KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA
KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Pascalia Riska Prastika Hapsari NIM : 078114037
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU PADA
KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Pascalia Riska Prastika Hapsari NIM : 078114037
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
DREAM, BELIEVE, and MAKE IT HAPPEN…AMEN…
YOU’RE ONLY AS HIGH AS YOUR AMBITION…
AMBITION IS THE MAKER OF MAN….
Kupersembahkan karya ini bagi:
Bapa dan Juru Selamatku, Yesus Kristus
Kedua orang tuaku tercinta
Kedua adikku tersayang
Semua keluarga besarku
Sahabat dan teman-temanku
Almamaterku …
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”KORELASI ANTARA PERSEPSI BAHAYA BAHAN KIMIA
OBAT DAN PERUBAHAN FREKUENSI KONSUMSI JAMU PEGAL LINU
PADA KONSUMEN KIOS JAMU DI EKS KOTIP CILACAP”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh
bantuan, bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa
terimakasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung
terwujudnya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta dan Badan Kesbang Pol dan Linmas
Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu kelancaran bagi penulis dalam
mengurus surat ijin penelitian.
2. Badan Kesbang Pol dan Linmas serta Bappeda Kabupaten Cilacap yang telah
membantu kelancaran bagi penulis dalam mengurus surat ijin penelitian.
3. Para pemilik kios jamu yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian
di kios jamu mereka.
4. Para responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner
viii
5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
6. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses
penyusunan skripsi.
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
8. Ibu Phebe Hendra M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
9. Orang tuaku tercinta Papa Petrus Prasetyo Utomo dan Mama Veronica Catur
Budi Yanti atas doa, cinta, kesabaran, dan dukungan yang telah memberikan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.
10.Kedua adikku tersayang Tina dan Toni atas bantuan, dukungan, perhatian,
keceriaan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
11.Andy Ateng, Kak Jean, Kak Iin, Romo Sunu, dan Romo Pri yang telah
membantu penulis dalam memahami dan mengolah data penelitian secara
statistik.
12.Teman-teman kos Eka, Mega, Dewi, Ayu, dan Nuki atas dukungan, cinta,
semangat, dan bantuannya kepada penulis. Terima kasih untuk kenangan
indah kita, semoga persahabatan kita abadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Feris, Rio, Juan, dan Alfa terima kasih untuk keceriaan dan semangat yang
telah diberikan. Semoga persahabatan kita abadi.
14.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi
Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka
duka kita selama ini.
15.Keluarga besar kos 99999 yang telah memberikan semangat, keceriaan, dan
kebersamaan kepada penulis.
16.Seluruh keluarga besar Sunaryo dan Masto yang telah memberikan perhatian,
keceriaan, dan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
17.Teman-teman KKN Ting-ting, Dama, Grace, Ebo, Bajeng, Santa, Rani, Rosa,
dan Intan atas segala dukungan dan kebersamaan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang
berkenan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...………....
HALAMAN PENGESAHAN……...……….... BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...
xi
Proses terjadinya persepsi………...
2. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional………..
C. Perilaku……….………...
E. Bahan Kimia Obat (BKO)...
1. Bahaya BKO………...
2. Bahaya BKO dalam jamu pegal linu………...
F. Kuesioner………..
G. Landasan Teori………..
H. Hipotesis………
BAB III. METODE PENELITIAN………
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………
B. Variabel Penelitian………
C. Definisi Operasional………
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling………
xii
3. Pembuatan instrumen penelitian……….
4. Penyebaran kuesioner……….
5. Analisis data penelitian………...
G. Keterbatasan Penelitian……….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………
A. Karakteristik Demografi Konsumen Jamu Pegal Linu di 5 Kios Jamu
se-Eks Kotip Cilacap……….
B. Karakteristik Perilaku Konsumen Jamu Pegal Linu di 5 Kios Jamu se-Eks
Kotip Cilacap………
1. Sumber responden mengenal jamu pegal linu………
2. Durasi responden meminum jamu pegal linu……….
3. Frekuensi responden meminum jamu pegal linu dalam seminggu…….
4. Produk jamu pegal linu yang sering dikonsumsi………
5. Hasil yang dirasakan setelah responden meminum jamu pegal linu…..
C. Persepsi Konsumen Tentang Bahaya BKO yang Terdapat di dalam Jamu
Pegal Linu Produksi Cilacap……….
1. Definisi BKO menurut responden………...
xiii
mbahkan ke dalam jamu pegal linu………...
3. Pendapat responden mengenai bahaya atau tidak bila BKO
ditambahkan ke dalam jamu pegal linu………...
D. Perubahan Frekuensi Konsumsi Jamu Pegal Linu………..…………..
1. Pertanyaan tentang berkurang atau tidak frekuensi konsumsi jamu
pegal lnu setelah berita penarikan jamu pegal linu produksi Cilacap….
E. Korelasi Antara Persepsi Konsumen Tentang Bahaya BKO dalam Jamu
Pegal Linu Produksi Cilacap dengan Frekuensi Konsumsi Jamu Pegal
Linu………...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….
A. Kesimpulan………...
B. Saran……….. DAFTAR PUSTAKA………
LAMPIRAN………
BIOGRAFI PENULIS……… 56
58
60
62
65
65
66
67
71
xiv
Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran…….
Skor pernyataan sikap dalam skala Likert………...
Lokasi dan waktu penelitian di lima kios jamu...
Pedoman pemberian interpretasi terhadap koefisien korelasi...
Variasi jamu pegal linu produksi Sido Muncul®………
Persepsi konsumen tentang bahaya BKO yang terdapat di dalam
jamu pegal linu produksi Cilacap...
Perubahan frekuensi minum jamu pegal linu...
xv
Proses terjadinya persepsi...………... Karakteristik jenis kelamin responden…………...
Karakteristik umur responden……….…...
Karakteristik suku bangsa responden………...
Karakteristik pekerjaan responden……...
Karakteristik pendapatan responden………...
Sumber responden mengenal jamu pegal linu………...
Durasi responden meminum jamu pegal linu dalam seminggu...
Frekuensi responden meminum jamu pegal linu dalam
seminggu………...
Produk jamu pegal linu yang sering dikonsumsi...
Hasil yang dirasakan setelah meminum jamu pegal linu……...
Distribusi frekuensi persepsi konsumen tentang bahaya BKO
dalam jamu pegal linu Cilacap...
Persentase jawaban dari definisi BKO menurut responden...
Persentase jawaban dari pertanyaan boleh atau tidak jamu
pegal linu ditambahkan BKO………...
Persentase alasan dari responden yang berpendapat BKO tidak
boleh ditambahkan ke dalam jamu pegal linu...
Persentase jawaban dari pertanyaan bahaya atau tidak bila jamu
xvi Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Persentase alasan dari responden yang berpendapat BKO
berbahaya bila ditambahkan ke dalam jamu pegal linu……...
Distribusi frekuensi dari frekuensi konsumsi jamu pegal linu...
Persentase jawaban dari pertanyaan berkurang atau tidak
frekuensi minum jamu setelah berita penarikan jamu pegal linu
Cilacap……….
Persentase alasan dari responden yang frekuensi minum jamu
pegal linu berkurang………
Persentase alasan dari responden yang frekuensi minum jamu
pegal linu tidak berkurang... 57
60
60
61
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Hasil uji korelasi Pearson………...
Kuesioner………...
Contoh kuesioner dengan jawaban………...
Hasil perhitungan distribusi frekuensi skor total jawaban
masing-masing responden……… Dokumentasi penelitian………...
Ijin Penelitian Dari Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten
Cilacap……….
xviii
INTISARI
Public Warning yang pertama kali dikeluarkan oleh BPOM adalah KB POM Nomor 11.066.2001 tertanggal 26 November 2001 menyatakan terdapat 32 produk jamu yang membahayakan konsumen. Informasi ini menimbulkan persepsi individu dan mempengaruhi perilaku konsumen jamu, yaitu dalam hal perubahan frekuensi konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen tentang bahaya bahan kimia obat (BKO), perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu setelah dikeluarkannya Public Warning, serta korelasi antara kedua hal tersebut.
Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan jumlah subjek 60 orang yang diperoleh dari 5 kios jamu terpilih di eks Kotip Cilacap. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala Likert. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik korelasi menggunakan uji Pearson. Perubahan frekuensi dihitung sebagai perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 23% responden berpendapat bahwa BKO digunakan untuk pengobatan penyakit, 97% responden berpendapat bahwa BKO berbahaya bila dicampur ke dalam jamu pegal linu karena dapat merusak organ tubuh, dan 77% responden mengurangi frekuensi konsumsi jamu pegal linu. Persepsi konsumen tentang bahaya BKO cukup baik tetapi frekuensi konsumsi jamu pegal linu berkurang, sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO dan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu memiliki arah negatif dengan kekuatan korelasi rendah (r = -0,307 dan p<0,05).
Kata kunci : BKO, jamu pegal linu, frekuensi konsumsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
ABSTRACT
BPOM issued a Public Warning which is containing 32 herbal products that harm consumers. This information raises individual’s perception and influence consumers behavior towards herbs. This study aims to determine consumer perceptions about the dangers of drug, changes in the frequency of herbal stiff consumption, and the correlation among both of them.
This type of research is observational with cross-sectional study. Accidental sampling is used to sampling with the number of subjects 60 people that obtained from 5 selected herb stores at ex city administrative Cilacap. The instrument conducted was a questionnaire with Likert scale. Data were analyzed in descriptive statistic and Pearson correlation test. The frequency change was calculated as the change in frequency of herbal stiff consumption in a week.
The results showed that 23% of respondents argued that the drug is used for the disease treatment, 97% of respondents argued that the drug can be
danger when added into herbs because can damage organs of human, and 77% of respondents reduced the frequency of herbal stiff consumption in a week. The consumers perception is sufficient well but the frequency of herbal stiff consumption was reduced, so it can be said that the correlation between the consumers perception about the danger of drug and changes in the frequency of herbal stiff consumption has a negative direction with low correlation strength (r = -0.307 and p <0.05).
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Beberapa negara di benua Asia, termasuk Indonesia, memanfaatkan
berbagai bahan alam sebagai pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional
yang biasanya bertujuan untuk tindakan preventif terhadap suatu penyakit
(mengatasi gejala penyakit tersebut). Di Indonesia sendiri dikenal tiga jenis obat
tradisional, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu merupakan
jenis obat tradisional yang paling sering digunakan sebagai salah satu tindakan
preventif karena jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari
bahan-bahan tersebut, yang digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990).
Citra kealamian jamu mulai rusak sejak beberapa produsen jamu yang
tidak bertanggungjawab menambahkan bahan kimia obat (BKO) ke dalam jamu
yang mereka produksi. Kasus tersebut terungkap setelah Balai Pengawasan Obat
dan Makanan (Balai POM) mengeluarkan Public Warning antara lain KB POM
Nomor 11.066.2001 tertanggal 26 November 2001 yang berisi 32 produk jamu
yang ilegal dan membahayakan konsumen (Suparyo, 2008). Padahal di Indonesia
terdapat peraturan yang tidak mengijinkan bahan kimia sintetik atau hasil isolasi
yang berkhasiat sebagai obat ditambahkan ke dalam jamu. Salah satu ciri jamu
yang tercemar BKO adalah khasiat jamu dapat dirasakan dalam sekejap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(cespleng) dan hal inilah yang menjadikan jamu akhirnya sangat digemari
konsumen. Bila pemakaian dihentikan, hilang pula efeknya dan hal ini yang
membuat konsumen harus terus meminumnya (kecanduan). Apabila BKO terus
terpapar ke dalam tubuh manusia, maka lama-kelamaan organ-organ tubuh
manusia akan rusak (Sampurno, 2002).
Tindakan produsen jamu yang memproduksi dan pihak-pihak yang
mengedarkan jamu berbahan kimia obat tersebut semata-mata hanya mencari
untung sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kepentingan konsumen dan hal ini
melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Sampurno, 2002). Di antara sekian banyak jamu
yang ditarik dari peredaran karena mengandung BKO, jamu pegal linu adalah
jamu yang paling sering ditambah BKO. Contoh BKO yang digunakan adalah
metampiron, parasetamol, deksametason, prednisolon, fenilbutazon. Apabila
digunakan dalam dosis berlebih dan dalam jangka panjang, parasetamol dapat
merusak organ hati secara fatal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).
Fakta di atas mendasari peneliti untuk mengukur seperti apakah persepsi
konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dan
hubungannya dengan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu pada
konsumen kios jamu di eks Kotip Cilacap. Wilayah eks Kotip Cilacap meliputi
wilayah Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan
Cilacap Selatan. Ketiga kecamatan ini dipilih karena berdasarkan Sensus
Penduduk 2010 ketiga wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk terbesar
3
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap, 2010). Wilayah eks Kotip Cilacap juga
dipilih karena disana terdapat banyak usaha kios jamu yang beberapa di antaranya
mempunyai pelanggan tetap.
Persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi
Cilacap dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku kesehatan konsumen, yaitu
perilaku penyembuhan pegal linu dengan usaha pengobatan ke fasilitas tradisional
(kios jamu) (Wawan dan Dewi, 2010). Persepsi tersebut juga mempengaruhi pola
perilaku konsumen dalam meminum jamu pegal linu. Perilaku konsumen yang
diukur adalah perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu selama seminggu.
1. Permasalahan
a. Seperti apakah karakteristik demografi dan perilaku konsumen jamu pegal
linu kios jamu di eks Kotip Cilacap?
b. Seperti apakah persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu pegal
linu produksi Cilacap?
c. Setelah berita penarikan jamu pegal linu produksi Cilacap, apakah ada
perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu pada
konsumen kios jamu di eks Kotip Cilacap?
d. Seperti apakah korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO
dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dengan perubahan frekuensi
konsumsi jamu pegal linu?
2. Keaslian Penelitian
Setelah peneliti melakukan penelusuran, penelitian observasional tentang
“Korelasi Antara Persepsi Bahaya Bahan Kimia Obat dan Perubahan Frekuensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konsumsi Jamu Pegal Linu pada Konsumen Kios Jamu di eks Kotip Cilacap”
belum pernah dilakukan dan belum ditemukan penelitian terkait di wilayah
tersebut. Peneliti menemukan penelitian sebelumnya yang terkait dengan
penemuan BKO dalam jamu pegal linu dan sejenis dengan penelitian ini:
a. Analisis Kandungan Metampiron pada Jamu Tradisional yang Beredar di
Kota Medan Tahun 2009 (Banureah, 2009). Penelitian ini bersifat survai
deskriptif. Jamu tradisional diperoleh dari beberapa toko obat yang
berjualan dekat Pasar Petisah sebanyak 10 jenis jamu tradisional.
Identifikasi kandungan metampiron dilakukan dengan metode reaksi
warna dan kadar metampiron diketahui dengan metode iodimetri. Hasil
penelitian menunjukkan seluruh jamu yang dianalisis positif mengandung
metampiron. Metampiron yang ditemukan ada dalam dosis kecil yaitu
0,5963 mg/7 g, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka
waktu panjang akan mengganggu kerja darah.
b. Survei Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Kesehatan Reproduksi dan
Konsumsi Jamu Tradisional di Desa Tengket Kecamatan Arosbaya
Kabupaten Bangkalan Madura (Yuliandari, 2006). Pengukuran frekuensi
konsumsi jamu para responden dilakukan dengan cara melihat frekuensi
konsumsi jamu dalam seminggu dari responden yang rutin mengkonsumsi
jamu selama sebulan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliandari
(2006) adalah kriteria inklusi responden. Penelitian ini menggunakan responden di
5
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi para
konsumen agar lebih memperhatikan kesehatan dengan tidak menggunakan jamu
pegal linu berbahan kimia obat serta bagi para produsen agar dapat memproduksi
jamu pegal linu sesuai dengan UU Tentang Obat Tradisional yang berlaku.
Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi
para Apoteker untuk memajukan pengobatan tradisional serta mengembangkan
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan di bidang pengobatan tradisional (jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Tujuan umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang perilaku
masyarakat pengguna jamu pegal linu di eks Kotip Cilacap.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik demografi dan perilaku konsumen
jamu pegal linu kios jamu di eks Kotip Cilacap.
b. Untuk mengetahui persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam
jamu pegal linu produksi Cilacap.
c. Untuk mengetahui ada perubahan atau tidak dalam frekuensi konsumsi
jamu pegal linu dalam seminggu pada konsumen kios jamu di eks
Kotip Cilacap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Untuk mengetahui korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya
BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap dengan frekuensi
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sikap Manusia
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Azwar (2004),
struktur sikap manusia terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:
1. Komponen kognitif (komponen perseptual) adalah komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan akan hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsi suatu objek sikap.
2. Komponen afektif (komponen emosional) adalah komponen yang
berhubungan dengan rasa senang (hal positif) atau tidak senang (hal negatif)
terhadap objek sikap.
3. Komponen konatif (komponen perilaku) adalah komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.
B. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera
atau juga disebut proses sensori (Walgito, 2010). Persepsi yang dimiliki seseorang
dapat berbeda dengan persepsi individu lain meskipun untuk hal yang sama.
Proses persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh pengalaman
masa lalunya yang tersimpan dalam memori (Sutisna, 2002). Walaupun persepsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat diterima melalui semua alat indera yang ada pada diri individu, tetapi
sebagian besar persepsi diterima melalui alat indera penglihatan. Karena itulah
banyak penelitian mengenai persepsi adalah persepsi yang diterima individu
melalui alat penglihatan (mata) (Walgito, 2010).
1. Proses terjadinya persepsi
Menurut Walgito (2010), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi,
antara lain:
a. Ada objek yang dipersepsi
Objek persepsi dibedakan atas objek manusia dan non manusia. Objek
dapat dipersepsi apabila menimbulkan stimulus. Sutisna (2002) berpendapat
bahwa stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang
dapat mempengaruhi tanggapan individu.
b. Alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf
Merupakan alat untuk menerima stimulus, meneruskan stimulus yang
diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, dan mengadakan respon atas stimulus
tersebut.
c. Perhatian
Perhatian merupakan syarat psikologis dan langkah pertama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu
9
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi
St = stimulus (faktor luar)
Fi = faktor internal (faktor dalam, termasuk perhatian)
Sp = sifat struktur pribadi (Walgito, 2010)
Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam proses persepsi, individu akan
dipengaruhi oleh faktor internal seperti sifat struktur pribadi, perhatian, harapan,
tingkat pendidikan, dan usia serta faktor eksternal yang berupa stimulus
lingkungan. Faktor internal dan faktor eksternal ini akan saling mempengaruhi
dalam individu melakukan persepsi.
2. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional
Meskipun sampai sekarang masih terdapat sebagian masyarakat Indonesia
yang menggunakan obat tradisional (jamu) sebagai minuman penambah
kebugaran tubuh atau pemulih kesehatan, tetapi sebagian yang lain berpendapat
bahwa jamu tidak semanjur obat modern dan dilihat dari kemasannya, seperti
tidak meyakinkan. Bagi yang masih percaya manfaat jamu, mereka berpendapat
bahwa yang berasal dari alam pasti baik dan aman, sehingga menggunakannya
bertahun-tahun, jamu dapat menyembuhkan penyebab penyakit dan bukan
sekedar simtomatik (Hakim, 2002).
Ada pendapat lain yang lebih membahayakan dan memperburuk citra
jamu yaitu menganggap jamu sama manjurnya dengan obat modern dan memiliki
efek kerja yang sama dengan obat modern. Hal inilah yang menjadi alasan
Sp
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
produsen yang tidak bertanggungjawab untuk menambahkan bahan kimia obat ke
dalam produk jamunya. Masyarakat yang tidak mengetahui hal ini akan terkecoh
dan tidak tahu bahaya yang kelak dialaminya, sehingga produsen lebih „giat‟
memproduksi jamu yang berbahaya itu tanpa merasa bersalah (Hakim, 2002).
C. Perilaku
Perilaku merupakan respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan
tujuan, baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor
yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).
Faktor-faktor pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
faktor dari dalam individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat,
emosi, dan sebagainya, sedangkan faktor dari luar individu (eksternal) berupa
objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan (Fitriani, 2011).
1. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan dapat didefinisikan sebagai atribut-atribut seperti
kepercayaan, harapan, motif, nilai, persepsi, dan elemen kognitif, karakteristik
kepribadian, termasuk afektif dan keadaan emosional dan sifat-sifat, dan pola
perilaku yang terbuka, tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan
pemeliharaan kesehatan, untuk pemulihan kesehatan dan perbaikan kesehatan
11
Tiga klasifikasi perilaku kesehatan yaitu:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan, merupakan perilaku atau usaha
seseorang untuk menjaga kesehatannya agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan jika sakit. Pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan apabila
sembuh dari penyakit; perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang
dalam keadaan sehat, karena harus mencapai kesehatan yang optimal; dan
perilaku gizi (Fitriani, 2011).
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, merupakan respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat-obatannya. Respon tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap
dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan (Wawan dan Dewi,
2010).
c. Perilaku kesehatan lingkungan, merupakan respon seseorang terhadap
lingkungan sebagai penentu kesehatan manusia (Wawan dan Dewi, 2010).
2. Perilaku konsumen
Perilaku konsumen adalah seluruh proses kegiatan yang meliputi tindakan
dan proses psikologis individu yang mendorong tindakan individu pada saat
sebelum membeli, membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa, serta
kegiatan mengevaluasi penggunaan produk dan jasa (Sumarwan, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dharmmestha (1999) menyatakan bahwa konsumen membeli barang dan jasa
untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola perilaku konsumen menurut Kotler
(1998) adalah:
a. Faktor Kebudayaan terdiri dari kebudayaan nasional, sub budaya, dan
kelas sosial. Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang
mempengaruhi sikap, perilaku, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan
masyarakat. Sumarwan (2004) berpendapat produk dan jasa berperan
penting dalam mempengaruhi budaya karena produk mampu membawa
pesan makna budaya. Makna budaya dipindahkan ke produk dan jasa, dan
produk dipindahkan ke konsumen. Makna budaya yang telah melekat
kepada produk dan jasa akan dipindahkan kepada konsumen dalam bentuk
penggunaan produk dan jasa.
b. Faktor Sosial, yang terdiri dari:
1) keluarga, faktor ini akan membentuk suatu referensi yang sangat
berpengaruh terhadap perilaku konsumen;
2) peran dan status seseorang akan menentukan posisinya di masyarakat.
Setiap peranan membawa status yang mencerminkan harga diri menurut
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, orang akan cenderung memilih
produk yang dapat membantu komunikasinya dengan masyarakat.
c. Faktor Pribadi, yang terdiri dari:
1) umur, akan menentukan selera seseorang terhadap produk atau jasa. Holt
13
banyaknya pengalaman seseorang dalam melakukan pengobatan. Namun,
umur juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam rangka pengobatan
penyakit. Seseorang yang berumur diatas 60 tahun dalam melaksanakan
swamedikasi frekuensinya semakin menurun;
2) pekerjaan, akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang karena pekerjaan
mempengaruhi pendapatan;
3) keadaan ekonomi, terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan,
tabungan, dan harta lain yang dimiliki. Menurut Sumarwan (2004),
pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh konsumen dari
pekerjaan yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan
banyaknya daya beli dari seseorang. Pendapatan juga dapat mempengaruhi
proses keputusan dan pola konsumsi seseorang;
4) gaya hidup, yaitu pola hidup yang diwujudkan melalui kegiatan, minat,
dan pendapat seseorang. Gaya hidup ini menggambarkan seseorang secara
keseluruhan yaitu interaksinya dengan lingkungan. Gaya hidup juga
mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang, misal: kepribadian.
5) kepribadian, yaitu karakterisitik psikologis yang berbeda dari setiap orang
dalam merespon lingkungan dan biasanya bersifat relatif konsisten.
Sumarwan (2004) menjelaskan bahwa kepribadian dikaitkan dengan
adanya perbedaan karakteristik yang terdalam pada diri (inner
psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut
menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karakteristik akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungannya
secara konsisten.
d. Faktor Psikologis, yang terdiri dari:
1) motivasi, merupakan suatu dorongan yang menekan seseorang sehingga
mengarahkannya untuk bertindak;
2) persepsi, orang yang sudah memiliki motivasi untuk bertindak akan
dipengaruhi persepsinya pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi;
3) proses belajar, yaitu perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman;
4) kepercayaan dan sikap. Kepercayaan akan membentuk citra produk,
sehingga orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sikap akan
mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang relatif konsisten terhadap
objek yang sama.
3. Frekuensi konsumsi
Perilaku konsumen merupakan respon konsumen terhadap suatu produk
dan respon tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi,
baik dari dalam maupun dari luar diri konsumen tersebut. Perilaku konsumen ini
dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan, baik disadari
maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010). Oleh karena itu, pola perilaku konsumen
dapat ditinjau melalui frekuensi dan durasi konsumen dalam menggunakan suatu
15
D. Jamu
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 bab 1 pasal 1, jamu adalah semua bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 1990). Oleh karena itu, jamu juga dikenal sebagai obat tradisional.
Setiadi dan Sarwono (2007) mengemukakan beberapa khasiat tanaman
sebagai obat tradisional yaitu untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit, menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap
sehat dan segar, memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh
sehingga lancar tanpa gangguan, serta membersihkan senyawa beracun di dalam
tubuh.
Pembuat obat tradisional menurut Handayani dan Suharmiati (2002)
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional ini diramu sendiri berdasarkan pengalaman dari nenek
moyang yang bertujuan untuk menjaga kesehatan keluarga serta penanganan
penyakit ringan. Sumber bahan baku tanaman tersedia di lingkungan keluarga
atau masyarakat, tapi dapat juga bahan baku dibeli di pasar tradisional.
2) Obat tradisional berasal dari pembuat jamu (herbalist)
Pembuat jamu (herbalist) yang dimaksud adalah penjual jamu gendong,
peracik tradisional, tabib lokal, dan sinshe.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a) Penjual jamu gendong
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan,
dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk pilis, parem, tapel, tanpa
penandaaan dan atau nama dagang serta dijajakan untuk langsung
digunakan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Seiring
berkembangnya zaman, penjual jamu gendong juga menjajakan jamu
produk industri selain jamu olahannya sendiri.
b) Peracik tradisional
Pembuat jamu jenis ini sudah berkurang jumlahnya dan kalah bersaing
dengan industri karena alasan kepraktisan. Peracik tradisional biasanya
dapat ditemui di pasar-pasar tradisional. Perbedaan antara penjual jamu
gendong dan peracik tradisional adalah jamu gendong menjual barang jadi,
sedangkan peracik tradisional menjual barang setengah jadi yaitu berupa
ramuan yang telah ditumbuk dan ditambah air matang, disaring dan
hasilnya siap diminum.
c) Tabib lokal
Tabib lokal melaksanakan praktik pengobatan dengan menyediakan
ramuan bahan alam yang berasal dari bahan lokal. Ilmu pengobatan sering
diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada tabib yang telah
berpraktik. Umumnya selain pemberian ramuan, para tabib juga
mengkombinasikannya dengan teknik lain seperti metode spiritual atau
17
d) Sinshe
Sinshe berasal dari etnis Tionghoa yang melayani pengobatan
menggunakan ramuan obat tradisional bersumber dari pengetahuan negara
asal mereka yaitu Cina. Umumnya sinshe meramu jamu menggunakan
bahan-bahan yang berasal dari Cina walaupun tidak jarang juga dicampur
dengan bahan-bahan yang sejenis dengan yang mereka jumpai di Cina.
Para sinshe juga mengkombinasikan ramuan segar yang mereka buat
sendiri dengan teknik lain, seperti pijatan, akupresur, atau akupuntur.
3) Obat tradisional buatan industri
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990, industri
obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan industri kecil
obat tradisional berdasarkan total aset yang mereka miliki, tidak termasuk harga
tanah dan bangunan. Industri farmasi sudah beberapa tahun terakhir ini juga
memproduksi obat tradisional karena makin marak masyarakat yang lebih
memilih obat tradisional daripada obat kimia.
Pembuat obat tradisional mengolah tanaman obat dengan tiga cara, yaitu:
a. direbus: penggunaannya tidak secara langsung karena harus direbus
(digodog) lebih dulu; dikenal dalam bentuk sediaan Jamu Godog dan
diproduksi serta dijual oleh para penjual jamu tradisional.
b. dijadikan serbuk halus: penggunaannya dapat langsung dengan
ditambahkan air matang; dikenal dalam bentuk jamu serbuk seperti Sido
Muncul®, Air Mancur®, dan lain-lain; diproduksi serta dijual oleh
Industri Kecil Obat Tradisional dan Industri Obat Tradisional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. diambil zat aktifnya (diekstraksi): penggunaannya tidak secara langsung
karena harus diformulasikan seperti sediaan obat modern (dalam bentuk
kaplet, tablet, kapsul); diproduksi serta dijual oleh Industri Kecil Obat
Tradisional dan Industri Obat Tradisional (Muhlisah, 2007).
1. Jamu Pegal Linu
Pegal linu seringkali dirasakan saat tubuh kita merasakan gejala nyeri
karena kelelahan atau inflamasi sendi. Rasa lelah dapat terjadi karena aktivitas
fisik atau mental dan dapat merupakan gejala suatu penyakit. Rasa lelah yang
lama akan disertai gejala nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorokan, demam
ringan, dan nyeri kelenjar. Gejala pegal linu yang timbul karena gangguan di
sekitar struktur sendi biasa terjadi pada penyakit seperti rematik, osteoartritis,
artritis, dan inflamasi (Isbagio, 1995).
Menurut Isbagio (1995), untuk mengatasi nyeri kejang otot pada penyakit
rematik, artritis, dan inflamasi dapat dilakukan pengobatan secara farmakologi
dan non farmakologi (non obat). Jamu pegal linu adalah salah satu contoh
pengobatan non farmakologi untuk gejala pegal linu. Jamu pegal linu merupakan
salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering dikonsumsi masyarakat. Jamu
pegal linu berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang,
memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan
menghilangkan sakit seluruh badan (Sundari dan Winarno, 1996).
Beberapa tanaman obat yang sering digunakan untuk membuat ramuan
19
a. Kaempferia galanga L. (kencur)
Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak atsiri terdiri dari borneol,
etil-p-metoksinamat, etil sinamat, saren, kamfer, sineol, etil-alkohol.
Kegunaan: rimpang bersifat analgesik, yaitu bisa meredakan sakit pada gigi,
sakit kepala, ataupun rematik, penghangat badan, dan anti pegal (Sudarsono,
Pudjoarinto, Gunawan, Wahyono, Donatus, Drajad, dkk, 1996; Tampubolon,
1981).
b. Melaleuca leucandendra L. (kayu putih)
Kandungan kimia: buahnya mengandung minyak atsiri 1,3% (14-65% sineol,
terpin-4-ol sampai 47%, 1-limonena, dipentena, sesquiterpena, azulena,
sesquiterpena alkohol, terpenol (Leung and Foster, 1996).
Kegunaan: pereda kejang, mengurangi rasa nyeri (Departemen Kesehatan RI,
1985).
c. Languas galanga Merr. (laos)
Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak terbang, pinena, kamfer,
asam metal sinamat, sineol, eugenol dan sesquiterpena, galangin (3,5,7,
tri-hidroksi-flavon), resin yang mengandung galangal, dioksiflavanol
(Departemen Kesehatan RI, 1978; Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, dan
Koensoemardyah, 1988; Tampubolon, 1981).
Kegunaan: pereda kejang (Departemen Kesehatan RI, 1978).
d. Piper nigrum L. (lada hitam)
Kandungan kimia: buahnya mengandung minyak atsiri 1-2,5% (monoterpena
hidrokarbon, sesquiterpena hidrokarbon), alkaloid (piperin, piperidin)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(Departemen Kesehatan RI, 1980; Departemen Kesehatan RI, 1985;
Sudarsono, dkk, 1996).
Kegunaan: penghangat badan, memperlancar keluarnya keringat, menurunkan
panas, obat masuk angin, penghilang letih lesu (Afrianto, Sulistyo, Karmila,
Dewo, Setyawan, dan Gunarto, 1996).
e. Cyperus rotundus L. Pers. (rumput teki)
Kandungan kimia: rimpang mengandung minyak atsiri 0,45-1%. Minyak atsiri
yang berasal dari Cina mengandung siperena, paskolenon, sedangkan yang
berasal dari Jepang mengandung siperol, siperena, α-siperona, siperotundon,
siperulon. Selain itu, ditemukan pula alkaloid dan flavonoid, triterpen, zat pati,
gula,resin,glikosida.
Kegunaan: mengurangi rasa nyeri, pereda kejang, dan penenang (Departemen
Kesehatan RI, 1980; Departemen Kesehatan RI, 1985; Sudarsono, dkk, 1996).
E. Bahan Kimia Obat (BKO)
Bahan kimia obat (BKO) atau obat kimia adalah senyawa sintetis atau bisa
juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan
pada pengobatan modern (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006). Obat
kimia pada umumnya hanya mengobati satu jenis penyakit tertentu, tidak seperti
tanaman obat yang memiliki khasiat yang beragam (Muhlisah, 2007).
1. Bahaya BKO
BKO merupakan bahan kimia asing bagi tubuh yang dapat memberikan
21
menjaga keamanan penggunanya (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).
Penggunaan obat kimia dalam jangka panjang dapat mengganggu fungsi
organ-organ penting di dalam tubuh.
2. Bahaya BKO dalam Jamu Pegal Linu
Tindakan para produsen jamu Cilacap yang tidak bertanggungjawab, yaitu
pencampuran BKO ke dalam jamu pegal linu (Tabel I), telah melanggar Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional Menteri
Kesehatan Republik Indonesia pasal 23 yang berbunyi “Jamu tidak mengandung
bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat”.
Alasan para produsen jamu berbuat curang dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti rendahnya kepatuhan beberapa produsen terhadap ketentuan
yang berlaku di bidang obat tradisional; adanya kompetisi tidak sehat untuk lebih
meningkatkan penjualan produknya dengan memasarkan obat tradisional yang
ditambahkan BKO demi keuntungan finansial semata tanpa memperhatikan
perlindungan konsumen; dan masuknya obat tradisional asing ilegal, yang dari
negara asalnya diizinkan mengandung BKO (Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI, 2006).
Cara identifikasi BKO dalam jamu pegal linu secara spesifik adalah
dengan uji laboratorium. Selain itu, adanya BKO dapat dicurigai bila pada
penggunaan jamu cepat dirasakan efeknya, dimana hal ini jarang terjadi pada
penggunaan obat bahan alam (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bahaya yang dapat timbul bila mengkonsumsi jamu pegal linu berbahan kimia
obat tersebut dalam jangka panjang adalah:
a. metampiron: memiliki efek analgetik-antipiretik dan antiinflamasi. Pada
pemakaian jangka waktu lama, penggunaan metampiron dapat menyebabkan
gangguan saluran pencernaan (seperti rasa terbakar), tinnitus (telinga
berdenging), anemia aplastik atau terhambatnya pembentukan sel darah
merah, peradangan di daerah mulut-hidung-tenggorokan, tremor, shock, dan
urin berwarna merah, kadang-kadang dapat menimbulkan kasus
agranulositosis yaitu berkurangnya jumlah granulosit pada darah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).
b. parasetamol: merupakan analgetik-antipiretik, tetapi tidak memiliki efek anti
radang dan relatif lebih aman dibandingkan dengan zat analgesik lainnya. Efek
samping terjadi jika penggunaannya sudah melebihi dosis, seperti dapat
merusak hati secara fatal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).
c. deksametason, prednisolon: biasa digunakan hanya pada kasus asma yang
parah. bila tidak digunakan secara tepat, maka efek samping dari penggunaan
bahan kimia ini adalah terjadinya gejala-gejala chusing, yaitu osteoporosis,
moon face (muka bengkak), dan impotensi. Selain itu, terjadi juga efek
samping berupa penekanan anak ginjal (Marlinda dan Sudradjat, 1999).
d. fenilbutazon: mempunyai daya antiflogistik (anti radang) sangat kuat, tetapi
efek analgetik dan antipiretiknya lemah. Efek samping zat ini cukup berat,
23
akibat hambatan sumsum tulang, juga reaksi-reaksi alergi pada kulit yang
meluas (Marlinda dan Sudradjat, 1999).
Tabel I. Daftar jamu pegal linu produksi Cilacap yang ditarik dari pasaran
No. Nama Jamu Produsen Bahan Kimia
Obat
Parasetamol No. Reg Dibatalkan
2 Tenaga Sehat Pegal Linu serbuk TR 993205671
PJ Tenaga Sehat, Cilacap
Metampiron No. Reg Dibatalkan
3 Asam Urat Flu Tulang
Parasetamol - Tidak terdaftar, - Mencantumkan no izin -Edar fiktif TR 04322961
6 Sukma Perkasa Asam
8 Pegal Linu Rheumatik Asam Urat untuk Pria 10 Samurat Extra untuk
F. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik dan
diberikan kepada orang yang bersedia memberikan respon yang sesuai dengan
permintaan peneliti (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2005), ada 3 macam kuesioner yang dapat
digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:
1. Kuesioner untuk keperluan administrasi. Pengisian kuesioner ini
sepenuhnya oleh pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.
2. Kuesioner untuk observasi. Kuesioner ini diperlukan agar observasi lebih
terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan karena
kuesioner ini berisi daftar pertanyaan yang mencakup hal-hal yang
diobservasi.
3. Kuesioner untuk wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk
mengumpulkan data melalui wawancara agar memperoleh jawaban yang
akurat dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan personal
interview atau telephone interview.
Prinsip bentuk pertanyaan kuesioner menurut Dawson (2010) terbagi
dalam 3 jenis, yaitu:
1. Kuesioner tertutup (close-ended). Apabila mendapat kuesioner
close-ended, responden hanya memilih salah satu jawaban dari beberapa
alternatif jawaban yang tersedia di dalam kuesioner. Kuesioner jenis ini
25
2. Kuesioner terbuka (open-ended). Kuesioner open-ended memberikan
responden untuk menjawab pertanyaan sesuai pendapatnya. Kuesioner
jenis ini digunakan dalam penelitian kualitatif, meskipun beberapa peneliti
juga menganalisis jawaban secara kuantitatif.
3. Kombinasi dari keduanya. Kuesioner jenis ini biasanya digunakan untuk
mengetahui berapa jumlah orang yang setuju atau tidak setuju akan suatu
hal dan apa pendapat pendapat mereka terhadap hal tersebut.
G. Landasan Teori
Komponen perseptual dan komponen perilaku merupakan 2 dari 3
komponen yang berperan dan saling menunjang dalam pembentukan sikap
manusia. Dalam menerima informasi dari luar, setiap individu memiliki persepsi
yang berbeda dan hal ini dapat berdampak pada perubahan perilaku.
Begitu pula dengan informasi mengenai bahaya bahan kimia obat (BKO)
di dalam jamu pegal linu produksi Cilacap yang beberapa tahun ini marak
diberitakan oleh berbagai media massa. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi
konsumen jamu pegal linu tentang keamanan jamu pegal linu dan berdampak
pada perubahan perilaku konsumen, yaitu dalam hal perubahan konsumsi jamu
pegal linu dalam seminggu. Persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu
pegal linu Cilacap dan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu merupakan
komponen-komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap individu
terhadap penggunaan jamu pegal linu. Oleh karena itu, kedua komponen tersebut
dapat dicari korelasi yang mungkin ada dan seperti apa jenis korelasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Hipotesis
Ada korelasi antara persepsi konsumen tentang bahaya BKO dalam jamu
pegal linu produksi Cilacap dengan perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional atau non eksperimental
dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Pada penelitian
observasional, peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap sejumlah
ciri (variabel) terhadap subjek, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti
(Pratiknya, 2001).
Penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau point time
approach (Pratiknya, 2001), sehingga penelitian cross sectional tidak dapat
digunakan untuk menjawab hubungan sebab-akibat karena tidak dapat diketahui
secara definitif apakah faktor resiko mendahului faktor efek ataupun sebaliknya.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent) : persepsi konsumen tentang bahaya BKO
dalam jamu pegal linu produksi Cilacap
2. Variabel tergantung (dependent) : perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal
linu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Definisi Operasional
1. Persepsi tentang bahaya BKO adalah pendapat, penilaian, pandangan atau
pemikiran konsumen terhadap segala bentuk informasi mengenai bahaya BKO
dalam jamu pegal linu produksi Cilacap yang diberitakan melalui media
massa. Persepsi konsumen ini diukur menggunakan skala Likert.
2. Bahaya BKO adalah efek samping merugikan yang timbul akibat penggunaan
jangka panjang jamu pegal linu produksi Cilacap yang telah dicampur BKO.
3. Konsumen adalah pengunjung kios jamu yang minum jamu pegal linu di
tempat dan minimal selama enam bulan rutin meminum jamu pegal linu.
4. Kios jamu adalah tempat penjualan jamu atau obat tradisional buatan industri
jamu; jamu yang dibeli dapat diminum di tempat atau dibawa pulang. Kios
jamu yang menjadi lokasi penelitian menjual jamu pegal linu ramuan segar
atau jamu pegal linu instan.
5. Jamu pegal linu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari
bahan-bahan tersebut, yang digunakan untuk menyembuhkan pegal linu atau
meringankan gejala pegal linu.
6. Perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu adalah perubahan frekuensi
konsumsi jamu pegal linu dalam seminggu. Perubahan frekuensi konsumsi ini
diukur dengan skala Likert.
7. Kios jamu di eks Kotip Cilacap adalah kios jamu yang terletak di wilayah
Kecamatan Cilacap Utara, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan
29
8. Kecenderungan jawaban dari pengukuran skala Likert dengan melihat
persentase terbesar antara SS+S (sangat setuju+setuju) dan TS+STS (tidak
setuju+sangat tidak setuju).
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling
Subyek atau responden dalam penelitian ini adalah para pengunjung kios
jamu terpilih dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. telah menjadi konsumen jamu pegal linu minimal selama enam bulan;
2. telah minum jamu pegal linu langsung di kios jamu dimana ia membeli jamu
pegal linu.
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah accidental sampling dan
pengambilan sampel dilakukan selama 1 bulan. Dalam accidental sampling,
sampel yang diambil adalah responden yang kebetulan ada atau tersedia di lokasi
penelitian (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini termasuk penelitian korelasi dan
jumlah sampel yang dapat diambil yaitu minimal 30 orang (Sevilla, Ochave,
Punsalon, Regala, and Uriarte, 1993).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini berbentuk kombinasi antara pertanyaan
close-ended dan pertanyaan gabungan close-ended dan open-ended. Pertanyaan dan
pernyataan yang tersusun di dalam kuesioner mengacu pada permasalahan
penelitian ini dan dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tentang karakteristik responden yang berbentuk pertanyaan close-ended karena
peneliti ingin melihat karakteristik responden menurut kategori yang telah
disediakan.
Bagian kedua berisi pernyataan variabel persepsi konsumen tentang
bahaya BKO dalam jamu pegal linu produksi Cilacap, yang terdiri dari sembilan
pernyataan close-ended dan tiga pertanyaan kombinasi (gabungan close-ended
dan open-ended). Bagian ketiga berisi pernyataan variabel frekuensi konsumen
meminum jamu pegal linu setelah berita penarikan jamu pegal linu Cilacap, yang
terdiri dari enam pernyataan close-ended dan satu pertanyaan kombinasi.
Pertanyaan tambahan pada masing-masing variabel berupa pertanyaan kombinasi
disini disediakan sebagai pendukung atas jawaban yang diberikan pada
pernyataan close-ended.
Pada bagian kedua dan ketiga, terdapat pernyataan close-ended dengan
data yang diperoleh berbentuk data skala ordinal. Skala ordinal selain
membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya pendidikan, tingkat
kepuasan) (Riwidikdo, 2008). Data ordinal biasa diukur menggunakan skala
Likert yang merupakan metode penskalaan sikap individu yang menggunakan
distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Sulistyo dan Basuki,
2006). Setiap butir pernyataan tersedia empat alternatif jawaban, yaitu SS (sangat
setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Menurut Hadi
(1991), penghilangan pilihan jawaban “ragu-ragu” ditujukan agar tidak
menimbulkan kecenderungan responden memilih menjawab ke tengah (central
31
jawabannya. Hadi (1991) juga mengatakan bahwa untuk melihat kecenderungan
jawaban responden atas setiap pernyataan (ke arah setuju atau ke arah tidak
setuju) dapat menggunakan cara penjumlahan persentase jawaban, yaitu
persentase SS+S dan persentase TS+STS.
Pernyataan dalam kuesioner ini bersifat favourable dan unfavourable.
Dalam penskalaan sikap individu, kuesioner sebaiknya berisi sebagian pernyataan
favourable dan sebagian lain pernyataan unfavourable. Hal ini bertujuan untuk
menghindari stereotipe jawaban. Menurut Azwar (2004), pernyataan favourable
merupakan suatu pernyataan sikap yang berisi hal-hal positif mengenai objek
sikap, yang mendukung atau memihak pada objek sikap. Sebaliknya, pernyataan
unfavourable adalah pernyataan sikap yang berisi hal-hal negatif mengenai objek
sikap yang sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap.
Pemberian skor atas pernyataan sikap berdasarkan pada penilaian dalam
skala Likert (Tabel II). Untuk penilaian item pernyataan favourable, skala dimulai
dari skor empat sampai dengan satu, sedangkan untuk item pernyataan
unfavourable skala dimulai dari skor satu sampai dengan empat.
Tabel II. Skor pernyataan sikap dalam skala Likert
Jawaban Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Penelitian ini diawali dengan studi pustaka yaitu membaca berbagai
literatur mengenai metode penelitian, pembuatan kuesioner, persepsi, perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
konsumen, jamu, bahaya BKO, dan metode statistik yang digunakan dalam
menganalisis data korelasi dan deskriptif. Studi pustaka ini bertujuan untuk
meminimalisir bahkan meniadakan kesalahan yang mungkin terjadi saat
penelitian.
2. Analisis Situasi
a. Penentuan lokasi dan waktu penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti telah melakukan survei untuk
mengetahui jumlah kios jamu yang terdapat di wilayah eks Kotip Cilacap. Survei
ini dilakukan karena baik Badan Pemerintah Daerah (Bappeda) maupun Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Cilacap tidak mempunyai data
mengenai jumlah kios jamu yang ada. Dari hasil survei, terdapat sepuluh kios
jamu yang masih beroperasi di wilayah eks Kotip Cilacap.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan para
pemilik kios jamu, dipilihlah 5 kios jamu dari 10 kios jamu yang ada karena
hanya lima kios jamu ini yang mempunyai konsumen 70 orang (baik yang rutin
membeli jamu maupun tidak) tiap bulannya. Penelitian ini dilakukan dari tanggal
3 Januari 2011 sampai dengan 5 Februari 2011, dengan waktu selama seminggu
untuk setiap kios jamu. Lima kios jamu yang dipilih oleh peneliti sebagai lokasi
penelitian, yaitu satu kios jamu di Kecamatan Cilacap Utara (kios jamu di Pasar
Limbangan), dua kios jamu di Cilacap Tengah (kios jamu di Jalan Tidar dan kios
jamu “Merapi Farma Herbal”, dan dua kios jamu di Cilacap Selatan (Depot Jamu
33
Tabel III. Lokasi dan Waktu Penelitian di lima kios jamu
Nama Kios Jamu Kecamatan Jenis jamu yang
dijual Tanggal Penelitian
Farma Herbal” Cilacap Tengah jamu pegal linu rebus (godhog) 17 – 22 Januari 2011 Depot jamu
“Djanaka” Cilacap Selatan jamu pegal linu instan (serbuk) 24 – 29 Januari 2011
Depot jamu “Jago” Cilacap Selatan jamu pegal linu instan (serbuk)
31 Januari – 5 Februari 2011
b. Perijinan
Karena penelitian ini dilaksanakan di Cilacap, Jawa Tengah, maka peneliti
melakukan ijin lintas propinsi yaitu dimulai dari tingkat propinsi (dari Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta ke Propinsi Jawa Tengah) hingga tingkat eks Kotip
Cilacap.
c. Penentuan besar sampel
Karena populasi pengunjung di lima kios jamu se-eks Kotip Cilacap tidak
mencapai 100 orang per bulannya, maka penentuan besar sampel penelitian
berdasarkan pada teori jumlah sampel untuk penelitian korelasi yaitu minimal 30
orang (Sevilla, et al., 1993).
3. Pembuatan Instrumen Penelitian
Penelitian dapat dikatakan baik dan benar apabila instrumen yang
digunakan untuk meneliti dapat mengukur apa yang diharapkan (validitas) dan
konsisten apabila digunakan untuk mengukur gejala yang sama pada sampel yang
berbeda dengan ciri yang sama (reliabilitas) (Riwidikdo, 2008). Instrumen pada
penelitian ini adalah kuesioner. Oleh karena itu, pertanyaan dan pernyataan di
dalam kuesioner dibuat berdasarkan teori dan permasalahan yang ada, kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kuesioner tersebut harus melalui beberapa tahapan uji yang dapat menentukan
bahwa intrumen penelitian tersebut layak untuk digunakan sebagai alat penelitian
yang dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel.
Uji yang dilakukan adalah uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan uji
reliabilitas. Ketiga uji ini dilakukan kepada 30 orang dengan karakteristik mirip
responden di luar daerah uji (di kios-kios jamu daerah Tajem dan Minomartani).
a. Uji pemahaman bahasa
Uji dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang ada di dalam
kuesioner mampu dimengerti dan dipahami oleh responden. Uji ini dinyatakan
berhasil apabila semua pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dapat dijawab
oleh subyek uji.
b. Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana item-item
pernyataan dan pertanyaan dalam kuesioner dapat mencakup seluruh lingkup isi
obyek yang hendak diukur. Dengan demikian, dapat diketahui pula kejelasan
tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap. Uji ini dilakukan dengan
mencari korelasi antara setiap butir item dengan jumlah total item. Bila nilai
signifikansinya (p) < 0,05, maka pada nilai koefisien korelasinya terdapat tanda
bintang (*) dan hal ini menunjukkan bahwa butir pertanyaan dan pernyataan yang
diuji valid (Riwidikdo, 2008).
Uji validitas dalam penelitian ini adalah uji validitas konstruk, yaitu uji
untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan sudah dapat mengukur
35
Pengujian validitas menggunakan analisis statistik pada program komputer
dengan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil uji validitas adalah dari 15
pernyataan skala Likert, hanya satu pernyataan yang dinyatakan tidak valid.
c. Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut konsisten apabila
digunakan untuk mengukur gejala yang sama (Riwidikdo, 2008). Koefisien
reliabilitas menunjukkan besarnya inkonsistensi skor hasil pengukuran. Semakin
tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin reliabel instrumen tersebut.
Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam
rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi reliabilitasnya mendekati angka 1,00
berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin rendah
mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2004).
Koefisien minimal untuk uji reliabilitas yang dapat digunakan dalam penelitian
adalah 0,5 (Remmers H.H., Gage, N.L., and Rummel, J.F., 1965).
Dalam penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan analisis statistik pada
program komputer dengan metode Alpha Cronbach. Hasil yang didapat ialah
0,741 untuk variabel persepsi terhadap bahaya BKO dan 0,637 untuk variabel
perubahan frekuensi konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yang
disusun layak digunakan untuk penelitian.
4. Penyebaran Kuesioner
Penyebaran kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti ke lima kios jamu
se-eks Kotip Cilacap yang telah dipilih. Sebelum memberikan kuesioner, peneliti
melakukan pendekatan kepada responden dengan cara melakukan pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ringan mengenai manfaat jamu pegal linu yang dirasakan responden dan alasan
responden memilih jamu pegal linu sebagai alternatif pengobatan. Kemudian
responden mengisi kuesioner saat itu juga dan langsung dikembalikan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari responden mengakses sumber-sumber informasi.
Dalam pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden untuk menghindari
kesalahan pengisian dan memeriksa kelengkapan seluruh bagian dari kuesioner.
Setelah mengisi kuesioner, peneliti memberikan informasi mengenai bahaya yang
timbul dari penambahan BKO ke dalam jamu pegal linu dan cara-cara mengetahui
mana jamu pegal linu yang aman dan yang telah ditambahkan BKO. Tujuannya
adalah agar masyarakat menjadi semakin kritis akan apa yang mereka konsumsi.
5. Analisis Data Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi atau hubungan antara
persepsi konsumen terhadap bahaya BKO dalam jamu pegal linu Cilacap dengan
perubahan frekuensi konsumsi jamu pegal linu. Kajian korelasi termasuk dalam
penelitian deskriptif. Korelasi adalah hubungan statistik berdasarkan ukuran
kuantitatif menyangkut dua parameter atau lebih (Sulistyo dan Basuki, 2006).
Oleh karena itu, analisis statistik korelasi dan deskriptif digunakan dalam
penelitian ini. Data deskriptif, yang berupa data demografi responden, digunakan
sebagai penunjang data statistik korelasi.
Analisis statistik korelasi merupakan bagian dari teknik pengukuran
asosiasi (measure of association) yang berguna untuk mengukur kekuatan
hubungan dua variabel atau lebih dan analisis statistik korelasi tidak secara