• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM

MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN

A. Penyelidikan

1. Pengertian Penyelidikan

Sebelum memasuki tahap penyidikan, polisi harus menjalankan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur undang-undang ini123. Penyelidikan itu dilakukan oleh penyelidik, penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

2. Fungsi dan Wewenang Penyelidik Kewenangan penyelidik124, yaitu:

1. Menerima laporan dan pengaduan tentang tindak pidana. 2. Menerima keterangan dan barang bukti.

3. Memberhentikan orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan atas perintah penyidik dapat melakukan berupa:

a. penangkapan, larangan menginggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan, b. Pemeriksaan dan penyitaan surat

123 M. Karjadi, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), (Bogor, POLITEIA, 1997), Hal. 3

(2)

c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang, d. Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik. 3. Jenis-jenis kegiatan dan sasaran penyelidik

Kegiatan penyelidikan sebagai berikut125, yaitu: 1. Pengolahan TKP

a. Mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban uuntuk kepentingan penyeliidkan selanjutnya b. Mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti, c. Memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi 2. Pengamatan (observasi)

a. Melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan

b. Mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya

3. Wawancara (interview)

a. Mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka

b. Mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana

4. Pembuntutan (surveillance)

a. Mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana

b. Mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan, pelaku tindak pidana

c. Mengikuti distribusi barang atau tempat penyeimpanan barang hasil kejahatan

5. Penyamaran (under cover)

5.1. Menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi

5.2. Menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana 5.3. Khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunaka teknik penyamaran

sebagai calon pembeli (undercover buy), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi sampai tempat tertentu (controlled delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning execution)

6. Pelacakan (tracking)

125 Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Sebagai Pengganti Perkap No. 12 Tahun 2009

(3)

6.1. Mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi

6.2. Melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan interpol, kementerian/lembaga/badan/komisi/instansi terkait

6.3. Melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan 7. Penelitian dan analisis dokumen

7.1. Mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengna tindak pidana 7.2. Meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya.

Sedangkan sasaran penyelidikan meliputi126: 1. Orang

2. Benda atau barang 3. Tempat

4. Peristiwa/kejadian 5. Kegiatan

Segala tindakan penyelidik dalam menjalankan tugasnya yakni penyelidikan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Penyelidikan yang dikeluarkan oleh Atasan Penyidik127.

B. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik, penyidik adalah

126Ibid

127 Perkap No 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

(4)

pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan128.

Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap, meliputi129: a. .penyelidikan

b. pengiriman SPDP, c. upaya paksa, d. pemeriksaan, e. gelar perkara,

f. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum, g. penyerahan tersangka dan barang bukti,

h. penghentian penyidikan.

Dalam hal mencari dan mengumpulkan butki-bukti, harus dilakukan secara sistimatis melalui tiga proses, yaitu130:

1. Informasi, yaitu menyidik dan mengumpulkan keterangan-keterangan serta bukti-bukti oleh polisi yang biasa disebut ”mengolah tempat kejadian”.

2. Interogasi, yaitu memeriksa dan mendengar orang-orang yang dicurigai dan saksi-saksi yang biasanya dapat diperoleh di tempat kejahatan.

3. Instumentarium, yaitu pemakaian alat-alat teknik untuk penyidikan perkara, seperti photografi, mikroskop, dan lain-lain di tempat kejahatan.

Sampai pada akhirnya penyidik telah selesai melaksanakan penyidikannya terhadap suatu perkara dan kemudian memberi berkas perkaranya kepada penuntut umum dan penuntut umum memberitahu penyelesaian perkara sebelum 14 (empat belas) hari kerja.

128 M.Karjadi ,R. Soesilo, Op.cit. Hal. 3 129 Perkap No. 14 Tahun 2012, Op.cit 130

(5)

C. Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan

1. Penyelidikan Terhadap Anak Pelaku tindak Pidana Pencabulan

Dalam melaksanakan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan, kepolisian melaksanakan penyelidikan tersebut masih sama seperti dengan melaksanakan penyelidikan terhadap tindak pidana lain yang sesuai dengan apa yang telah dituangkan oleh KUHAP dan peraturan kapolri131.

Dalam tahap penyelidikan ini, penyelidik memiliki wewenang, yaitu: a. Menerima laporan dan pengaduan tentang tindak pidana

b. Menerima Keterangan dan barang bukti

c. Memberhentikan orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri

d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan.

2) Pemeriksaan dan penyitaan surat

3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4) Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik132

131 Ully Lubis, Op.cit 132

(6)

2. Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan

Mengenai penyidikan, penyidik memiliki kewenangan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 KUHAP yang berbunyi penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengna

pemeriksaan perkara

i. Mengadakan penghentian penyidikan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Dalam melaksanakan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan, kepolisian melaksanakan penyidikan tersebut sesuai dengan apa yang telah dituangkan oleh KUHAP dan peraturan kapolri dan penyidikan di sini sedikit lebih berbeda mengingat perkara ini adalah perkara pencabulan dan pelakunya adalah anak-anak sehingga penyidikan sedikit lebih khusus. Kekhususan penyidikan tersebut adalah dengan cara melakukan penelitian ke Balai Pemasyarakatan (BAPAS) terlebih

(7)

dahulu dan sianak wajib didampingi oleh orangtuanya dan kuasa hukum ketika dalam proses pemeriksaan133.

Tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan (BAPAS)134:

1. Pembimbingan dan Pengawasan bagi Klien Pemasyarakatan yang sedang menjalani Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), Assimilasi, Pidana Bersyarat, dan pembimbing lainnya,

2. Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) untuk Sidang Pengadilan Anak, Pengusulan Pembebasan Bersyarat, Pengusulan Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga, Assimilasi, dan lain-lain,

3. Pendampingan untuk anak yang berhadapan dengan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.

Dalam proses penyidikan, anak yang pelaku tindak pidana pencabulan wajib didampingi oleh kuasa hukum, dimana pendampingan kuasa hukum memang menjadi hak dari seorang tersangka tindak pidana. Hak didampingi oleh kuasa hukum tersebut tertuang dalam Pasal 115 (1) KUHAP yang berbunyi “ dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.

Pendampingan oleh kuasa hukum .dapat dihadirkan oleh sitersangka sendiri bahkan dapat dihadirkan atau ditunjuk oleh pihak kepolisian jika si tersangka tidak mampu dalam hal biaya menghadirkan kuasa hukum karena telah dituangkan dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHAP. Dengan adanya kuasa hukum, pemeriksaan itu dapat berjalan dengna baik tanpa ada interpensi dari pihak manapun

133 Ully Lubis, Op,cit

134 https://bapasserang.wordpress.com/profile/tugas-pokok-dan-fungsi/ di download pada tanggal 30 Mei 2015 Pukul 23.00 Wib

(8)

Pasal 55 KUHAP berbunyi “untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya. Pasal ini mengartikan bahwa tersangka diberikan kebebasan oleh penyidik untuk menghadirkan dan memilih penasihat hukumnya sendiri. Disini tersangka telah memiliki penasihat hukumnya sebelumnya dan tersangka sendiri merasa mampu untuk menghadirkan penasihat hukumnya sendiri.

Pasal 56 KUHAP berbunyi “dalam hal terasngka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses wajib menunjuk penasihat hukumnya bagi mereka. Pasal ini mengartikan bahwa dalam hal pemeriksaan, tersangka diberi hak oleh penyidik untuk menghadirkan penasihat hukum akan tetapi sitersangka tidak memiliki atau merasa tidak mampu untuk menghadirkan seorang penasihat hukum untuk mendampinginya pada saat pemeriksaan, dan keadaan tersangka dalam hal penunjukan penasihat hukum akan ditunjuk sendiri oleh pejabat yang bersangkutan pada masing-masing tingkat pemeriksaan. Penasihat hukum yang diberikan pejabat tersebut adalah peansihat hukum cuma-cuma karena segala biaya untuk penasihat hukum tersebut telah disediakan Negara.

(9)

Dalam penyidikan, penyidik memeriksa anak yang menjadi tersangka tindak pidana tidak memakai toga atau atribut kedinasan, sesuai dengan apa yang telah ditegaskan di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Pasal 22.135

D. Kebijakan Kepolisian Terhadap Proses Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan

Setiap kejahatan yang timbul karena perilaku negatif yang dihadirkan oleh seseorang, maka pasti akan ada yang merasa dirugikan akibat dari kejaahatan yang timbul tadi. Setiap orang atau keluarga yang menjadi korban tindak pidana akan melaporkannya langsung kepada aparat penegak hukum jika hak dan kemerdekaan hidup telah direbut oleh pelaku tindak pidana tersebut.

Ketika keluarga dari anak perempuan mengetahui bahwa anak telah menjadi korban tindak pidana pencabulan, seketika itu juga keluarganya akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum yang diawali dengan melapor kepada kepolisian setempat. Setelah keluarga memberi laporan keluarga itu, maka polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut guna menimbulkan keadilam bagi sikorban. Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, maka akan ditemukanlah tersangkanya.

Setiap perkara pasti ada penyelesaian yang harus dijalani baik kepada pihak korban maupun kepada pihak pelaku. Dalam perkara tindak pidana pencabulan, polisi akan melakukan mediasi lagi setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, guna

135 Pasal 22 UU No. 11 Tahun 2012 berbunyi “ Penyidik, penuntut umum, hakim, pembimbing kemasyarakatan, advokat, atau pemberi bantuan hokum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara anak, anak korban, dan/atau anak saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.

(10)

menemukan kedua belak pihak tersebut secara langsung dan menanyakan kepada kedua belah pihak soal penyelesaian perkara ini, apakah dengan cara penanganan hukum atau dengan cara berdamai.

Mengingat anak adalah generasi penerus bangsa yang akan mengisi kemerdekaan dan akan memimpin bangsa ini, meskipun sianak tersebut melakukan tindak pidana sekalipun, anak tersebut tetap akan dilindungi hak-haknya.

Mengenai kebijakan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan tersebut, Kepolisian Resor Kota Medan dalam menangani tindak pidana pencabulan lebih mengutamakan perdamaian antara keluarga korban dan keluarga pelaku136.

Perdamaian tersebut telah diatur di dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Pasal 5 (1) UU No. 11 tahun 2012137 berbunyi ” Sistem Peradilan anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, pasal ini menegaskan bahwa setiap peradilan pidana anak wajib untuk mengarahkan kepada Restorative Justice dengan cara diversi.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana138. Diversi bertujuan 139:

1. mencapai perdamaian antara korban dan anak

2. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan 3. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan

136 Ully Lubis, Op.cit

137 UU No. 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 138 Pasa 1 (7) UU No. 11 tahun 2012

139

(11)

4. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi 5. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Dalam perkara tindak pidana pencabulan diwajibkan mengutamakan diversi demi terwujudnya suatu keadaan Restorative Justice demi kepentingan terbaik untuk anak140. Restorative Justice mengandung suatu pengertian yaitu suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak141.

Restorative Justice merupakan penyelesaian sengketa non-pengadilan melalui cara rekonsiliasi142, dan cara ini digunakan juga dalam penyelesaian sengketa perkara tindak pidana pencabulan. Restorative Justice memandang bahwa143:

1. Kejahatan adalah pelanggaran terhadap rakyat danhubungan antar warga masyarakat,

2. Pelanggaran menciptakan kewajiban,

3. Kaadilan mencakup para korban, para pelanggar, dan warga masyarakat di dalam suatu upaya untuk meletakkan segala sesuatunya secara benar,

4. Fokus sentralnya:: para korban membutuhkan pemulihan kerugian yang dideritanya (baik secara fisik, psikologis, dan materi) dab pelaku bertanggung jawab untuk memulihkannya (biasanya dengan carapengakuan bersalah dari pelaku, permohonan maaf dan rasa penyesalan dari pelaku dan pemberian kompensasi ataupun restitusi).

140 Ully Lubis, Op.cit 141

http://edwinnotaris.blogspot.com/2013/09/restorative-justice-pengertian-prinsip.html di unduh pada tanggal 30 Mei 2015 Pukul 21.00 Wib

142 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan ( Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009), Hal. 247

143

(12)

Setelah diversi tercapai dan hak korban telah terpenuhi, maka korban dapat mencabut laporannya sehingga perkaranya tidak dapat dilanjutkan lagi, sehingga Kepolisian telah menghentikan penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara tindak pidana pencabulan tersebut.

Tidak hanya hak-hak korban saja yang harus dipenuhi namun terhadap tersangka tindak pidana pencabulan juga harus diberikan perlindungan hukum dimana hal ini ditegaskan pada pembentukan Sistem Peradilan Anak (juvenile court) pertama di Minos, Amerika Serikat tahun 1889, dimana undang-undangnya didasarkan pada asas parens patrie, yang berarti ”penguasa harus bertindak apabila anak-anak yang emmbutuhkan pertolongan”, sedangkan anak dan pemuda yang melakukan kejahatan sebaiknya tidak diberi pidana melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan144.

144

(13)

BAB IV

HAMBATAN – HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PENYIDIKAN KEPOLISIAN KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN

DI KOTA MEDAN

Di dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik, penyidik tidaklah senantiasa menjalankan tugasnya dengan lancar tanpa ada suatu halangan. Tetapi, terdapat halangan yang cukup berat yang dialami seorang penyidik dalam melakukan penyidikannya terutama terhadap perkara tindak pidana pencabulan.

Dalam perkara tindak pidana pencabulan, hambatan yang dialami oleh seorang penyidik ketika melakukan penyidikan terdapat 2 hambatan yakni hambatan eksternal dan hambatan internal145.

A. Hambatan Eksternal

Hambatan eksternal yang dialami oleh seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya saat menyidik sebuah kasus tindak pidana pencabulan adalah kurangnya alat bukti yang mendukung. Alat bukti yang dimaksud di sini adalah saksi, saksi yang dimaksud tersebut adalah saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut146. Sulitnya menghadirkan saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut membuat seorang penyidik cukup kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya. Dikarenakan peristiwa pidana pencabulan rata-rata dilakukan oleh tersangka disuatu

145 Ully Lubis, Op.cit 146

(14)

tempat yang jauh dari keramaian bahkan waktu dan tempat juga tidak diketahui oleh masyarakat disekitar terjadinya peristiwa pidana tersebut.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri147. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri148. Mengenai penjabaran keterangan saksi, sebagai berikut149:

1. Yang ia dengar, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari orang lain. Harus langsung secara pribadi didengar oleh saksi sendiri tentang peristiwa pidana yang bersangkutan.

2. Yang ia lihat sendiri, berarti pada waktu kejadian ataupun rentetan kejadian peristiwa pidana yang terjadi, sungguh-sungguh disaksikan oleh mata kepala sendiri.

3. Atau yang dialami sendiri oleh saksi, biasanya saksi yang seperti ini adalah orang yang menjadi korban peristiwa pidana tersebut.

4. Disamping itu baik pendengaran atau penglihatan sendiri maupun pengalaman sendiri dari saksi, harus didukung oleh alasan ”pengetahuannya”.

147 M. Karjadi , R.Soesilo, Op.cit. Hal. 6 148 M. Karjadi , R.Soesilo, Ibid

149 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta,Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2006), Hal. 145

(15)

Di dalam KUHAP saja, keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama. Jika tidak keterangan saksi, cukup sulit menentukan sikap terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana.

Adapun tata cara pemeriksaan saksi sebagai berikut150:

1. Dalam memberikan keterangan kepada penyidik, harus terlepas dari segala macam tekanan baik yang berbentuk apa pun dan dari siapa pun. 2. Saksi seperti halnya tersangka dapat diperiksa oleh penyidik di tempat kediaman saksi, dengan jalan penyidik datang langsung ke tempat kediamannya

3. Seorang saksi yang hendak diperiksa, tapi bertempat tinggal atsu bertempat kediaman di luar wilayah hukum penyidik, pemeriksaan saksi yang bersangkutan ”dapat” didelegasikan pelaksanaan pemeriksaan kepada pejabat penyidik di wilayah hukum tempat tinggal atau kediaman saksi.

4. Saksi diperiksa tanpa sumpah

Salah satu prinsip pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, saksi diperiksa ”tanpa disumpah”. Lain halnya pemeriksaan saksi di muka persidangan pengadilan, sebelum diperiksa atau didengar keterangannya, saksi bersumpah atau berjanji lebih dahulu. Terhadap prinsip ini ada pengecualian, saksi dalam pemeriksaan penyidikan dapat dibebani untuk bersumpah, apabila ada cukup alasan untuk menduga bahwa saksi tidak

150

(16)

akan dapat hadir nanti sebagai saksi dalam pemeriksaaan di sidang pengadilan.

5. Saksi diperiksa sendiri-sediri

Prinsip pemeriksaaan yang lain, diperiksa secara ”terpisah” satu per satu. Undang-undang tidak melarang untuk mempertemukan para saksi. Namun, prinsip cara pemeriksan mereka harus sendiri-sendiri dengan bergiliran satu per satu, demi untuk kemurnian keterangan saksi. Kalau diperiksa secara bersamaan, kemungkinan besar akan hilang kemurnian kesaksian seorang saksi akibat pengaruh langsung atau tidak langsung dari saksi lain.

6. Keterangan yang dikemukakan saksi dalam pemeriksaan penyidikan, dicatat dengan teliti oleh penyidik dalam berita acara pemeriksaan.

Prinsip pencatatan keterangan saksi serupa dengan pencatatan keterangan tersangka dicatat sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh saksi.

7. Berita acara yang berisi keterangan saksi ditandatangani oleh penyidik dan saksi.

Dalam penandatanganan berita acara pemeriksaan, harus diperhatikan dua hal:

7.1 Saksi menandatangani berita acara pemeriksaan setelah lebih dulu isi berita acara tersebut disetujuinya.

(17)

7.2 Undang-undang memberu kemungkinan kepada saksi tidak menandatangani berita acara pemeriksaan.

Ketika penyidik memeriksa tersangka, tersangka berhak mengajukan saksi yang menguntungkan dirinya dan penyidik harus menghadirkan serta mendengarkan keterangan kesaksian kemudian mencatatkannya dalam berita acara pemeriksaan. Hal ini ditegaskan dalam KUHAP Pasal 116 (3) yang berbunyi ”dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara. Saksi yang demikian disebut saksi a decaharge.

Hambatan utama Kepolisian dalam penyidikan untuk menyelesaikan perkara tindak pidana pencabulan adalah mencari saksi terhadap tindak pidana pencabulan ini, yang akan memberikan keterangan kepada penyidik adalah saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut. Saksi ini sangat sulit untuk dihadirkan karena kebanyakan laporan yang datang kepada kepolisian hanyalah saksi yang menjadi korban peristiwa pidana itu sendiri serta saksi yang hanya mendengar peristiwa pidana tersebut dari orang lain. Saksi-saksi yang hadir dihadapan penyidik demikian tidak cukup kuat untuk membuktikan peristiwa pidana pencabulan tersebut.151

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa tindak pidana pencabulan itu tidak selamanya terjadi karena rasa suka sama suka lalu anak perempuan yang menjadi korban tindak pidana pencabulan itu memberanikan diri untuk bercerita kepada orangtuanya lalu orangtuanya menganggap bahwa anaknya telah menjadi

151

(18)

korban tindak pidana pencabulan, tetapi tindak pidana pencabulan itu bisa juga terjadi karena unsur paksaan dari lawan jenis seorang perempaun yang tidak mampu untuk menolaknya untuk meneriam keadaan tersebut dan kemudian lawan jenisna tersebut membawa si perempuan pada tempat sepi dan gelap yang tidak memungkinkan kalayak ramai dapat melihat secara langsung proses peristiwa pidana tersebut. Laki-laki yang memaksa si perempuan tadi tidak akan melakukan tindak pidana pencabulan itu dapat diketahui oleh orang sehingga membawanya pada tempat-tempat yang dianggapnya benar-benar sepi dan gelap sehingga benar-benar aman untuk melakukan aksi tindak pidana tersebut152.

Sehingga dengan keadaan yang sudah direncanakan oleh laki-laki tersebut, tidak akan ada saksi yang melihat langsung peristiwa pidana itu menjadi hambatan Kepolisian untuk menjalankan tugasnya menangani kasus tindak pidana pencabulan tersebut153.

B. Hambatan Internal

Hambatan internal di dalam penyidikan tindak pidana pencabulan yang dialami oleh seorang penyidik terdapat 2 (dua) yakni:154

1. Ancaman / Intimidasi

Ancaman yang dimaksud disini adalah ancaman yang datang dari pihak tersangka kepada seorang saksi/korban yang akan memberikan keterangan terhadap suatu peristiwa pidana yang dilihat dan/atau dialami langsung. Ancaman yang

152 Ully Lubis, Ibidt 153 Ully Lubis, Ibid 154

(19)

dilakukan oleh pihak tersangka kepada saksi/korban dilakukan agar tidak mempunyai keberanian memberikan keterangan kepada penyidik guna memburamkan peristiwa pidana pencabulan tersebut. Sehingga penyidik seringkali mengalami kendala untuk meminta keterangan seseorang untuk bersaksi terhadap peristiwa pidana pencabulan. 2. Jarak dan waktu

Hambatan ini dialami oleh penyidik ketika penyidik memanggil seseorang untuk bersaksi memberikan keterangan terhadap suatu peristiwa pidana pencabulan. Orang yang dipanggil untuk memberikan keterangan tersebut seringkali enggan datang dikarenakan jarak antara rumah saksi dengan kantor polisi tempat penyidik bertugas memiliki jarak tempuh yang cukup jauh sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama juga, sehingga membuat saksi malas untuk datang untuk memberikan keterangan saksi. Saksi lebih mengutamakan pekerjaannya ketimbang membantu menyelesaikan suatu peristiwa pidana.

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian ini telah dapat disimpulkan setelah dilakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penyebab Tindak Pidana Pencabulan

a. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan: 1) Pergaulan Bebas

2) Narkotika 3) Pacaran 4) Teknologi 5) Iman

6) Kurangnya pengawasan orangtua 7) Pelaku di bawah minuman keras 8) Tidak ada pekerjaan atau kesibukan 9) Peranan korban

10) Adanya niat dan kesempatan 11) Kelainan atau gangguan jiwa 12) Faktor balas dendam

b. Penyebab Meningkatnya Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan: 1) Pergaulan bebas

(21)

2) Lingkungan dan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi

3) Penegakan hukum yang belum memberi efek jera kepada pelaku dan kurangnya upaya pencegahan dari pemerintah

4) Penyalah gunaan perkembangan teknologi

5) Kurangnya pembekalan orangtua terhadap etika pergaulan anak

2. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Medan sudah sesuai dengan apa yang telah dituangkan dan menjadi tujuan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

3. Hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam hal menangani kasus anak pelaku tindak pidana pencabulan di wilayah Kota Medan pada saat penyidikan ialah kepolisian tidak mudah mendapatkan seseorang saksi untuk memberikan keterangan guna menerangkan peristiwa pidana pencabulan tersebut.

B. Saran

Untuk solusi terhadap ketiga permasalah dalam penelitian ini terkait permasalahn yang telah diteliti, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada masyarakat untuk menjadi insan yang lebih baik dengan memiliki sifat kebaikan yang jauh dari sifat kejahatan, pikiran kotor, mental serta moral yang rendah serta peranan orangtua dalam membina hingga

(22)

mengawasi interaksi sosial yang dilakukan si anak agar semua baik sehingga masyarakat jauh dari tindak pidana khususnya tindak pidana pencabulan.

2. Diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang menangani tindak pidana pencabulan tetap konsisten dalam menerapkan apa yang menjadi landasan dan tujuan dari sebuah undang-undang mengingat bahwa anak adalah penerus generasi bangsa.

3. Kepolisian harus mampu memaksimalkan kinerjanya dalam hal menangani penyidikan tindak pidana pencabulan dengan cara mencari solusi-solusi lain sehingga kepolisian tidak bertahan pada 1 (satu) alat bukti yaitu saksi mengingat alat bukti menurut KUHAP ada sebanyak 5 (lima) alat bukti sehingga proses penegakan hukum berjalan dengan cepat.

Referensi

Dokumen terkait

b) Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat

[r]

Serangkaian manifestasi sikap politik yang disampaikan oleh kalangan pemikir Islam liberal tersebut, mengundang kontroversi tidak saja dari kalangan yang disebut Islam

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Olabode et al (2013), mengenai tantangan sosial ekonomi terhadap kejadian kecelakaan sepeda motor, bahwa di negara

Dilihat dari keseluruhan populasi bakteri Rhizobium pada beberapa perakaran tanaman (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa populasi bakteri Rhizobium

Hubungan Faktor-Faktor Penyebab Dan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di Kota Medan Tahun 2008 – 2010 (Skripsi).. Motor Riders as Risk Factor for The

Secara simultan Pelaksanaan Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan dan Pengembangan Desa Siaga (X) berpengaruh terhadap Kinerja Pos Kesehatan Desa (Y), Efektifitas

Antara peralatan berikut, yang manakah tidak mempunyai set atur cara komputerA. Alat