BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Samsul (2008), mengartikan pasar modal sebagai sarana atau tempat bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrument keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun. Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai intrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk uang, ekuitas (saham), instrument derivatif, maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya (Darmadji dan Fakhruddin, 2008).
Pasar modal memiliki peran besar bagi ekonomika dan bisnis suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus: fungsi ekonomika dan bisnis daan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomika dan bisnis karena pasar menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua
kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan pihak
yang memerlukan dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten).
Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return),
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana
tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersediannya dana operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih (Darmadji dan Fakhruddin, 2001).
Dengan adanya pasar modal, diharapkan aktivitas perekonomian dan bisnis dapat meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan, sehingga dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar, dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas (Darmadji dan Fakhruddin, 2008).
2.1.1 Instument Pasar Modal
Bentuk instrumen pasar modal disebut efek, yaitu surat berharga
yang berupa: (1) saham, (2) obligasi, (3) bukti right, dan (5) produk
turunan atau biasa disebut derivative. (Samsul, 2006).
2.1.2 Saham
Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya
(Samsul, 2006: 45). Sedangkan menurut Darmadji, dan Fakhruddin, (2008)
saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Menurutnya saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2001) yaitu ditinjau dari segi kemampuan hak tagih atau klaim maka saham terbagi atas:
1. Saham Biasa (Common Stock), merupakan saham yang
menempatkan pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
2. Saham Preferen (Prefereed Stock), merupakan saham yang
memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi) tetapi juga tidak bisa menghasilkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas saham atas
unjuk (Bearer Stock) artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama
lainnya. Secara hukum siapa yang memegang saham tersebut maka akan diakui sebagai pemilik dan berhak ikut hadir dalam RPUS. Saham atas
nama (Registered Stock), merupakan saham yang tertulis dengan jelas
siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus sesuai prosedur tertentu. Ditinjau dari kinerja perdagangannya, maka saham dapat dikategorikan (Darmadji dan Fakhruddin, 2001):
1. Saham Unggulan (Blue-Chip Stock) yaitu saham biasa dari suatu
perusahaan yang memiliki reputasi tinggi sebagai leader di industri
sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsistensi dalam membayar dividen.
2. Saham Pendapatan (Income Stocks) yaitu saham dari suatu emiten
yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dan rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.
3. Saham pertumbuhan (Growth Stocks-Well-know) yaitu saham-saham
dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi,
sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.
Selain itu terdapat jiga Growth Stock umumnya saham ini berasal dari
daerah dan kurang populer dikalangan emiten.
4. Saham Spekulatif (Speculative Stock) yaitu saham suatu perusahaaan
yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai penghasilan tinggi dimasa mendatang, meskipun belum pasti.
5. Saham Siklikal (Cyclical Stock) yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi dan bisnis makro maupun situasi bisnis secara umum.
2.2 Pengertian Investasi
Menurut Fabozzi dalam (Fahmi, 2012), manajemen investasi adalah proses pengelolaan uang. Smith dan Skousen mengatakan.
“ investing activities : transaction and event the purchase and sale of securities (excluding cash equivalents), and building, equipment. And other aset not generally held for sale, and the making, and collection loans. They are not classified as operating activities, since the relate only indirectly to the central, ongoing operations ofentity”.
Menurut Relly dan Brown dalam Fahmi (2012), memberikan pengertian investasi:
“Investment is the current commitment of dollar for a period of time to derive future payment that will compensate the investor for (1) the time the funds are committed, (2) the expected rate of inflation, (3) uncertainty of the future payment”.
Menurut Halim dalam Fahmi(2012):
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.
Pengertian Investasi menurut pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 13 per 1 Oktober 2004, investasi adalah suatu asset yang
digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth)
untuk apresiasi nilai investasi, atau manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan.
PSAK Nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004 menjelaskan tentang beberapa pengertian berikut :
1. Investasi lancar adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang.
2. Investasi jangka panjang adalah investasi selain investasi lancar.
3. Investasi property adalah investasi pada tanah atau bangunan yang tidak
digunakan atau dioperasikan oleh perusahaan yang berinvestasi atau perusahaan lain dalam group yang sama dengan perusahaan yang berinvestasi.
4. Investasi dagang adalah investasi yang ditujukan untuk mempermudah
atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan.
Dengan demikian, investasi didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana tersebut pada alokasi
yang diperkirakan akan memberikan tambahan keuntungan (compounding).
Berikut tujuan investasi dalam mencapai efektivitas dan efisiensi dalam suatu keputusan, diperlukan ketegasan terhadap tujuan yang diharapkan. Tujuan tersebut antara lain :
2. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan (profit actual).
3. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham.
4. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
2.2.1 Proses Investasi
Setiap melakukan keputusan investasi diperlukan suatu proses. Proses tersebut akan memberikan gambaran pada setiap tahap yang akan ditempuh oleh perusahaan. Secara umum proses manajemen investasi meliputi lima langkah berikut :
1. Menetapkan sasaran investasi
Penetapan sasaran berarti melakukan keputusan yang bersifat fokus atau menempatkan target sasaran terhadap yang akan diinvestasikan.
2. Membuat kebijakan investasi
Tahap ini berkaitan dengan bagaimana perusahaan mengelola dana yang berasal dari saham, obligasi dan lainnya untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan.
3. Memilih strategi portofolio
Menyangkut keputusan peranan yang akan diambil oleh pihak perusahaan, yaitu apakah bersifat aktif atau pasif. Investasi aktif akan selalu mencari informasi yang tersedia dan kemudian
untuk dilaksanakan. Sementara pasif dapat dilihat pada indeks rata-rata atau dengan perkataan lain berdasarkan reaksi pasar, tanpa ada sikap atraktif.
4. Memilih aset
Pihak perusahaan memilih asset investasi yang nantinya akan
memberi imbalan hasil tertinggi (maximal return). Imbal hasil
disini dilihat sebaai keuntungan yang akan mampu diperoleh.
5. Mengukur dan mengevaluasi kerja
Merupakan tahap reevaluasi bagi perusahaan untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan yang dilakukan selama ini telah benar-benar maksimal atau belum.
2.3 Anomali Pasar
Dari beberapa penelitian ternyata menunjukkan adanya suatu
ketidakteraturan yang terdeteksi dalam pasar modal yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari hipotesis efisiensi pasar modal. Ketidakaturan ini berlangsung terus menerus dan memiliki dampak yang cukup luas sehingga
disebut sebagai suatu anomali pasar (market anomalies).
Anomali disini adalah suatu bentuk fenomena yang ada di pasar. Pada anomali ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada. Artinya suatu peristiwa dapat dimanfaatkan untuk
untuk memperoleh abnormal return dengan mengandalkan suatu peristiwa tertentu (Gumanti dan Utama, 2002).
Pada kenyataannya dari berbagai penelitian yang dilakukan justru ditemukan adanya beberapa anomali dan ketidakwajaran dalam pasar modal yang efisien bentuk lemah, setengah kuat, maupun bentuk kuat. Anomali-anomali pasar tersebut diantaranya adalah:
2.3.1 January Effect
January Effect adalah kondisi anomali yang terjadi di pasar modal
dimana pada bulan Januari terjadi kecenderungan rata-rata pengembalian bulanan saham pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Kecenderungan itu biasanya lebih terlihat pada saham dengan nilai
kapitalisasi yang kecil. January Effect diperkenalkan pertama kali oleh
Wachel, tetapi baru mendapat perhatian masyarakat setelah dilakukan penelitian oleh Rozeff dan Kinney (Haugen dan Jorion, 1996) dalam (Nurul Fauzi, 2007).
Ada beberapa penyebab yang memungkinkan terjadinya anomali
perilaku saham pada bulan Januari, seperti yang dikatakan oleh Sharpe (1995), yaitu:
a. Tax Loss Selling
Pada akhir tahun investor akan mengevaluasi kinerja setiap saham dalam portofolionya, dan kecenderungannya akan menjual saham yang kinerjanya buruk. Tujuan investor melakukan ini adalah untuk
memperbaiki kinerja portofolio saham dan investasi yang dimiliki dan merealisasikan kerugian saham tersebut ke dalam kalkulasi akuntansi akhir
tahunnya yang sekaligus untuk mengurangi pajak (tax loss selling).
Setelah itu biasanya di bulan Januari tekanan aksi jual akan hilang dan harga saham tersebut akan naik kembali dibanding harga akhir tahun (Nurul Fauzi, 2007).
b. Window Dressing
Window dressing yaitu terjadinya aksi jual pada saham-saham yang
memiliki kinerja buruk di akhir tahun. Window dressing ini tidak jauh
berbeda dengan tax loss selling, perbedaannya adalah hal ini dilakukan
oleh manajer keuangan dengan tujuan agar laporan kinerja portofolio saham yang akan dilaporkan pada akhir tahun akan tampak bagus kinerjanya (Sharpe, 1995). Investor institusional menjual saham yang dianggap buruk menjelang akhir tahun untuk memperbaiki portofolio akhir tahun mereka kemudian mereka membeli ulang saham-saham tersebut. Aksi jual di akhir tahun ini akan berangsur normal kembali di bulan Januari setelah berakhirnya aksi jual tersebut (Nurul Fauzi, 2007). Window dressing ini terutama dilakukan oleh investor institusional yang
mengakibatkan return saham yang tinggi di bulan Januari (Haugen dan
2.4 Harga Saham
Saham merupakan suatu tanda bukti kepemilikan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Dengan memiliki saham, secara otomatis investor ikut serta dalam kepemilikan perusahaan tersebut berhak untuk ikut menikmati keuntungan dari perusahaan melalui dividen yang dibagikan. Dengan demikian, kepemilikan saham dari perusahaan yang mempunyai prospek bagus dalam menghasilkan laba merupakan investasi yang menjanjikan, karena itu disamping akan memperoleh keuntungan berupa dividen, para investor juga mengharapkan harga saham naik sehingga nilai investasi yang ditanamkan juga akan naik (Suad Husnan, 2001)
Harga saham merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar bursa (Jogiyanto, 2008).
Harga saham di pasar modal (pasar sekunder) setiap saat bisa mengalami perubahan, sehingga para investor atau calon investor harus jeli dalam pemilihan saham. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham :
1. Harapan investor terhadap tingkat pendapatan dividen di masa yang akan
datang. Apabila tingkat pendapatan dan dividen stabil, maka harga saham juga akan cenderung stabil. Sebaliknya jika tingkat pendapatan dan
dividen berfuktuasi karena faktor internal, maka harga saham tersebut cenderung akan berfluktuasi juga.
2. Tingkat pendapatan perusahaan. Apabila tingkat pendapatan perusahaan
besar, maka akan semakin meningkat pula harga saham karena para investor bersikap optimis.
3. Kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian di masa yang akan datang
selalu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat ini. Apabila kondisi perekonomian saat ini stabil, maka para investor juga akan optimis terhadap kondisi perekonomian yang akan datang, sehingga harga saham akan cenderung stabil (demikian pula sebaliknya).
Melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, jelas terlihat bahwa informasi adalah sesuatu yang vital bagi investor untuk memilih saham mana saja yang akan dijadikan sebagai alat investasinya. Hal ini sangat berkaitan dengan sinyal yang diterima oleh investor dan bisa saja diterima secara berbeda oleh masing-masing investor. Oleh karena itu manajer pada umumnya termotivasi untuk menyampaikan informasi baik mengenai kondisi perusahaan agar dapat meyakinkan investor terhadap kondisi perusahaan tersebut. Pihak luar yang tentunya hanya memiliki informasi yang terbatas mengenai kebenaran dari informasi tersebut hanya mampu memprediksi. Jika manajer dapat memberikan sinyal yang meyakinkan kepada publik (tentunya harus didukung oleh data-data yang mendasarinya), maka publik juga akan merespon secara positif.
2.5 Volume Perdagangan Saham
Volume perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Suad Husnan dkk, 2005). Jumlah saham yang diterbitkan tercermin dalam jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham.
Volume perdagangan merupakan suatu penjumlahan dari setiap transaksi yang terjadi di bursa saham pada waktu tertentu dan saham tertentu. Volume perdagangan saham merupakan salah satu faktor yang juga memberi pengaruh terhadap pergerakan saham. Zamroni (2003) menyatakan bahwa “volume perdagangan merupakan unsur kunci dalam melakukan prediksi terhadap pergerakan harga saham”. Ia meyakini bahwa ketika volume perdagangan cenderung mengalami kenaikan saat harga turun, maka pasar diindikasikan dalam
keadaan bearish. Sedangkan ketika volume perdagangan cenderung meningkat
selama harga naik maka pasar diindikasikan dalam keadaan bullish, dan ketika
volume cenderung mengalami penurunan selama harga mengalami kenaikan maka
pasar dalam keadaan bearish (Devita Nurmala Octavina, 2008).
Perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara penawaran dan permintaan yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor (Robert Ang, 1997 dalam Agus). Naiknya volume perdagangan merupakan kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa. Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya
terhadap fluktuasi harga saham di bursa, dan semakin meningkatnya volume perdagangan saham menunjukkan semakin diminatinya saham tersebut oleh
masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return
saham.
Menurut Banber (1996) dalam Wahyudi (2001), pendekatan volume perdagangan saham digunakan sebagai proksi reaksi pasar. Argumen yang dikemukakan bahwa volume perdagangan saham lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya suatu informasi baru melalui penjumlahan saham yang diperdagangkan.
2.6 Return (Imbal Hasil)
Imbal hasil (return) menurut Fahmi (2012), adalah keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan, individu, dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya. Adapun menurut Shook dalam Fahmi (2012), imbal jasa merupakan laba investasi, baik melalui bunga maupun dividen. Berikut adalah
beberapa pengertian imbal hasil (return) yang umum dipakai dalam dunia
investasi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa imbal hasil (return)
adalah keuntungan yang diperoleh dalam bentuk bunga maupun dividen.
1. Imbal hasil atas ekuitas (return on equity) merupakan pendapatan bersih
dibagi ekuitas pemegang saham.
2. Imbal hasil atas modal (return of capital) merupakan pembayaran kas
modal yang diinvestasikan dan bukannya distribusi dividen. Investor mengurangi biaya investasi dengan jumlah pembayaran.
3. Imbal hasil atas investasi (return on investment) merupakan membagi
pendataan sebelum pajak terhadap investas untuk memperoleh angka yang mencerminkan hubungan antara investasi dan laba.
4. Imbal hasil atas modal investasi (return on invested capital) merupakan
pendapatan bersih dan pengeluaran bunga perusahaan dibagi total kapitalisasi perusahaan.
5. Imbal hasil atas kekayaan bersih (realized return) merupakan imbal hasil
yang telah terjadi.
6. Imbal hasil atas kekayaan bersih (return on net work) merupakan
pemegang saham dapat menentukan imbal hasilnya dengan
membandingkan laba bersih setelah pajak dengan kekayaan bersih.
7. Imbal hasil atas penjualan (return on sales) digunakan untuk menentukan
efisiensi operasi perusahaan.
8. Expected return merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang.
9. Imbal hasil total (total return) merupakan imbal jasa keseluruhan dari
suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu.
10.Imbal hasil realisasi portofolio (portfolio realized return) meupakan
rata-rata tertimbang dari realisasi imbal hasil masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio tersebut.
11.Portfolio expected return merupakan rata-rata tertimbang dari harapan imbal hasil masing-masing sekuritas tunggal di dalam portofolio.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai January Effect diperkenalkan
pertama kali oleh Wachel, tetapi baru mendapat perhatian masyarakat setelah dilakukan penelitian oleh Rozeff dan Kinney (Haugen dan Jorion, 1996). Penelitian tersebut dilakukan pada saham NYSE pada periode 1904-1974.
2.7.1 Harga Saham pada January Effect
Pada penelitian terdahulu yang meneliti harga saham terhadap January Effect diantaranya yaitu, Sri Fatmawati dan Marwan Asri (1999), pada penelitiannya menyimpulkan bahwa Harga saham mengalami
perbedaan secara signifikan atau berada pada optimal trading range
setelah pemecahan saham.
2.7.2 Volume Perdagangan pada January Effect
Pada penelitian terdahulu yang meneliti Volume Perdagangan terhadap January Effect diantaranya yaitu, Sri Fatmawati dan Marwan Asri (1999), Farinha dan Basilio (2006), Luluk As‟adah (2009), pada penelitian-penelitian berikut menyimpulkan bahwa volume perdagangan
tidak mengalami pengaruh yang signifikan terhadap January Effect.
2.7.3 Return Saham pada January Effect
Pada penelitian terdahulu yang meneliti return saham terhadap
January Effect diantaranya yaitu, Lamoueux, Criistopher G: Sanger, Gary C (1989), French, Dan W dan Teresa D. Trapani (1994), Farinha dan Basilio (2006), Luluk As‟adah (2009).
Tabel 2.1
Rangkuman penelitian-penelitian terdahulu
No Peneliti Judul Hasil
1 Richard
Rogalski (1984)
New Findings
Regarding Day of
the Week Return
Over Trading and Non Trading Periods
Januari efek tidak terjadi di 5 hari
transaksi pertama di bulan
Januari. Ada hubungan antara
Januari Efek dan Size Efek.
2 Lamoueux,
Criistopher G: Sanger, Gary C (1989)
Firm Size and Turn-of-the-Year Effects
in the OTC /
NASDAQ Market
Perusahaan kecil cenderung
memiliki abnormal return positif
pada bulan januari.
3 French, Dan W
dan Teresa D. Trapani (1994)
Cash Balances and the January Effect in Stock Return
Terdapat kemungkinan terjadi return bulan januari yang tinggi pada perusahaann besar.
4 Robert A.
Haugen dan
Philippe Jorion (1996)
The January Effect: Still There After All These Years
Terjadi efek januari pada NYSE dari tahun 1926 sampai 1993
5 Rathinasamy, R
S dan
Mantripragada,
Krishna G.
(1996)
The January Size Effect Revisited: Is It
a Case of Risk
Mismeasurement?
Penelitian ini menguji ulang data yang digunakan dalam penelitian
Rogalski dan Tinic (1986)
menunjukkan bahwa terdapat
Efek Januari dan Size Effect pada
bulan januari. 6 Sri Fatmawati dan Marwan Asri (1999) Harga Saham, Volume Perdagangan Saham,
Harga saham mengalami
perbedaan secara signifikan atau
No Peneliti Judul Hasil
Volume Turnover
Saham, Volatilitas
Saham, Presentase
Spread.
range setelah pemecahan saham, rata-rata volume perdagangan tidak mengalami perbedaan pada pre-split dan post-split.
7 Farinha dan
Basilio (2006)
Volume
Perdagangan Saham,
Abnormal Return,
Beta Saham, EPS.
Volume perdagangan saham
mengalami perubahan yang tidak signifikan sebelum dan sesudah pemecahan saham. 8 Luluk As‟adah (2009) Pengaruh January Effect terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan pada saham di Jakarta
Islamic Indeks (JII)
Rata-rata abnormal return dan
volume perdagangan tidak
signifikan, ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat January
Effect pada penelitian ini.