LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA
MELALUI PENDEKATAN
COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
DI PROVINSI LAMPUNG
Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun
Nedi Hendri, S.E., M.Si., Akt. (Ketua Tim Pengusul) NIDN. 0020048101
Suyanto, S.E, M.Si., Akt. (Anggota Tim Pengusul) NIDN. 0230107502
Siti Nurlaila., M.Psi. (Anggota Tim Pengusul) NIDN. 0217048301
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor: 002/SP@H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
NOVEMBER 2016
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA MELALUI
PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
DI PROVINSI LAMPUNG
RINGKASAN
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selama ini Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) menjalankan program pendayagunaan zakat untuk penanggulangan masalah kemiskinan hanya dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbeda-beda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Penelitian ini bertujuan mencari prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk tahun pertama dan kedu yang merupakan tahap pemetaan model, identifikasi produk unggulan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sedangkan tahap rekontruksi model menggunakan analisis komparatif dan analis SWOT. Hasil yang telah dicapai melalui penelitian ini antara lain: 1). Derkripsi model-model optimalisasi dana zakat di provinsi Lampung 2).Deskripsinya produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung 3). Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung.
Key Word: Dana Zakat, Pemberdayaan, Masyarakat Miskin Kota dan Community Based Development (CBD).
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Propinsi Lampung dengan tujuan untuk mencari prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi Lampung. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi baik pengembangan teori maupun pengambilan kebijakan bagi tingkat manajerial.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk melaksanakan penelitian serta segala partisipasinya dalam menyediakan data yang diperlukan selama penelitian, yaitu:
1. Dirjen Dikti – Kemenristekdikti RI.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Metro.
3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro.
4. Seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian.
5. Rekan-rekan dosen dan karyawan FE Universitas Muhammadiyah Metro.
Akhir kata, mudah-mudahkan penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pengambil keputusan publik serta dapat menambah referensi kepustakaan di Universitas Muhammadiyah Metro.
Metro, November 2016
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii RINGKASAN ... iii PRAKATA ... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Permasalahan ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Zakat ... 3
2.2. Kemiskinan dan Program Program Pemberdayaan ... 4
2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin ... 5
2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal ... 7
2.5. Konsep Community Based Development (CBD) ... 8
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN 3.1. Tujuan Penelitian ... 10
3.2. Manfaat dan Urgensi Penelitian ... 10
BAB 1V. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 13
4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 13
4.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 14
4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 15
BAB V. HASIL DANLUARAN YANG TELAH DICAPAI 5.1. Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 17
5.2. Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal ... 20
5.3. Hasil Analisis SWOT ... 33
5.4. Hasil Analisis Strategis Komparatif ... 44
5.4. Rekomendasi ... 51
BAB VI. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ... ... 53
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 54
7.2. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN……….. ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena kehidupan manusia yang selalu mengiringi proses pembangunan dan dianggap sebagai penghambat karena dampaknya yang cenderung negatif. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan melalui kebijakan fiskal manajemen Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). ZIS menjadi alternatif mengatasi kemiskinan karena target sasarannya jelas diatur dalam Al-quran, yaitu fakir miskin. Seyogyanya penyalurannya dapat dikembangkan kearah pemberdayaan melalui usaha-usaha produktif bukan untuk konsumtif.
Selama ini potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu. Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua golongan yang ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi tergolong masih kurang efisien.
Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat didayagunakan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat konsumtif dan mengoptimalisasikan dan memprioritaskan zakat produktif. Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien
dalam mengatasi kemiskinan. Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan
(empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan.
Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial.
Model pendayagunaan zakat dengan konsep pemberdayaan pada saat ini menjadi trend di kalangan lembaga-lembaga pengelola zakat dan relevan untuk menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan) maupun dengan sistem bagi hasil. Namun syogyanya program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan pemberian zakat produktif berupa dana
bergulir dapat dikembangkan dengan pendekatan “community based
development” atau bahkan “integrated development community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
1.2 Perumusan Masalah
Dari berbagai pemaparan di atas dapat dirangkum rumusan permasalahan dalam rencana penelitian ini, yaitu:
1. Produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan lokal apakah yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di provinsi Lampung? 2. Bagaimana model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsepsi Zakat.
Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟, „berkah‟,
„tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu (Hafidhudin, 2002: 13).
Berbagai harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI. No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) adalah fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah),
riqab (budak) (Q.S. At-Taubah: 60).
Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
2.2. Kemiskinan dan Program Pemberdayaan.
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia menetapkan kemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang tergolong miskin adalah mereka yang memiliki pendapatan kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002). Bank Dunia pun melakukan pendekatan relatif untuk melihat penduduk miskin, yaitu diarahkan pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari total penduduk suatu negara. Sedangkan kemiskinan menurut Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) adalah kekurangan aset-aset penting dan kesempatan yang menjadi hak setiap manusia. Indikator-indikator untuk mengukur kemiskinan, yaitu pendidikan dasar, kesehatan, gizi, air, sanitasi, pendapatan, pekerjaan, dan upah. Selain itu ada juga indikator yang bersifat intangibles (tidak tampak), antara lain rasa ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalam berpartisipasi. Kemiskinan dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan relatif. Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan di bawah batas minimum kebutuhan untuk bertahan hidup atau biasa diukur dengan kalori yang diperlukan ditambah dengan komponen-komponen penting lainnya yang bukan makanan. Sementara kemiskinan relatif biasanya didefinisikan dalam hubungannya dengan beberapa rasio garis kemiskinan absolut atau sebagai porsi dari rata-rata pendapatan nasional (Susanto, 2006).
Ketentuan BPS (1994) menyatakan bahwa seseorang akan berada dibawah garis kemiskinan dilihat dari besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita perbulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (rumah, sandang, aneka barang dan jasa). Seorang akan berada dibawah garis kemiskinan apabila konsumsi perhari kurang dari 2100 kalori.
Berbagai kebijakan yang telah dilakukan melalui berbagai program/proyek dirasakan belum berdampak signifikan. Hasil bantuan program/proyek tidak memberikan luaran yang mampu mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiono (2009: 50) kegagalan tersebut pada dasarnya menunjukan bahwa program/proyek yang selama ini tidak efektif dan tidak efisien dalam mengatasi kemiskinan. Penyebab kegagalan tersebut tidak lain karena kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh kegagalan konseptual dan bukan kurangnya kapabalitas di pihak rakyat (Yunus,
2006). Oleh sebab itu , harus ada pembangunan secara konsisten dan menyeluruh agar tepat sasaran dan mencapai hasil yang optimal.
Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui upaya pengembangan kapasitas kelompok miskin. Konsep ini erat kaitannya dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan, dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. (Masyarakat Mandiri, 2007)
2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin.
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik
mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46).
Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah
bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.
Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang akan datang.
Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut Sumodiningrat (1999), yaitu :
a) Merkurangnya jumlah penduduk miskin;
b) Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
c) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya;
d) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat;
e) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal.
Kearifan lokal merupakan prilaku manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat-istiadat setempat, dan budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun temurun ( Petrasa, 2008).
Menurut Sukmana (2010: 62) pengembangan ekonomi lokal merupakan proses dimana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sktor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Selanjutnya Kisroh (2007) pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal merupakan konsep pembangunan yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya local yang ada pada
masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan.
Setiap komunitas mempunyai kondisi potensi lokal yang unik yang dapat membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih, yang dari situ strategi pengembangan ekonomi lokal dapat tumbuh memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap komunitas perlu memahami dan bertinak atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk membuat daerahnya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan pelaku usaha harus secara besama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dialkukan melalui forum kemitraan. Dalam kasus ini, OPZ yang melakukan program pemberdayaan hendaknya sudah mempertimbangkan aspek-aspek lokal masyarakat tersebut tinggal.
2.5 Konsep Community Based Development (CBD).
Pendekatan Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Based
Development) adalah metode pendekatan yang melibatkan masayarakat/komunitas
didalam pembangunan. Didalam pembangunan ini melibatkan berbagai unsur-unsur yang lebih luas diantaranya adalah sosial, budaya, ekonomi hingga peraturan/kepranataan dan lingkungan (Hidayat dan Darwin, 2011). Sifat dari pendekatan CBD ini adalah proses pembangunan mulai dari tahap
idea/gagasan, perencanaan, pembuatan program kegiatan,
penyusunan anggaran/biaya, pengadaan sumber-sumber hingga pelaksanaan di lapangan lebih menekankan kepada keinginan atau kebutuhan yang nyata ada (the real needs of community) dalam kelompok masyarakatnya
Menurut Hidayat dan Darwin (2001) prinsip dasar dari konsep CBD adalah: a) Diperlukan tingkat break-even dalam setiap kediaman yang dikelolah melalui
program CBD. Tujuannya adalah agar kegiatan yang dikelolah mampu dilestarikan atau dikembangkan.
b) Konsep CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan maupun pelaksanaan program.
c) Antara kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
d) Implementasi CBD harus memaksimalkan sumberdaya yang ada, khususnya masalah pendanaan.
e) Organisasi CBD harus memposisikan diri sebagai “perantara” yang dapat yang menghubungkan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.
2.6 Roadmap Penelitian.
Berikut trade recod peneliti dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan kedepan dapat dilihat pada gambar berikut:
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian
Dari rumusan permasalahan yang dipaparkan di atas maka tujuan khusus dalam rencana penelitian ini, yaitu :
a. Mengidentifikasi produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan lokal yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di provinsi Lampung (tahun kedua) ;
b. Merekontruksi bentuk model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota di provinsi Lampung (tahun kedua).
3.2 Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Pada pasal 34 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh Negara”. Secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa semua orang miskin dan anak terlantar pada
prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Masalah kemiskinan adalah salah satu potret kelabu dalam pemulihan perekonomian nasional pasca krisis 1997. Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan signifikan, kemiskinan masih menjadi salah satu masalah besar yang menjadi pekerjaan rumah bangsa ini.
Telah banyak gerakan nasional penanggulangan kemiskinan melalui program-program pengentasan kemiskinan yang telah diluncurkan, namun belum mampu menuntaskan persoalan ini bahkan kemiskinan cenderung meningkat setiap tahunnya. Permasalahan kemiskinan cukup kompleks dan membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Selain itu peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.
Islam pada dasarnya memiliki program mengatasi kemiskinan yang telah teruji di zaman rosullah dan para sahabatnya melalui dana sosial mandiri berupa zakat, infak dan sedekah (ZIS). Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memilki potensi ZIS yang besar , bukan tidak mungkin mampu menjadi alternatif kebijakan pengentasan kemiskinan. Jika ZIS dikelolah secara maksimal dengan target yang jelas, yaitu fakir miskin maka ZIS akan efektif mengatasi kemiskinan. ZIS juga akan menjadi lebih efisien jika penyalurannya dikembangkan melalui usaha produktif.
Lembaga-lembaga amil zakat menjalankan program pendayagunaan zakat untuk penanggulangan masalah kemiskinan dengan logikanya sendiri. Hal tersebut dilakukan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan program masing-masing. Selain itu pemerintah dalam melakukan program pemberantaskan kemiskinan juga berdasarkan dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbeda-beda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Peneliti berpendapat bahwa program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan
pemberian zakat produktif berupa dana bergulir yang sudah ada seyogyanya dapat
dikembangkan dengan pendekatan “Community Based Development” atau bahkan
“Integrated Development Community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan
Beraneka ragamnya model-model pemberdayaan yang telah dilakuan OPZ selama ini, menarik perhatian peneliti untuk melihat secara mendalam dan berupaya melakukan analisis serta komparasi model sehingga menemukan model yang tepat di Provinsi Lampung. Penelitian ini juga akan mencari produk unggulan berbasis kearifan lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang akan memperoleh dana zakat produktif tersebut.
Terget temuan/luaran riel yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Terdeskripsinya produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung.
2) Tersusunnya Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam
pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, dengan pendekatan kualitatif- deskriptif yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Ruang lingkup penelitian ini meliputi dua segi, segi kewilayahan dan segi substansi (isi). Dari segi kewilayahan, penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Adapun sasaran penelitian meliputi Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau lembaga amil zakat yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan di Kedua Kota tersebut. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive-sampling.
Tabel 4.1. Organisasi Pengelolah Zakat (OPZ)
No Representasi Klasifikasi
Organisasi Amil Sasaran
1. Pemerintah BAZ BAZ Provinsi
Lampung dan
BAZ Kota Metro
2. LSM/Ormas
Keagamaan/Organisasi Sosial
LAZ Lampung Peduli,
Rumah Zakat
Lampung dan
PKPU Lampung
3. Lembaga Keagamaan Masjid Amil Masjid BAZI Masjid
Al-Forqon
4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data secara variatif menggunakan beberapa teknik, tergantung pada data yang dikehendaki dan sumber data.
Data primer akan dikumpulkan melalui Survey diperdalam dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview). FGD Akan dilakukan dengan BAZ Kota Bandar Lampung dan BAZ Kota Metro. FGD akan dilakukan juga dengan LAZ-LAZ yang ada di kedua Kota tersebut. Wawancara mendalam dilakukan dengan Pemkab, Kandep Agama, ulama, tokoh masyarakat, muzakki, mustahik, dan amil lainnya.
Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil publikasi, baik dari instansi pemerintah (BPS, Dinas Sosial, Kantor Departemen Agama dan lain-lain), BAZDA, LAZ, buku, jurnal dan situs internet.
4.3. Pengolahan dan Analisis Data
Data primer diolah dengan cara membuat transkrip dari hasil Focus Group
Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan para nara sumber.
Sedangkan data sekunder diolah dengan program Excel untuk mendapatkan trend dan pertumbuhan. Untuk mendesain rekonstruksi model yang tepat dilakukan analis komparatif, dengan menggunakan model komparatif tersebut diharapkan akan dapat diketahui nilai-nilai keunikan dan keunggulan masing-masing model pemberdayaan zakat untuk orang miskin yang dilakukan oleh badan-badan amil zakat tersebut.
Hasil pengolahan data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta analis SWOT. Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenggths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,tujuan,strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).
4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian.
Adapun fokus tahapan kegiatan penelitian ini dapat di lihat pada paparan berikut ini :
a. Tahapan Identifikasi Produk Unggulan (Tahun Kedua) : Penyusunan produk unggulan diawali dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satu tahun terakhir. Tahap berikutnya mengidentifikasikan produk yang memang berasal dari daerah tersebut dan merupakan produk unggulan daerah berdasarkan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Alat ukur utama adalah dengan memperhatikan PDRB terakhir dan subsektor dominannya. Penggabungan data antara hasil identifikasi BSE dan agregat sektor/subsektornya yang terdapat pada data PDRB. Setelah teridentifikasi produk unggulan daerah maka bahan informasi ini kemudian didiskusikan dengan stakeholder setempat. Stakeholder daerah akan menyebutkan berbagai produk yang dianggap sebagai unggulan. Dengan persepsi dan preferensi masing-masing, para stakeholder ini juga diminta untuk membandingkan keunggulan urutan produk unggulan daerah berdasarkan persepsi keunggulan stakeholder setempat.
b. Tahapan Rekonstruksi Model (Tahun Kedua) : pada tahap ini data yang diperoleh pada tahap pertama (tahun pertama) diolah dan dikomparasikan serta dianalisis menggunakan SWOT, sehingga diperoleh sebuah prototipe model yang dikehendaki.
Tahapan-tahapan yang direncanakan dalam kegiatan penelitian nantinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Matriks Rencana Tahapan Kegiatan Penelitian No Bentuk Kegiatan Pengolahan/ Alat Analisis Periode Tahun Luaran (output) 1 Tahapan Identifikasi Produk Unggulan
- identifikasi BSE dan agregat
sektor/subsektornya - Analisis
deskriptif-kualitaif-interpretatif dengan uraian analisis bersifat induktif
Tahun II Deskripsi produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung
2 Tahapan Rekonstruksi Model
Analis komparatif serta analis SWOT
Tahun II Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung
BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG TELAH DICAPAI
5.1.Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian. a) Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung secara geografis terletak antara 5°20‟ - 5°30‟ Lintang Selatan dan 105°28‟ - 105°37‟ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Sebelah selatan : Teluk Lampung
Sebelah barat : Kabupaten Pesawaran Sebelah timur : Kabupaten Lampung Selatan
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah yang memiliki topografi datar hingga landai meliputi 60% total wilayah, landai hingga miring meliputi 35% total wilayah dan sangat miring hingga curam meliputi 4% total wilayah. Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan perbukitan yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) iklim Bandar Lampung tergolong tipe A, sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman (1978) tergolong Zone D3 yang berarti lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember- Januari), Utara (Maret-Mei),
Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara) dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum terjadi antara bulan Desember sampai dengan April dan dapat mencapai 185 mm/hari.
Data BPS 2015 penduduk Bandar Lampung berjumlah 979.287 jiwa dengan sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2014 -2015 adalah 1,94%.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan terdapat 716 ha tanah kering yang tidak diusahakan. Pada tahun 2010 terdapat beberapa tanaman pangan yang mengalami penurunan produksi, antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah. Sedangkan tanaman pangan lainnya mengalami kenaikan produksi yaitu padi sawah dan padi ladang. Tutupan lahan di Kota Bandar Lampung secara eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar Lampung secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar Lampung jika pada tahun 2013 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 ha, maka saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah berjumlah 19.722 ha. Komoditi unggulan Kota Bandar yaitu sektor perkebunan, pertanian dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah kakao, kopi,
kelapa dan cengkeh. sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa jagung dan ubi kayu. Sub sektor jasa yaitu pariwisata.
b) Kota Metro
Kota Metro secara geografis terletak pada 105o17‟-105o19‟ Bujur Timur dan 5o6‟-5o8‟ Lintang Selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung). Wilayah Kota Metro relatif datar dengan ketinggian antara 30-60 m diatas permukaan air laut. Beriklim hujan humid tropis. Suhu udara berkisar antara 260-280C, kelembaban udara rata-rata 80-88% dan curah hujan per-tahun antara 2,264 mm - 2,868 mm. Bulan hujan berkisar antara September sampai Mei. Kota Metro memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan jumlah penduduk 150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22 kelurahan dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Timur Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Tengah.
Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan kemiringan 0 % sampai 3% atau dengan kemiringan wilayah <6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berlapis. Sedangkan secara geologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis QW.
Jumlah penduduk Kota Metro pada tahun 2015 mencapai 158.415 jiwa. Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2016 diperkirakan naik menjadi
147.050 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk yaitu 1,09% selama periode 2010-2011. Kota Metro dengan luas wilayah sekitar 68.74 km2, setiap km2 didiami penduduk sebanyak 2.139 jiwa dan dengan rata-rata 4 jiwa per rumah tangga pada tahun 2015. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah perempuan tetapi perlu diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan pada tahun 2014-2015. Hal ini dilihat dari sex ratio, pada tahun 2014-2015, untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki.
Kota Metro direncanakan sebagai pusat pengadaan benih padi untuk wilayah Kota Metro dan sekitarnya. Sektor perternakan dan perikanan juga cukup berkembang, diantaranya ternak sapi, kambing, ayam buras, ras pedaging, ras petelur, dan itik, dan lainnya. Berbagai jenis ikan yang dikembangkan yaitu ikan lele, patin, gurame, ikan mas dan ikan nila. Satu hal yang cukup membanggakan, Kota Metro ditetapkan sebagai centra lele untuk wilayah Provinsi Lampung.
5.2.Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal.
Produk unggulan daerah dilakukan dengan dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satu tahun terakhir menggunakan metode AHP. Analisis dengan metode AHP menghasilkan nilai skor terbobot setiap kandidat KPJu unggulan untuk setiap kabupaten/kota per sektor ekonomi. KPJu unggulan kabupaten/kota ditetapkan 5 (lima) KPJu untuk setiap sektor/subsektor yang memiliki skor terbobot tertinggi. Berdasarkan hasil identifikasi KPJu unggulan setiap sektor/subsektor, nilai skor masing-masing KPJu unggulan dan tingkat kepentingan sektor/subsektor ekonomi
untuk KPJu yang bersangkutan ditetapkan KPJu unggulan lintas sektor tingkat kabupaten/kota. Metode yang digunakan adalah metode Bayes.
Proses penentuan KPJu tingkat kabupaten/kota dilaksanakan melalui Focus
Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat pemerintah daerah,
dinas/instansi terkait dan perbankan. Tahap ini dimaksudkan sebagai tahapan konfirmasi kepada pejabat pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan perbankan terhadap hasil KPJu unggulan per sektor/subsektor dan lintas sektor yang telah diperoleh pada tahap pertama, serta hasil pelaksanaan penelitian tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, dengan menggunakan metode AHP untuk 11kriteria, yaitu :
a) Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan (Skilled);
b) Bahan baku; c) Modal; d) Sarana produksi/usaha; e) Teknologi; f) Sosial budaya; g) Manajemen usaha; h) Ketersediaan pasar; i) Harga;
j) Penyerapan tenaga kerja; dan
k) Sumbangan terhadap perekonomian.
Berikut hasil baseline survey economy (BSE) BI terhadap produk unggulan menggunakan analis AHP yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dan Kota Metro:
a. Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.1. Pada tabel dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sektor jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan UMKM maka sektor usaha perdagangan merupakan prioritas pertama. Sektor/subsektor usaha lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah perdagangan, jasa, tanaman pangan, perindustrian, perikanan, pariwisata, transportasi, perkebunan, peternakan, dan penggalian.
Tabel 5.1.
Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota Bandar Lampung.
Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Bandar Lampung masih bertumpu pada sektor sekunder dan tersier, yang merupakan ciri dari wilayah perkotaan. Sektor Industri pengolahan masih menjadi leading sector perekonomian Kota Bandar Lampung di tahun 2015 dengan kontribusi sebesar 22,24%, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adapun kontribusi masing-masing sektor tersebut adalah 20,70%; 17,22%; dan 13,34%.
Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi Lampung. Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, disumbangkan oleh peranan signifikan sektor industri pengolahan. Secara kuantitas, jumlah industri di Bandar Lampung sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari industri makanan, barang-barang plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga industri alat-alat/mesin, baik industri kecil dan rumah tangga hingga industri bersekala besar.
Nilai tambah yang dihasilkan sektor ini sangat besar sehingga kontribusinya terhadap nilai PDRB cukup tinggi. Selain sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi beberapa tahun terakhir juga menunjukkan perkembangan yang sangat berarti dilihat dari nilai tambah yang cenderung meningkat dihasilkan oleh sektor ini terhadap nilai PDRB. Berikut tabel 5.2. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Bandar Lampung :
Tabel 5.2.
Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 5.3. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha industri krupuk kripik dan peyek, padi sawah, sayuran cabai, jasa pendidikan dan kesehatan. Hasil lengkap berupa
rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung, maka berdasarkan sektornya adalah 2 komoditi pada subsektor perdagangan, perindustrian dan jasa dan 1 komoditi masing-masing pada kelompok sayuran, buah dan sektor pariwisata. Bila dilihat dari komposisi KPJu unggulan lintas sektor tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kegiatan ekonomi di Kota Bandar Lampung masih berbasis pada sektor perdagangan, jasa dan perindustrian.
Sektor jasa khususnya jasa pendidikan merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah bahan baku dan modal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pelaksanaan program penyaluran kredit bunga rendah untuk UMKM bidang jasa pendidikan dan dan diiringi dengan bantuan pengembangan sarana prasarana tempat kursus. Selain itu program PKBL (Program kemitraan dan Bina Lingkungan) dari
pihak BUMN juga disarankan untuk diakses dlam rangka mendukung UMKM bidang jasa pendidikan. Program Kemitraan diperuntukkan untuk kredit bunga rendah dan bergulir, sementara program Bina Lingkungan dapat berupa pembangunan sarana parasaran pendidikan yang dapat dilakukan secara hibah tergantung kebijakan ataupun peratutan dari BUMN yang terlibat.
Kedudukan kpju unggulan lintas sektor di kota bandar lampung berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah, ditinjau dari aspek prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektoral yang mempunyai prospek sangat baik, KPJu unggulan yang mempunyai prospek baik adalah industri kain tenun ikat, toko barang elektronik, toko kelontong dan hotel
berbintang, KPJu unggulan yang mempunyai prospek cukup baik adalah budidaya padi sawah, cabai dan nanas ketiga KPJu tersebut mempunyai potensi saat ini yang sedang. KPJu jasa kesehatan, pendidikan dan industri krupuk, kripik dan peyek saat ini potensinya sangat baik dan ke lima KPJu unggulan lintas sektoral yang lain mempunyai potensi saat ini yang Tinggi, sedangkan tiga KPJu lainya memiliki portensi yang sedang.
b. Kota Metro.
Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.5. Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sektor jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan
UMKM maka sektor usaha perdagangan merupakan prioritas pertama.
Sektor/subsektor usaha lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah perdagangan, jasa, tanaman pangan, peternakan, perikanan, transportasi, pariwisata, penggalian dan kehutanan.
Tabel 5.5.
Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di
Kota Metro.
Sumber: Bank Indonesia
Tumbuh atau tidaknya perekonomian suatu daerah tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan para pelaku ekonomi yang terdapat di daerah tersebut. Dalam hal ini, PDRB seringkali dijadikan acuan. Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Metro untuk tahun 2014 masih didominasi empat sektor utama sebagai penghasil nilai tambah terbesar terhadap PDRB Kota, yaitu (1) sektor jasa-jasa, (2) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (3) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta (4) sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 29,94% dari total PDRB Kota Metro tahun 2013, dilanjutkan dengan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 23,94%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,59% serta sektor pengangkutan dan komunikasi 13,36%. Sedangkan kontribusi dari lima sektor lainnya (pertanian, pertambangan, bangunan, industri pengolahan serta listrik,
gas dan air bersih) terhadap PDRB Kota Metro tahun 2015 hanya sebesar 19,17%.
Berikut tabel 5.6. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Metro :
Tabel 5.6.
Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa 5 (lima) KPJu
unggulan lintas sektor usaha adalah sektor perindustrian berupa industri kripik, krupuk dan peyek, subsektor buah-buahan budidaya sapi pada subsektor peternakan. Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJu unggulan lintas sektor berturut-turut adalah budidaya padi sawah pada subsektor tanaman pangan, jasa pendidikan dan koperasi simpan pinjam pasa sektor jasa, pedagang barang elektronik, pedagang barang kerajinan dan pedagang hasil perikanan pada sektor perdagangan. Apabila ditelaah lebih lanjut dari10 KPJu unggulan lintas sektor, maka berdasarkan sektornya, 3 KPJu berada pada sektor perdagangan dan 1 KPJu masing-masing menyebar relatif merata pada sebagian sektor/subsektor ekonomi. Bila dilihat bahwa 3 KPJu merupakan bagian usaha dari sektorperdagangan, maka terpilihnya KPJu unggulan lintas
sektor tersebut menunjukkan bahwa orientasi kegiatan ekonomi di Kota Metro berbasis pada sektor perdagangan.
Sektor perindustrian khususnya industri kerupuk, keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahanyang ada antara lain adalah aspek teknologi dan manajemen usaha. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui kegiatan pelatihan teknis dan manajerial tentang teknologi proses pengolahan penganan aneka kerupuk beserta turunannya dan manajemen usaha, dan dilanjutkan dengan pendampingan/inkubasi yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kedudukan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengansangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8.
Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.8, ditinjau dari aspek prospek, maka KPJu unggulan lintas sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek yang sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah industri olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang; penyewaan rumah kost dan peternakan sapi. Hal ini disebabkan Metro adalah kota yang berkembang dan didukung oleh ketersediaan areal dan masyarakat pertanian. Kota membutuhkan bahan baku untuk kebutuhan masyarakatnya. Bahan baku disediakan oleh masyarakat di pedesaan. Hubungan sinergis mutualistik antara kota dan desa seprti ini sangat baik karena saling memberikan keuntungan. Di masa yang akan datang bisa bekembang jenis-jenis usaha lain sesuai dengan perkembangan Kota Metro. Pemerintah dan instransi terkait perlu terus mendorong agar terus tumbuh kota Metro menjadi kota yang maju dengan mengarahkan pembangunan menjadi daerah industri dan wisata berbasis pertanian.
5.3.Hasil Analisis SWOT.
Berdasarkan hasil penelitian yakni melalui wawancara dan pengamatan lapangan mengenai pengelolaan dana zakat di Provinsi Lampung diperoleh :
1) Kekuatan yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung:
a) Telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang. b) Memiliki fasilitas yang memadai.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan. d) Permodalan dan/atau aset yang cukup tinggi. e) Manajemen dan Pengelola yang solid
2) Kelemahan yang dialami BAZ/LAZ di Lampung:
a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ.
b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat.
c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal.
d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang
inovatif khususnya bidang zakat produktif.
e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS.
3) Peluang yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung:
a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim.
b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat.
c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS.
d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional.
e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena
perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat.
4) Ancaman yang dihadapi BAZ/LAZ di Lampung:
a) Kurangnya pemahaman masyarakat muslim tentang kewajiban membayar
zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq.
b) Masih banyak orang kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat.
c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin ketat.
d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk.
e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat.
Selanjutnya hasil tahapan wawancara, peneliti tuangkan kedalam angket terkait Strenghts, Weaknesess, Opportunities, dan Threats di BAZ/LAZ di Provinsi Lampung peneliti tuangkan kedalam angket dan selanjutnya disebarkan kepada karyawan untuk yang variabel internal seperti kekuatan dan kelemahan sedangkan untuk angket yang variabel eksternal seperti peluang dan ancaman disebarkan kepada nasabah. Setelah mendapatkan data dari karyawan dan nasabah, data tersebut dimasukkan kedalam SPSS 16,0 untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas angket yang disebarkan tersebut. Apabila angket tersebut sudah valid dan reliable maka dianalisis dengan menggunakan SWOT. Langkah-langkah dalam analisis SWOT yang pertama yaitu membuat tabel IFAS dan EFAS dengan memberikan pembobotan, dan penilaian sehingga dapat ditemukan skor total dari variable IFAS dan EFAS tersebut. Dengan melakukan pembobotan tersebut maka dapat diketahui skor tertinggi untuk dijadikan strategi dalam pengembangan model optimalisasi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
Setelah itu peneliti membuat matriks SWOT dan variabel IFAS dan EFAS dimasukkan dalam matriks SWOT tersebut. Langkah selanjutnya yaitu merumuskan strategi-strategi yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT. Strategi SO merupakan penggabungan dari kekuatan dan peluang BAZ/LAZ di Provinsi Lampung, strategi WO merupakan gabungan dari kelemahan dan peluang, strategi ST merupakan gabungan dari kekuatan dan ancaman dan strategi WT merupakan
gabungan dari kelemahan dan ancaman. Tahapan berikutnya peneliti melakukan matriks SWOT yaitu dengan membuat diagram analisis SWOT untuk mengetahui posisi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
Adapun matriks IFAS dan EFAS akan di jelaskan dalam tabel berikut ini:
1. Matrik IFAS.
Tabel 5.9. Hasil Matrik IFAS
Internal Factor Bobot Rating Skor
Kekuatan (Strengths)
a) Telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang.
b) Memiliki fasilitas yang memadai. c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan. d) Permodalan dan/atau aset yang cukup
tinggi.
e) Manajemen dan Pengelola yang solid.
0,15 0,15 0,15 0,10 0,10 4 4 3 3 3 0,60 0,60 0,45 0,30 0,30 Sub Total 0,65 2,25 Kelemahan (Weakneses)
a) Masyarakat belum banyak
mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ.
b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat.
c) Program-program BAZ/LAZ belum
trealisasi secara maksimal.
d) BAZ/LAZ belum mampu
mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif.
e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS.
0,05 0,05 0,05 0,10 0,10 3 2 2 2 3 0,15 0,10 0,10 0,10 0,30 Sub Total 0,35 0,85 TOTAL 1,00 3,10
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa variabel internal kekuatan memiliki skor total 2,25 dan skor total kelemahan sebesar 0,85. Sehingga total semua variabel internal yaitu 3,10. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
variabel internal BAZ/LAZ di Provinsi Lampung memiliki pengaruh yang sangat dominan terhadap Pengembangan model optimalisasi pengelolaan zakat di BAZ/LAZ di Provinsi Lampung.
2. Matrik EFAS.
Tabel 5.10. Hasil Matrik EFAS
Eksternal Factor Bobot Rating Skor
Peluang (Oportunities)
a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim.
b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat.
c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS.
d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ
baik lingkup nasional maupun internasional.
e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem
pengelolaan dana zakat.
0,10 0,15 0,10 0,10 0,10 2 4 3 4 3 0,20 0,60 0,30 0,40 0,30 Sub Total 0,55 1,80 Ancaman (Threats)
a) Kurangnya pemahaman masyarakat
muslim tentang kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq.
b) Masih banyak orang kaya lebih
memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat.
c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin ketat.
d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk.
e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat.
0,10 0,05 0,10 0,10 0,10 3 2 3 2 2 0,30 0,10 0,30 0,20 0,20 Sub Total 0,45 1,10 TOTAL 1,00 2,90
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa peluang BAZ/LAZ di Provinsi Lampung itu sangat tinggi yaitu mencapai 1,80 sedangkan ancaman sebesar 1,10. Apabila dijumlahkan maka variabel eksternal nasabah dapat mencapai 2,90. Hal ini dapat menunjukkan bahwa peluang di BAZ/LAZ di provinsi Lampung itu sangat besar dalam pengembangan model optimalisasi pengelolaan zakat di BAZ/LAZ dalam pengurangi kemiskinan di Provinsi Lampung.
3. Matrik SWOT.
Tabel 5.10.
Hasil Analisis Matrik SWOT Kekuatan (Strengths)
a) Telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang. b) Memiliki fasilitas yang
memadai.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan. d) Permodalan dan/atau
aset yang cukup tinggi. e) Manajemen dan
Pengelola yang solid.
Kelemahan (Weakneses) a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ. b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat. c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS. Peluang (Oportunities) a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim. b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat. c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ S-O a) Dengan telah dimilikinya Badan Hukum dari lembaga yang berwenang dan masyarakat muslim Lampung mayoritas muslim dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan
penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ.
b) Kesadaran masyarakat semakin yang peduli terhadap kaum dhu‟afa didukung oleh fasilitas yang memadai dari
W-O a) Dengan kondisi mayoritas penduduk muslim tapi masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ, pengelola zakat dituntut lebih dimaksimalkannya sosialisasi akan pentingnya pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. b) Masih belum
baik lingkup nasional maupun internasional. e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat.
BAZ/LAZ dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan
penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. c) Dengan Kualitas SDM yang dapat diandalkan didukung Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pengelolaan dana ZIS maka dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional didukung oleh
permodalan dan/atau aset yang cukup tinggi maka dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. e) Keberadaan manajemen dan pengelola yang solid membuat kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat maka dapat lebih
dimaksimalkannya
optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat walaupun kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat, menuntut pengelolah harus lebih
kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. c) Belum terealisasikannya rogram-program BAZ/LAZ secara maksimal, dialin sisi telah adanya aturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pengelolaan dana ZIS menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional namun belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam optimalisasi dana zakat.
e) Kepercayaan
masyarakat semakin
pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana
zakat disatu sisi
sosialisasi dari
BAZ/LAZ kepada
masyarakat terkait
sistem syariah
khususnya ZIS belum
optimal, maka
pengelolah harus lebih
kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. Ancaman (Threats) a) Kurangnya pemahaman masyarakat muslim tentang kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq.
b) Masih banyak orang kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat. c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin ketat. d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk. e) BAZ/LAZ belum
menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat. S-T a) Dengan kondisi BAZ/LAZ telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang tapi masyarakat muslim masih belum memahami tentang kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq, pengelolah dapat lebih dimaksimalkannya sosialisasi, pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. b) Masih banyak orang
kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat meskipun BAZ/LAZ memiliki fasilitas yang memadai, pengelolah dituntut lebih dimaksimalkannya sosialisasi, pengalian dan penggunaan dana zakat. W-T a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ serta kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di
masyarakat
dikarenakan mereka lebih memilih untuk menyalurkan sendiri zakatnya, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam
soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan akan membuat BAZ/LAZ yang ada dapat
bersaing meningkatkan kualitas. d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk ditambah sedangkan permodalan dan/atau aset
LAZ/BAZ yang cukup tinggi akan membuat BAZ/LAZ dapat mengoptimalkan pengeloaan dana zakatnya.
e) BAZ/LAZ belum
menjadi solusi atau pilihan bagi
masyarakat walaupun manajemen dan pengelola yang solid, akan membuat BAZ/LAZ dapat mengoptimalkan pengeloaan dana zakatnya. c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal padahal saat ini persaingan
BAZ/LAZ sangat ketat dari sisi kualitas, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif
khususnya bagi rakyat miskin, menuntut pengelolah harus lebih kreatif pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS membuat BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat. Sumber: Data diolah 2016
Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis matriks SWOT. Analisis dengan menggunakan model matriks SWOT ini menggunakan data yang diperoleh dari tabel IFAS dan EFAS. Berdasarkan hasil analisis matriks IFAS dan EFAS diatas dapat digambarkan bahwa posisi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung saat ini yaitu:
Tabel 5.10.
Posisi BAZ/LAZ Provinsi Lampung
IFAS EFAS Kekuatan (Strengths) 2,25 Peluang (Oportunities) 1,80 Kelemahan (Weakneses) (0,85) Ancaman (Threats) (1,10) Hasil 1,40 Hasil 0,70
Sumber: Data diolah 2016
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa analisis faktor IFAS lebih besar dari analisis faktor EFAS yaitu sebesar 1,40, sedangkan analisis faktor EFAS sebesar 0,70. Apabila dimasukkan dalam diagram analisis SWOT ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 5.1 Diagram Analisis SWOT
Berdasarkan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa BAZ/LAZ Provinsi Lampung berada pada kuadran 1 dengan menerapkan strategi agresif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Strategik yang menyatakan bahwa kuadran 1 merupakan situasi yang paling didambakan karena satuan bisnis menghadapi berbagai peluang lingkungan dan memiliki berbagai kekuatan yang mendorong pemanfaatan berbagai peluang tersebut. Dengan kondisi demikian strategi yang tepat untuk digunakan yaitu strategi pertumbuhan atau agresif.
5.4.Hasil Analisis Strategis Komparatif.
Total potensi zakat di Provinsi Lampung sampai saat ini belum ada data resmi dan valid yang bisa menjelaskan mengenai potensi zakat di Provinsi Lampung. Estimasi yang ada baik nasional maupun daerah masih diragukan. Karena teori perhitungannya menggunakan berbagai asumsi-asumsi yang kurang valid. Sehingga deskripsi potensi zakat antara satu lembaga lainnya berbeda-beda. Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama (kanwil Kemenag) Provinsi Lampung Abdurrahman (Lampung Post, 26 Maret 2013) potensi zakat profesi/mal diprovinsi lampung mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 5 juta penduduk Lampung yang membayar zakat profesi/mal sebesar 2,5% per bulan. Dari data dana zakat di Provinsi Lampung tersebut saat ini baru terhimpun kurang lebih sebesar 2,73% saja. Asumsi-asumsi ini sangat lemah dan tidak valid karena didasarkan pada asumsi-asumsi prediktif saja. Sehingga perlu dilakukan pendekatan survei sehingga akan lebih akurat dalam menggambarkan potensi zakat di Provinsi Lampung.
Terlepas dari asumsi potensi zakat tersebut, perkembangan makro sosial, ekonomi dan pemahaman agama masyarakat diasumsikan akan berpengaruh terhadap penguatan potensi zakat di Provinsi Lampung. Indikator-indikator