• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intepretive Structural Modeling Sebagai Identifikasi Kendala Penerapan Knowledge Management Sekolah Pendidikan Dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Intepretive Structural Modeling Sebagai Identifikasi Kendala Penerapan Knowledge Management Sekolah Pendidikan Dini"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839

Intepretive Structural Modeling Sebagai Identifikasi Kendala

Penerapan Knowledge Management Sekolah Pendidikan Dini

Daniel Yeri Kristiyanto*1, Ade Iriani2, Danny Manongga3 Program Studi Magister Sistem Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro No.52-60 Sidorejo, Kota Salatiga Kode Pos: 50714 1

E-mail: daniel.jerry182@gmail.com, 2adeiriani@gmail.com, 3dmanongga@gmail.com

Abstrak

Siklus hidup sekolah seperti halnya pada proses bisnis pada industry, artinya adalah sekolah merupakan bisnis yang melibatkan banyak komponen untuk terus hidup dan berkembang. Pemahaman yang mendalam mengenai sekolah sebagai sebuah bisnis dapat dilakukan dengan menganalisa seluruh komponen dengan pendekatan knowledge management, sehingga kemampuan organisasi untuk terus berkembang selalu dapat dievaluasi dengan feedback berbasis bisnis intelijen secara automasi berbasis komputer. Berbagai macam kendala pengetahuan yang dimiliki institusi akan dianalisa menggunakan interpretive structural modeling (ISM). Berdasarkan perhitungan Driver Power (DP) dan Dependence (D) dari setiap sub elemen dalam ISM, diperoleh hasil bahwa analisa yang lemah pasca terjadi masalah, keengganan menggunakan IT, kurangnya integrasi sistem teknologi informasi, kurangnya dokumentasi institusi, dan kurannya jejaring sosial adalah termasuk peubah linkages (pengait) sistem. Setiap hambatan tersebut akan menghasilkan kendala pada penerapan knowledge managemen bisnis sekolah pendidikan dini, apabila hal tersebut dapat diatasi oleh seluruh komponen institusi maka akan menghasilkan kesuksesan bisnis pendidikan. Namun, sebaliknya lemahnya perhatian pada kendala akan menyebabkan kegagalan program implementasi penerapan knowledge management pada institusi pendidikan dini.

Kata kunci: Intepretive Structural Modeling, Knowledge Management, Business Inteligent, Bisnis Pendidikan

1. PENDAHULUAN

Pendidikan untuk anak usia dini merupakan kebutuhan wajib bagi anak. Pendidikan yang baik merupakan harapan bagi bangsa. Institusi pendidikan terutama pendidikan usia dini telah banyak bermunculan di kota Semarang. Menurut data referensi kementrian pendidikan dan kebudayaan tercatat terdapat 164 institusi pendidikan usia dini dengan berbagai macam pelayanan seperti penitipan anak, TK

(2)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 maupun PAUD di Kecamatan Pedurungan. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tercatat di Badan Pusat Statistik Kota Semarang yang terakhir diambil pada tahun 2015 adalah sebesar 0,59 naik dari tahun sebelumnya dari 4.241 menjadi 4.269. hasil ini apabila kita komparasi dalam bentuk angka jumlah penduduk per kecamatan, maka kecamatan Pedurungan dari tahun 2014 adalah 177.645 naik pada tahun 2015 sebesar 178.328 dan menempatkan kecamatan Pedurungan sebagai kecamatan terpadat se kota Semarang. Berdasarkan pengetahuan diatas, maka dapat ditarik sebuah hal terkait dengan rantai pasok. Dapat dilakukan inisialisasi bagaimana mendapatkan peserta didik yang sesuai dengan visi misi institusi, bagaimana memelihara sumber daya yang ada, baik manusia maupun sumber daya lain. Bagaimana menerapkan keunggulan kompetitif dan bagaimana menjadi institusi favorit di kecamatan pedurungan. Semua hal tersebut adalah berhubungan dengan bisnis, meskipun kategori institusi pendidikan adalah non-profit. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa semua hal akan dilakukan untuk institusi berjalan baik. Maka, penelitian ini akan melihat dari sudut pandang manajemen pengetahuan institusi pendidikan dini dan kaitannya dengan bisnis intelijen institusi untuk menuju institusi yang unggul dan kompetitif.

Keunggulan kompetitif dapat diperoleh dari berbagai hal, misalkan saja adalah diperoleh dari berbagi pengetahuan antar individu dalam organisasi dan antar organisasi[1]. Namun, untuk berbagi pengetahuan yang dimaksud adalah tidak bersifat open atau terbuka, institusi harus mampu memilah manakah yang dapat digunakan untuk kepentingan intern dan ekstern[2]. Sebab, institusi pendidikan dini lain juga akan berusaha untuk tetap berjalan dengan berbasis kepada pengetahuan yang dimilikinya. Keunggulan kompetitif institusi pendidikan dini hanya dapat ditempuh apabila institusi mampu memberikan sebuah inovasi baru dalam pelayanan pendidikannya. Keunggulan kompetitif dapat dibangun berdasarkan kepada sumber daya yang ada. Sumber daya yang ada dapat digali potensinya dengan berbagai cara seperti training, perlombaan, dan insentive atau penghargaan tertentu.

Saat ini dalam lingkungan yang mengedepankan keunggulan kompetitif, interpretive structural modeling (ISM) dapat diidentifikasi menjadi sebuah fasilitator dasar yang efektif untuk knowledge management dalam institusi yang bertujuan untuk optimasi bisnis[3]. Tujuan organisasi dapat terkendala apabila tidak dapat memahami dari hasil ISM dan membaca korelasi antar komponen pengetahuan. Apabila organisasi tidak dapat melihat hasil dari ISM maka, organisasi akan memiliki hambatan. Hambatan dapat berasal dari diri sendiri dan orang lain, dan hal tersebut merupakan penghambat keunggulan kompetitif.

(3)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Lembaga terdiri dari seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku social maupun individual, dan control terhadap sumber daya yang sekaligus mengatur hubungan antar individu[4]. Pengembangan kelembagaan merupakan upaya mendukung keunggulan kompetitif suatu organisasi, untuk lebih produktif, kreatif, berdaya guna, dan berhasil guna. Pengembangan kelembagaan juga memiliki tujuan untuk membuat organisasi menjadi efektif, efisien dan adil[5]. Kemampuan suatu organisasi untuk melakukan koordinasi, mengendalikan sumber daya secara independen sangat ditentukan oleh pengetahuan organisasi tersebut dalam mengelola proses bisnis.

TK. Nasional Pakarti Luhur merupakan institusi pendidikan dini yang terletak di jalan Wolter Monginsidi nomor 200 Pedurungan Semarang. Identifikasi mengenai institusi ini dalam skala knowledge management adalah masuk kategori information-based organization dimana ciri-ciri yang berlaku dalam organisasi tersebut adalah memiliki struktur yang datar, operasi pusat hanya memiliki beberapa spesialis dibidangnya, memiliki dewan hukum, humas, hubungan dengan pegawai (guru dan tenaga kependidikan), memiliki pengetahuan sebagai dasar organisasi untuk tumbuh dan berkembang, memiliki tim yang fokus terhadap tugas, telah memiliki standart pendidikan tertentu, menjaga standart tersebut, melatih SDM dalam rangka menjaga standart atau mutu, dan menetapkan pemimpin atau spesialis dalam organisasi.

Identifikasi masalah yang dapat diamati selaras dengan pendapat dair Peter F. Drucker 1988 yakni: bagaimana mengembangkan penghargaan, pengakuan, dan peluang karir bagai para spesialis, bagaimana menciptakan visi terpadu dalam sebuah organisasi spesialis, bagaimana merancang struktur manajemen untuk sebuah organisasi satuan tugas, bagaimana memastikan pasokan, persiapan, dan pengujian manajemen puncak.

2. METODE PENELITIAN ATAU PERUMUSAN SOLUSI

Kompleksivitas yang terdapat pada institusi pendidikan dini di TK Nasional Pakarti Luhur merupakan alasan utama penerapan metodologi ISM. Kompleksivitas yang terdapat pada institusi pendidikan dini TK Nasional Pakarti Luhur adalah berasal dari dua sumber utama yakni hambatan yang berasal dari management puncak yang berimplikasi kepada kurangnya sumber finansial, kurangnya infrastruktur pendukung Knowledge Managemant, Analisa yang lemah saat terjadi masalah institusi dan proses belajar mengajar yang disebabkan karena keengganan menggunakan teknologi informasi, kurangnya dokumentasi institusi dalam menghadapi masalah dan merekam setiap kejadian, dan bermuara kepada mindset tidak perlu sistem baru dan

(4)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 penggunaan teknologi. Kompleksitivitas yang ke dua berasal dari manajemen institusi yang apabila kurang memiliki support finansial maka akan berimplikasi kepada kurangnya training Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah yang menjadi penyebab menurunnya mutu pendidikan yang ditawarkan, SDM yang kurang mengerti dan kurang terlatih dalam penggunaan teknologi informasi menyebabkan kurangnya integrase dalam hal data dan informasi, apabila disertai keengganan menggunakan teknologi maka secara langsung hubungan social kemasyarakatan antara sekolah dengan masyarakat akan terlambat diselesaikan dan didistribusikan, hal ini disebabkan karena ketidaksadaran penggunaan teknologi dalam menjalankan institusi.

Sage (1977) berpendapat bahwa metode ISM yang digambarkan ke dalam bentuk grafis dengan kata-kata dapat menegakkan keteraturan dan arah kompleksitas hubungan antar elemen yang diamati. Penggunaan ISM sebagai suatu metodologi dalam penelitian ini adalah ISM merupakan metodologi yang telah mapan (teruji) untuk menangani dan mengidentifikasi hubungan antara perihal khusus yang dikenal dengan istilah issue atau permasalahan[6][7]. ISM secara interaktif memandu dalam pembelajaran dimana sebuah kelompok yang memiliki elemen khusus berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dapat dijelaskan secara sistematik dan komprehensif[8].

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara survey ke TK Nasional Pakarti Luhur Pedurungan Semarang dengan mengambil beberapa data untuk diamati. Dari hasil survey tersebut didapatkan beberapa hal yakni: (1) mengidentifikasi situasi atau permasalahan kedalam format rich picture, (2) menyusun definisi akar masalah yang sesuai dengan purposeful activity system, (3) merancang model konseptual berdasarkan definisi akar masalah, (4) membandingkan model konseptual dengan situasi masalah yang ada, (5) membahas bentuk perubahan yang diinginkan, (6) melakukan tindakan perbaikan sebagai langkah solusi. Enam langkah yang dilakukan merupakan tahapan yang digunakan untuk memahami permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis. Jackson (2003) berpendapat bahwa secara konseptual untuk mencapai tujuan dan situasi yang kompleks tidak akan efektif apabila diselesaikan dengan pendekatan pragmatis. Tujuannya adalah tahapan dalam proses penelitian dapat berjalan secara terstruktur dan berorientasi kepada tujuan.

Enam tahap dalam metode ini dilakukan dengan beberapa langkah, yakni dengan melakukan studi pustaka, survey pakar, validitas pemangku kepentingan dan diskusi kelompok terarah (focus groups discussion). Secara purposive observasi dilakukan di TK Nasional Pakarti Luhur Kecamatan Pedurungan Semarang, sebab institusi ini telah memiliki beberapa ekstrakurikuler, telah memiliki dasar hukum, kelembagaan dengan baik, namun masih memerlukan pengetahuan untuk terus

(5)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 berkembang berpijak kepada hasil yang telah diraih saat ini. Dari masing-masing pemangku kepentingan yang ada pada institusi ini ditentukan thingking respondent sebanyak 2 orang, sehingga total responden untuk menanggapi adalah sebanyak 11 orang. Analisis terstruktur dilakukan dengan menggunakan Intepretive Structural Modeling (ISM), yang merupakan proses pengkajian terhadap kelompok yang disebut grup learning process. Kajian terhadap group learning process dilakukan dengan tujuan untuk menangkap hal-hal yang bersifat kompleks dari suatu sistem yang ada. Kajian dapat berupa pola yang dirancang secara sistematis dengan menggunakan grafis dan kalimat[9].

ISM mampu menganalisis elemen sistem yang disajikan dalam bentuk grafis, melalui setiap hubungan langsung (direct association) dan tingkat hirarkinya. Elemen sistem yang digambarkan merupakan penggambaran dari objek kebijakan, tujuan organisasi, faktor-faktor penilaian, aturan atau kebijakan. Hubungan langsung (direct association) dapat bervariasi dalam sebuah scope atau konteks, namun hubungan tersebut mengacu kepada hubungan yang bersifat kontekstual. Misalnya seperti elemen (i) “lebih baik dari” atau “adalah keberhasilan melalui”, atau “akan membantu keberhasilan”, atau lebih penting dari” elemen (j). Langkah dalam analisis menggunakan teknik ISM dapat digambarkan sebagai berikut:

(6)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Gambar 1 Diagram Alir Persiapan Menggunakan ISM (Saxena, 1992)

Langkah analisis yang dilakukan menggunakan ISM adalah sebagai berikut: 1. Literarute review an issue: yakni mencari, membandingkan, menelaah

literature ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang hendak diselesaikan (berbasis kepada pengetahuan dari literature).

2. List of factor related to an issue: yakni setiap elemen dari suatu sistem akan diidentifikasi dan didaftarkan untuk membuat berhasil keseluruhan tahapan penelitian dengan mencari pola hubungan antar elemen. Membuat SSIM yaitu matrik yang menyajikan persepsi responden dari setiap elemen yang memiliki hubungan langsung.

3. Developing a reachability matrix: dalam langkah ini terdiri dari beberapa tahap yakni partitioning the reachability matrix into different levels, developing the reachability matrix in its canonical form, dan developing digraph. Berdasarkan hubungan konstekstual, maka tabel RM (Reachability Matrix) dapat dibuat dan perhitungan Transivity Rule dapat berjalan, dengan melakukan koreksi terhadap SSIM sampai diperoleh matriks yang tertutup. RM yang telah memenuhi persyaratan transity rule kemudian diolah kembali untuk menuju ke level selanjutnya (partition level). Pembuatan matrik (canonical matrix) merupakan pengelompokan elemen dalam level yang sama dalam sebuah matriks. Keberhasilan matriks hampir dari segitiga bagian bawah elemennya bernilai 1. Matriks ini kemudian digunakan untuk mempersiapkan sebuah digraph. Digraph merupakan sebuah pola (term) yang diperoleh dari directional graph dan memiliki arti merupakan sebagai rujukan yang secara khusus merupakan representasi grafikal dari elemen, dan memiliki arti hubungan langsung dan memiliki level hirarki. Tahapan sebelum developing digraph sebenarnya merupakan initial graph yang nantinya akan dipendekkan melalui pemindahan semua transitivitas elemen menjadi bentuk digraph akhir (removing transitivity from the diagraph).

4. Replacing Variables Nodes with Relationship Statements: merupakan penggantian identifikasi variable untuk kemudian dilihat hubungan yang terjadi antar elemen. Tahap ini merupakan trigger untuk tahap selanjutnya. Dalam sebuah kondisional yang berarti “ya” maka, akan kembali ke proses selanjutnya dan dianggap sebagai pendapat seorang ahli dilihat dari konsistensi mengenai masalah tertentu, jika “tidak” maka sebuah elemen tersebut dijadikan sebagai pelengkap relationship statement.

5. Obtain Expert Opinion: yakni merangkum hasil brainstroming dari para ahli maupun pemangku kepentingan, dari hasil tersebut diharapkan keputusan dan kebijakan yang di berikan menambah pengetahuan.

(7)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Semua langkah-langkah harus dapat dijalankan dan dilakukan dengan baik, berdasarkan langkah-langkah tersebut apabila telah memiliki level partition maka, hasilnya dapat digambarkan dalam bentuk skema menurut elemen dan jenjang secara vertikal dan horisontal. Berdasarkan RM pula dapat dibuat Driver Power Dependence (DP-P) yang terbagi kedalam 4 klasifikasi atau sektor. Sektor tersebut adalah: sektor ketergantungan, sektor linkage, dan sektor autonomous I, dan sektor Autonomous II seperti terlihat pada matriks berikut ini:

Gambar 2 Matriks Elemen Driver Power dan Dependence (Saxena, 1992)

Setelah permasalahan yang akan diselesaikan disampaikan, maka di bagian ini

disampaikan Metode Penelitian atau Metode Perumusan Solusi permasalahan, dapat

berupa: metode identifikasi akar masalah, pendekatan analisis alternatif solusi, kerangka kerja yang digunakan, tahapan-tahapan penelitian atau solusi, responden, metode pengembangan perangkat ukur. Daftar pertanyaan wawancara atau

questionnaire disajikan di lampiran.

2.1 Literature Review

Tinjauan literatur merupakan langkah yang ditempuh untuk mendekati permasalahan secara komprehensif dan terstruktur. Penelitian ini menggunakan sejumlah literature yang berasal dari berbagai layanan penyedia literatur, diantaranya: menggunakan Ebsco, Proquest, Cengage, Emerald, Scopus, Thomson Reuters, Portal Garuda, dan Google Scholar. Dukungan literatur juga berasal dari artikel atau karya ilmiah yang berhubungan dengan ISM, literatur juga berasal dari hasil seminar atau dalam format proseding yang berhubungan dengan hasil penelitian, topik yang diajukan oleh penulis belum pernah ditemukan di berbagai sumber, karena area dan cakupan penelitiannya tergolong baru, yakni pada penerapan knowledge management pada bisnis pendidikan dini. Berbagai sistesis telah diidentifikasi, research gap, dimana

(8)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 diketahui hampir tidak ada yang mambahas mengenai ranah penelitian yang diajukan diwilayah Semarang. Beberapa Elemen terkait penelitian ini mungkin dapat dugunakan untuk menganalisa dan membuat keputusan manajemen.

2.2 Ekuasi dan Matriks

Pemahaman mengenai masalah yang telah tergambar kedalam driver power dependence matriks yang dapat digambarkan sebagai berikut: Matrix driver power dependence dapat dikomparasi dari Strukturisasi Elemen kedalam strukturisasi hirarki dengan menetapkan level. Level 1 merupakan level teratas, dengan capaian akhir ditarik secara diagonal bertemu dengan capaian akhir E12. Level 2 adalah E2, E6. Level 3 adalah E3,E5,E7,E8,E9.Level 4 adalah E1, Level 5 adalah E4, Level 6 adalah E10. Level 7 merupakan level dasar Automasi Sekolah Pendidikan Dini. Langkah dalam metode ISM perlu dilakukan penilaian terhadap hubungan. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan konstekstual antar elemen.

Gambar 3 Simbolisasi Elemen Tujuan

Dasar dari penilaian hubungan konstekstual adalah matriks perbandingan berpasangan. Dalam penilaian ini akan dibuat kode sesuai dengan aturan ISM dengan menggabungkannya dengan 2 faktor (i,j) 2 faktor ini akan dikomparasi kembali menggunakan kode atau symbol yakni:

(9)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Gambar 4 Elemen Tujuan

Langkah selanjutnya adalah mengubah matriks menjadi matriks biner yang dalam ISM disebut dengan Initial Matrix Reachability. Hal ini dilakukan dengan cara mengganti V, A, X dan O dengan bilangan biner 0 dan 1. Untuk membuat reachability matrik nantinya akan disesuaikan dengan jumlah elemen yang diajukan. Konversi variabel menjadi matrik biner dilakukan jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Jika masuknya (i,j) pada SSIM adalah “V”, maka nilai elemen yang harus dimasukkan adalah “1”. Selanjutnya (i,j) sebagai “0”, dan dimasukkan pada matriks reachability awal.

2. Jika masuknya (i,j) pada SSIM adalah “A”, maka nilai elemen yang harus dimasukkan adalah “0”. Selanjutnya (i,j) sebagai “1”, dan dimasukkan pada matriks reachability awal.

3. Jika masuknya (i,j) pada SSIM adalah “X”, maka nilai elemen yang harus dimasukkan adalah “1”, Selanjutnya (i,j) sebagai “1”, dan dimasukkan pada matriks reachability awal.

4. Jika masuknya (i,j) pada SSIM adalah “O”, maka nilai elemen yang harus dimasukkan adalah “0”. Selanjutnya (i,j) sebagai “0” pada matriks reachability awal.

Setelah penentuan kode pada reachability matrix, maka langkah selanjutnya adalah membuat penilaian mengenai atribut yang hendak diketahui. Penilaian ini diperlukan untuk memetakan kebutuhan terhadap analisis dan untuk membatasi elemen yang tidak diperlukan. Penilaian hubungan kontekstual antar sub elemen akan dirumuskan sebagai berikut:

No Jenis Intepretasi

1. Perbandingan (comparatif)  A Lebih Penting/besar/indah

daripada B

2. Pernyataan (definitive)  A adalah atribut B

 A termasuk didalam B  A mengartikan B

3. Pengaruh (influence)  A menyebabkan B

 A adalah sebagian penyebab B

 A mengembangkan B

 A menggerakkan B  A meningkatkan B

(10)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839

4. Keruangan (spatial)  A adalah selatan/utara B

 A diatas B  A sebelah kiri B

5. Kewaktuan (temporal/time scale)  A mendahului B

 A mengikuti B

 A mempunyai prioritas lebih dari B

Tabel 1. Hubungan Kontekstual Antar Sub Elemen

2.3 Studi Literature Hambatan berbagi Pengetahuan

Tujuan institusi telah tertuang dalam visi dan misi, dengan penambahan teknologi informasi maka secara fungsional maka visi dan misi institusi akan cepat untuk direalisasi. Riege (2005) telah mengelompokkan hambatan berbagi pengetahuan dalam sebuah organisasi menjadi tiga kategori, yakni: hambatan pengetahuan individual, hambatan pengetahuan organisasi, dan hambatan pengetahuan teknologi. Terdapat 24 variabel factor penghambat yang telah ditinjau dan diteliti menurut para ahli yang berasal dari kalangan industry maupun akademisi untuk penerapannya. Berikut adalah identifikasi factor-faktor penghambat berbagi pengetahuan dalam institusi.

(11)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839

No. Hambatan Berbagi

Pengetahuan Ahmad & Dagfhous (2010) Wong (2009)

Kant & Singh (2008) Singh &Kant (2007) Singh et al. (2006) 1. Hambatan Manajemen Puncak   

2. KM tidak diketahui dengan

baik pada organisasi

 

3. Kurangnya Integrasi KM  

4. Kurangnya Sumber Finansial     

5. Kurangnya infrastruktur yang

mendukung KM   6. Kurangnya training   7. Keengganan Menggunakan TI   

(12)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839

9. Kurangnya dokumentasi

institusi

  

10. Kurangnya jejaring social   

11. Analisa yang lemah pasca

terjadi masalah

 

12. Ketidaksadaran perlunya

teknologi dan sistem baru

  

(13)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 2.4 Studi Literature Penggunaan Metode ISM

Pemodelan menggunakan ISM sejak pertama kali diajukan oleh J. Warfield pada tahun 1973 telah dikembangkan ke dalam berbagai keadaan dan lingkungan. J. Warfield saat itu memulai penelitiannya dengan manganalisa komplektivitas sistem sosioekonomi. Hasil yang diperoleh dalam penelitiannya tersebut adalah bahwa keputusan kelompok menentukan apa dan bagaimana variable yang diteliti saling terkait. Berikut adalah studi literature berdasarkan focus dan peneliti:

No. Peneliti Fokus

1. Singh dan Khan (2008) Meneliti hubungan dan ketergantungan

antara enabler pemberdayaan KM dan IT

2. Raj et al (2008) Membuat pemodelan enabler sistem fleksibel

manufaktur studi kasus di India

3. Kant dan Singh (2008) Implementasi Knowledge Management

dengan cara memodelkan factor penghambat

4. Singh dan Khan (2007) Meneliti mengenai hubungan factor

ketergantungan diantara factor penghambat dalam KM

5. Faisal et al (2006) Mengembangkan hubungan timbal balik di

antara enabler mitigasi risiko

6. Ravi et al (2005) Memodelkan variable logistic terbalik yang

biasa ditemukan pada rantai pasok

pengadaan perangkat keras computer

7. Jharkaria dan Shankar (2004) Mengembangkan hubungan timbal balik

antara penyedia IT berbasis Supply Chain Management

8. Singh et al (2003) Mengembangkan keterkaitan antara variable

(14)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839

9. Mandal dan Deshmukh (1994) Mengidentifikasi hubungan antar vendor

berdasarkan kriteria tertentu

Tabel 3. Studi Literature Penggunaan Metode 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Hambatan dan Identifikasi Sistem

Pelaku dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang berperan dalam automasi sistem komputerisasi di institusi pendidikan dini TK Nasional Pakarti Luhur adalah bagian administrasi sekolah, guru, kepala sekolah, dan Yayasan. Identifikasi sistem bertujuan untuk memudahkan pengkajian elemen yang hendak diteliti. Identifikasi elemennya dapat berupa loop diagram

(15)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Gambar 5 Loop Diagram Kendala Penerapan KM pada Sekolah Pendidikan

Dini

3.2 Penilaian Hubungan Konstekstual

Penilaian hubungan konstekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan symbol sebagai berikut:

V jika eij = 1 dan eji = 0

A jika eij = 0 dan eji = 1

X jika eij = 1 dan eji = 1

O jika eij = 0 dan eji = 0

Keterangan:

nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j,

nilai eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i

dan ke-j.

3.3 Structural Self Iteration Matrix (SSIM)

SSIM berasal dari langkah sebelumnya yakni Reachability Matriks. Dalam penerapan dan pembuatan SSIM, identifikasi diperoleh dari hasil data primer yang ditabulasi dengan cara di kodekan sesuai dengan langkah sebelumnya yakni pada penilaian hubungan konstektual pada matriks perbandiangan berpasangan dengan mengunakan symbol. Tahap ini merupakan tahap awal SSIM sebelum dilakukan

(16)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 revisi dalam penilaiannya yang berasal dari komparasi dengan sumber data. Penelitian ini SSIM akan Nampak seperti gambar dibawah ini:

i,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12 V O A V V V V V A A V 11 A A A X A A A A A V 10 O V O V A O A A V 9 O V O O O A A V 8 O A V V A A V 7 A O O A A V 6 V V A A V 5 A A A V 4 A A V 3 A V 2 V 1

Tabel 4. Proses Awal Structural Self Iteration Matrix (SSIM)

Dari matriks diatas dapat diperoleh hasil Penelitian telah tersusun dalam Structural Self Interaction Matrix (SSIM). SSIM kemudian dibuat dalam bentuk table Reachability Matrix (RM) dengan cara mengganti V, A, X, dan O menjadi bilangan Biner 0 dan 1. Matriks tersebut dikoreksi lebih lanjut dengan mencocokan dengan semua stakeholder yang terlibat terutama manajemen puncak sampai diperoleh matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivity. Aturan transitivity merupakan kelengkapan dari lingkaran sebab-akibat (causal-loop) seperti yang telah teridentifikasi pada tabel 2 hubungan konstekstual antar elemen. Klasifikasi sub elemen mengacu kepada hasil olahan dari Reachability Matrix (RM) yang telah memenuhi syarat transitivitas. Hasil pengolahannya didapatkan nilai Driver-Power (DP) dan nilai dependence (D) untuk menentukan klasifikasi sub elemen selanjutnya. Penyusunan Reachbility Matriks (RM) memiliki syarat yakni berdasarkan notasi-notasi V(1,0), A(0,1), X(1,1) dan 0(0,0). Contohnya adalah sub elemen 1 dibandingkan dengan sub elemen 12 maka nilai yang diperoleh adalah V, maka untuk menghitung Reachability Matriks adalah (1,12)=1, (12,1)=0. Maka dari penelitian ini Reachability Matrik (RM) elemen tujuan identifikasi kendala penerapan KM pada sekolah pendidikan dini adalah sebagai berikut:

(17)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 3 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 4 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 5 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 6 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 7 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 8 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 9 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 5. Reachability Matrix

3.4 Pemeriksaan Transitivity

Pengecekan atau pemeriksaan transitivity harus dilakukan dalam kerangka ISM. Fungsi dari pemeriksaan transitivity adalah untuk membentuk matriks yang tertutup. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara memastikan sel-sel bernilai o dan satu. Pemeriksaan terhadap transitivity pada kendala penerapan KM sekolah pendidikan dini di TK Nasional Pakarti Luhur semarang haruslah memenuhi aturan sebagai berikut:

sel (1,3) = 0, karena (1,8)=1 dan (8,3)=1 maka (1,3) harus =1 sel (3,6) = 0, karena (3,2) =1 dan (2,6)=1 maka (3,6) harus =1 sel (3,8) = 0, karena (3,7) =1 dan (7,8)=1 maka (3,8) harus =1 sel (3,9) = 0, karena (3,5) =1 dan (5,9)=1 maka (3,9) harus =1 sel (4,3) = 0, karena (4,1) =1 dan (1,3)=1 maka (4,3) harus =1 sel (4,5) = 0, karena (4,1) =1 dan (1,7)=1 maka (4,7) harus =1 , dst

(18)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 3.4 Pemeriksaan Transitivity Final

Pemeriksaan transitivity final merupakan tahap akhir yang dilakukan untuk membentuk matriks tertutup. Hal ini dilakukan untuk menganalisa elemen dependen dibandingkan dengan driver power, ranking, dan level. Dari hasil Transitivity final ini akan diperoleh Reachability Matriks kendala penerapan KM pada sekolah pendidikan dini di TK Nasional Pakarti Luhur adalah sebagai berikut:

i,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP R 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 9 4 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 3 6 3 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 8 5 4 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 10 3 5 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 8 5 6 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 3 6 7 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 8 5 8 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 8 5 9 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 8 5 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 2 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1* 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7 D 4 11 9 3 9 11 9 9 9 2 1 12 L 4 2 3 5 3 2 3 3 3 6 7 1

Tabel 6. Transitivity Final Keterangan:

D : Dependence R : Rangking DP : Driver Power L : Level / Hirarki

3.5 Pemeriksaan Structural Self Interaction Matrix Final

Pemeriksaan Structural Self Interaction Matrix Final dilakukan dengan cara mengembalikan matriks ke dalam notasi V, A, X dan O atau dalam istilah ISM disebut sebagai SSIM. Fungsi pembalikan notasi diperlukan untuk membandingkan SSIM awal yang diamati dalam penelitian dan dibandingkan hasilnya setelah melakukan

(19)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 kajian mendalam dan pengamatan serta iterasi. Sehingga validitas data yang diperoleh teruji dan memenuhi aturan transitivitas elemen kendala penerapan KM pada sekolah pendidikan dini. Untuk SSIM final terlihat sebagai berikut:

i,j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12 V V A V V V V V A A V 11 A A A X A A A A A V 10 A X V X X X A A V 9 V V V V V A A V 8 V X X X A A V 7 A A A A A V 6 X X A A V 5 X A A V 4 A A V 3 A V 2 V 1

Tabel 7. Proses Akhir Structural Self Iteration Matrix (SSIM)

Keterangan: Sel yang telah direvisi ditandai dengan garis bawah (underline)

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan perhitungan Driver Power (DP) dan Dependence (D) dari setiap sub elemen, maka penyusunan matriks DP-P dapat disusun dengan menempatkan pada setiap ordinat (x, y). dapat disimpulkan bahwa analisa yang lemah pasca terjadi masalah(3), keengganan menggunakan IT (5), kurangnya integrasi sistem TI (7), kurangnya dokumentasi institusi (8), dan kurannya jejaring social (9) adalah termasuk peubah linkages (pengait) sistem. Setiap hambatan tersebut akan menghasilkan kendala pada penerapan knowledge managemen bisnis sekolah pendidikan dini di TK Nasional Pakarti Luhur Pedurungan Semarang, namun apabila hal tersebut dapat diatasi oleh institusi maka akan menghasilkan sukses. Sebaliknya, lemahnya perhatian pada kendala diatas akan menyebabkan kegagalan program implementasi penerapan knowledge management pada institusi pendidikan dini di TK Nasional Pakarti Luhur.

(20)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 Analisa lebih lanjut pada sector IV (independent), menyatakan bahwa kendala seperti kurangnya integrasi KM (1), kurangnya infrastruktur yang mendukung KM (4), kurangnya training (10), dan kurangnya sumber finansial (11) merupakan peubah bebas.

Dapat disimpulkan pula bahwa kekuatan penggerak driver power yang besar namun memiliki ketergantungan yang sedikit terhadap program. Sedangkan, sub elamen kendala lainnya termasuk kategori peubah (dependent) diartikan lebih sebagai akibat dari kendala lainnya. Melalui dua bentuk informasi (diagram ISM dan DP-D matriks) maka pendalaman mengenai kendala implementasi knowledge management di TK Nasional Pakarti Luhur menjadi mungkin guna menunjang analisis kebijakan, perancangan strategis dan kecerdasan bisnis.

Gambar 3 Hasil Driver Power Dependence Matrix untuk Elemen Tujuan

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. L. Best and M. Street, “Sustainability Failures of Rural Telecenters : Challenges from the Sustainable Access in Rural India ( SARI ) Project,” Sam

Nunn Sch. Int. Aff. Sch. Interact. Comput., vol. 4, no. 4, pp. 31–45, 2008.

[2] K. Hierarchy, Review of Soft Skills Within Knowledge Management 2, no. 2010. 2014.

1

2

1

1

1

0

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

(

1

1

)

(1

0)

00 1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12

(

1

)

(4

)

Sekt

or I

Sekt

or II

Sekt

or III

Sekt

or IV

(3,5,

7,8,

9)

(

2

,

6

)

(1

2)

Daya

Dorong

(Driver

Power)

(21)

Jurnal Sistem Informasi Indonesia (JSII) Volume 2 Nomor 1 (2017) ISSN: 2460 – 6839 [3] Y. Joshi, S. Parmer, and S. S. Chandrawat, “Knowledge Sharing in

Organizations : Modeling the Barriers , an Interpretive Structural Modeling Approach,” Int. J. Eng. Innov. Technol., vol. 2, no. 3, pp. 207–214, 2012.

[4] W. Raja, “Knowledge Management and Academic Libraries in IT Era :

Problems and Positions,” pp. 701–704, 2009.

[5] A. Ryan, D. Tilbury, F. Gulf, and F. Myers, “Sustainability in higher education in the Asia-Pacific : developments , challenges , and prospects,” Int. J. Sustain.

High. Educ., no. September 2009, 2010.

[6] R. Attri, N. Dev, and V. Sharma, “Interpretive Structural Modelling ( ISM ) approach : An Overview,” Res. J. Manag. Sci., vol. 2, no. 2, pp. 3–8, 2013. [7] P. Issn and O. Issn, “Using Interpretive Structural Modeling to Determine the

Relation between Youth and Sustainable Rural Development Nehajoan Panackal 1 and Archana Singh 2 1,2,” IBMRD’s J. Manag. Res., no. 1, pp. 58– 74.

[8] D. Paulin and K. Suneson, “Knowledge Transfer , Knowledge Sharing and Knowledge Barriers – Three Blurry Terms in KM,” Electron. J. Knowl. Manag., vol. 10, no. 1, pp. 81–91, 2012.

[9] R. N. N. Adil Tobing, Yandra Arkeman, Bunasor Sanim, “Adil6,” Int. J. Inf.

Gambar

Gambar 2 Matriks Elemen Driver Power dan Dependence (Saxena, 1992)
Tabel 2. Hubungan Kontekstual Antar Sub Elemen
Tabel 3. Studi Literature Penggunaan Metode  3.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4. Proses Awal Structural Self Iteration Matrix (SSIM)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Akan tetapi sebagai tontonan yang mengedukasi dan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada penonton terutama

Biaya Perjalanan & Akomodasi Tambahan - Biaya perjalanan tambahan Tertanggung untuk kembali ke negara asal dan biaya tambahan lainnya untuk akomodasi yang dibayar oleh

Berat jenis bervariasi pada jenis kayu yang berbeda yang tentunya akan berpengaruh terhadap nilai konduktivitas panas (Pery,1974).. Contoh kayu cottonwood black dengan BJ

Belahan dilapis menurut bentuk yaitu belahan dilapis dengan kain lain yang sama bentuknya. Belahan ini banyak digunakan pada tengah muka pakaian, tengah belakang atau pun ujung

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa

Jika jasa yang dilakukan adalah jasa pemeliharaan atau instalasi, maka bagian keuangan akan mencocokkan Work Order dengan BAUT dan copy dari PKS dan membuat Faktur Penjualan