• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat perlu dilakukan penertiban dan penataan bangunan serta pengendalian pemanfaatan ruang melalui Izin Mendirikan Bangunan;

b. bahwa untuk melakukan penertiban dan penaatan bangunan, serta pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu didukung ketersediaan dana yang bersumber dari retribusi;

c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 19 Tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);

(2)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

(3)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahanan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4838);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun

2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentuk Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 694);

18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2003 tentang Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Penegakan Peraturan Daerah;

20. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2007 Nomor 32);

21. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 14 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2008 Nomor 14);

(4)

22. Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2008 Nomor 18, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 3);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

dan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kotawaringin Barat;

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi daerah dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dengan sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

4. Bupati adalah Bupati Kotawaringin Barat;

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

6. Pejabat yang ditunjuk dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Barat;

(5)

7. Pejabat yang ditunjuk dalam melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu adalah Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Kotawaringin Barat;

8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

9. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang berfungsi untuk tempat penyimpanan, perlindungan, pelaksanaan kegiatan yang mendukung terjadinya aliran yang menyatu dengan tempat kedudukan yang sebagian atau seluruhnya berada di atas, dan/atau di dalam tanah dan/atau air;

10. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

11. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

12. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya. 13. Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional, atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi.

14. Bangunan bukan gedung (prasarana bangunan gedung) adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

(6)

15. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

16. Bangunan Permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun;

17. Banguan Semi Permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan antara 5 (lima) tahun sampai dengan 15 (lima Belas) tahun;

18. Bangunan Sementara/ Darurat adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun;

19. Keterangan Rencana Kabupaten/ Kota adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah pada lokasi tertentu 20. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB

adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada Pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku;

21. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung.

22. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.

23. Koefisien Dasar Bangunan, yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

24. Koefisien Lantai Bangunan selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

(7)

25. Koefisien Daerah Hijau, yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan / penghijauan dan luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

26. Koefisien Tapak Bangunan yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basement dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

27. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

28. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan kawasan.

29. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

30. Laik Fungsi adalah adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.

31. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.

32. Merubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.

33. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

(8)

34. Standar Teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi dan standar metode uji baik berupa standar Nasional Indonesia maupun Standar Internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

35. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.

36. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

37. Pemugaran bangunan gedung yang di lestarikan adalah kegiatan memperbaiki/ memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.

38. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

39. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

40. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 41. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan

yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

42. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

43. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

(9)

44. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

45. Pembina Jalan Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat atau pejabat yang ditunjuk;

46. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas;

47. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan;

48. Pengaturan Jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundang-undangan tentang jalan; 49. Pembinaan Jalan adalah kegitan penyusunan pedoman dan

standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia serta penelitian dan pengembangan jalan;

50. Bagian-bagian jalan adalah ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan;

51. Ruang Manfaat Jalan adalah ruang yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya, yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya;

52. Ruang Milik Jalan adalah ruang yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu dan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai lansekap jalan;

53. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengaman konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan;

(10)

54. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, lalu lintas tidak terputus walau memasuki kota dan tidak terganggu oleh lalu lintas bolak-balik serta didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) km/ jam untuk kepentingan lalu lintas yang mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;

55. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, tidak terganggu lalu lintas lambat, yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, yang didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km/ jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter untuk kepentingan lalu lintas yang mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;

56. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, menghubungkan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga, lalu lintas tidak terputus walaupun memasuki kota, didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km/ jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter untuk kepentingan lalu lintas yang mempunyai kapasitas sedang atau besar;

57. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang melayani angkutan/ pengumpulan dan pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga yang didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/ jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter;

58. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk dibatasi, mengubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga sampai persil, lalu lintas tidak terputus walaupun memasuki kota, didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/ jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

59. Kapling/ pekarangan adalah suatu perpetakan tanah, yang menurut pertimbangan Pemerintah Daerah dapat dipergunakan untuk tempat mendirikan bangunan;

(11)

60. Indeks terintegrasi adalah bilangan hasil korelasi matematis dari indeks parameter-parameter fungsi, klasifikasi dan waktu penggunaan bangunan gedung, sebagai faktor pengali terhadap harga satuan retribusi untuk menghitung besaran retribusi;

61. Harga Satuan Retribusi adalah Tarif retribusi Bangunan per meter persegi yang nilainya ditentukan berdasarkan dari persentase harga satuan bangunan gedung;

62. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan perundangan yang berlaku; 63. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal

dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang Lingkup Peraturan Daerah ini meliputi ketentuan penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

BAB III

PENYELENGGARAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Bagian Kesatu

Ketentuan Perizinan Pasal 3

(1) Setiap pendirian, perubahan dan perbaikan suatu bangunan diwilayah Kabupaten Kotawaringin Barat wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terlebih dahulu. (2) Untuk mendapatkan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), pemohon dapat meminta Ketentuan Rencana Tata Ruang Kabupaten untuk lokasi yang bersangkutan kepada Pemerintah Daerah melalui Camat dan Dinas Teknis yang membidangi Tata Ruang, mengenai :

a. Fungsi bangunan yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;

b. Ketinggian maksimum bangunan yang diizinkan; c. Luas lantai bangunan yang diizinkan;

(12)

d. Jumlah lantai/ lapis bangunan di bawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah;

e. Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;

f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum yang diizinkan;

g. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum yang diizinkan;

h. Koefisien Daerah Hijau (KDH) ;

i. Jaringan utilitas kota, seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, jaringan gas, dsb;

j. Persyaratan-persyaratan tertentu untuk kawasan rawan bencana gempa, banjir, longsor, dan/atau lokasi yang tercemar.

Bagian Kedua

Tata Cara Mengajukan Permohonan IMB Pasal 4

(1) Permohonan IMB diajukan sendiri oleh perseorangan atau badan hukum atau oleh suatu pihak yang diberi kuasa olehnya melalui Instansi yang membidangi perizinan kepada Bupati yang harus ditandatangani Pemohon di atas materai. (2) Permohonan IMB diajukan secara tertulis dengan mengisi

lembar isian yang disediakan oleh Instansi yang membidangi perizinan.

(3) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ;

a. Bangunan gedung dan;

b. Bangunan bukan gedung (Prasarana bangunan gedung); (4) Dalam permohonan IMB harus disebutkan :

a. Nama, alamat dan pekerjaan Pemohon; b. Fungsi/ Peruntukan bangunan;

c. Lokasi bangunan yang sesuai dengan Surat Tanah. (5) Permohonan IMB harus dilampiri dengan :

a. Dokumen administratif :

1. Dokumen administrasi yang meliputi :

a) Surat bukti status hak atas tanah yang diputuskan oleh Pemerintah Daerah;

b) Data kondisi/ situasi tanah;

c) Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah tidak dalam status sengketa apabila pemilik tanah adalah pemilik/ pemohon bangunan gedung;

d) Perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemohon/ pemilik bangunan gedung apabila pemilik tanah bukan pemilik/ pemohon bangunan gedung;

(13)

2. Status kepemilikan bangunan gedung :

a) Surat bukti kepemilikan bangunan gedung;

b) Data pemilik/pemohon bangunan gedung, meliputi nama, alamat, tempat/tanggal lahir, pekerjaan, nomor KTP, atau identitas lainnya, serta fotokopi KTP atau identitas lainnya;

3. Persetujuan tetangga untuk bangunan : a) Bertingkat 2 (dua) atau lebih;

b) Bangunan yang dibangun kurang 2 (dua) meter dari batas tanah;

c) Bangunan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan.

b. Dokumen rencana teknis yang meliputi : 1. Gambar arsitektur;

2. Gambar sistem struktur;

3. Gambar sistem utilitas (mekanikal dan elektrikal, kebakaran, sanitasi, drainase, spesifikasi mekanikal dan elektrikal);

4. Perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat (lebih dari 2 lantai, dan/atau bentang struktur lebih dari 6 meter);

5. Perhitungan utilitas (untuk bangunan gedung selain hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret);

6. Data penyedia jasa perencanaan;

(6) Ketentuan Dokumen administratif dan rencana teknis sebagaimana dimaksud ayat (5) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati;

(7) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), untuk permohonan IMB menara harus dilampiri dengan : a. Berita acara sosialisasi kepada warga sekitar dalam

radius sesuai dengan ketinggian menara telekomunikasi yang dimungkinkan terkena dampak bagi pembangunan menara telekomunikasi;

b. Persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara telekomunikasi;

c. Dalam hal menara telekomunikasi menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin gangguan. (8) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),

untuk permohonan IMB Pengelolaan dan Pengusahaan/ Budi Daya Sarang Burung Walet harus dilampiri dengan :

a. Berita Acara/ Rekomendasi hasil Pemeriksaan Lokasi oleh Tim Terpadu Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet.

b. Rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Barat terhadap Dokumen Lingkungan UKL, ULP.

c. Bukti Luas PBB;

d. Bukti membayar Pajak Sarang Burung Walet bagi bangunan yang sudah berdiri dan sudah produksi.

(14)

e. Gambar/ peta lokasi dan bangunan yang menunjukan luas areal, batas-batas/ titik koordinat secara jelas dalam skala 1 : 1.000, luas bangunan, tinggi bangunan dan jumlah lantai bangunan.

f. Mendapatkan persetujuan/adanya pernyataan tidak keberatan dari warga masyarakat di sekitar bangunan yaitu minimal 80 % (delapan puluh prosen) dari pemilik rumah dan tanah kosong yang berada dalam radius 100 (seratus) meter dari bangunan dengan ketentuan 0 – 50 meter bersifat wajib dan 50 – 100 meter minimal 30 % (tiga puluh prosen) yang diketahui oleh Ketua RT, Lurah/Kepala Desa dan Camat setempat;

g. Bagi permohonan perijinan bangunan baru, setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan harus berjarak radius 200 (dua ratus) meter dari fasilitas umum seperti rumah ibadah, pendidikan, kesehatan dan PDAM serta fasilitas umum lainnya).

(9) Persetujuan dari warga sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b didasarkan pada pertimbangan yang obyektif.

Pasal 5

(1) Instansi yang membidangi perizinan melakukan pemeriksaan dokumen administrasi yang dilampirkan dalam permohonan IMB kemudian memberi tanda terima Permohonan IMB kepada pemohon IMB setelah semua persyaratan yang ditentukan dalam isian lembar Permohonan IMB dipenuhi

(2) Terhadap Permohonan IMB yang ditolak, dapat diajukan kembali setelah dilakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan petunjuk yang diberikan oleh petugas.

(3) Sebelum IMB diterbitkan, dilakukan peninjauan ke lokasi pembangunan oleh Tim Teknis IMB.

(4) Tim Teknis IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk oleh Bupati dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 6

(1) Bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berfungsi sebagai:

a.hunian; b.keagamaan; c.usaha;

d.sosial dan budaya; e.ganda/campuran. dan f. Khusus;

(2) Fungsi hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas bangunan gedung hunian rumah tinggal sederhana dan rumah tinggal tidak sederhana.

(15)

(3) Fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas mesjid/mushola, gereja, vihara, klenteng, pura, dan bangunan pelengkap keagamaan.

(4) Fungsi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas perkantoran komersial, perindustrian, perdagangan, pasar modern, ruko, rukan, mal/supermarket, hotel, restoran, penyimpanan, dan lain-lain sejenisnya.

(5) Fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas bangunan olahraga, bangunan pemakaman, bangunan kesenian/kebudayaan, bangunan pasar tradisional, bangunan terminal/halte bus, bangunan pendidikan, bangunan kesehatan, kantor pemerintahan, bangunan panti jompo, panti asuhan, dan lain-lain sejenisnya.

(6) Fungsi ganda/campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas hotel, apartemen, mal/shopping center, sport hall, dan/atau hiburan.

(7) Fungsi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri dari bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri;

Pasal 7

(8) Bangunan bukan gedung (Prasarana Bangunan gedung) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b meliputi antara lain:

a.pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya;

b.pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;

c.septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya;

d.sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;

e.teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;

f. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan

g.gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisnya.

Bagian Ketiga

Mekanisme Penerbitan IMB Pasal 8

(1) Instansi Teknis yang membidangi bangunan gedung melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap dokumen rencana teknis yang dilampirkan dalam permohonan IMB berdasarkan pedoman, standar, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(16)

(2) Penelitian terhadap kelengkapan dokumen administratif dan dokumen rencana teknis bangunan dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak penerimaan berkas Permohonan IMB dan kelengkapannya.

(3) Dalam jangka waktu 2 sampai dengan 6 hari kerja setelah selesainya pemeriksaan Permohonan IMB, Instansi Teknis menetapkan perhitungan besarnya Retribusi IMB yang bersangkutan (untuk Permohonan IMP yang memenuhi syarat).

(4) Sebelum IMB diterbitkan, pemohon terlebih dahulu membayar retribusi IMB berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke kas daerah atau tempat lain yang tentukan oleh Bupati.

(5) Pemohon menyerahkan tanda bukti pembayaran retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(6) IMB diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ada persetujuan terhadap dokumen rencana teknis bangunan dari Instansi Teknis yang membidangi bangunan gedung dalam bentuk Nota pertimbangan/ rekomendasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan berdasarkan pertimbangan teknis dari Tim Teknis.

Bagian Keempat Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 9

(1) IMB ditetapkan oleh Bupati dengan Keputusan Bupati.

(2) IMB berlaku selama bangunan yang dimintakan izin tidak mengalami perubahan bentuk dan fungsinya;

(3) Pemutakhiran data atas permohonan pemilik bangunan gedung dan/atau perubahan non teknis lainnya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat membatalkan IMB apabila :

a. 1 (satu) tahun setelah berlakunya IMB, pemegang IMB belum melaksanakan pekerjaannya;

b. Selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pekerjaan berhenti dan tidak dilanjutkan;

c. Pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin atau ketentuan yang berlaku;

d. Izin yang telah diberikan didasarkan pada keterangan-keterangan yang keliru;

e. Pembangunan menyimpang dari rencana dan syarat-syarat yang disahkan;

(17)

(5) Pembatalan IMB diberikan melalui Keputusan Bupati dengan mencantumkan alasannya;

(6) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah terlebih dulu ada pemberitahuan dan peringatan secara tertulis kepada Pemegang izin.

(7) Pemegang izin dapat mengajukan keberatan terhadap pembatalan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya pemberitahuan dan peringatan secara tertulis.

Pasal 10

(1) Permohonan IMB ditolak apabila :

a. Bangunan yang akan dirikan dinilai tidak memenuhi persyaratan administrasi maupun teknis bangunan gedung;

b. Bangunan yang akan dirikan di atas lokasi/ tanah yang penggunaannya tidak sesuai Rencana Tata Ruang Kabupaten Kotawaringin Barat;

c. Bangunan mengganggu atau merusak lingkungan sekitarnya;

d. Bangunan akan mengganggu lalu lintas, aliran air (air hujan), cahaya atau bangunan-bangunan yang telah ada; e. Sifat bangunan yang akan dirikan tidak sesuai dengan

sekitarnya;

f. Tanah bangunan yang akan dirikan tidak mengizinkan untuk kesehatan;

g. Rencana bangunan yang akan dirikan mengganggu atau memperburuk lingkungan sekitarnya;

h. Bangunan yang akan dirikan menyebabkan terganggunya jalan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;

i. Ada keberatan yang diajukan oleh pihak lain dan dibenarkan oleh Pemerintah;

j. Pada lokasi bangunan yang akan dirikan telah ada rencana Pemerintah;

k. Bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penolakan Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh Instansi Teknis disertai alasan penolakannya.

(18)

Pasal 11 IMB dikecualikan dalam hal :

a. Merawat/memperbaiki bangunan dengan tidak merubah denah, konstruksi maupun arsitektur bangunan semula yang telah diizinkan;

b. Mendirikan bangunan yang tidak permanen untuk memelihara binatang jinak atau taman dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Ditempatkan di halaman belakang;

2. Luas tidak melebihi 10 (sepuluh) meter persegi dan tingginya tidak lebih dari2 (dua) meter;

c. Mendirikan bangunan yang sifatnya sementara paling lama 1 (satu) bulan dan dipergunakan untuk pameran, perayaan atau pertunjukan;

d. Mendirikan dan memperbaiki pagar permanen yang dibuat dari kayu, besi atau tembok yang tingginya tidak lebih dari 1 (satu) meter dari permukaan tanah;

e. Memperbaiki pondasi untuk mesin-mesin dalam gedung; f. Membuat kolam hias, taman dan patung-patung, tiang

bendera dihalaman pekarangan rumah;

g. Mendirikan perlengkapan bangunan yang pendiriannya telah ber-izin.

Pasal 12

Setiap orang atau badan dilarang mendirikan bangunan apabila : a. Tidak memiliki IMB;

b. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dan/atau syarat-syarat dalam IMB;

c. Menyimpang dari rencana pembangunan yang ditetapkan dalam IMB;

d. Mendirikan bangunan diatas tanah orang lain tanpa izin pemiliknya atau kuasanya yang sah;

Bagian Kelima

Pelaksanaan Pekerjaan Mendirikan Bangunan Pasal 13

(1) Pendirian bangunan harus dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dalam dokumen IMB.

(2) Pendirian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terbitnya IMB.

(19)

(3) Terhadap pembangunan di lokasi tertentu, Pemegang IMB diwajibkan menutup lokasi tempat mendirikan bangunan dengan pagar pengaman yang rapat.

(4) Pemegang IMB bertanggung jawab terhadap kerusakan pada bangunan yang berdekatan sebagai akibat dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.

(5) Bangunan gedung maupun sarana dan prasarana yang berada pada persimpangan jalan tidak boleh mengganggu pengguna jalan.

(6) Setiap bangunan yang dapat mengancam pencemaran lingkungan harus memiliki cara untuk mengendalikan sumber pencemaran agar tidak merusak keseimbangan lingkungan sekitarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(7) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperkenankan dibangun/ berada diatas sungai/ saluran/ selokan/parit pengairan.

(8) Setiap bangunan harus menyediakan tempat sampah dikapling secara tertutup dan ditempatkan dilokasi yang mudah dijangkau oleh armada sampah.

(9) Bangunan bertingkat semi permanen tidak diperkenankan dibangun dijalan utama.

(10) Khusus bangunan baru yang dibangun di ruas jalan perkotaan/ pertokoan diwajibkan bangunan bertingkat permanen dengan desain bagian atas bangunan mengikuti motif Bangunan Adat Kotawaringin Barat yang disertai desain dari Dinas Teknis terkait.

(11) Dalam tiap-tiap pekarangan harus disediakan saluran pembuangan air hujan dan dapat dihubungkan dengan saluran kota.

(12) Semua air kotor yang asalnya dari dapur, kamar mandi, WC dan tempat cuci, pembuangnya harus melalui pipa-pipa tertutup dan dialirkan ke bak pengolahan (septic tank) menuju sumur peresapan.

(13) Letak sumur peresapan berjarak minimal 10 (sepuluh) meter dari sumber air minum/bersih terdekat dan atau tidak berada dibagian atas kemiringan tanah terhadap letak sumber air minum/bersih.

(14) Setiap bangunan untuk perniagaan/jasa dan industri harus memiliki cara, sarana dan alat/perlengkapan pencegahan/ penanggulangan bahaya kebakaran yang dapat menimbulkan ancaman jiwa maupun harta yang bersumber dari listrik, gas, api dan sejenisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(20)

(15) Pagar depan pada bangunan gedung yang menghadap jalan ditentukan tinggi maksimum 1,5 ( satu setengah) meter dari permukaan halaman/trotoar dan dibuat transparan, agar bangunan dapat terlihat.

Pasal 14

(1) Tinggi bangunan ditentukan sesuai dengan RUTRK/ RDTRK/ RTRK setempat dihitung dari permukaan lantai dasar hingga bibir atap bangunan.

(2) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh Bupati dengan mempertimbangkan lebar jalan dan penggunaan bangunan.

(3) Untuk bangunan tinggi dan bertingkat berlaku KLB di masing-masing lokasi.

Pasal 15

(1) Selama kegiatan mendirikan bangunan berlangsung, dilarang menempatkan bahan bangunan serta melakukan pekerjaan lainnya diatas jalan, bahu jalan maupun diatas trotoar.

(2) Selama kegiatan mendirikan bangunan dilakukan, Pemegang IMB wajib menyiapkan Salinan IMB beserta gambar IMB di lokasi pekerjaan untuk kepentingan pemeriksaan.

(3) Selama pekerjaan mendirikan bangunan dilaksanakan, penerima/ pemegang IMB dapat diwajibkan menutup lokasi tempat mendirikan bangunan dengan pagar pengaman yang mengelilingi dengan pintu yang rapat.

(4) Pelaksanaan mendirikan bangunan harus mengikuti ketentuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.

(5) Instansi Teknis yang membidangi bangunan berwenang untuk :

a. Memasuki dan memeriksa tempat pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan setiap saat pada jam kerja;

b. Memeriksa apakah pelaksanaan pembangunan sudah dilakukan sesuai dengan syarat teknis yang tercantum dalam IMB;

c. Memerintahkan pemindahan/ pembuangan bahan bangunan yang tidak memenuhi syarat dan alat-alat yang dianggap berbahaya serta merugikan keselamatan/ kesehatan umu;

(6) Pengawasan pelaksanaan IMB dilakukan oleh SKPD terkait yang dalam hal ini dilaksanakan oleh petugas yang memiliki tanda bukti berupa :

(21)

d. Surat tugas;

e. Kartu tanda pengenal. Pasal 16

Pemegang IMB wajib mengajukan permohonan baru apabila akan melaksanakan penambahan dan/atau perubahan bangunan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam IMB.

Bagian Keenam Garis Sempadan

Pasal 17

(1) Garis sempadan pondasi bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan/ rencana jalan/ tepi sungai/ tepi pantai ditentukan berdasarkan lebar jalan/ rencana jalan/ lebar sungai/ kondisi pantai, fungsi jalan dan peruntukan kapling/ kawasan.

(2) Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar tersebut dalam ayat (1) bilamana tidak ditentukan lain adalah separuh lebar daerah milik jalan (damija) dihitung dari tepi jalan/pagar.

(3) Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar tersebut dalam ayat (1) untuk daerah pantai, bilamana tidak ditentukan lain adalah 100 meter dari garis pasang tertinggi pada pantai yang bersangkutan.

(4) Untuk lebar jalan/ sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis sempadan adalah 2,5 (dua koma lima) meter dihitung dari tepi jalan/pagar.

(5) Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2 (dua) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.

(6) Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar bagian belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2 (dua) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.

(7) Letak garis sempadan bangunan secara keseluruhan ditentukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 18

(1) Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpitan dengan batas terluar daerah milik jalan.

(22)

(2) Garis lengkung pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan ukuran radius/ serongan/ lengkungan atas dasar fungsi dan peranan jalan.

Pasal 19

(1) Garis sempadan jalan masuk ke kapling bilamana tidak ditentukan lain adalah berimpit dengan batas terluar garis pagar.

(2) Pemilik bangunan yang lebih dekat dengan jalan umum wajib memberikan jalan orang bagi pemilik pekarangan yang letaknya lebih jauh dari jalan umum tersebut.

Pasal 20

(1) Garis sempadan cucuran atap teras/loteng terluar atau cucuran atap bangunan, yang sejajar dengan jalan bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 1 (satu) meter dari garis pondasi pagar terluar.

(2) Teras/ loteng tidak dibenarkan diberi dinding sebagai ruang tertutup.

(3) Teras/loteng bangunan tidak dibenarkan mengarah/menghadap ke kapling tetangga, tanpa persetujuan tetangga.

(4) Garis konstruksi terluar teras/loteng bangunan tidak dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga.

(5) Pembangunan sampai batas persil harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a.menjamin adanya peredaran udara bersih dan sinar matahari yang cukup;

b.menjamin adanya keamanan terhadap bahaya kebakaran; c. menjamin terhindarnya gangguan terhadap tetangga.

Pasal 21

(1) Garis konstruksi suatu tritis/oversteck yang mengarah ke tetangga, tidak dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatas dengan tetangga.

(2) Ruang di bawah tritis/oversteck tidak dibenarkan diberi dinding sebagaimana ruang tertutup.

(3) Apabila garis sempadan bangunan ditetapkan berimpit dengan garis sempadan pagar, cucuran atap suatu tritis/overstock harus diberi talang atau pipa talang sampai ke tanah.

(4) Dilarang menempatkan lubang angin/ventilasi/jendela pada dinding yang berbatasan langsung dengan tetangga.

(23)

Pasal 22

(1) Garis sempadan mata air apabila tidak ditentukan lain, adalah sekurang-kurangnya radius 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air.

(2) Garis sempadan sungai besar di luar pemukiman apabila tidak ditentukan lain adalah berjarak sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dan untuk anak sungai 20 (dua puluh) meter diukur dari tepi sungai/anak sungai.

(3) Untuk sungai di kawasan pemukiman, apabila tidak ditentukan lain, garis sempadan sungai adalah cukup untuk jalan inspeksi (antara 10-15 meter) dihitung dari tepi sungai.

(4) Sempadan saluran air limbah atau air hujan apabila tidak ditentukan lain, cukup untuk jalan inspeksi sekurang-kurangnya 5 (lima) meter pada kondisi tanah lereng.

Pasal 23

Garis sempadan di sekitar antena Non Directional Beacon (NDB): a. Apabila tidak ditentukan lain sampai dengan radius 1000

(seribu) meter dari antena tidak diperkenankan ada bangunan metal seperti konstruksi kerangka baja, tiang listrik dan lain-lain yang melebihi ketinggian 40 (empat puluh) meter.

b. Di dalam lokasi perletakan NDB apabila tidak ditentukan lain batas tanah 200 meter x 200 meter bebas bangunan dan benda tumbuh.

Bagian Ketujuh Pembongkaran

Pasal 24

(1) Bangunan dapat dibongkar apabila pemanfaatannya dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.

(2) Pembongkaran bangunan gedung harus dilaksanakan secara tertib dan mempertimbangkan keamanan, keselamatan masyarakat dan lingkungannya. (3) Pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus sesuai dengan ketetapan perintah pembongkaran atau persetujuan pembongkaran oleh Pemerintah Daerah;

(4) Pembongkaran bangunan gedung meliputi kegiatan penetapan pembongkaran, pelaksanaan pembongkaran dan pengawasan pembongkaran bangunan gedung, yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah pembongkaran secara umum serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi;

(24)

(5) Tata cara / ketentuan penetapan pembongkaran, pelaksanaan pembongkaran dan pengawasan pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (4), selanjutnya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati;

BAB IV

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Bagian Pertama

Nama, Obyek Dan Subyek Retribusi Pasal 25

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah retribusi yang dipungut sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian Izin Mendirikan Bangunan;

Pasal 26

(1) Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan ;

(2) Tidak termasuk obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. pemberian izin bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah ;

b. pemberian izin bangunan yang memiliki fungsi keagamaan/peribadatan

Pasal 27

(1) Subjek retribusi adalah setiap orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dari Pemerintah Daerah.

(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Retribusi, temasuk pemungut dan pemotong Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Bagian Kedua Golongan Retribusi

Pasal 28

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

(25)

Bagian Ketiga

Tata Cara Penghitungan Retribusi Pasal 29

(1) Penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi a. Komponen retribusi dan biaya;

b. Penghitungan besarnya retribusi; c. Tingkat penggunan jasa

(2) Komponen Retribusi dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi ;

a. Retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung untuk kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi dan pelestarian/pemugaran; atau

b. Retribusi administrai IMB meliputi pemecahan dokumen IMB, pembuatan duplikat/copy dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak, pemutakhiran data atas permohonan pemilik bangunan gedung, dan/atau perubahan non teknis lainnya;

(3) Penghitungan besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan :

a. Lingkup item komponen retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b yang ditetapkan berdasarkan permohonan yang diajukan;

b. Fungsi bangunan ditetapkan berdasarkan permohonan yang diajukan;

c. klasifikasi penggolongan bangunan gedung meliputi : 1. tingkat kompleksitas;

2. tingkat permanensi; 3. tingkat risiko kebakaran; 4. tingkat zonasi gempa; 5. lokasi bangunan; dan 6. ketinggian bangunan;

d. Kepemilikan bangunan dan waktu penggunaan;

e. Volume/besaran kegiatan, indeks, harga satuan retribusi untuk bangunan gedung, dan untuk bangunan bukan gedung (prasarana bangunan gedung).

(4) Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung mengikuti rumus yang berdasarkan :

a. Pembangunan bangunan gedung baru;

b. Rehabilitasi/renovasi, pelestarian/pemugaran; dan c. Pembangunan prasarana bangunan gedung.

(26)

(5) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pemberian layanan perizinan IMB menggunakan indeks berdasarkan fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan bangunan gedung serta indeks untuk prasarana bangunan gedung sebagai tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan dengan cakupan kegiatan pengendalian penyelenggaraan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung.

Bagian Keempat

Indeks Penghitungan Besarnya Retribusi IMB Pasal 30

(1) Indeks penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi : a. Penetapan Indeks;

b. Skala Indeks; c. Kode.

(2) Penetapan indeks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah indeks tingkat penggunaan jasa sebagai faktor pengali terhadap harga satuan retribusi untuk mendapatkan besarnya retribusi yang meliputi :

a. Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan gedung; dan

b. Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi prasarana bangunan gedung;

(3) Skala indeks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan berdasarkan peringkat terendah sampai tertinggi dengan mempertimbangkan kewajaran perbandingan dalam intensitas penggunaan jasa;

(4) Kode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun untuk identifikasi indeks penghitungan retribusi IMB untuk bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung guna ketertiban administrasi dan transparansi.

Bagian Kelima

Harga Satuan (Tarif) Retribusi IMB Pasal 31

(1) Harga satuan (tarif) retribusi meliputi :

a. Bangunan gedung dan bangunan bukan gedung pada umumnya, termasuk juga rumah tinggal ;

(27)

b. Bangunan gedung dan bangunan bukan gedung kawasan industri dan bangunan industri;

(2) Harga satuan (tarif) retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

.

Bagian Keenam

Rumus Penghitungan Retribusi IMB Pasal 32

(1) Retribusi IMB dihitung dengan rumus sebagai berikut : a. Retribusi pembangunan baru : L x It x 1,00 x HSbg

b. Retribusi Retribusi rehabilitasi/renovasi bangunan : L x It x Tk x HSbg

c. Retribusi prasarana bangunan gedung : V x I x 1,00 x HSpbg

d. Retribusi rehabilitasi prasarana bangunan : V x I x Tk x HSpbg

Keterangan :

L = Luas lantai bangunan gedung

V = Volume/besaran (dalam satuan m2, m’, unit) I = Indeks

It = Indeks terintegrasi Tk = Tingkat kerusakan

0,45 untuk tingkat kerusakan sedang 0,65 untuk tingkat kerusakan berat HSbg = Harga satuan retribusi bangunan gedung HSpbg = Harga satuan retribusi prasarana bangunan

gedung

1,00 = Indeks pembangunan baru

(2) Tata cara Perhitungan besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada pasal 29 dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati

Bagian Ketujuh

Peninjauan Tarif Retribusi Pasal 33

(1) Tarif retribusi ditinjau paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

(28)

(3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindak lanjut peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati, yang terlebih dahulu dikoordinasikan dengan DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat.

Bagian Kedelapan

Prinsip Dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Bangunan Pasal 34

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi adalah pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian IMB berdasarkan kemanfaatan dan keadilan;

(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengendalian dilapangan, penegakan hukum dan penatausahaan;

Bagian Kesembilan Wilayah Pemungutan

Pasal 35

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut di wilayah daerah Kabupaten Kotawaringin Barat

Bagian Kesepuluh Tata Cara Pembayaran

Paragraf 1

Penentuan Pembayaran Pasal 36

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD; (2) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan;

(3) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Umum Daerah;

Pasal 37

(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus;

(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(29)

(3) Tata cara pembayaran dan penyetoran retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;

Pasal 38

(1) Atas pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, diberikan tanda bukti pembayaran;

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan;

(3) Bentuk isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 39

(1) Bupati atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar.

(2) Pembayaran secara angsuran dan/atau penundaan pembayaran dapat diberikan dengan melihat kemampuan Wajib Retribusi.

(3) Tata cara pembayaran angsuran dan/atau penundaan pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2

Tempat Dan Waktu Pembayaran Pasal 40

(1) Pembayaran retribusi dilakukan oleh Wajib Retribusi ke Kas Umum Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan.

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Umum Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

Paragraf 3 Penagihan Pasal 41

(1) Apabila Wajib Retribusi tidak membayar, atau kurang membayar retribusi terutang sampai saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal36 ayat (2),Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.

(30)

(2) Pengeluaran STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis diterbitkan, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(4) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran.

(5) Tata cara pelaksanaan penagihan retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kesebelas

Penghapusan Piutang Retribusi yang Kedaluarsa Pasal 42

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutanngnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran, atau;

b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaskud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya.

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.

Pasal 43

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan Retribusi yang sudah kedaluwarsa

(31)

Bagian Kesedua belas

Pemanfaatan Retribusi Dan Insentif Pemungutan Pasal 44

(1) Seluruh penerimaan retribusi disetor bruto ke Kas Umum Daerah;

(2) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 45

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Besarnya insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 5 % (lima persen). (3) Besarnya insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Pasal 46

Tata cara pemanfaatan retribusi dan insentif pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB V

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 47

(1) Dalam hal Wajib Retribusi Izin Mendirikan Bangunan tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar;

(2) Pemilik atau pengguna bangunan gedung yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 13, Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 16 dan Pasal 24 dapat dikenai sanksi administrasi berupa :

a. Peringatan tertulis;

b. Pembatasan kegiatan pembangunan;

c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;

d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;

e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung; f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung; g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

(32)

h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

(3) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.

(4) Penyedia jasa konstruksi yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi.

(5) Tata cara pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VI

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 48

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti

keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah tersebut;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

(33)

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti dari pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana

dibidang retribusi daerah;

i. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB VII

KETENTUAN PIDANA Pasal 49

Setiap orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan pasal 12 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 50

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.

(34)

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 51

(1) Bangunan-bangunan yang didirikan, diubah dan/atau diperbaiki berdasarkan IMB yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dianggap telah mendapat IMB sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana tata ruang. (2) Pemilik bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan

Daerah ini telah mendirikan/ merubah/ memperbaiki bangunan tanpa izin, harus mengajukan permohonan izin berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(3) Bangunan yang pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini sedang dalam proses pendiriannya dan/atau sedang diproses permohonan izinnya harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 52

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 19 Tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2007 Nomor : 19) dan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2007 Nomor : 20) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(2) Semua Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 19 Tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2007 Nomor : 19) dan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2007 Nomor : 20) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

(35)

Pasal 53

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Pebruari 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.

Ditetapkan di Pangkalan Bun pada tanggal 25 Januari 2012 BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

UJANG ISKANDAR

Diundangkan di Pangkalan Bun pada tanggal 25 Januari 2012

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT,

MASRADIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TAHUN 2012 NOMOR :

(36)

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

I. UMUM

Izin Mendirikan Bangunan mempunyai peran sangat penting dalam mengendalikan pembangunan dan pemanfaatan bangunan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat, dengan tujuan terjaminnya keselamatan penghuni dan lingkungan serta tertib pembangunan. Tertib pembangunan yang dimaksud adalah desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) yang ditetapkan.

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan yang tertib, baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud bangunan yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Pengaturan persyaratan administratif bangunan dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan bangunan, baik dari segi kejelasan status tanahnya maupun kepastian hukum bahwa bangunan yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk IMB. Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan bangunan, meskipun dalam Peraturan Daerah ini dimungkinkan adanya bangunan yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain, dengan perjanjian.

Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengganti Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 19 Tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 20 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Penggantian dimaksud dalam upaya menyesuaikan dengan perkembangan keadaan dewasa ini, baik dilihat dari aspek formal maupun material.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengaturan Retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan tertentu.

(37)

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pasal ini menjelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam Peraturan Daerah ini dengan maksud untuk menyamakan pengertian tentang istilah-istilah itu, sehingga dengan demikian dapat dihindari kesalahpahaman dalam menafsirkannya.

Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5)

Perjanjian tertulis yang memberikan persetujuan adalah pemilik hak atas tanah yang namanya tercantum sebagai Kepala Keluarga berdasarkan Kartu Keluarga yang berlaku. Ayat (6) Cukup Jelas. Ayat (7) Cukup Jelas. Ayat (8) Cukup Jelas Ayat (9) Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas

(38)

Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)

Lokasi tertentu ditentukan oleh Instansi Teknis yang membidangi penyelenggaraan bangunan dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar. Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Ayat (8) Cukup Jelas Ayat (9) Cukup Jelas Ayat (10) Cukup Jelas

(39)

Ayat (11) Cukup Jelas Ayat (12) Cukup Jelas Ayat (13) Cukup Jelas Ayat (14) Cukup Jelas Ayat (15) Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)

Pertimbangan keamanan dan keselamatan dimaksudkan terhadap kemungkinan risiko yang timbul akibat kegiatan pembongkaran bangunan gedung yang berakibat kepada keselamatan masyarakat dan kerusakan lingkungannya,pemilik bangunan gedung dapat mengikuti program pertanggungan.

(40)

Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Huruf a

Bangunan Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah yang bukan menjadi obyek retribusi adalah bangunan untuk kantor lembaga ekskutif, legislative dan yudikatif, kecuali bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha.

Bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah untuk pelayanan jasa umum meliputi : bangunan pelayanan kesehatan, bangunan pasar, bangunan pelayanan pendidikan dan bangunan pelayanan umum lainnya, kecuali prasarana bangunan jalan, jembatan dan pengairan. Bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah untuk pelayanan jasa usaha meliputi : bangunan terminal, bangunan perbankan, bangunan tempat penginapan, bangunan tempat olahraga, dan bangunan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kegiatan usaha.

Huruf b

Bangunan yang memiliki fungsi keagamaan/peribadatan adalah bangunan yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng.

Pasal 27

Cukup Jelas Pasal 28

(41)

Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas Pasal 31 Ayat (1) Huruf a

Harga satuan (tarif) retribusi bangunan pada umumnya digolongkan untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi ganda/campuran dan fungsi sosial dan budaya.

Huruf b

Harga satuan (tarif) retribusi bangunan kawasan industri dan bangunan industri bangunan gedung dan bangunan bukan gedung digolongkan untuk : 1. Bangunan yang dipergunakan sebagai tempat

kegiatan pengelolaan bahan mentah, bahan setengah jadi menjadi bahan jadi dalam jumlah yang banyak atau terbatas dan kegiatan lain-lain sejenisnya, yang lokasinya berada diluar kawasan industri;

2. Bangunan gudang dan lain sejenisnya yang dijadikan tempat penyimpanan barang dalam jumlah banyak atau terbatas yang lokasinya berada didalam kawasan industri;

3. Semua bangunan gedung dan bangunan bukan gedung yang berada didalam kawasan industri yang digunakan sebagai tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri meliputi, bangunan pabrik, rumah manager, rumah karyawan, kantor, sekolah, tempat ibadah dan lain-lain. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Cukup Jelas Pasal 34 Cukup Jelas

(42)

Pasal 35 Cukup Jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)

Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada Pihak ketiga. Namun pengertian ini bukan berarti Pemerintah daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak kerjasama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk melaksanakan sebagaimana tugas pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan tersebut.. Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 Cukup Jelas Pasal 39 Cukup Jelas Pasal 40 Cukup Jelas Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42 Cukup Jelas Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Cukup Jelas Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Cukup Jelas

(43)

Pasal 48 Cukup Jelas Pasal 49 Cukup Jelas Pasal 50 Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52 Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR : 15

Referensi

Dokumen terkait

 Persetujuan orang Arab Quraisy menandatangani perjanjian dengan orang Islam merupakan pengiktirafan terhadap kerajaan Islam di Madinah yang dipimpin oleh Nabi s.a.w. 

Pada penelitian ini, hanya sedikit partisipan yang merasakan keterikatan kerja yang tinggi sehingga tidak banyak dari mereka yang dengansegaja menghabiskan

sektor atau kegiatan ekonomi yang berkembang seirama dengan kenaikan pendapatan, penduduk dan produksi sektor industri.. Adanya kemungkinan

Pengaruh Fraksi Volume Serat terhadap Peningkatan Kekuatan Impak Komposit Berpenguat Serat Nanas-Nanasan (Bromeliaceae) Kontinyu Searah dengan Matrik..

Pengendalian hama kumbang tanduk (O.rhinoceros) yang dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida pada bagian pucuk atau pupus kelapa sawit hingga pelepah sawit hingga

verrucosa, yang berbeda dan per- tumbuhan yang paling baik adalah pada media kultur yang diperkaya dengan hormon perangsang tumbuh kinetin, spora bertumbuh dan

Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan pupuk NPK dan urea dengan konsentrasi yang berbeda di dalam media menghasilkan perbedaan sangat nyata terhadap laju

Beberapa janis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Jenis lainnya dapat