BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional) untuk melihat gambaran ekspresi reseptor
estrogen β (ER- β) pada ANJ. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Divisi Onkologi – Bedah Kepala Leher Departemen T.H.T.K.L FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Sediaan jaringan tumor ANJ pascaoperasi berupa blok parafin diambil dari Bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan imunohistokimia dikerjakan oleh Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan. Penelitian dilakukan mulai Juni 2016 sampai April 2017.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita angiofibroma nasofaring juvenile di Divisi Onkologi – Bedah Kepala Leher T.H.T.K.L FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan mulai Oktober 2010 – Juni 2016 dengan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan pascaoperasi menunjukkan angiofibroma nasofaring, yaitu sebanyak 22 penderita. 3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi. a. Kriteria inklusi
• Penderita dengan data rekam medik yang lengkap di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan identitas jelas dan tercatat hasil pemeriksaan histopatologi pascaoperasi yaitu angiofibroma.
• Mempunyai blok parafin yang tersimpan di Bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.
b. Kriteria eksklusi
- Blok parafin rusak selama proses pewarnaan imunohistokimia c. Kriteria drop out
- Sediaan blok parafin setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia ternyata tidak terbaca.
Berdasarkan kriteria di atas yang memenuhi kriteria untuk menjadi sampel adalah 19 orang.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti yaitu : jenis kelamin, umur, intensitas pewarnaan, jumlah sel yang mengandung ER- β dan ekspresi ER- β.
3.5 Definisi Operasional
a. Angiofibroma Nasofaring Juvenile (ANJ) Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur : : : :
Tumor fibrovaskular nasofaring yang secara histopatologi adalah jinak akan tetapi memiliki kemampuan mendestruksi jaringan sekitarnya.
Sediaan jaringan tumor pascaoperasi
Hasil pemeriksaan histopatologi yang tercantum di rekam medik 1 = Angiofibroma 0 = Bukan angiofibroma b. Jenis kelamin Defenisi Alat ukur : :
Ciri biologis yang membedakan orang satu dengan yang lain.
Cara ukur Hasil ukur
: :
Rekam medik pasien Laki-laki atau perempuan c. Umur Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur : : : :
Rentang waktu sejak penderita dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.
Usia pasien ANJ Rekam medik pasien
Sakala numerik dalam satuan tahun d. Ekspresi Reseptor Estrogen β
Defenisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur : : : :
Protein intraselular yang berada pada bagian inti sel. Di bawah mikroskop tampak sebagai presipitasi berwarna coklat pada stroma dan sel endotel pembuluh darah.
Pemeriksaan imunohistokimia
Menilai tingkat imunoreaktivitas mouse monoklonal antibody terhadap ER-β menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 100x pada 1000 sel yang tersebar pada 10 lapangan pandang yang berbeda, Ekspresi ER-β Untuk skor akhir digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif diperoleh dengan mengalikan skor luas (jumlah inti sel yang mengandung ER-β) dengan skor intensitas pewarnaan.
(Tan & Putti 2005)
Ekspresi ER-β Negatif : 0 – 3 Ekspresi ER-β Positif / Overekspresi : 4 – 9
a. Intensitas pewarnaan ER-β : 0 : Tidak ada reaktifitas
1 +: Lemah
2+ : Sedang
3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat penelitian
- Status penelitian
- Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit), mesin
pemotong jaringan (mikrotome), silanized slide, mikroskop
cahaya (Olympus CX21). 3.6.2 Bahan penelitian
- Blok parafin angioibroma nasofaring yang tersimpan di Bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. - Untuk pemeriksaan immunohistokimia Xylol, alkohol
absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam methanol, Phosphat Buffer Saline (PBS),
antibodi ER-β (Mouse monoclonal estrogen receptor beta antibody), Envision, Chromogen Diamino Benzidine
(CDB), Lathium Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin,
aqua destilata.
b. Jumlah sel tumor yang positif mengandung ER-β (skor luas) :
0 : Tidak ada sel tumor yang positif mengandung ER-β
1+ : Pewarnaan positif < 25% jumlah sel 2+ : Pewarnaan positif 25-50% jumlah sel 3+ : Pewarnaan positif > 50% jumlah sel
3.7 Kerangka Kerja
Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.7. Kerangka kerja
Data pasien ANJ berdasarkan rekam medik di Divisi Onkologi – Bedah Kepala Leher T.H.T.K.L FK USU /
RSUP H. Adam Malik Medan Periode Oktober 2010 – Juni 2016
Rekam Medik Lengkap
Data di bagian PA RSUP HAM sesuai
dengan blok parafin Blok parafin Ada / baik Blok Parafin Rusak Pemeriksaan ER-β dengan metode imunohistokimia Eksklusi Jenis Kelamin Umur Intensitas Jumlah sel (skor luas)
Ekspresi
Setelah pewarnaan tidak terbaca dengan
mikroskop
3.7.1 Alur penelitian
Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi pasien-pasien yang telah didiagnosis angiofibroma nasofaring dan telah dilakukan operasi berdasarkan rekam medik di Divisi Onkologi – Bedah Kepala Leher T.H.T.K.L FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari Oktober 2010 – Juni 2016. Pasien dengan rekam medik lengkap, datanya disesuaikan dengan blok parafin yang tersimpan di Bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian blok parafin yang ada dan kondisinya masih baik dilakukan pemeriksaan ER-β dengan menggunakan imunohistokimia. 3.7.2 Pewarnaan imunohistokimia sediaan blok parafin
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit 2. Rehidrasi (Alkoholabsolute, Alkohol 96%, @ 4 menit
Alkohol 80%, Alkohol 70%)
3. Cuci dengan air mengalir 5 menit 4. Masukkan slide ke dalam PT Santa Cruz ± 1 jam
Epitope Retrieval : set up Preheat 65 oC, Running time 98 oC selama 15 menit
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris 5 menit Buffered Saline (TBS) pH 7,4
6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit 7. Cuci dengan Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 8. Blocking dengan Normal Horse Serum (NHS) 3% 15 menit 9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 10. Inkubasi dengan Antibodi Mouse Antibodi 1 jam
Monoklonal ER-β dengan pengenceran 1: 100 µl
11. Cuci dengan Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit /Twen 20
12. Dako Real Envision Rabbit/ Mouse 30 menit 13. Cuci dengan Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5-10 menit
14. DAB + Substrat Chromogen solution dengan 5 menit Pengenceran 20µL DAB : 1000µL substrat
(tahan 5 hari di suhu 2-8 oC setelah dicampur)
15. Cuci dengan air mengalir 10 menit
16. Counterstain dengan Hematoxylin 3 menit 17. Cuci dengan air mengalir 5 menit 18. Lithium carbonat (5% dalam aqua) 2 menit 19. Cuci dengan air mengalir 5 menit 20. Dehidrasi (Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol @ 5 menit
Absolute)
21. Clearing (Xylol1, Xylol2, Xylol3) @ 5 menit 22. Mounting + cover glass
3.7.3 Penilaian ekspresi ER-β
1. Pewarnaan imunohistokimia pada masing-masing preparat gelas objek dinilai berdasarkan persentase sel tumor yang positif mengandung ER-β dan intensitas pewarnaan. Perhitungan dilakukan pada 1000 sel yang tersebar pada 10 lapangan pandang dilakukan oleh peneliti dan ahli Patologi Anatomi.
2. Sistem penderajatan (grading) yang dipakai adalah berdasarkan:
a. Intensitas pewarnaan ER-β :
0 = negatif; 1+ = lemah; 2+ = sedang; 3+ = kuat
b. Jumlah sel tumor yang mengandung ER-β (skor luas) : 0 = negatif; 1+ = <25%; 2+= 25-50%; 3+ = >50%
3.8 Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data penderita ANJ yang memenuhi kriteria penerimaan sampel yaitu data rekam medik secara retrospektif di Divisi Onkologi – Bedah Kepala Leher T.H.T.K.L FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Oktober 2010 – Juni 2016 dan data primer yang diperoleh
dari pemeriksaan langsung ekspresi ER-β ANJ dengan pemeriksaan immunohistokimia.
3.9 Analisa Data
1. Data skala kategorik nominal dan ordinal akan disajikan sebagai sebaran frekuensi (n, %) yaitu dalam jumlah dan persentase.
2. Data skala numerik akan dilakukan uji normalitas data dengan uji (Shapiro-Wilk). Data dikatakan berdistribusi normal jika p>0,05 (disajikan dalam nilai mean dan standar deviasi) dan jika p<0,05 dikatakan data tidak berdistribusi normal (disajikan dalam nilai median serta minimum dan maksimumnya).
3.10 Etika Penelitian
Pelaksanaan penelitian terlebih dahulu akan meminta persetujuan dari Komite Etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran USU. 3.11 Jadwal Penelitian
No Jenis kegiatan
Waktu ( Tahun 2016 - 2017) Juni Juli Agustus Oktober -
Desember Januari – April 1 Persiapan & proposal 2 Pengumpulan data 3 Pengolahan data 4 Penyusunan laporan 5 Seminar hasil 6 Penggandaan laporan
36
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Divisi Onkologi Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan dan Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Departemen THT-KL FK USU yaitu bagian dari RSUP H. Adam Malik Medan dan FK USU untuk melayani pasien THT-KL di RSUP H. Adam Malik dan tempat menjalankan program pendidikan dokter spesialis THT-KL. Tahun 2013, Departemen ini telah mendapat penilaian “A” dari akreditasi Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala & Leher (THT-KL) Indonesia dan tahun 2015 mendapat penilaian GOLD dari akreditasi International Standard Operasional (ISO 9001:2015). Penelitian ini diawali di Divisi Onkologi THT-KL RSUP H. Adam Malik yaitu bagian dari Departemen THT-KL yang khusus menangani penyakit-penyakit tumor di bagian THT-KL. Ada empat supervisor sebagai dokter penanggung jawab di divisi ini. Tiga diantaranya telah mendapat gelar Fellow of the International College of Surgeon
(FICS) yaitu gelar pengakuan dari kumpulan ahli bedah internasional dan menjadi konsultan di bagian onkologi THT-KL. Divisi Onkologi THT-KL melayani pasien sekitar 25 pasien perhari. Berbagai kasus tumor THT dan dalam hal ini penyakit Angiofibroma Nasofaring Juvenile ditangani secara tim oleh supervisor tersebut. Berkaitan dengan reseptor estrogen beta, pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin dalam penanganan kasus angiofibroma nasofaring juvenile.
Pada penelitian ini membutuhkan data rekam medis pasien dari Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan yang telah menggunakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang tertatalaksana dengan baik. Selain itu, penelitian ini juga bekerjasama
dengan Bagian Patologi Anatomi rumah sakit, yaitu bagian yg melakukan pemeriksaan dan disimpan jaringan tumor pascaoperasi, baik jaringan makroskopis ataupun bentuk blok parafin.
Proses penelitian lebih lanjut dan pemeriksaan blok parafin dilakukan di Departemen Patologi Anatomi (PA) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Selain melayani pemeriksaan jaringan tumor yang dirujuk dari berbagai praktek dokter juga sebagai sentra penelitian yang menggunakan pemeriksaan metode imunohistokimia di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Departemen PA ini juga telah berjalan program pendidikan dokter spesialis dan mendapat akreditasi “B” dari Kolegium Patologi Anatomi Indonesia. Instalasi Patologi Anatomi ini dilengkapi peralatan microtome untuk memotong blok parafin,
lemari pendingin untuk menjaga suhu penyimpanan reagensia antibodi tetap stabil dan mikroskop CX21 merk Olympus yang tersambung dengan komputer dan kamera merk Samsung. Sehingga pembacaan side jaringan langsung tampak di layar monitor komputer.
4.2 Distribusi Frekuensi Penderita ANJ Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2.1 Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki – laki
Perempuan 19 0 100 0
TOTAL 19 100
Seluruh penderita pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini menunjukkan kesamaan dengan karakteristik penderita angiofibroma nasofaring secara umum, dimana predileksinya tinggi pada laki-laki.
Tabel 4.3.1 Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan umur Umur n % 8 – 10 tahun 11 – 13 tahun 14 – 16 tahun 17 – 19 tahun 20 – 21 tahun 1 4 11 2 1 5,3 21.1 57,9 10,5 5,3 TOTAL 19 100
Umur rata-rata adalah 14,21 tahun ± 2,52 tahun dengan kelompok umur terbanyak adalah 14 – 16 tahun (57,9%). Hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan profil penderita angiofibroma nasofaring juvenile pada umumnya dimana kejadiannya paling tinggi pada usia pubertas. Hal ini terkait penyebab angiofibroma nasofaring berkaitan dengan hormonal.
4.4 Distribusi Frekuensi Penderita ANJ Berdasarkan Intensitas Pewarnaan ER-β
Tabel 4.4.1 Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan intensitas pewarnaan ER-β
Intensitas pewarnaan ER-β n %
0 1+ 2+ 3+ 0 2 11 6 0 10,5 57,9 31,6 TOTAL 19 100
Ekspresi ER-β dinilai setelah dilakukan pewarnaan secara imunohistokimia. Pada penelitian ini, seluruh penderita ANJ memiliki sebaran ER-β di jaringan tumor. Namun memiliki intensitas pewarnaan
yang berbeda-beda. Ekspresi ER-β dengan intensitas pewarnaan 2+ (intensitas sedang) 11 penderita (57,9%), dan intensitas pewarnaan 3+ (intensitas kuat) 6 penderita (31,6%). Perbedaan intensitas pewarnaan kuat, sedang dan lemah dinilai dengan mikroskop Olympus CX21 (pembesaran 400x) seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.4.1. Intensitas Pewarnaan ER-β 1+ (Inti sel yang mengandung reseptor ER-β dengan intensitas lemah (tanda panah)).
Gambar 4.4.2. Intensitas Pewarnaan ER-β 2+ (Inti sel yang mengandung reseptor ER-β dengan intensitas sedang (tanda panah)).
Gambar 4.4.3. Intensitas Pewarnaan ER-β 3+ (Inti sel yang mengandung reseptor ER-β dengan intensitas kuat (tanda panah)).
4.5 Distribusi Frekuensi Penderita ANJ Berdasarkan Jumlah Sel Yang Positif Mengandung ER-β
Tabel 4.5.1 Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan jumlah sel yang positif mengandung ER-β
Jumlah sel yang positif mengandung ER-β (skor luas) n % 0 atau (-) <25% /1+ 25-50% / 2+ >50% / 3+ 0 1 3 15 0 5,3 15,8 78,9 TOTAL 19 100
Berdasarkan jumlah sel yang mengandung reseptor estrogen β (ER-β), mayoritas sampel (15 penderita / 78,9%) mengekspresikan sel yang mengandung ER-β >50% (skor 3+). Sedangkan antara 25-50% (skor 2+) ada 3 penderita (15,8%). Hanya 1 penderita dengan ekspresi sel yang mengandung ER-β <25% (skor 1+). Pemeriksaan jumlah sel yang mengandung ER-β di bawah mikroskop tampak seperti gambar di bawah ini.
Gambar 4.5.2. Jumlah sel yang mengandung ER-β 25-50% (2+)
Gambar 4.5.3. Jumlah sel yang mengandung ER-β >50% (3+)
4.6 Distribusi Frekuensi Penderita ANJ Berdasarkan Ekspresi ER-β Tabel 4.6.1 Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan ekspresi ER-β
Ekspresi ER-β n %
Ekspresi ER-β Positif / Overekspresi Ekspresi ER-β Negatif
17 2
89,5 10,5
TOTAL 19 100
Pewarnaan jaringan tumor ANJ secara imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal terhadap ER-β akan menghasilkan pulasan inti sel
warna coklat pada inti sel yang mengandung reseptor estrogen β. Ekspresi ER-β penderita ANJ berdasarkan skor imunoreaktif paling banyak mengalami ekspresi positif atau overekspresi (89,5%) dan sisanya menunjukkan ekspresi negatif (10,5%). Skor imunoreaktif secara luas sudah diterapkan untuk melihat ekspresi ER-β pada penderita tumor payudara dan digunakan untuk prognosis. Prognosis semakin baik bila skor imunoreaktif semakin tinggi.
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya di Divisi Onkologi yang bekerja sama dengan Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU untuk mengetahui keberadaan ER-β pada ANJ dengan metode imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal.
Dalam kurun waktu bulan Oktober 2010 sampai bulan Juni 2016 terdapat 19 penderita yang memenuhi kriteria penerimaan dan cukup representatif untuk dilakukan penilaian mengenai keberadaan ER-β pada jaringan tumor ANJ.
Pada penelitian ini berdasarkan kategori jenis kelamin seluruh sampel sebanyak 19 (100%) penderita ANJ berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Barreto et al (2013) di Brazil, Alecio, Fabiano, Ramina (2011) di Brazil, Bleier (2009) di Pennsylvania dan Gupta, Rajiniganth, Gupta (2008) di India yang menyebutkan semua penderita ANJ berjenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan adanya hubungan ANJ dengan ketidak seimbangan hormonal pada jenis kelamin laki-laki (Gupta, Rajiniganth & Gupta 2008; Bleier 2009; Alecio, Fabiano & Ramina 2011; Barreto et al. 2013).
Lara et al. (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ANJ merupakan penyakit yang terjadi pada remaja muda. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada laki-laki seperti yang dijelaskan dalam sebuah penelitian yang meneliti mengenai perubahan genetik pada penderita ANJ, melaporkan adanya hubungan antara angioma dan ekspresi reseptor androgen (Lara et al. 2010).
Persky & Manolidis (2014) menyebutkan penyakit ANJ memiliki keterkaitan dengan hormon steroid, dimana pemberian flutamide
(antiandrogen) pada penderita ANJ sebelum operasi menunjukkan adanya pengurangan ukuran tumor (Persky & Manolidis 2014).
Pada kategori umur, dari 19 penderita ANJ diperoleh rentang umur penderita adalah 8 - 21 tahun dan paling banyak pada kelompok umur 14-16 tahun (57,89%). Hasil tersebut selaras dengan penelitian Anggreani et al. (2011) di RSCM Jakarta, yang menyebutkan dari 27 penderita, diperoleh rentang umur penderita 9 - 23 tahun dan rerata umur 15,7 tahun ± 3,23 tahun. Dimana usia terbanyak antara 14-17 tahun. Gupta, Rajiniganth & Gupta (2008) di India melaporkan rerata umur penderita adalah 14,75 tahun dengan rentang umur dari 10 hingga 20 tahun dan Bareto et al. (2013) di Brazil yang menyebutkan rerata umur penderita adalah 16 tahun dengan rentang umur dari 10 hingga 29 tahun (Gupta, Rajiniganth & Gupta 2008; Anggreani et al. 2011; Barreto et al. 2013). Jadi profil penderita ANJ di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin dan umur sama dengan profil penderita ANJ pada umumnya. Nicolai, Schreiber & Bolzoni (2012) dalam artikelnya menyebutkan pada dasarnya etiologi dari ANJ tidak diketahui secara pasti namun diyakini berkaitan dengan ketidakseimbangan hormonal pada penderita laki-laki remaja dimana massa tumor ANJ mengalami regresi setelah mengalami akil balik dan Montag, Tretiakova & Richardson (2006) menyebutkan adanya dijumpai reseptor androgen disamping reaktifitas reseptor estrogen β pada massa tumor tersebut. Hal ini didukung dengan penelitian Thakar et al. (2011) di India yang membuktikan adanya regresi parsial tumor setelah pemberian flutamide 6 minggu sebelum operasi dan respon paling tinggi ditunjukkan oleh penderita setelah pubertas dibandingkan sebelum pubertas (Montag, Tretiakova & Richardson 2006; Thakar et al. 2011; Nicolai, Schreiber & Bolzoni 2012).
Pada penelitian ini seluruh penderita ANJ memiliki sebaran ER-β pada jaringan tumornya namun memiliki intensitas pewarnaan yang berbeda-beda. Sebagian besar penderita mempunyai intensitas pewarnaan sedang terhadap ER-β yaitu 57,9% dan 6 penderita dengan intensitas pewarnaan
sedang. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Montag et al. (2006) di Chicago yang meneliti ekspresi ER-β pada penderita ANJ dimana 10 dari 13 kasus memiliki intensitas pewarnaan kuat, 2 kasus dengan intensitas sedang dan 1 kasus dengan intensitas pewarnaan lemah. Juga dengan penelitian Anggreani et. al (2011) di RS Cipto Mangunkusumo terhadap 27 kasus ANJ, dimana terbanyak adalah intensitas lemah (51,9%) diikuti intensitas sedang (29,6%) dan intensitas kuat (18,5%) (Montag, Tretiakova & Richardson 2006 & Anggreani et al. 2011). Perbedaan intensitas pewarnaan ini diduga kemungkinan dipengaruhi oleh lama penyimpanan blok parafin (Fergenbaum, Closas & Hewit 2004; Bertheau et al. 1998).
Menurut Montag et al., perbedaan intensitas pewarnaan terhadap ER-β dipengaruhi oleh kedekatan lapisan perisit terhadap endotel vaskular, dimana lapisan perisit yang berdekatan secara langsung dengan endotel menghasilkan pewarnaan yang kuat (Montag, Tretiakova & Richardson 2006). Pendapat yang berbeda dari Deyrup et.al (2004) di Amerika Serikat menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan intensitas pewarnaan ER-β antara lesi jinak maupun ganas (Deyrup, Tretiakova & Montag 2006). Utami (2006) di FKG UI meneliti ekspresi ER-β pada mukosa mulut penderita stomatitis aftosa rekuren (SAR) tipe minor. Hasil yang diperoleh adalah dari 26 lesi SAR minor memberikan ekspresi ER-β positif lemah (1+) pada 6 lesi (23,1%), sedangkan sisanya sebanyak 20 lesi (76,9%) menunjukkan hasil negatif. Bahan penelitian yang digunakan diperoleh dari usapan dengan tekanan (scrap) pada mukosa mulut sehingga sel
yang didapat tidak sebanyak apabila dilakukan biopsi atau pemeriksaan jaringan paska operasi sehingga dapat timbul kesulitan saat melakukan evaluasi hasil (Utami 2006).
Berdasarkan jumlah sel yang positif mengandung ER-β sebanyak 15 kasus termasuk ke dalam kelompok dengan jumlah sel > 50% (skor luas 3+). Tiga kasus termasuk ke dalam kelompok dengan jumlah sel antara 25-50% (skor luas 2+) dan 1 kasus termasuk kelompok <25% (skor luas
1+). Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Montag et al. terhadap 13 kasus ANJ, sebanyak 10 kasus memiliki jumlah sel yang positif ER-β >50% (3+), sedangkan 2 kasus lainnya dengan jumlah sel antara 25-50% (2+) dan sisanya 1 kasus mempunyai jumlah sel <25% (1+) (Montag, Tretiakova & Richardson 2006). Dan penelitian Anggreani et al. dimana 25 kasus termasuk dalam kelompok dengan jumlah sel >50% (3+) sedang 2 kasus lainnya masing masing termasuk dalam kelompok dengan jumlah sel antara 25-50% (2+) dan < 25% (1+) (Anggreani et al. 2011). Kedua penelitian di atas menunjukkan terdapat sebaran ER-β pada jaringan tumor seluruh kasus dengan variasi intensitas pewarnaan dan jumlah sel yang positif mengandung ER-β. Deyrup et al (2004) dalam penelitiannya yang menilai ekspresi ER-β pada 53 kasus tumor pembuluh darah baik jinak dan ganas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ekspresi ER-β dijumpai pada sebagian besar kasus (93%) dan termasuk ke dalam kelompok 2+ sampai 3+ (Deyrup, Tretiakova, Khramtsov & Montag 2004). Penelitian Deyrup et al. berikutnya tentang ekspresi ER-β pada 40 kasus fibromatosis ekstraabdomen, ekspresi ER-β dijumpai pada seluruh kasus. Sebanyak 33 kasus (83%) menunjukkan ekspresi ER-β >50% (3+), pada 5 kasus (12%) menunjukkan ekspresi ER-β 11-50% (2+) dan 2 kasus (5%) menunjukkan ekspresi ER-β <10% (1+) (Deyrup, Tretiakova & Montag 2006).
Pada penelitian ini, ER-β dijumpai pada jaringan tumor seluruh penderita dengan intensitas pewarnaan dan skor luas yang berbeda-beda. Hasil ini selaras dengan penelitian Montag et al. (2006) di Chicago terhadap 13 kasus ANJ dan penelitian Anggreani et al. (2011) di RS Cipto Mangunkusumo terhadap 27 kasus, dimana semua kasus menunjukkan ekspresi ER-β pada sediaan jaringan tumor dengan intensitas pewarnaan dan skor luas yang berbeda-beda. Adapun antibodi yang digunakan pada penelitian Montag et al. adalah antibodi poliklonal sedangkan Anggreani et al. dan penelitian ini menggunakan antibodi monoklonal (Montag,
Tretiakova & Richardson 2006 & Anggreani et al. 2011). Perbedaan antara kedua antibodi tersebut adalah pada sensitifitas dan spesifitas yang dimilikinya. Perbandingan sensitifitas dan spesifitas antara antibodi poliklonal dan monoklonal menunjukkan bahwa antibodi poliklonal lebih sensitif, karena dapat berikatan dengan banyak epitope yang berbeda
yang memiliki kemiripan sehingga hasilnya menjadi tidak spesifik. Sedangkan antibodi monoklonal bersifat lebih spesifik, karena hanya mampu mengenali dan berikatan dengan epitope yang spesifik sehingga
diharapkan hasil yang diperoleh menjadi lebih spesifik dan mengurangi kejadian positif palsu (Lipman, Jackson, Trudel & Weis 2005).
Tingkat imunoreaktivitas mouse monoklonal antibody terhadap ER-β
ditentukan berdasarkan skor imunoreaktif yaitu perkalian skor intensitas pewarnaan dan skor luas sel yang positif ER-β, diperoleh sebanyak 89,5% penderita ANJ mengalami ekspresi positif atau overekspresi (skor imunoreaktif 4-9) sedangkan sisanya 10,5% menunjukkan ekspresi negatif. Pada penelitian ini, ekspresi ER-β ditetapkan berdasarkan skor imunoreaktif yang ditentukan pada penelitian Tan & Putti (2005).
Tan & Putti (2005) menilai skor imunoreaktif antibodi terhadap
Cyclooxygenase 2 (COX-2) pada jaringan NPC. Ekspresi COX-2
ditetapkan berdasarkan penilaian semikuantitatif dengan mengalikan intensitas pewarnaan COX-2 (0,1,2 atau 3) dengan persentase sel yang terwarnai dengan antibodi COX-2 (0, 0%; 1,<10%, 2,10-50%; 3,>50%). Kisaran skor dari 0 sampai 9. Dimana ekspresi COX-2 positif apabila skor ≥ 4. Selain sebagai petanda karsinogenesis, skor imunoreaktif diterapkan dalam penggunaan COX-2 inhibitor sebagai terapi tambahan untuk menguatkan antitumor radioterapi dan kemoterapi pada karsinoma sel skuamous dari tumor kepala leher (Tan & Putti 2005).
Selain pada penelitian ekspresi COX-2 pada NPC, aplikasi skor imunoreaktif diterapkan juga pada penderita karsinoma payudara. Muhammad & Buch (2016) di India dalam sebuah artikelnya menjelaskan penggunaan skor imunoreaktif reseptor hormon seperti ER (reseptor
estrogen), PR (reseptor progesteron) dalam menangani pasien karsinoma payudara. Ekspresi ER dan PR dipakai sebagai salah satu alat prognostik dan sebagai biomarker prediktif kuat. Skor imunoreaktif atau ekspresi ER
atau PR ditentukan berdasarkan Allred Score dan digunakan untuk
memprediksi efek terapi hormon (No effect, Small (20%) chance of benefit, Moderate (50%) chance of benefit, Good (75%) chance of benefit) pada penanganan karsinoma payudara. Jika jaringan tumor mengekspresikan ER dan atau PR maka dapat diperkirakan pasien akan mendapat manfaat terapi hormon seperti tamoxifen (Mohamad & Buch
2016). Dari hasil penelusuran literatur, belum ada penelitian yang menilai skor imunoreaktif antibodi ER-β terhadap ER-β pada jaringan ANJ.
Berkurangnya ekspresi ER-β atau rasio ER-β:ER-α secara bermakna berhubungan dengan keadaan keganasan pada kelenjar payudara, ovarium dan prostat (Shaaban et al. 2003; Zhao, Dahlman & Gustafsson 2008). ER-β mempunyai fungsi antiproliferasi sehingga dapat mengurangi pertumbuhan yang terjadi pada tumor, walaupun sampai saai ini mekanisme kerjanya masih kurang dapat dimengerti (Hartman et al. 2006; Palmieri et al 2002). Saylam et.al (2005) di Turki dalam hasil penelitiannya menyebutkan ekspresi ER dan PR tidak berkaitan dengan angiogenesis dan etiologi angiofibroma nasofaring (Saylam et al. 2005). Schick et al. (2014) di Jerman membandingkan pengaruh pemberian antagonis estrogen tamoxifen (5 lg/mL) terhadap pertumbuhan sel mesenkim
angiofibroma nasofaring yang di kultur dengan antagonis reseptor androgen flutamide (5 lg/mL) yang merupakan inhibitor proliferasi
fibroblast. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tamoxifen mengurangi
proliferasi sel mesenkim angiofibroma nasofaring sebesar 30.5 ± 5% yang tidak jauh berbeda dengan flutamide (40 ± 9%) (Schick, Julia, & Wendler 2014). Dalam hal ini pada ANJ diduga telah terjadi juga peningkatan ekspresi ER-β yang disertai dengan perubahan perilaku pada ER-β tersebut, sehingga fungsi ER-β yang seharusnya meningkatkan proses apoptopsis untuk mengurangi pertumbuhan tumor tidak dapat dilakukan
sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai peran ER-β pada ANJ.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Seluruh penderita (100%) angiofibroma nasofaring juvenile di RSUP H. Adam Malik Medan berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini sesuai dengan profil penderita angiofibroma nasofaring juvenile secara umum.
2. Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan umur terbanyak adalah umur 14 – 16 tahun (57,9%). Sesuai dengan profil umur penderita nasofaring dimana kejadiannya paling tinggi pada usia pubertas.
3. Berdasarkan intensitas pewarnaan ER-β, distribusi frekuensi penderita ANJ paling banyak dengan intensitas pewarnaan sedang (2+) yaitu 57,9% 11 penderita dari 19 penderita.
4. Distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan jumlah sel yang positif mengandung ER-β paling banyak dalam kelompok dengan jumlah sel > 50% (skor luas 3+).
5. Sebaran reseptor estrogen β dijumpai pada seluruh penderita angiofibroma nasofaring juvenile. Namun sebanyak 89,5% dari seluruh penderita mengalami ekspresi positif atau overekspresi. Hasil ini menawarkan perspektif prediksi prognosis penggunaan hormonal sebagai terapi alternatif.
6.2 Saran
Dengan mengetahui keberadaan ER-β pada jaringan tumor ANJ, maka dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu :
1. Penggunaan terapi hormonal sebagai terapi sebelum operasi, kasus rekurensi atau kasus yang tidak dapat di operasi.
2. Penelitian yang menilai hubungan skor imunoreaktif ER-β terhadap berbagai petanda angiogenesis, proliferasi maupun prediksi prognosis pemerian terapi hormonal pada ANJ.