahaman bahasa

Uji dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang ada di dalam

kuesioner mampu dimengerti dan dipahami oleh responden. Uji ini dinyatakan

berhasil apabila semua pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dapat dijawab

oleh subyek uji.

b. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana item-item

pernyataan dan pertanyaan dalam kuesioner dapat mencakup seluruh lingkup isi

obyek yang hendak diukur. Dengan demikian, dapat diketahui pula kejelasan

tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap. Uji ini dilakukan dengan

mencari korelasi antara setiap butir item dengan jumlah total item. Bila nilai

signifikansinya (p) < 0,05, maka pada nilai koefisien korelasinya terdapat tanda

bintang (*) dan hal ini menunjukkan bahwa butir pertanyaan dan pernyataan yang

diuji valid (Riwidikdo, 2008).

Uji validitas dalam penelitian ini adalah uji validitas konstruk, yaitu uji

untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan sudah dapat mengukur

(55)

35

Pengujian validitas menggunakan analisis statistik pada program komputer

dengan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil uji validitas adalah dari 15

pernyataan skala Likert, hanya satu pernyataan yang dinyatakan tidak valid.

c. Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut konsisten apabila

digunakan untuk mengukur gejala yang sama (Riwidikdo, 2008). Koefisien

reliabilitas menunjukkan besarnya inkonsistensi skor hasil pengukuran. Semakin

tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin reliabel instrumen tersebut.

Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam

rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi reliabilitasnya mendekati angka 1,00

berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin rendah

mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2004).

Koefisien minimal untuk uji reliabilitas yang dapat digunakan dalam penelitian

adalah 0,5 (Remmers H.H., Gage, N.L., and Rummel, J.F., 1965).

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan analisis statistik pada

program komputer dengan metode Alpha Cronbach. Hasil yang didapat ialah

0,741 untuk variabel persepsi terhadap bahaya BKO dan 0,637 untuk variabel

perubahan frekuensi konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yang

disusun layak digunakan untuk penelitian.

4. Penyebaran Kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti ke lima kios jamu

se-eks Kotip Cilacap yang telah dipilih. Sebelum memberikan kuesioner, peneliti

melakukan pendekatan kepada responden dengan cara melakukan pembicaraan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(56)

ringan mengenai manfaat jamu pegal linu yang dirasakan responden dan alasan

responden memilih jamu pegal linu sebagai alternatif pengobatan. Kemudian

responden mengisi kuesioner saat itu juga dan langsung dikembalikan. Hal ini

dilakukan untuk menghindari responden mengakses sumber-sumber informasi.

Dalam pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden untuk menghindari

kesalahan pengisian dan memeriksa kelengkapan seluruh bagian dari kuesioner.

Setelah mengisi kuesioner, peneliti memberikan informasi mengenai bahaya yang

timbul dari penambahan BKO ke dalam jamu pegal linu dan cara-cara mengetahui

mana jamu pegal linu yang aman dan yang telah ditambahkan BKO. Tujuannya

adalah agar masyarakat menjadi semakin kritis akan apa yang mereka konsumsi.

5. Analisis Data Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi atau hubungan antara

persepsi konsumen terhadap bahaya BKO dalam jamu pegal linu Cilacap dengan

perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu. Kajian korelasi termasuk dalam

penelitian deskriptif. Korelasi adalah hubungan statistik berdasarkan ukuran

kuantitatif menyangkut dua parameter atau lebih (Sulistyo dan Basuki, 2006).

Oleh karena itu, analisis statistik korelasi dan deskriptif digunakan dalam

penelitian ini. Data deskriptif, yang berupa data demografi responden, digunakan

sebagai penunjang data statistik korelasi.

Analisis statistik korelasi merupakan bagian dari teknik pengukuran

asosiasi (measure of association) yang berguna untuk mengukur kekuatan

hubungan dua variabel atau lebih dan analisis statistik korelasi tidak secara

Gambar

Tabel I. Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran…….23
Gambar 18.
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi
Tabel I. Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi kualitatif dan kuantitatif yang dihimpun dari instrumen penelitian (lembar observasi, GPS) dan sumber data penelitian (dosen, mahasiswa, 2 Observasi),

Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam merupakan salah satu daerah yang banyak menghasilkan Cassiavera

Dengan adanya hambatan geografis, mau tidak mau Perpustakaan Universitas Airlangga harus membangun sistem jaringan antar Perpustakaan Kampus A, B, dan C, serta dalam

Program ini dibuat dengan menggunakan Microsoft Visual Basic dot Net yang mendukung pemrograman client-server dan pembuatan basis data secara maya sehingga komputer tidak harus

Oleh karena itu dalam membaut sebuah aplikasi ini diperlukan suatu desain yang baik, sehingga diperlukan suatu pembuat / pekerja yang dinamakan programer dan sebuah program

[r]

mempunyai kinerja pemasaran yang tinggi untuk itu diharapkan UMKM batik. membuat produk yang

Sesuai dengan aturan penataan container Memunculkan banyak kemungkinan solusi Memunculkan banyak kemungkinan solusi Membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan.. C bi t i l P bl NP H d