• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA PADA BAHASAN KINEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA PADA BAHASAN KINEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN

MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA

TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA

PADA BAHASAN KINEMATIKA

DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN

KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Anastasia Larasati Esti Utami (081424011)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN

MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA

TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA

PADA BAHASAN KINEMATIKA

DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN

KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Anastasia Larasati Esti Utami (081424011)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Berbuatlah untuk hari ini sebagaimana tidak cukup waktumu untuk esok”

Kupersembahkan karya ini untuk

Bapak, Ibu, Mbak,

sahabat,

juga anak Indonesia

(7)

vi ABSTRAK

Larasati Esti Utami, Anastasia: “Pengaruh Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis dan Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika Pada Bahasan Kinematika di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2013.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep fisika, dalam kemampuan mengerjakan soal fisika. Serta untuk mengetahui efektifitas metode House Model dalam mengungkapkan kesulitan siswa terkait dengan kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang berjumlah 89 siswa. Data diperoleh melalui tes kemampuan bahasa Indonesia, tes matematika kemampuan dan tes kemampuan fisika menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index) dan House Model (HM). Untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika, digunakan teknik analisa regresi linear berganda. Untuk mengetahui pengaruh penguasaan konsep terhadap kemampuan mengerjakan soal, digunakan metode CRI. Untuk mengetahui efektifitas metode HM, digunakan ANOVA dengan tes Tukey perbandingan post Hoc.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat secara terpisah, kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Penguasaan konsep berpengaruh terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Meskipun kemampuan berbahasa dan matematis tidak berpengaruh secara signifikan, namun tidak dapat diabaikan karena selain harus menguasai konsep, di dalam setiap tahap pengerjaan dibutuhkan keterampilan berbahasa atau matematis.

Metode House Model efektif untuk mengungkap kesulitan siswa. Namun, HM belum dapat memberikan jawaban yang akurat untuk mengidentifikasi apakah kesulitan tersebut disebabkan oleh lemahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan bahasa atau lemahnya kemampuan matematis.

(8)

vii ABSTRACT

Larasati Esti Utami, Anastasia: The Influence of Language Abilities, Mathematical Abilities and Mastery of Physical Concept against the Ability of Doing Physics Exercises on the Subject of Kinematics in science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, 2013.

The purpose of this research is to reveal the influence of language abilities, mathematical abilities and mastery of concept against the ability of doing physics exercises, and to find out the effectiveness of House Model methods in revealing

students’ difficulties related to language abilities, mathematical abilities and mastery of physical concept.

The subjects of the research were 89 students of science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. The data was obtained through Indonesian ability test, mathematical ability test and physical ability test using CRI (Certainty of Response Index) method and House Model (HM). The influence of language abilities and mathematical abilities against the ability of doing physics exercise, was analysed by using multiple linear regression analysis was applied. The influence of mastery of concept against the ability of doing physics was analysed by using CRI. The effectiveness of House Model methods was analysed by using ANOVA with a Tukey’s test for post hoc comparison.

The research result showed that if it was seen separately, language abilities and mathematical abilities did not significantly affect on the ability of doing physics exercises. Mastering physics concept affected students’ abilities of doing physics exercises. Although language abilities and mathematical abilities did not influence significantly, it can not be ignored as in addition, mastering concept, in every stage of the work it requires language abilities and mathematical abilities.

House Model methods are effective to reveal students’ difficulties. However,

HM has not been able to provide an accurate answer to indentify whether or not the difficulties are caused by weak mastery of concept, weak language abilities, or weak mathematical abilities.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang dipuji dalam segala

nama, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis dan Penguasaan

Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika Pada Bahasan

Kinematika di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2

SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”, sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian

ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dan gagasan-gagasan

dalam berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan kerendahan hati

mengucapkan terima kasih pada:

1. Drs. T. Sarkim M.Ed, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, membimbing, memberikan saran serta menjadi

teman diskusi yang menyenangkan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Drs. A. Atmadi, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika.

3. Dr. Paulus Suparno, M.S.T., SJ., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Ir.Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah meluangkan waktu untuk

mengajarkan analisa statistik serta memberikan saran yang luar biasa

(11)

x

5. Segenap Dosen dan Karyawan USD yang telah membantu.

6. Br. Agustinus Mujiya,S.Pd.,FIC, selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi

Luhur Sedayu dan Drs. Br. Herman Yoseph,FIC, selaku Kepala Sekolah

SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, yang telah memberikan ijin sehingga

penulis dapat melaksanakan penelitian.

7. Fx. Purwonggo,S.Pd., selaku Guru Mata Pelajaran Fisika SMA Pangudi

Luhur Sedayu dan Herman Yosef Unggul Prasetyo,S.Pd., selaku Guru

Mata Pelajaran Fisika SMA Pagudi Luhur Yogyakarta, yang telah

memberikan banyak saran dan memberikan kesempatan untuk

melaksanakan penelitian.

8. Bapak Andreas Paena, yang sangat membantu dalam pembuatan

instrumen untuk mengukur kemampuan matematis.

9. Bapak Agustinus Budi Susanto,S.Pd, yang sangat membantu dalam

pembuatan instrumen untuk mengukur kemampuan berbahasa.

10.Drs. Yohanes Yosef Purwoko Agus S., selaku Guru Mata Pelajaran

Matematika SMA Pangudi Luhur Sedayu, Dra. Sri Purwaningsih, selaku

Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Andreas Mujiyono,S.Pd, selaku

Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, dan

Th. Sasi Ambarwati,S.Pd, selaku Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan

(12)

xi

11.Siswa-siswi kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan siswa-siswi

kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, selaku partisipan yang

mau bekerja sama dengan penulis selama penelitian berlangsung.

12.Bapak, Ibu, dan Mbak Putri, yang telah memberikan banyak cinta.

13.Astrid, Yeni, Siska, Berta dan Incez, yang memberi banyak masukan

dan menjadi tempat berkeluh kesah dan penyemangat luar biasa.

14.Mas Sri Pujangga, yang banyak memberi saran untuk menyiapkan

banyak “peluru” dalam skripsi ini.

15.Keluarga natas dan sahabat Code, yang memberikan pelajaran dan

inspirasi luar biasa kepada penulis.

16.Kak Dina, yang telah membantu penulis mengeja program SPSS, juga

teman-teman kos Wulandari lainnya yang terus memberikan semangat.

17.Deti yang sudah meluangkan waktu untuk membantu.

18.Teman-teman seangkatan dari Pendidikan Fisika juga beragam prodi

yang pernah berdinamika dengan penulis, dan orang-orang disetiap

perjumpaan, atas pacuan semangat yang diberikan.

19.Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu

per satu.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi

perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini

jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaan sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah Penelitian ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Hipotesis ... 3

E. Batasan Masalah... 4

(14)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... 6

B. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis dalam Proses Mengerjakan Soal... 8

C. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... ...12

D. Identifikasi Kesulitan Mengerjakan Soal Menggunakan House Model (HM) ... 15

E. Kinematika Dengan Analisis Vektor ... 18

BAB III METODOLOGI ... 25

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Desain Penelitian ... 25

C. Populasi dan Sampel ... 26

D. Instrumen Penelitian... 26

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 28

BAB IV PEMBAHASAN ... 34

A. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... 34

B. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... ...41

1. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 1 dimensi melalui tes CRI ... ...43

2. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 2 dimensi melalui tes CRI ... ...47

(15)

xiv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 65

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI ... 27

Tabel III.2 Krteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI ... 27

Tabel III.3 Nilai validitas instrumen tes fisika ... 30

Tabel III.4 Nilai validitas instrumen tes bahasa Indonesia ... 30

Tabel III.5 Nilai validitas instrumen tes matematika ... 31

Tabel III.6 Nilai reliabilitas ... 33

Tabel IV.1 One-Sampel Kolmogorov-Smirnov test regresi ... 35

Tabel IV.2 Correlations regresi ... 36

Tabel IV.3 Model summary regresi ... 37

Tabel IV.4 Anova regresi ... 38

Tabel IV.5 Coefficienta regresi ... 38

Tabel IV.6 Interval skor pemahaman siswa ... 41

Tabel IV.7 Presentase skor tertinggi, terendah dan rata-rata ... 41

Tabel IV.8 Pemahaman siswa berdasarkan skala CRI ... 49

Tabel IV.9 Prosentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman, dan miskonsepsi ... 50

Tabel IV.10.a Test of homogenity of variances House Model nomor 1 ... 52

Tabel IV.10.b Test of homogenity of variances House Model nomor 2 ... 52

Tabel IV.11.a Anova House Model nomor 1 ... 53

(17)

xvi

Tabel IV.12.a Post hoc House Model nomor 1 ... 54

Tabel IV.12.b Post hoc House Model nomor 2 ... 55

Tabel IV.13.a Homogeneus subsets House Model nomor 1 ... 57

Tabel IV.13.b Homogeneus subsets House Model nomor 2 ... 58

Tabel IV.14 Rata-rata nilai House Model ... 58

Tabel IV.15.a Hubungan rata-rata nilai dan kelompok kesulitan nomor 1 ... 59

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tes Kemampuan Fisika dan CRI ... 67

Lampiran 2 Tes Kemampuan Bahasa Indonesia ... 70

Lampiran 3 Tes Kemampuan Matematika ... 80

Lampiran 4 Contoh Perhitungan Validitas Per Butir Soal ... 86

Lampiran 5 Contoh Perhitungan Reliabilitas ... 88

Lampiran 6 Kunci Jawab Tes Kemampuan Fisika dan CRI ... 91

Lampiran 7 Kunci Jawab Tes Kemampuan Bahasa Indonesia ... 99

Lampiran 8 Kunci Jawab Tes Kemampuan Matematika ... 101

Lampiran 9 Lembar Jawab Tes Kemampuan Fisika, Bahasa Indonesia dan Matematika ... 103

Lampiran 10 Contoh Jawaban Siswa ... 110

Lampiran 11 Skor, Skala CRI, Penentuan Paham-Kurang Paham-Miskonsepsi 117 Lampiran 12 Foto Penelitian ... 129

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan mengerjakan soal menjadi suatu hal yang mendasar

ketika mempelajari fisika. Ada banyak faktor yang menjadikan siswa

terampil mengerjakan soal, diantaranya penguasaan konsep, kemampuan

matematis, kemampuan berbahasa, dan tingkat kognitif siswa.

Apabila salah satu faktornya tidak terpenuhi atau kurang akan sangat

berpengaruh terhadap kemampuan mengerjakan soal. Kemampuan

mengerjakan soal yang rendah adalah suatu hal yang fatal bagi siswa

fisika, karena akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Permasalahan ini berawal dari pengalaman lapangan yang dihadapi

penulis ketika mengajar siswa-siswa SMA Taman Madya Yogyakarta.

Penulis banyak menemukan siswa yang tidak mampu mengerjakan soal

fisika (ketika itu penulis mengajarkan materi kinematika dengan analisa

vektor). Banyak dijumpai siswa yang tidak mengerti apa yang diinginkan

oleh soal. Mayoritas siswa tidak dapat menemukan data-data yang

disajikan, dan permasalahan yang ditampilkan dalam soal cerita yang

diberikan. Kesulitan mereka tidak berhenti hingga di sini. Siswa kemudian

kesulitan untuk menentukan prinsip-prinsip fisika yang hendak digunakan

dalam penyelesaian soal. Perhitungan matematis pun turut andil dalam

(20)

ternyata juga ditemukan di SMA Pangudi Luhur Sedayu dan SMA

Pangudi Luhur Yogyakarta, tempat peneliti melakukan penelitian ini.

Melalui penelitiannya di tahun 2008, Taejin Byun dalam jurnalnya

Identifying Student Difficulty In Problem Solving Process Via The Frame

Work of the House Model (HM), menemukan suatu metode yang dapat

menjembatani guru dan siswa untuk dapat mengetahui dan memecahkan

kesulitan mengerjakan soal yang dihadapi oleh siswa. Metode yang

diperkenalkannya adalah House Model. House Model membagi pengerjaan

analisa siswa menjadi bagian-bagian tahapan dengan disertai tingkat

kesulitan pengerjaan. Tahapan-tahapan ini selain membantu siswa dalam

mengerjakan soal, juga mampu membantu guru dan siswa

mengidentifikasi kesulitan yang ditemui ketika mengerjakan soal. Seperti

yang telah disinggung sebelumnya, kesulitan mengerjakan soal fisika erat

kaitannya dengan penguasaan konsep fisika, kemampuan matematis, dan

kemampuan berbahasa.

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah kemampuan

berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep fisika, sungguh

mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal? Peneliti juga ingin

mengetahui apakah metode House Model cukup efektif mengungkapkan

kesulitan siswa dalam mengerjakan soal terkait dengan kemampuan

berbahasa, kemampuan matematika, dan penguasaan konsep fisika, tanpa

(21)

B. Masalah Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

1. Apakah kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan

penguasaan konsep fisika, sungguh mempengaruhi kemampuan

mengerjakan soal fisika?

2. Apakah metode House Model cukup efektif mengungkapkan kesulitan

mengerjakan soal fisika?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis,

dan penguasaan konsep fisika, dalam kemampuan mengerjakan soal

fisika.

2. Mengetahui efektifitas metode House Model dalam mengungkapkan

kesulitan siswa dalam mengerjakan soal fisika.

D. Hipotesis

Kemampuan berbahasa, kemampuan matematis dan penguasaan

konsep fisika sungguh mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal

(22)

E. Batasan Masalah

1. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menangkap inti

bacaan (kemampuan input) dan merumuskan kembali pengetahuan

yang telah didapatkan (kemampuan output).

2. Kemampuan matematis adalah kemampuan yang berkaitan dengan

kecermatan dan kecepatan penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar, dan

mencakup inti berpikir matematis, yakni logika, angka, simbol, dan

bangun ruang.

3. Penguasaan konsep fisika adalah penguasaan tafsiran konsep ilmu

fisika.

4. Kemampuan mengerjakan soal fisika adalah kemampuan menemukan

jawaban dari persoalan fisika yang disajikan.

5. Metode House Model adalah metode yang membantu siswa dalam

mengerjakan soal fisika melalui tahapan-tahapan pengerjaan.

F. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, dan

bagi pembaca.

Bagi peneliti :

Menambah wawasan tentang penyebab kesulitan siswa dalam

(23)

Bagi pembaca :

1. Menjadi masukan agar juga memperhatikan kemampuan mengerjakan

soal Fisika, sebagai dasar dalam belajar Fisika yang sangat

berpengaruh terhadap prestasi siswa.

2 Menambah referensi tentang penyebab kesulitan siswa dalam

(24)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika

Prestasi siswa dalam fisika dapat diwakilkan melalui nilai yang diraih

ketika mengerjakan soal fisika. Dalam mengerjakan soal fisika seorang

siswa dituntut untuk dapat memahami masalah yang disajikan.

Ada empat langkah untuk mengerjakan soal fisika yang ditawarkan

oleh Larnkin (Taejin Byun, 2008:1). Mendeskripsikan masalah menjadi

langkah awal yang harus dilalui siswa. Ketika masalah sudah

teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yang harus dilalui adalah

merencanakan penyelesaiannya. Pemilihan cara, rumusan, teori, dan

hukum fisika yang akan digunakan terdapat pada langkah ini. Apabila

siswa sudah mengerti apa yang harus ia lakukan, maka langkah

selanjutnya adalah pengimplementasian rencana penyelesaian yang telah

disusun. Langkah terakhir adalah melakukan pengecekan terhadap

jawaban yang ditemukan.

Heller dalam jurnal Taejin Byun, memetakan langkah mengerjakan

soal menjadi lima. Sebelum mendeskripsikan masalah dalam bentuk fisika,

Heller mengajak untuk fokus terhadap permasalahan yang disajikan.

(25)

adalah fokus terhadap masalah, mendeskripsikannya ke dalam bentuk

fisika, merencanakan solusi untuk memecahkan masalah, melakukan

tindakan atas rencana yang telah petakan, dan mengevaluasi jawaban yang

telah diperoleh.

Dapat menyelesaikan soal fisika artinya dapat menemukan jawaban

dari persoalan yang disajikan. Agar dapat menemukan jawaban dengan

tepat maka perlu memahami persoalan fisika yang disajikan,

mengaplikasikan konsep dengan tepat, serta melakukan perhitungan

dengan cermat. Langkah-langkah yang diajukan Taejin Byun di atas

membantu siswa agar lebih mudah dalam proses mengerjakan soal fisika.

Ketika mengerjakan setiap langkahnya tentu dibutuhkan keterampilan,

baik terampil dalam memahami dan menginterpretasikan soal, terampil

mengaplikasikan konsep, maupun terampil dalam berhitung. Apabila

kurang terampil maka akan berpengaruh pada kemampuan mengerjakan

soal. Seperti yang dikatakan Benson Soong dalam jurnal Student’s

Difficulties When Solving Physics Problem: Results from an ICT-infussed

Revision Intervention, bahwa kemampuan matematika yang lemah,

kesalahan membaca dan/ atau kesalahan menginterpretasikan serta

(26)

B. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis dalam Proses

Mengerjakan Soal

Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam

mengerjakan soal fisika, baik kognitif, psikologis, afektif, vitalitas fisik,

maupun lingkungan sekitar. Namun, penelitian ini hanya akan membahas

ranah kognitif siswa.

Audrey B. Champagne dalam jurnal Factors Influencing the Learning

of Classical Mechanics (1980:1), menyebutkan bahwa ada banyak sebab

yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan siswa dalam fisika. Dan

yang paling sering diselidiki keterlibatannya adalah kemampuan

matematis, tingkat perkembangan kognitif, proses kognitif tertentu, dan

persepsi.

Dalam sub bab ini kita akan membahas mengenai pengaruh

kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis terhadap kemampuan

mengerjakan soal fisika.

1. Kemampuan Berbahasa

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan

bahwa bahasa adalah sistem yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran

dan perasaan. Berbahasa berarti memakai bahasa.

Menurut Winkel (1986 : 89), kemampuan bahasa adalah kemampuan

(27)

pemahaman yang dimiliki itu dalam bahasa yang baik,

sekurang-kurangnya bahasa tulis.

Oleh Sternberg (2008), kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua

aspek fundamental yaitu pemahaman reseptif dan pendekodean input

bahasa, dan yang kedua ialah pengodean ekspresif dan produksi output

bahasa. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pendekodean mengacu kepada

perolehan makna dari apa pun sistem acuan simbolis yang digunakan, atau

dengan kata lain kemampuan untuk memahami input bahasa. Sedangkan

pengodean melibatkan pentransformasian pikiran menjadi suatu bentuk

yang bisa diekspresikan sebagai output linguistik.

Maka, kemampuan berbahasa mutlak dikuasai siswa ketika

menghadapi soal fisika. Tentu saja, karena soal fisika tidak hanya berisi

angka dan simbol (coba kita bandingkan dengan soal matematika), tetapi

juga menyampaikan suatu runtutan peristiwa. Oleh karena itu, siswa

dituntut untuk dapat memahami kalimat dalam soal fisika (input)

kemudian merubahnya ke dalam model kalimat fisika (output).

2. Kemampuan Matematis

St. Suwarsono dalam perkuliahannya (handout mata kuliah Sejarah

Matematika 2011) memandang bahwa matematika memiliki tiga identitas,

yaitu matematika sebagai kumpulan metode untuk memecahkan masalah,

termasuk persoalan di berbagai bidang ilmu lain, misalnya fisika, kimia,

(28)

bangun-bangun yang berlandaskan pada logika; dan matematika sebagai

suatu bahasa yang dipandang sebagai suatu perangkat aturan dan lambang

yang dapat digunakan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien.

Beragam definisi kemampuan matematis yang diutarakan para ahli.

Menurut Thorndike (dalam Krutetskii, 1976 : 21), kemampuan matematis

berkaitan dengan kemampuan numerik yaitu kecermatan dan kecepatan

dalam penggunaan fungsi – fungsi hitung dasar. A.M. Blackwell (dalam

Krutetskii, 1976 : 21) menyatakan kemampuan matematis adalah

kemampuan untuk menggunakan prinsip-prinsip umum pada kasus khusus

di bidang angka-angka, simbol-simbol dan bentuk geometri. D.M Lee

(dalam Krutetskii, 1976 : 22) menegaskan bahwa untuk berhasil dalam

matematika maka harus memiliki kemampuan untuk memahami

(menguasai) konsep-konsep dasar metematika dan dapat menggunakannya

dengan tepat.

V. Haecker dan T. Ziehen (dalam Krutetskii, 1976 :38) menyebutkan

bahwa inti dari berpikir matematika adalah logika, angka, simbol, dan

bangun ruang.

1) Komponen logika

 Bentuk-bentuk dari konsep abstraksi.

 Memahami, mengingat, dan secara mandiri menemukan

(29)

 Memahami, mengingat, dan secara mandiri membuat

kesimpulan dan pembuktian berdasarkan aturan logika.

2) Komponen angka

 Bentuk-bentuk dari konsep-konsep angka.

 Memory angka-angka, cara penyelesaian angka.

3) Komponen simbol

 Memahami simbol-simbol.

 Mengingat simbol-simbol.

 Mengoperasikan menggunakan simbol-simbol.

4) Komponen bangun dua dimensi

 Memahami ilmu hitung bangun dua dimensi, bentuk-bentuk

bangun dua dimensi, dan persoalan-persoalannya.

 Memory bentuk-bentuk bangun dua dimensi

(konsep-konsep bangun dua dimensi).

 Abstraksi bangun dua dimensi (kemampuan untuk mengerti

ciri-ciri umum bangun ruang).

 Menggabungkan bangun dua dimensi (memahami dan

secara mandiri menemukan hubungan dan relasi antara

(30)

C. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan

Mengerjakan Soal Fisika

Penguasaan konsep juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam

mengerjakan soal. Ketidak-tahuan konsep serta ketidak-tepatan konsep

siswa berakibat buruk dalam proses mengerjakan soal. Hal ini

memungkinkan siswa salah atau bahkan mengosongkan jawabannya

karena tidak mengerti konsep fisika yang harus diterapkan dan bagaimana

konsep itu diterapkan dalam persoalan yang sedang dihadapinya.

Berg (1991:10) menyebutkan bahwa konsepsi merupakan tafsiran

perorangan dari suatu konsep ilmu. Dengan demikian, sangat

memungkinkan apabila tafsiran yang dihasilkan berbeda pada setiap orang.

Masih menurut Berg (1991:9), seringkali siswa hanya menghafalkan

definisi konsep tanpa mempelajari hubungan antar konsep. Hal ini yang

membuat konsep baru tidak dapat masuk ke dalam jaringan konsep yang

telah ada. Padahal, siswa telah mempelajari fisika sebelum berada di

dalam kelas melalui kejadian alam yang dilihatnya. Konsepsi yang

demikian disebut oleh Berg sebagai prakonsepsi (Berg, 1991:10).

Prakonsepsi yang tidak benar yang terus dibawa ke dalam setiap persoalan

fisika yang dihadapi akan menyebabkan miskonsepsi.

Paul Suparno (2005:4) menyatakan bahwa miskonsepsi atau salah

konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang

(31)

Ternyata, konsep yang dihasilkan siswa tidak secanggih atau

sekompleks konsep dibangun oleh para ilmuwan. Apabila konsep siswa

merupakan konsep sederhana milik ilmuwan, maka belum dapat dikatakan

salah. Permasalahan kemudian timbul ketika konsep yang dibangun siswa

bertentangan dengan pengertian yang diterima ilmuwan. Berg (1991:10)

menyebutkan bahwa biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa

dalam pemahaman hubungan antar konsep.

Banyak hal yang dapat menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa.

Paul Suparno menyatakan siswa, guru atau pengajar, buku teks, konteks

dan cara mengajar dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi.

Siswa dapat menimbulkan miskonsepsi atas dirinya sendiri. Menurut

Paul Suparno hal ini muncul karena konsep awal siswa yang didapat

sebelum siswa mengikuti pelajaran formal, asosiasi siswa terhadap

istilah-istilah sehari-hari, cara berpikir siswa yang memandang benda-benda dan

situasi secara manusiawi, penalaran mereka yang tidak lengkap atau salah

karena informasi yang didapat tidak lengkap, intuisi atau perasaan siswa

yang salah ketika mengungkapkan gagasan, tahap perkembangan kognitif

siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang sedang digeluti, kemampuan

atau bakat siswa dalam pelajaran fisika, serta minat siswa terhadap fisika.

Miskonsepsi juga dapat terjadi karena kesalahan konsep yang

diajarkan guru atau pengajar. Menurut Paul Suparno (2005:42), guru yang

tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan

(32)

Miskonsepsi juga dapat datang dari buku teks. Beberapa buku fisika

mempunyai kesalahan, misalnya dalam menganalisis gerak benda jatuh,

pengarang menemukan salah interpretasi. Yaitu “benda itu mempunyai

energy kinetik sebesar - ½ mv2 “. Mereka menjelaskan bahwa tanda

negatif menunjukkan gerak benda ke arah bawah. (Iona dalam Paul

Suparno, 2005:45). Selain buku fisika, buku fiksi sains juga

mengesampingkan ketepatan konsep dengan membuat gagasan fisika

secara sederhana dan bahkan agak ekstrem.

Pengaruh selanjutnya, yang diungkapkan oleh Paul Suparno, adalah

konteks. Di dalamnya mencakup pengalaman siswa dalam kehidupan

sehari-hari, bahasa sehari-hari yang digunakan siswa yang sering rancu

dengan bahasa fisika, teman lain yang lebih dominan dan memberikan

miskonsepsi sehingga mempengaruhinya dalam membentuk

konsep-konsep, serta ajaran agama yang dianut siswa yang sering membuat

dinding batas perbedaan yang tinggi untuk menjelaskan permasalahan

sains.

Terakhir, yang dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi adalah

cara mengajar. Cara mengajar guru yang monoton, yang hanya berisi

ceramah dan menulis, yang tidak memberikan ruang kepada siswa untuk

bertanya tentang keberadaan konsep-konsep yang telah dibangunnya,

berpeluang besar untuk menimbulkan miskonsepsi. Karena setiap anak

mempunyai bermacam-macam kecerdasan, maka untuk merangsang siswa

(33)

D. Identifikasi Kesulitan Mengerjakan Soal Menggunakan House Model

(HM)

Ketika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan

fisika, mereka membutuhkan bimbingan. Ketika berada di dalam ruang

kelas atau ketika kegiatan belajar formal di sekolah sedang berlangsung,

guru dapat memberikan bimbingan langsung. Lantas, bagaimana apabila

siswa belajar secara mandiri? Diperlukan suatu metode sebagai jalan

tengah yang dapat membantu siswa dalam memecahkan persoalan fisika.

House Model merupakan metode terbaru yang ditawarkan untuk

menyelesaikan permasalahan fisika. Menurut Taejin Byun (2008:2),

metode HM (House Model) memiliki tujuan untuk membantu siswa

menyelesaikan permasalahan-permasalahan, dan membantu guru dan

siswa untuk mengidentifikasi langkah pemecahan masalah fisika yang

menyulitkan siswa.

Metode HM menawarkan untuk memecahkan permasalahan mulai

dari :

1. Visualizing

Di dalam proses awal ini, siswa diminta untuk menggambarkan

peristiwa fisika yang terjadi. Semakin tepat dan lengkap peristiwa

yang digambarkannya maka akan semakin memudahkan dirinya untuk

proses analisa selanjutnya.

(34)

Selanjutnya, siswa diminta mendata peristiwa di dalam persoalan

fisika secara lengkap. Agar mempermudah dalam proses analisa

selanjutnya, data harus diterjemahkan ke dalam kalimat fisika.

3. Finding

Dalam proses ini siswa dituntut untuk mengerti apa yang dikehendaki

oleh soal. Siswa menuliskan apa yang menjadi permasalahan atau apa

yang harus dipecahkan.

4. Planning

Setelah proses membaca permasalahan telah dilalui, maka proses

analisa selanjutnya adalah merencanakan cara penyelesaian

permasalahan. Hendak menggunakan hukum, rumus, atau teori fisika

apa permasalahan itu diselesaikan.

5. Executing

Proses selanjutnya adalah mengeksekusi rencana yang telah dibuat

berdasarkan data-data dan gambaran peristiwa yang telah diperoleh.

Proses ini membutuhkan kemampuan matematis.

6. Checking

Apabila kesemua proses sudah dilakukan, maka proses terakhir yang

harus diselesaikan adalah meneliti kembali semua kegiatan analisa

yang dilalui. Dalam proses ini siswa diminta untuk menuliskan

(35)

Metode HM menyediakan tempat dalam setiap langkahnya untuk diisi

dengan angka tingkat kesulitan pengerjaan. Siswa dapat menuliskannya

dengan 0 hingga 3, sesuai dengan tingkat kesulitan yang ia rasakan.

Berikut adalah contoh pengerjaan soal fisika menggunakan model

analisa HM.

Taejin Byun, penggagas HM, sendiri telah melakukan analisa

mengenai tingkat kesulitan belajar siswa. Penelitian ia lakukan pada 24

(36)

National University pada Semester 1 tahun 2008. Kemudian Byun

menganalisanya menggunakan ANOVA. Didapati bahwa tahap planning

memiliki kesulitan yang lebih tinggi dari pada tiga tahap sebelumnya,

yaitu visualizing, knowing, dan finding. Sedangkan tahap executing

memiliki tingkat kesulitan yang tertinggi, lebih tinggi dari pada tahap

planning.

E. Kinematika Dengan Analisis Vektor

1. Besaran-besaran fisis dalam gerak lurus

 Vektor posisi ⃗

Vektor posisi r menunjuk dari titik asal ke posisi partikel.

Untuk gerak pada bidang, vektor posisi dinyatakan sebagai

⃗ ⃗ ⃗ . Dalam selang waktu ∆t, vektor posisi berubah

dengan ⃗ , yang disebut sebagai perpindahan.

Vektor perpindahan ⃗ menunjuk dari posisi awal partikel

ke posisi akhirnya.

⃗ ⃗⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗⃗

Dalam bentuk komponen dapat ditulis

⃗ ⃗ ⃗ dengan dan

 Kecepatan rata-rata

Kecepatan rata-rata adalah perubahan perpindahan dalam

selang waktu tertentu. Karena itu kecepatan rata-rata searah dengan

(37)

̅

Dalam bentuk komponen dapat ditulis :

̅ ̅̅̅ ⃗ ̅̅̅ ⃗ dengan ̅̅̅

dan ̅̅̅

Vektor kecepatan adalah kecepatan rata-rata untuk selang

waktu ∆t mendekati nol. Besar kecepatan adalah kelajuan dan arah

kecepatan adalah tangensial pada kurva yang dilalui partikel

̅ ̅

Dalam bentuk komponen dapat ditulis

⃗ ⃗ ⃗ dengan

dan

Jika komponen-komponen vektor kecepatan dan

diberikan, maka vektor posisi partikel ⃗ dapat ditentukan dengan

cara integrasi.

⃗ ⃗ ⃗ dimana ∫ dan ∫

dan ⃗⃗⃗⃗ ⃗ ⃗ adalah vektor posisi awal partikel pada t = 0 .

 Percepatan rata-rata

Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan

kecepatan dalam tiap satuan waktu. Percepatan rata-rata searah

dengan vektor perubahan kecepatan

̅

Dalam bentuk komponen dapat ditulis

⃗ ̅̅̅ ⃗ ̅̅̅ ⃗ dengan ̅̅̅

dan ̅̅̅

(38)

Vektor percepatan adalah percepatan rata-rata untuk selang

waktu ∆t mendekati nol.

̅ ̅

Dalam bentuk komponen dapat ditulis

⃗ ⃗ ⃗ dengan

dan

Sebuah partikel dipercepat jika vektor kecepatan berubah

besar atau arahnya, atau berubah keduanya.

Jika komponen-komponen vektor percepatan dan

diberikan, maka vektor kecepatan v, dapat ditentukan dengan cara

integrasi :

⃗ ⃗ ⃗

dimana ∫ dan

dan ⃗⃗⃗⃗⃗ ⃗ adalah vektor kecepatan awal partikel pada

t = 0.

2. Besaran-besaran fisis gerak melingkar

 Kecepatan sudut rata-rata

Kecepatan sudut rata-rata ( ̅) adalah perpindahan sudut

dalam selang waktu tertentu.

̅

(39)

Kecepatan sudut sesaat (ω) adalah kecepatan sudut rata-rata

untuk selang waktu mendekati nol.

̅

Jika diberikan fungsi kecepatan sudut terhadap waktu

[ ( )] maka posisi sudut dapat ditentukan dengan integrasi,

Jika diberikan fungsi percepatan sudut terhadap waktu

maka kecepatan sudut dapat dihitung dengan integrasi :

(40)

Pada arah horizontal (x), posisi benda adalah :

Maka kecepatan pada arah x :

Pada arah vertikal (y), posisi benda adalah :

Maka kecepatan pada arah y :

Jika dilempar dengan kecepatan awal V0dan sudut elevasi α0 terhadap

arah horizontal, maka berlaku :

dan

Dengan demikian dapat dirumuskan persamaan parabola-nya :

Kecepatan sesaat parabola pada saat t ditentukan sebagai berikut :

(41)

Arah :

Syarat titik tetinggi yang dapat dicapai dalam gerak parabola adalah

Vy = 0. Oleh karena itu kecepatan V = Vx = V0x

adalah waktu untuk mencapai tinggi maksimum.

Tinggi maksimum yang dapat dicapai adalah :

Titik terjauh yang dapat dicapai dalam gerak parabola disebut titik

terjauh B. Syarat untuk mencapai titik terjauh adalah YH = 0.

Untuk mencapai titik terjauh, dibutuhkan waktu terbang, yakni waktu

yang digunakan sejak obyek ditemakkan hingga jatuh ke tanah.

Karena parabola bersifat simetrik, maka waktu terbang yang

dibutuhkan adalah 2 × waktu yang digunakan untuk mencapai tinggi

(42)
(43)

25 BAB III

METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 2 SMA

Pangudi Luhur Sedayu, serta kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur

Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 hingga Oktober 2012.

B. Desain Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa dan kemampuan

matematis penelitian menggunakan riset kuantitatif. Data yang diperoleh

kemudian diolah dengan metode statistik regresi linear berganda.

Kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis sebagai variabel bebas

yang mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal fisika. Nilai-nilai variabel

bebas didapatkan dari tes yang berkaitan dengan hal tersebut, begitu juga

untuk mengetahui kemampuan mengerjakan soal fisika.

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh penguasaan konsep fisika

terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika digunakan metode CRI

(44)

Untuk mengetahui seberapa efektif Metode House Model (HM) dalam

mengurai kesulitan siswa ketika mengerjakan soal, terkait dengan

kemampuan bahasa dan matematis, maka digunakan analisis statistik

ANOVA dengan tes Tukey perbandingan post Hoc.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 dan kelas

XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Sedayu, dan kelas XI IPA 2 SMA Pangudi

Luhur Yogyakarta. Untuk mengantisipasi sampel eror, maka sampel adalah

populasi itu sendiri.

D. Instrumen Penelitian

Ada 3 instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Tes

Kemampuan Fisika dan CRI (Certainty of Response Index) untuk menguji

kemampuan mengerjakan soal fisika dan untuk mengetahui penguasaan

konsep fisika siswa, Tes Kemampuan Berbahasa untuk menguji kemampuan

bahasa siswa, serta Tes Kemampuan Matematika untuk menguji kemampuan

matematis siswa.

1. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Fisika dan CRI

Terdapat dua tujuan dalam satu instrumen penelitian. Tes

kemampuan fisika untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa

dalam mengerjakan soal fisika. Tes CRI digunakan untuk mengetahui

(45)

siswa dalam menjawab soal menggunakan konsep/ pengetahuan atau

hanya menerka saja, maka untuk setiap item soal siswa diminta untuk

mengisi skala CRI dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel III.1. Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI

Skala Keyakinan siswa 0 Jawaban sepenuhnya menerka

Kekurangan pengetahuan 1 Jawaban menerka dengan menimbang

pengetahuan yang dimiliki

Untuk mengetahui siswa yang memiliki pemahaman benar, siswa

yang mengalami kurang pemahaman, dan siswa yang mengalami

miskonsepsi digunakan ketentuan sebagai berikut:

Tabel III.2. Kriteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI

Jawaban siswa Skala CRI rendah (<2,5) Skala CRI Tinggi (>2,5) Benar Kurang pemahaman Pemahaman benar

Salah Kurang pemahaman Miskonsepsi

(Asih, 2008:27)

Instrumen penelitian tes kemampuan fisika dan CRI dapat dilihat

pada Lampiran 1. Soal nomor 1.I a – 1.I.e, 1.II.a – 1.IIf dan soal nomor

(46)

tes CRI sedangkan soal nomor 1.II.g dan 2.h digunakan untuk mengetahui

kemampuan mengerjakan soal fisika dengan bantuan metode House

Model.

2. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Berbahasa

Tes kemampuan berbahasa digunakan untuk menguji kemampuan

berbahasa siswa. Terkait dengan penelitian, maka setiap soalnya

digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa dalam memahami input

bahasa serta mengekspresikan output bahasa. Terdapat 20 soal pemahaman

teks bahasa Indonesia (Lampiran 2).

3. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Matematika

Tes kemampuan matematika digunakan untuk mengetahui

kemampuan matematika siswa. Berkaitan dengan penelitian, maka

terdapat 22 soal matematika yang diujikan mencakup kemampuan

matematis yang harus dikuasai ketika siswa mengerjakan soal fisika

kinematika dengan analisis vektor; serta yang mencakup kerangka berpikir

matematika, yakni logika, angka, simbol, dan bangun (lampiran 3).

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Validitas menunjuk pada kesesuaian tujuan penelitian dengan suatu

(47)

penelitian valid, maka dilakukan validasi. Validasi seluruh instrumen

dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu konsultasi dengan

dosen dan guru mata pelajaran terkait, serta uji coba instrumen.

Instrumen diuji pada siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu

dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, dengan jumlah sampel pada uji

coba tes kemampuan fisika sebanyak 23 orang, jumlah sampel uji coba

tes kemampuan berbahasa sebanyak 32 orang dan jumlah sampel

ujicoba tes kemampuan matematika sebanyak 35.

Dalam penelitian ini digunakan validitas per butir soal atau

validitas item. Melalui validitas per butir soal dapat diketahui

butir-butir soal manakah yang baik atau butir-butir-butir-butir soal manakah yang jelek.

Pengertian umum untuk validitas item adalah demikian sebuah item

dikatan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor

total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau

rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan disini bahwa sebuah item

memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai

kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan

korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus

korelasi product moment sebagai berikut:

∑ (∑ )(∑ )

(48)

keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan.

(Arikunto, 2002)

Melalui perhitungan tersebut maka didapatkan nilai validitas untuk

masing-masing instrumen. Contoh perhitungan validitas per butir soal

dapat dilihat pada Lampiran 4. Berikut adalah nilai validitas per butir

soal beserta interpretasinya untuk masing-masing instrumen:

a. Instrumen test kemampuan fisika

Nomor Soal Nilai Validitas Interpretasi 1 0,89 Tinggi 2 0,45 Cukup

Tabel III.3. Nilai validitas instrumen tes fisika

b. Instrumen test kemampuan berbahasa

(49)

20 0,06 Sangat rendah

Tabel III.4. Nilai validitas instrumen tes bahasa Indonesia

c. Instrumen test kemampuan matematika

(50)

30 0,24 Rendah

Tabel III.5. Nilai validitas instrumen tes matematika

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjuk pada level konsistensi internal dari alat ukur

sepanjang waktu (Suparno, 2010:69). Instrumen dapat dikatakan

reliabel bila mampu menunjukkan hasil yang diinginkan oleh peneliti.

Sebelum digunakan untuk mencari data penelitian, instrumen akan

diujikan pada suatu kelas terlebih dahulu. Instrumen yang tidak

reliabel tidak akan valid.

Reliabilitas instrumen kemudian dicari menggunakan rumus yang

dikemukan Kuder dan Richardson, yakni K-R 20 sebagai berikut:

( ) ( ∑ )

keterangan:

= reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah

Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes

(Arikunto, 2002)

Melalui perhitungan tersebut maka didapatkan nilai reliabilitas

(51)

dilihat pada Lampiran 5. Berikut adalah nilai reliabilitas beserta

interpretasinya untuk masing-masing instrumen:

Tabel III.6. Nilai reliabilitas

No. Jenis Instrumen Nilai Reliabilitas Interpretasi 1 Test kemampuan fisika 0,46 Cukup 2 Test kemampuan

berbahasa

0,25 Rendah

3 Test kemampuan matematika

0,59 Cukup

Dari hasil validitas dan reliabilitas yang didapatkan, maka

diperlukan beberapa perbaikan dan penghilangan dibeberapa bagian

soal. Soal yang dilakukan perubahan maupun perbaikan adalah yang

memiliki angka validitas dibawah 0,35. Validasi instrumen tes yang

kedua kemudian dilakukan dengan melakukan konsultasi dengan

(52)

34

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis Terhadap Kemampuan

Mengerjakan Soal Fisika

Dalam penelitian yang melibatkan 89 siswa dari tiga kelas pada tingkat yang

sama, yakni kelas XI IPA, hanya 84 data yang digunakan untuk menganalisis

pengaruh kemampuan berbahasa dan matematis terhadap kemampuan

mengerjakan soal fisika. Hal ini dikarenakan beberapa siswa tidak mengikuti

secara lengkap tes kemampuan bahasa Indonesia, tes kemampuan matematika,

serta tes kemampuan fisika.

Setelah diperoleh nilai bahasa Indonesia, nilai matematika, dan nilai fisika,

data kemudian diolah menggunakan metode analisis statistik regresi linear

berganda, dengan H0 dan Ha sebagai berikut:

H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai bahasa Indonesia

dan nilai matematika terhadap nilai fisika

Ha : terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai bahasa Indonesia dan

(53)

Untuk mengetahui apakah data regresi linear berganda merupakan data yang

baik, maka perlu dilakukan uji normalitas, uji heterokudatisitas, uji autokorelasi,

dan uji multikalinearitas.

Data regresi yang baik, merupakan data terdistribusi secara normal. Untuk

mengetahuinya, maka dilakukan uji normalitas dengan hasil sebagai berikut:

Tabel IV.1 One-sampel Kolmogorov-Smirnov test regresi

Unstandardized Residual

N 84

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 10.45292042

Most Extreme Differences Absolute .134

Positive .134

Negative -.071

Kolmogorov-Smirnov Z 1.227

Asymp. Sig. (2-tailed) .099

a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan tabel IV.1 didapatkan hasil uji normalitas yang baik karena

signifikansi sebesar 0,099 > 0,05. Dengan demikian data terdistribusi secara

normal dan merupakan data yang baik.

Data yang baik adalah yang tidak memiliki heterokudatisitas. Hasil uji

(54)

Tabel IV.2 Correlations regresi

Correlations

abs nilai_matematika nilai_bahasa

Spearman's rho

abs Correlation Coefficient 1.000 .192 .094

Sig. (2-tailed) . .080 .396

N 84 84 84

nilai_matema tika

Correlation Coefficient .192 1.000 .287**

Sig. (2-tailed) .080 . .008

N 84 84 84

nilai_bahasa Correlation Coefficient .094 .287** 1.000

Sig. (2-tailed) .396 .008 .

N 84 84 84

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Uji heterokudatisitas pada tabel IV.2 didapatkan hasil yang baik pula, karena

signifikansi absolut pada nilai matematika sebesar 0,080 > 0,05 dan signifikansi

absolut pada nilai bahasa sebesar 0,396 > 0,05. Dengan demikian tidak terdapat

heterokudatisitas pada data.

Uji yang selanjutnya dilakukan adalah autokorelasi. Data yang baik adalah

data yang tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji autokorelasi yang diperoleh dapat

(55)

Tabel IV.3 Model summary regresi

Adjusted R Square -.004

Std. Error of the Estimate 10.58118

Change Statistics R Square Change .021

F Change .851

df1 2

df2 81

Sig. F Change .431

Durbin-Watson 1.654

a. Predictors: (Constant), nilai_matematika, nilai_bahasa b. Dependent Variable: nilai_fisika

Dari tabel IV.3 dapat diketahui nilai untuk Durbin Watson adalah 1,654.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi, karena 1,654

berada pada rentang -2 ≤ n ≤ 2.

Berdasarkan tabel IV.3 pula dapat diketahui bahwa koefisien determinasi

sebesar 0,021. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kontribusi kedua variabel,

yakni nilai bahasa dan nilai matematika terhadap nilai fisika sangat kecil, yakni

hanya sebesar 2.1 %.

Setelah ditemukan pengaruh nilai bahasa dan nilai matematika terhadap

nilai fisika sangat kecil, kemudian akan diuji bagaimana signifikansi nilai bahasa

dan nilai matematika terhadap nilai fisika. Melalui tabel anova regresi akan

(56)

Tabel IV.4 Anova regresi

a. Predictors: (Constant), nilai_matematika, nilai_bahasa

b. Dependent Variable: nilai_fisika

Dari tabel IV.4 diperoleh nilai F = 0,851 dengan nilai signifikansi sebesar

0,431 > 0,05. Dengan demikian H0 diterima, tidak terdapat pengaruh yang

signifikan antara nilai bahasa Indonesia dan nilai matematika terhadap nilai

fisika.

Untuk memenuhi syarat agar data merupakan data yang baik maka dilakukan

uji multikalinearitas yang ditampilkan dalam tabel coefficientsa regresi. Melalui

tabel coefficientsa regresi pula akan dilihat apakah nilai bahasa Indonesia

memiliki pengaruh terhadap nilai fisika, dan apakah nilai matematika memiliki

pengaruh terhadap nilai fisika.

Tabel IV.5 Coefficienta regresi

(57)

Berdasarkan nilai Collinearity Statistics yang ditampilkan tabel IV.5

menunjukkan bahwa nilai VIF dan TOLERANCE adalah disekitar angka 1,

sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi merupakan persamaan

regresi yang baik.

Berdasarkan nilai Unstandardized Coefficients B yang terdapat pada tabel

IV.5, didapatkan:

 Nilai konstanta sebesar 11,693 menyatakan bahwa jika tidak ada kedua

variabel bebas, maka nilai fisika sebesar 11,693.

 Nilai koefisien sebesar 0,114 menunjukkan bahwa penambahan nilai bahasa

sebesar 1 akan meningkatkan nilai fisika sebesar 0,114.

 Nilai koefisien sebesar 0,012 menunjukkan bahwa penambahan nilai

matematika sebesar 1 akan meningkatkan nilai fisika sebesar 0,012.

Pada tabel IV.5 nilai uji t menunjukkan tingkat signifikansi konstanta dan

variabel independen.

 Signifikansi variabel konstanta sebesar 0,115 > 0,05, ini menunjukkan

bahwa konstanta tidak mempengaruhi secara signifikan dalam regresi ganda.

 Signifikansi variabel nilai bahasa sebesar 0,224 > 0,05, ini menunjukkan

bahwa nilai bahasa tidak mempengaruhi secara signifikan dalam regresi

(58)

 Signifikansi variabel nilai matematika sebesar 0,899 > 0,05, ini

menunjukkan bahwa nilai matematika tidak mempengaruhi secara signifikan

dalam regresi ganda.

Melalui analisa statistik, didapatkan bahwa nilai bahasa dan nilai matematika

tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai fisika. Hal berarti bahwa

jika seorang mendapatkan nilai bahasa dan matematika yang baik, pada pelajaran

fisika ia belum tentu mendapatkan nilai yang baik pula. Seperti yang dikatakan

oleh Hudson and McIntire di dalam jurnal Champagne, bahwa kemampuan

matematis hanya satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan fisika,

dengan demikian tingginya nilai matematika bukan jaminan seseorang juga

sukses dalam fisika. (Champagne, 1980:1)

Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada hal lain yang mempengaruhi

kebisaan siswa dalam mengerjakan soal fisika. Seperti yang diungkapkan Winkel

(1983:43), bahwa ada banyak hal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

diantaranya taraf inteligensi, kemampuan belajar, cara belajar, motivasi belajar,

sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, kondisi akibat keadaan sosiokultural dan

kondisi fisik siswa, yang dipengaruhi oleh pihak siswa. Sedangkan pengaruh dari

luar pihak siswa adalah kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher

effectiveness, fasilitas belajar, pengelompokan siswa, sistem sosial, status sosial

siswa, interaksi guru dan siswa, keadaan politik-ekonomis, keadaan waktu dan

(59)

B. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan

Soal Fisika

Miskonsepsi siswa pada suatu persoalan fisika dapat dideteksi menggunakan

metode CRI. Dari 88 sampel yang mengikuti tes CRI, dapat diketahui

pemahaman yang dimiliki siswa melalui tabel berikut.

Tabel IV.6 Interval skor pemahaman siswa

Interval skor

Prosentase skor dapat dicari menggunakan rumus berikut :

( )

Pada data yang didapat juga diperoleh nilai prosentase skor rata-rata, nilai

prosentase skor tertinggi serta yang terendah yang diperoleh siswa, seperti pada

tabel berikut:

Tabel IV.7 Presentase skor tertinggi, terendah, dan rata-rata

Presentase Skor Data Tertinggi 96,55 Terendah 13,79 Rata-rata 45,61

Melalui tabel IV.6 dapat kita ketahui bahwa terdapat 3 siswa yang

(60)

baik dan 15 siswa yang kualifikasi pemahamannya cukup. Sedangkan siswa

dengan kualifikasi pemahaman kurang dan sangat kurang masih menempati porsi

yang tinggi, yakni sebanyak 64 orang dari 88 siswa, atau 72,73 %.

Banyaknya siswa yang kualifikasi pemahamannya kurang dan sangat kurang

ini sesuai dengan data yang terdapat pada tabel IV.7. Pada tabel disebutkan

bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 45,61. Angka ini menunjukkan

bahwa rata-rata siswa berada pada pemahaman yang kurang.

Untuk dapat mengetahui pada persoalan mana saja yang terdapat

kekurang-pahaman konsep, paham konsep, bahkan terjadi miskonsepsi maka kita akan

meninjau persoalan atau poin-poin soal satu persatu.

1. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 1

dimensi melalui tes CRI

Pada soal nomor 1.I.a siswa diminta untuk dapat menggambarkan vektor

kecepatan pada benda A. Sebagian besar siswa menjawabnya dengan benar,

yakni vektor kecepatan menuju arah kanan. Sebanyak 96,59 % siswa yang dapat

menjawabnya dengan benar. Namun cukup banyak juga siswa yang memberi

skala CRI rendah, yakni sebanyak 59,09 % yang memberikan skala CRI ≤ 2. Hal

ini menunjukkan walaupun banyak siswa yang menjawabnya dengan benar,

namun cukup banyak pula yang tidak yakin bahwa jawabannya benar, yang

(61)

Soal nomor 1.I.b meminta siswa untuk dapat menggambarkan vektor

kecepatan pada benda B. Sebanyak 95,45 % siswa menjawabnya dengan benar,

yakni menggambarkan vektor ke arah kiri. Namun, seperti pada soal nomor 1.I.a

cukup banyak juga siswa yang memberi skala CRI rendah. Sebanyak 59,09 %

siswa yang memberikan skala CRI ≤ 2. Ini mengindikasikan bahwa sebanyak

59,09 % siswa tersebut kurang paham mengenai persoalan ini.

Pada nomor soal 1.I.c siswa diminta untuk dapat menyatakan kecepatan

benda A. Dalam situasi tersebut, besar kecepatan benda A sama dengan besar

kelajuannya, yaitu 5 m/s dengan arah gerak ke kanan. Sebanyak 70,45 % yang

dapat menjawabnya dengan benar. Sebanyak 44,32 % siswa yang memberikan

skala CRI ≤ 2, sehingga mengindikasikan mereka pada kurang pemahaman

konsep, dan ada 1 siswa yang mengalami miskonsepsi.

Nomor soal 1.I.d meminta siswa untuk dapat menyatakan kecepatan benda

B. Besar kecepatan benda B sama dengan kelajuannya, yaitu 5 m/s dengan arah

gerak ke kiri. Atau biasa dituliskan dengan – 5 m/s. Pada soal ini sebanyak 92,04

% siswa menjawabnya dengan salah, dan hanya 7 orang atau 7,95 % saja yang

menjawabnya dengan benar. Sebanyak 67,04 % berada pada area kurang

pemahaman konsep, karena memberikan skala CRI ≤ 2. Sedangkan 29,54 %

siswa mengalami miskonsepsi.

Pada soal 1.I.e siswa diminta untuk dapat menentukan waktu kedua benda

(62)

sempurna. Sisanya, sebanyak 39,77 % mengalami kesalahan hitung, 2,27 %

siswa hanya menyatakan posisi bertabrakan saja dan tidak mencari waktu

bertabrakan, sedang 22,73 % mengalami kesalahan dalam penggunaan rumus

fisika. Dengan melihat skala CRI yang diisi oleh siswa, maka sebanyak 23,86 %

siswa yang paham benar, 72,73 % yang kurang paham, dan 3,41% yang

mengalami miskonsepsi.

Seperti pada soal nomor 1.I.a, soal nomor 1.II.a. juga meminta siswa untuk

dapat menggambarkan vektor kecepatan pada benda A. Sebanyak 76,14 % siswa

dapat menjawabnya dengan benar, yakni menggambarnya dengan anak panah

menuju ke arah kanan secara horizontal, 3,41 % memberikan nilai vektor yang

keliru, sedangkan sebanyak 20,45 % menjawabnya dengan salah. Berdasarkan

skala CRI yang diberikan siswa, sebanyak 30,68 % yang paham pada konsep ini

dan 69,32 % yang kurang paham.

Pada soal nomor 1.II.b siswa juga diminta untuk menggambarkan vektor

kecepatan benda B. pada bagian ini sebanyak 70,45 % siswa yang dapat

menjawabnya dengan benar, yakni menggambarnya dengan anak panah menuju

kea rah kiri secara horizontal, 3,41 % memberikan nilai vektor yang keliru,

sedangkan 26,14 % yang menjawabnya salah. Jika kita lihat skala CRI yang

diberikan siswa, maka terdapat 28,41 % yang paham benar, 68,18 % yang kurang

paham, sedangkan 3,41 % yang mengalami miskonsepsi.

Soal nomor 1.II.c meminta siswa untuk dapat menentukan kecepatan benda

(63)

dengan benar, sedangkan 18,18 % siswa yang menjawab salah. Meski yang

menjawab dengan benar cukup banyak, namun cukup banyak pula yang kurang

paham, yaitu 75 % siswa. Sedangkan yang paham benar hanya 25 %.

Pada soal nomor 1.II.d siswa diminta untuk dapat menentukan kecepatan

benda B dari persamaan posisinya. Hanya 8,82 % siswa berhasil menjawabnya

dengan benar, sedangkan 93,18 % siswa yang menjawab salah. Kebanyakan

siswa keliru dalam penentuan arah kecepatan. Karena itu hanya ada 2 siswa atau

2,27 % yang paham benar. Sedangkan sebanyak 73,86 % siswa kurang paham,

dan 23,86 % siswa yang mengalami miskonsepsi.

Soal nomor 1.II.e meminta siswa untuk menentukan percepatan benda A dan

benda B. Hanya 2 orang siswa saja yang dapat menjawabnya dengan tepat.

Sebanyak 57,95 % siswa hanya dapat menentukan dengan benar percepatan

benda A. Sebanyak 12,5 % siswa hanya dapat menyatakan bahwa kedua benda

mengalami percepatan, namun tidak dapat menentukan berapa nilai percepatan

yang dialami benda A dan benda B. Sedangkan, sebanyak 27,27 % siswa

menjawabnya dengan salah. Apabila kita melihat skala CRI yang diberikan

siswa, maka tidak ada satu siswa pun yang paham benar. Sebanyak 96,59 %

kurang paham, dan 3,41 % mengalami miskonsepsi.

Pada soal nomor 1.II.f siswa diminta untuk dapat menjelaskan besar dan

gaya yang dialami oleh kedua benda ketika bergerak. Sebanyak 31,81 % yang

dapat menjawabnya dengan tepat, yakni kedua benda memiliki besar gaya yang

(64)

menjelaskan bahwa kedua benda memiliki besar gaya yang sama, dan mengalami

kesalahan pada penentuan arah gaya. Sebanyak 17,04 % hanya dapat menyatakan

bahwa kedua benda mengalami gaya, tanpa dapat menjelaskan tentang besar dan

arah gaya yang dialami kedua benda. Apabila kita lihat skala CRI yang diisi oleh

siswa, maka hanya ada 5 siswa atau 5,68 % saja yang paham benar mengenai

konsep ini. Sisanya, sebanyak 94,32 % mengalami kurang pemahaman konsep.

2. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 2

dimensi melalui tes CRI

Pada soal nomor 2.a siswa diminta untuk menjelaskan apakah kecepatan

bola dalam arah horizontal bernilai tetap. Sebanyak 39,77 % menjawabnya

dengan tepat. Sebanyak 6,82 % yang sepakat bahwa kecepatan bola dalam arah

horizontal bernilai tetap namun memberikan alasan yang salah. Sedangkan

sebanyak 52,27 % yang menjawabnya salah. Apabila kita melihat skala CRI yang

diisi oleh siswa ternyata hanaya 15,91 % yang paham benar. Sedangkan

sebanyak 75 % yang kurang paham, dan 9,09 % yang mengalami miskonsepsi.

Soal nomor 2.b meminta siswa untuk menjelaskan apakah kecepatan bola

dalam arah vertikal bernilai tetap. Sebanyak 45,45 % siswa dapat menjawab

dengan tepat. 32,95 % menyatakan bahwa kecepatan bola dalam arah vertikal

tidak bernilai tetap, namun tidak dapat menjelaskan alasannya. Sedangkan 21,59

(65)

siswa, sebanyak 73,86 % mengalami kurang pemahaman konsep dan 4,55% yang

mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham benar hanya 21,59 %.

Pada soal nomor 2.c siswa diminta untuk menjelaskan apakah laju bola

dalam arah vertikal bernilai tetap. Sebanyak 25 % dapat menjawab dengan tepat,

14,77 % hanya dapat memberikan pernyataan bahwa laju dalam arah vertikal

tidak bernilai tetap, namun memberikan alasan yang salah, sedangkan 60,23 %

menjawab dengan salah. Apabila kita tilik pada skala CRI yang diberikan siswa,

ternyata sebanyak 79,55 % siswa kurang paham dengan konsep tersebut dan

10,23 % mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham benar hanya 10,23 %.

Pada soal nomor 2.d siswa diminta untuk menjelaskan apakah laju bola

dalam arah horizontal bernilai tetap. Hanya sedikit siswa yang dapat

menjawabnya dengan tepat, yakni sebanyak 12,5 % saja. Sedangkan yang

memberikan pernyataan benar namun dengan alasan yang salah sebanyak 23,86

% dan 63,64 % yang menjawab salah. Jika kita melihat skala CRI yang diberikan

oleh siswa, ternyata sebanyak 85,23 % siswa yang mengalami kurang

pemahaman konsep dan 6,82 % mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham

benar hanya 7,95 % saja.

Soal nomor 2.e meminta siswa untuk menggambarkan vektor kecepatan

yang dialami bola pada saat 1) tepat ketika ditendang, 2) berada di titik tertinggi,

dan 3) tepat ketika mencapai tanah. Dari ketiganya, prosentase siswa benar

terbanyak adalah ketika menggambarkan vektor kecepatan yang dialami bola

Gambar

Tabel IV.13.a Homogeneus subsets House Model nomor 1 ................................
Tabel III.2. Kriteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI
Tabel III.3. Nilai validitas instrumen tes fisika
Tabel III.4. Nilai validitas instrumen tes bahasa Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

gelar Sarjana Sains ini penulis beri judul “ Evaluasi Keselamatan Reaktor Ditinjau dari Nilai Shutdown Margins dan Potensi Produksi Molybdenum -99 ( pada Sistem Subcritical

Urutan unsur yang ada pada deret volta baik untuk diketahui dengan baik agar dapat menentukan mana yang seharusnya menjadi katoda dan anoda yang benar.

Peternak tidak memberikan konsentrat, karena sulit diperoleh di daerah setempat, padahal berdasarkan Duldjaman (2004) penambahan konsentrat, seperti am- pas tahu, di dalam

media kartu akasara dengan strategi permainan bahasa. untuk mengetahui kemampuan akhir warga belajar dalam membaca suatu. kesatuan bahasa dimulai huruf, silaba, kata,

Hasil penelitian menggambarkan bahwa kebijakan akuntansi penyusutan yang digunakan perusahaan adalah dengan menggunakan metode garis lurus untuk semua jenis aktiva tetapnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio keuangan, ukuran perusahaan, dan arus kas dari aktivitas operasi terhadap pendapatan per lembar saham

Data primer adalah data yang ada dalam penelitian ini hasil dari penerapan strategi permainan bahasa dengan kartu aksara yang disusun dalam perlatihan membaca permulaan

Unsur penting dalam memenangkan persaingan perusahaan harus mengerti dengan benar masalah yang berkaitan dengan pembiayaan, terutama memahami perilaku biaya. Tingkah laku biaya