• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi dan Tantangannya Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Fungsi dan Tantangannya Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002) Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh: Sumaryanto

014314005

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

• Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah.

• Bapak Waryoto dan Ibu Samini yang telah merawat dan membesarkan hingga

skripsi ini selesai.

(6)

v

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Desember 2008 Penulis

(7)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Sumaryanto

Nomor Mahasiswa : 014314005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

Fungsi dan TantangannyaKasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 27 Januari 2009

Yang menyatakan

(8)

vi

Functions, and the Challenge. The case of the Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang society (1988-2002)”. This research contained several problems, that is: the Background was estabilished by Performance Art of the Topeng Ireng? The history of the development of Performance Art of the Topeng Ireng? How do the influences of Performance Art of the Topeng Ireng for the supporting community as the show, the guidance and the order?.

The aim of the writing of this thesis was to more knew and understood the rise and fall of Performance Art of the Topeng Ireng. The early emergencing of the Art Performance of the Topeng Ireng that was appearing the new development in Magelang territory. The development of the Performance Art of the Topeng Ireng experienced the shift in the values and the tradisional function.

The research method wich was used in this history research consisted of four stages, first the source collection, second the criticism of the source, third the analyses of the source, and the last the writing of history. The aim of the source collection were getting source of the history that was related to the topic taken from interview, the book and website. Further was carried out by the analysis of the source that results were encompassed in a writing of the history. To analyse of the source was utilized by several theories of other social science that is structural functional by Radclif Brown, and the perception of humankind about culture of Talcott Parsons, and theories va lues Pudjo Sumadi that problem is etic and esthetic. The writing of the history showed that a research succeeded in being carried out.

(9)

vii

Tantangannya. Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)”. Penelitian ini memuat beberapa permasalahan, yaitu: Latar belakang didirikan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejarah perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejauh mana dampak Seni Pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat pendukungnya sebagai tontonan, tuntunan, dan tatanan?.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengetahui dan memahami pasang surut Seni Pertunjukan Topeng Ireng. Bagaimana awal kemunculan Seni Pertunjukan Topeng Ireng yang merupakan perkembangan baru di wilayah Magelang. Dalam perkembangannya Seni Pertunjukan Topeng Ireng mengalami pergeseran nilai- nilai dan fungsi tradisionalnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian sejarah ini terdiri dari empat tahap, yang pertama pengumpulan sumber, yang kedua kritik sumber, yang ketiga analisis sumber, dan keempat adalah penulisan sejarah. Pada bagian pengumpulan sumber bertujuan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik yang berupa wawancara, buku dan website. Selanjutnya dilakukan analisis sumber yang hasilnya dirangkum dalam sebuah penulisan sejarah. Untuk menganalisis sumber dipergunakan beberapa teori ilmu sosial lain yakni struktural fungsionalnya Radclif Brown, persepsi manusia tentang kebudyaannya Talcott Parsons, dan teori nilainnya Pudjo Sumedi yaitu masalah Etika dan Estetika. Penulisan sejarah menunjukkan bahwa sebuah penelitian berhasil dilakukan.

(10)

viii

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan ini tidak lepas dari berbagai pihak. Maka dalam penelitian ini banyak mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

2. Drs. H. Herry Santosa, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah.

3. Drs. Silverio R. L. Aji Sampurna M.Hum. selaku dosen pembimbing I dan dosen akademik atas segala kritik dan kemudahan yang diberikan. 4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah: Bp. Drs. Purwanta, MA. Bp. Drs.

Sandiwan, Bp. Drs. Anton Haryono, M.Hum. Bp. Drs Moedjanto Alm. Bp. Prof. P.J. Suwarno, Ibu Dra. Juningsih, M.Hum. Dr. Baskara T. Wardaya SJ, atas segala bimbingan selama kuliah.

5. Rekan-rekan sejarah: Rudi, Tholo, Berta, Hendri, Lazarus, Krisna besar dan kecil, yang member dorongan dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

6. Masyarakat lingkungan Bojong terimakasih atas kerjasamanya. 7. Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng.

(11)

ix

diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan studi selanjutnya.

(12)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Landasan Teori1 ... 10

H. Metode Penelitian1 ... 14

I. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II SENI PERTUNJUKAN DI MENDUT1………..…17

A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di kabupaten Magelang ... 17

B. Seni Pertunjukan di Mendut ... 19

C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan Topeng Ireng ... 21

(13)

xi

B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan ... 42 C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng sebagai Tuntunan ... 45 D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tatanan ... 50

BAB IV SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG DAN KOMUNITAS LIMA GUNUNG 1988-2002 ... 52 A. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 1988-

2000 ... 52 B. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng dari 2000-20002 .... 59

(14)

1

A. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: bahasa, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, agama/kepercayaan dan kesenian.1 Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke dihuni oleh ratusan suku bangsa, mempunyai kesenian yang beraneka ragam. Hal ini bisa dilihat dari hasil karya seni yang masih berkembang sampai sekarang, misalnya seni pertunjukan tradisional, seperti wayang, wayang orang, reog Ponorogo, jathilan, dan lain sebagainya. Kesenian ini di beberapa daerah masih dipertahankan dengan mewariskan kepada generasi mudanya sampai sekarang.

Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki fungsi yang multi dimensi. Seni sebagai ekspresi estetik manusia yang merefleksikan pandangan hidup, cita-cita, dan realitas dalam karya yang mampu membangkitkan pengalaman tertentu dalam penghayatannya.

Seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan maupun kelompok dalam mempertunjukan dirinya secara nyata ke dalam berbagai ruang, yang selanjutnya dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu perilaku yang ditentukan oleh perilaku perseorangan maupun kelompok.

1

(15)

Menurut Umar Kayam, seni pertunjukan lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat2. Seni pertunjukan lahir dan berkembang di tengah masyarakat, oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada. Seni pertunjukan dalam banyak kasus merupakan suatu bentuk ekprasi komunal yang penting dan berfungsi sebagai jembatan dialog antara Tuhan dan ciptaannya, antara pemuka adat dan masyarakatnya, atau antar sesama manusia. Secara umum seni pertunjukan dapat dibedakan menjadi seni pertunjukan sakral dan seni pertunjukan sekuler. Seni pertunjukan sakral masih mempunyai hubungan dengan upacara keagamaan, sedangkan seni pertunjukan sekuler adalah seni yang bersifat menghibur, pergaulan, serta penontonya dapat terlibat dalam pertunjukan. Seni pertunjukan yang berkembang di Indonesia kebanyakan adalah seni pertunjukan sekuler, ini terjadi karena bisa berhubungan langsung dengan masyarakat luas.

Seni pertunjukan tradisional yang masih berfungsi sebagai seni komunitas

(community art) yang lazimnya untuk kepentingan ritual, pasti tidak akan kehilangan kesempatan untuk hidup. Secara umum seni pertunjukan sebelum jaman kemerdekaan berfungsi ritual. Meskipun sering terjadi perubahan namun, fungsi ritualnya masih melekat, walaupun kadarnya sering menyusut, tergantung kebutuhan masyarakat setempat. Seni pertunjukan tidak bisa berfungsi ritual lagi, seperti Wayang wong, ketoprak maupun seni gandrung yaitu fungsinya sebagai tontonan dan hiburan.3

2

Umar Kayam, Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan, Ketika Orang Jawa Nyeni Galang Prees, Yogyakarta, 2000, Hal 1.

3

(16)

Kesenian tradisional, khususnya seni pertunjukan rakyat yang dimiliki, hidup dan berkembang dalam masyarakat sebenarnya mempunyai fungsi penting. Hal ini dapat terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau penyebaranya dan fungsi sosialnya. Dari segi penyebarannya seni pertunjukan rakyat mempunyai wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan terletak pada kemampuannya sebagai pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok.4 Dengan demikian seni pertunjukan itu mempunyai nilai dan fungsi bagi kehidupan masyarakat pemangkunya.

Berdasarkan data arkeologis seni pertunjukan tradisional meliputi seni musik, seni tari dan nyanyi, lawak, tari topeng. Secara sistematis menurut Timbul Haryono seni pertunjukan tradisional dapat dibagi menjadi empat macam atau kelompok yaitu: 1) tari rakyat; 1) musik rakyat; 3) drama rakyat, dan 4) seni

resitasi wiracerita rakyat. Walaupun demikian dengan kenyataan bahwa seni rakyat yang ada pada umumnya merupakan seni pertunjukan yang memiliki beberapa aspek dan barangkali musik lebih berarti sebagai pengiring pertunjukan, dan tidak berdiri sendiri sebagai pengiring sebuah bentuk seni pertunjukan.5

Salah satu seni pertunjukan rakyat yang memiliki nilai dan fungsi dalam kehidupan masyarakat ialah seni pertunjukan Topeng Ireng yang muncul sekitar

4

Soedarsono, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa di Pedesaan, dalam MakalahSeminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Proyek Javanologi, 1986, hal. 340

5

(17)

akhir tahun 1980-an di Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid. Kesenian ini berkembang luas di masyarakat Magelang. Pada Tahun 1990-an seni pertunjukan Topeng Ireng sangat populer, banyak desa-desa yang mendirikan jenis kesenian ini. Masyarakat menjadi pendukung berkembangnya seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian sebagai hasil kreatifitas manusia tidak bersifat statis, akan tetapi selalu berkembang, bergerak menuju suatu pembenahan, perubahan, dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan peradaban. Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan sebuah pencerminan dari semangat kreativitas seniman sebagai upaya pengelolaan seni yang bersifat dinamis.

Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai suatu karya bentuk baru tentunya didukung dengan suatu keberanian untuk mengungkapkan gagasan, karena setiap karya seni bentuk baru belum tentu dapat diterima begitu saja oleh masyarakat. Adanya kreativitas dari para seniman menjadikan seni pertunjukan Topeng Ireng selalu berkembang dan berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai bentuk kesenian rakyat memiliki keunikan dengan bentuk penyajian yang khas. Bentuk kesenian ini lahir dari proses adaptasi dari kesenian sejenisnya yang ada di sekitarnya. Bentuk penyajian kesenian ini

lebih menekankan pada aspek-aspek gerakan yang teratur dan bersama. Gerakan tarinya menggambarkan kedisiplinan melalui olahraga yang dilakukan

bersama-sama.

(18)

sekedar tontonan, tetapi juga tuntunan. Menurut narasumber, kesenian Topeng Ireng adalah tontonan yang memberi tuntunan dan tatanan. Walaupun seni pertunjukan ini lebih tampak menonjol dari segi hiburan, Namun kalau diteliti lebih mendalam sebenarnya seni pertunjukan Topeng Ireng memp unyai banyak nilai dan fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Salah satu kegunaan kesenian Topeng Ireng bagi masyarakat adalah sebagai sarana upacara syukur atas hasil panen, juga digunakan di dalam upacara pernikahan.

Seni pertunjukan Topeng Ireng muncul dan berkembang di tengah masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan atau situasi masyarakat pendukungnya. Sejak tahun 2001 hingga kini, kawasan lereng Merbabu, tepatnya Kabupaten Magelang, setiap tahunnya diadakan pementasan seni dalam rangkaian Festifal Lima Gunung, termasuk seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak bisa lepas dari unsur seni. Para seniman mengembangkan kesenian rakyat sekitar magelang untuk melestarikan karena generasi saat ini sudah mulai beralih pada hiburan yang lebih modern.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

(19)

Sebenarnya nilai- nilai apa yang terdapat di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng hingga sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan, meskipun sempat mengalami penurunan peminat karena pengaruh kemajuan jaman, tetapi bangkit lagi dengan peran serta masyarakat yang mencintai seni pertunjukan tradisiona l. Bagaimana seni pertunjukan Topeng Ireng masih dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama, meskipun terjadi pasang surut dalam pementasan maupun masyarakat pendukungnya sebagai penonton.

Penelitian sebuah peristiwa sejarah perlu suatu periodesasi dari kurun waktu yang akan diteliti. Identifikasi masalah dibatasi pada tahun 1988 sampai 2002. Kurun waktu yang diambil didasarkan pada awal berdirinya kesenian Topeng Ireng pada tahun 1988 sampai dengan adanya Festival Lima Gunung. Kurun waktu 14 tahun merupakan waktu yang cukup untuk melihat perkembangan dan perubahan dari pendiriannya sampai dengan pengaruhnya pada anggota kesenian dan masyarakat. Pemilihan daerah Magelang adalah karena Magelang memiliki banyak kesenian tradisional yang terus berkembang sampai sekarang.

(20)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas tampak beberapa permasalahan yang memerlukan pengkajian secara mendalam, yaitu :

1) Apa yang melatarbelakangi adanya seni pertunjukan Topeng Ireng ? 2) Bagaimana sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng ? 3) Sejauh mana dampak seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat

pendukung sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan ?

Pengungkapan latar belakang dan pencarian faktor-faktor penyebab serta proses penciptaan seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan pendekatan historis, dengan harapan dapat menjelaskan sejarah pembentukan dan perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng.

Pengungkapan kedudukan dan fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng

dalam kehidupan masyarakat, digunakan pendekatan antropologis dan sosiologis, dengan harapan dapat menjelaskan perubahan fungsi dan penyebabnya serta kedudukan seni pertunjukan Topeng Ireng dalam masyarakat. Dalam hal ini akan digunakan pendekatan ya ng bertolak dari landasan teori perubahan untuk mengamati perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng di dalam masyarakat.

(21)

D. Tujuan Penelitian

a. Akademis

Seperti telah disinggung di atas, bahwa seni pertujukan Topeng Ireng merupakan kesenian rekyat. Sampai saat ini masih eksis di kalangan masyarakat Magelang dan sekitarnya, namun seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi telah mempengaruhi keberadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng. Tujuan penelitian secara garis besar untuk mengetahui secara mendalam eksistensi kesenian Topeng Ireng. Dengan analisis secara menyeluruh, baik aktifitas yang dilakukan saat pentas maupun di luar pentas, maka akan tampak nilai, fungsi dan tantangan dari seni pertunjukan tersebut. Melihat fungsi kesenian dalam berbagai aspek, yaitu sebagai hiburan, tontonan dan tatanan bagi masyarakat pendukungnya. Dalam penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng ini, diharapkan menambah perbendaharaan penulisan mengenai mereka, sehingga nantinya dapat dijadikan referensi bagi penulisan seni pertunjukan masa mendatang.

b. Praktis

(22)

E. Manfaat Penelitian a. Akademis

Penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak ditemukan, referensi mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng sangat terbatas. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah tulisan mengenai seni pertunjukan di Indonesia, khususnya seni pertunjukan Topeng Ireng, dan dapat dijadikan sebagai informasi terutama yang menaruh minat terhadap eksistensi seni pertunjukan Indonesia.

b. Praktis

Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk melihat dan memelihara keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Keberadaan seni pertunjukan yang semakin menurun dan berkurang peminatnya membutuhkan orang-orang yang mau melestarikan dan mempertahankannya.

F. Tinjauan Pustaka

(23)

Sumber pustaka yang digunakan sebagai penguat pembahasan atau yang memiliki relevansi dengan permasalahan seni pertunjukan Topeng Ireng antara lain: Buku Mengenal Tari-tarian Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis oleh Soedarsono, buku ini membahas tentang perkembangan seni pertunjukan sakral dan sekuler. Pada sumber pustaka tersebut berisi tentang macam- macam seni pertunjukan sebagai suatu bentuk kesenian rakyat, dengan memberi gambaran secara umum sesuai dengan perspektif seni pertunjukan daerah, serta sekilas mengenai latar belakang seni pertunjukan. Meskipun buku ini tidak menyinggung seni pertunjukan Topeng Ireng namun paling tidak buku ini berbicara tentang gambaran tentang seni tari tradisional yang ada di Indonesia.

Selanjutnya Soedarsono menulis Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Buku ini memberikan informasi tentang sejarah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Disinggung pula fungsi seni pertunjukan sebagai hiburan dan sebagai presentasi estetis.

(24)

Ireng menggambarkan masyarakat desa dan gunung-gunung di Kabupaten Magelang melakukan olah fisik setiap hari orang-orang desa dan gunung-gunung, dengan iringan gamelan rampak. Untuk penjelasan mengenai sejarah seni pertunjukan Topeng Ireng tidak ada.

Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan mengenai sejarah dan latar belakang seni pertunjukan yang berkembang di Indonesia. Sedangkan mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak apabila tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk mengangkat masalah mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng di Magelang khususnya Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kabupaten Magelang.

Buku-buku di atas tidak banyak membantu dalam menjelaskan seni pertunjukan Topeng Ireng. Dari buku-buku tersebut belum menjelaskan secara spesifik perihal sejarah perkembangan dari sejarah berdirinya suatu kesenian sampai dengan pasang surutnya, kalaupun ada hanya gambaran secara luas mengenai sejarah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Penjelasan menyeluruh sejarah seni pertujukan secara spesifik belumlah memenuhi untuk menjelaskan sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng.

G. Landasan Teori

(25)

Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep, kehidupan sosia l dapat dipersamakan dengan sebuah organisme. Organisme dari suatu mahluk adalah suatu rangkaian sel dan ruang-ruang cairan yang diatur hubungannya satu sama lain, bukan merupakan satu kumpulan, namun suatu integrasi molekul- molekul yang kompleks. Setiap bagian dari struktur itu saling berkaitan dan saling nyambung, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Upaya untuk memahami aktivitas masyarakat Magelang dalam memaknai kehadiran seni pertunjukan Topeng Ireng dalam kehidupan sehari- hari dan dalam konteks yang lain perlu pengkajian dengan pendekatan sosiologis, meminjam konsep Talcott Parsons yang dikutip dari buku Alfian Persepsi Manusia Tentang Kebudayaan mengenai kebudayaan sebagai sistem simbol. Teori ini lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai pelaku yang mempunyai sistem budaya yang terdiri dari kepercayaan, pengetahuan, nilai moral, dan aturan-aturan serta simbol pengungkap perasaan/ekspresi. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak lepas dari aktivitas magis dalam pertunjukan tersebut dengan melalui kekuatan-kekuatan gaib. J. G. Drazer menggolongkan ilmu gaib kedalam perbuatan-perbuatan yang positif dan megatif.6

Seni pertunjukan Topeng Ireng Sebagai karya seni (objek) tentunya berhubungan dengan penonton atau penikmat (subjek). Dengan begitu untuk penilaiannya dihubungkan dengan makna estetis yang muncul dari hasil

6

(26)

pengalaman pribadi seseorang, dan bisa juga dinilai dari kualitas dan tujuan karya seni itu. Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam perjalanan historis mengalami perubahan dan perkembangan, muncul generasi sebagai pengganti generasi yang sudah tidak berkesenian lagi. Setiap generasi penerus akan dapat mengenal ciri-ciri yang membedakan antara generasinya dengan generasi sebelumnya. Setiap manusia memiliki potensi dan motivasi yang potensial dalam menghasilkan perubahan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu kiranya di kaji unsur-unsur, potensi, serta motivasi yang memungkinkan perubahan dan perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng.

Selanjutnya untuk membantu menjelaskan seni pertunjukan dalam masyarakat dipergunakan juga Teori struktural fungsional yang dikembangkan oleh Radcliff R. Brown, yang menyatakan bahwa perubahan kebudayaan atau salah satu unsur kebudayaan lebih disebabkan untuk memperkuat struktur yang sudah ada. Apabila kita mengamati struktur sosial masyarakat akan menunjuk pada susunan dan aturan. Komponen tersebut adalah unit-unit struktur sosial yang terdiri dari orang atau masyarakat yang memenuhi kedudukan dalam struktur sosial.7

Begitu juga di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng, seiring dengan perubahan waktu, dimana seni pertunjukan Topeng Ireng berkembang, maka keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami berbagai perubahan fungsi.

7

(27)

Kesenian disamping menambah kenikmatan pada hidup sehari- hari, kesenian mempunyai beraneka ragam mempunyai sejumlah fungsi, untuk menentukan norma perilaku yang teratur, kesenian pada umumnya meneruskan adat kebiasaan dan nilai- nilai kebudayaan. Kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas digabungkan untuk memahami seni pertunjukan Topeng Ireng berdasarkan pertanyaan nilai dan fungsi dari seni pertunjukan Topeng Ireng, beberapa pertanyaan membutuhkan analisis empirik sesuai kenyataan di lapangan.

H. Metode Penelitian

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian dalam penulisan sejarah, maka perlu dilakukan beberapa langkah penelitian. Langkah- langkah dalam melakukan penelitian ini adalah yang pertama pada penelitian ini yang dilakukan adalah pengumpulan sumber. Pada penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu dalam pengumpulan data lebih menekankan wawancara dengan para informan, bukan responden. Cara ini dimaksudkan agar dalam pengumpulan data dan penulisan laporan penelitian lebih mendalam dan terarah, maka dalam penggunaan metode wawancara yang telah disusun terlebih dahulu. Informasi dipilih sesuai dengan bidang seni pertunjukan Topeng Ireng, dengan tujuan untuk menjelaskan secara mendalam mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng.

(28)

pengumpulan data, dilakukan kritik sumber. Kritik sumber dimaksudkan untuk melihat kredibilitas sumber tulisan dengan menguji terhadap data penelitian. Dalam penelitian sejarah, kritik sumber merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menghindari adanya tidak validnya suatu sumber.

Kemudian dilakukan dengan melakukan analisis sumber, analisis merupakan tahap yang penting dan menentukan dalam suatu penelitian. Tingkat keberhasilan dilihat dari hasil analisis suatu penelitian. Analisis dalam penelitian seni pertunjukan Topeng Ireng lebih menekankan: Nilai, Fungsi dan Tantanganya pada masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang pada tahun 1988-2002.

Tahap akhir dari penelitian adalah penulisan sejarah. Penulisan sejarah dilakukan secara kronologis dari suatu peristiwa. Kerangka sejarah dijabarkan dalam sistematika penulisan. Penulisan dilakukan dengan kaidah penulisan yang sudah ditentukan. Setelah semua tahap tersebut dilalui tugas akhir adalah penyampaian hasil penelitian secara tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah menurut kaidah-kaidah yang telah diterapkan.8

I. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan garis besar permasalahan yang telah dipaparkan pada awal penulisan, maka penulisan kesenian Topeng Ireng dari tahun 1988 sampai 2008 disusun menurut sistematika penulisan. Penulisan hasil penelitian ini disusun dalam lima bab sebagai berikut:

8

(29)

Bab I, pendahuluan berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, seni pertunjukan di Mendut berisi mengenai selintas perkembangan seni pertunjukan di kabupaten Magelang, seni pertunjukan di Mendut, kondisi di Bojong sebelum munculnya seni pertunjukan Topeng Ireng, seni pertunjukan topeng Ireng 1988 sampai dengan tahun 2000.

Bab III, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat Bojong yang berisi mengenai fungsi seni pertunjukan tradisional, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai tontonan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai tuntunan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai tatanan.

Bab IV, seni pertunjukan Topeng Ireng dan komunitas Lima Gunung 1988-2002 yang berisi mengenai keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari tahun 1988-2000, keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari tahun 2000-2002.

(30)

17

A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di Kabupaten Magelang

Budaya Jawa sangat kental dengan keseniannya, mulai dari berbagai jenis kesenian hingga tari-tarian. Begitu juga dengan Magelang merupakan daerah yang kaya akan budaya dan tradisi masyarakat. Pembangunan candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon dan puluhan candi lainnya merupakan suatu bukti bahwa di daerah Magelang sudah mengenal seni budaya yang cukup panjang. Dari relief candi-candi tersebut terekam seni pahat yang sangat tinggi yang menggambarkan tentang seni tari, seni musik, dan juga kesusastraan.1

Seiring dengan perkembangan suatu wilayah, Magelang kian berkembang dan menjadi modern. Namun masih ada yang tetap dipertahankan keasliannya, yaitu tradisi lokal dan kesenian rakyatnya.2 Dengan mempertahankan kebudayaan masyarakat Magelang tidak kehilangan identitasnya. Hal inilah yang terus-menerus di pertahankan oleh seniman desa-desa di kabupaten Magelang.

Masyarakat Magelang yang bermukim di Lereng Gunung Merapi sudah sejak cukup la ma akrab dengan berbagai bentuk seni sejak Indonesia bahkan

1

Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 16

2

(31)

sebelum Indonesia merdeka.3 Setelah merdeka pun masyarakat Magelang tetap mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dari rasa syukur pada perayaan kemerdekaan maupun hajatan seperti di kampung-kampung.

Magelang mempunyai banyak kesenian tradisional dan juga para pelaku seninya, hal ini dapat terlihat dalam Festival Lima Gunung, Sebuah kegiatan yang melibatkan seniman dari Merbabu, Merapi, Sumbing, Sundoro, dan pegunungan Menoreh yang diawali pada tahun 2001 yang diadakan setahun sekali dan menjadi agenda rutin. Dalam acara itu berbagai seni pertunjukan dan karya seni lainya dipertunjukan yang difungsikan untuk mengangkat nilai- nilai budaya lokal.

Jauh sebelum adanya Festival Lima Gunung hubungan seniman Magelang sudah terjalin dengan baik dari 17 tahun yang lalu. Seniman di sekitar Magelang sudah tergabung dalam kelompok seniman gunung yang diprakarsai oleh Bapak Sutanto.4 Hubungan ini bukan untuk cari popularitas, tetapi untuk melestarikan budaya dan kesenian rakyat.

Setiap saat seniman-seniman tersebut dapat mengekspresikan karya seninya tanpa ada batasan waktu. Ada kebebasan dalam pengungkapan kreasi baru kesenian baik tradisional maupun kontemporer. Sehingga banyak kesenian yang terus berkembang di Magelang maupun di Mendut sendiri. Dukungan dari seniman-seniman nasional seperti Garin Nugroho, Sawung Jabo dan Emha Ainun Najib memberikan semangat seniman gunung yang berkumpul dirumah Sutanto.5

3

Ilham Khoiri dan Regina Rukmorini, Berkesenian Sejak Tahun 1930-an, Kompas, Minggu, 24 Agustus 2008, hal 17

4

Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008

5

(32)

B. Seni Pertunjukan di Mendut

Secara administratif Kelurahan Mendut merupakan wilayah dari kecamatan Mungkid, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kelurahan Mendut yang terdiri dari 7 lingkungan dengan setiap lingkungan dikepalai seorang Prabot atau kepala lingkungan (kaling).6

Sudah banyak orang yang mengenal Mendut dari keberadaan candinya, setiap tahun di bulan Mei selalu diadakan upacara perayaan hari raya umat Budha yaitu Waisak. Pemeluk agama Budha baik dari Indonesia maupun dari perwakilan Tibet dan China selalu berkunjung ke candi Mendut dan candi Borobudur untuk mengikuti prosesi perayaan upacara Waisak. Hal ini yang membuat desa Mendut dikenal hingga ke seluruh Indonesia maupun internasional.

Mendut menjadi tempat berkumpulnya seniman-seniman gunung Magelang. Mereka berkumpul di rumah Bapak Sutanto untuk mengkomunikasikan berbagai hal yang berhubungan dengan seni budaya tradisional maupun kontemporer. Sehingga masyarakat Mendut pun ikut terlibat dalam komunikasi seni dan budaya.

Masyarakat Mendut sudah mengenal kesenian tradisional sejak lama. Di kelurahan Mendut masyarakatnya terbiasa berhadapan dengan seni Budaya Jawa terutama yang berkaitan kesenian tradisional. Keakraban terhadap kesenian tradisional bisa dilihat dalam seni pertunjukan Kubro Siswo, Jathilan, dan Topeng Ireng.

6

(33)

Diawali dari sejarah munculnya kesenian Kubro Siswo yang dimulai dari sifat masyarakat Mendut yang suka musyawarah dan gotong-royong sehingga tercetus untuk menciptakan kesenian yang bisa dikatakan baru. Kelompok kesenian Kubro Siswo masyarakat Mendut sudah mulai did irikan tanggal 27 Januari 1960.7 Seni pertunjukan Kubro Siswo yang artinya: Kubro berarti besar, terkenal atau agung, dan siswo berarti siswa, murid, cantrik, pengiring atau pengabdi. Kubro Siswo berarti murid yang menghendaki pengetahuan dalam arti yang luas. Kesenian yang bercorak Islami ini dimainkan oleh anak-anak usia sekolah dasar dan menengah pertama.

Pada awal kemunculan Kubro Siswo dimulai dari lingkungan Mendut I yang mendirikan seni pertunjukan Kubro Siswo pertama kali, kemudian diikuti oleh lingkungan Mendut II dan Cabean. Namun dalam perkembangannya seni pertunjukan Kubro Siswo Mendut II tidak bisa bertahan lagi. Seni pertunjukan Kubro Siswo kini sudah diikuti oleh daerah-daerah lain dan menjadi kesenian tradisional milik semua orang. Seni pertunjukan Kubro Siswo berkembang seiring dengan kreatifitas setiap daerah-daerah yang mengembangkannya

Kesenian yang ada di Kelurahan Mendut bukan hanya Kubro Siswo saja, tahun 60-an juga ada seni pertunjukan Jathilan yang ada di lingkungan Bojong.

Kesenian yang cukup populer bagi masyarakat Jawa Tengah. Namun dengan pertumbuhan masyarakat, seni pertunjukan Jathilan Bojong tidak bisa

bertahan lagi.

7

(34)

C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan Topeng Ireng.

Sebelum muncul seni pertunjukan Topeng Ireng, masyarakat Bojong sudah mempunyai kesenian Jathilan dengan nama Turonggo Mudo. Kesenian ini diprakarsai oleh pemuda Bojong pada saat itu. Pada awal berdirinya kesenian Jathilan Turonggo Mudo cukup terkenal karena sering pentas keluar daerah Bojong meskipun masih dalam lingkup kabupaten Magelang. Seni pertunjukan Jathilan Turonggo Mudo lingkungan Bojong bertahan cukup lama hingga tahun 1980.8

Pada dasarnya seni pertunjukan Jathilan Turonggo Mudo sama dengan kesenian jathilan lainya, yaitu dengan menggunakan kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Tema dari gerakan tariannya merupakan semacam tari perjuangan atau gladi keprajuritan untuk melawan Kolonial Belanda. Karena pada awal didirikan tema perjuangan masih mewarnai kehidupan masyarakat.

Sebagian masyarakat dan pemain kesenian Jathilan lingkungan Bojong memandang kesenian tersebut monoton atau kurang dinamis, nilai jualnya kurang, maka dikembangkan kesenian Topeng Ireng. Lahirnya seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan suatu pembaharuan bagi masyarakat Bojong.

Setelah kesenian rakyat masyarakat Bojong yaitu Jathilan tidak aktif lagi maka masyarakat Bojong tidak memiliki kesenian rakyat yang khas dari lingkungan Bojong. Sekitar tahun 1980 para remaja Bojong yang berumur 11-16

8

(35)

tahun ingin belajar serta mengembangkan diri dengan kesenian rakyat Kubro Siswo di lingkungan Cabean kelurahan Mendut. Namun keinginan para remaja Bojong ditolak oleh masyarakat Cabean, dengan alasan selain anak lingkungan Cabean tidak diperkenankan untuk ikut dalam kesenian rakyat Kubro Siswo.

Melihat hal itu Bapak Badaril dan Bapak Asmuni yang setelah berkeluarga menetap di lingkungan Bojong mengusulkan untuk mempelajari tari tradisional Topeng Kawedar yang berasal dari kampungnya yaitu dusun Tuksongo, Borobudur. Para tetua menyambut usulan ini dengan antusias. Sudah lama masyarakat Bojong berniat untuk mengembangkan dan melestarikan budaya tradisional.

Setelah mendapat persetujuan dari para pemuka masyarakat Bojong, maka Bapak Badaril dan Bapak Asmuni bersama pelatih dari dusun Tuksongo yaitu bapak Bajuri, Bapak Sunarto, dan Bapak Alasiri melatih remaja Bojong. Di bawah pimpinan Bapak Sahir, Bapak Ngasijan, Bapak Sumitro dan pemuka masyarakat Bojong lainnya, pemuda-pemuda berlatih kesenian yang diajarkan warga Tuksongo.9 Setelah mendapat pelatihan dari dusun Tuksongo, setiap minggu para pemuda berlatih untuk menambah kepiawaiannya dalam berkesenian.

Berdasarkan kesepakatan para pengasuh kesenian di Lingkungan Bojong, maka seni pertunjukan ini dinamakan Topeng Ireng. Sesuai dengan aslinya yang terdahulu bernama Topeng Kawedar nama topeng tetap melekat. Untuk lebih menjurus pada pembinaan yang lebih positif serta membedakan kesenian ini

9

(36)

dengan seni pertunjukan Topeng Kawedar yang merupakan milik dusun Tuksongo maka kesenian ini diberi nama seni pertunjukan tradisional kerakyatan Topeng Ireng. Seni Pertunjukan Topeng Ireng resmi berdiri sejak 15 Agustus 1988 dijadikan sebagai hari ulang tahunnya.

D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng 1988 Sampai Dengan Tahun 2000. Seni pertunjukan tradisional atau kerakyatan merupakan salah satu bentuk kesenian daerah yang merupakan produk budaya rakyat, yang memiliki ciri-ciri kerakyatan yaitu: sederhana, sepontan dan akrab dengan penonton. Bahkan pada umumnya juga bersifat ritual dan magis. Seni pertunjukan tradisional hadir bukan dari konsep seseorang, seni pertunjukan tradisional tidak dapat dipastikan siapa penciptanya. Hadirnya di tengah-tengah masyarakat karena improvisasi atau sepontanitas para pelakunya. Tindakan itu dilakukan berulang- ulang sehingga menjadi kebiasaan.

Seni pertunjukan tradisional akan hidup terus- menerus apabila selama tidak ada perubahan pandangan hidup pelaku dan masyarakat pendukungnya. Pandangan hidup yang telah mantap tidak akan mudah goyah dan berubah, namun pandangan hidup dapat berkembang menurut kebutuhanya. Sedangkan seni pertunjukan tradisional fungsi dan peranannya terpadu di dalam segala aktifitas sehari- hari. Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional bukanlah sesuatu yang baku, melainkan sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk berkembang

(37)

Perkembangan seni pertunjukan tradisional sejalan dengan pertumbuhan adat budaya masyarakat pendukungnya. Corak dan gaya khas yang terdapat dalam seni pertunjukan tradisional mencerminkan pribadi masyarakat pemiliknya. Dalam bidang seni pertunjukan setiap kelompok etnis di Indonesia ingin menampilkan jatidiri mereka.10 Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional memiliki sifat kedaeraha n dimana seni itu lahir, tumbuh dan berkembang, sehingga seni pertunjukan tradisional sering disebut seni daerah.

Ungkapan kesenian tradisional yang merupakan unsur kebudayaan11 adalah juga lambang yang memberi identitas masyarakat pendukungnya. Sebagai suatu gagasan dan simbol ungkapan tradisional dapat dipergunakan untuk saling berkomunikasi. Dengan demikian seni yang seperti itu menjadi salah satu untuk memperkuat solidaritas masyarakat pendukungnya.

Begitu juga yang terjadi di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng dari sejak awal kenunculanya hingga kini. Seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami perkembangan yang cukup cepat dan luas, dari lingkup kecil menjadi luas keluar dari kabupaten Magelang. Perkembangan seni pertunjukan topeng Ireng sudah ada sejak tahun 1988 dari desa Bojong, Mendut. Namun jauh sebelum ada seni pertunjukan Topeng Ireng sudah ada kesenian sejenis di daerah Borobudur, yaitu di desa Tuksongo.

Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam penampilannya selalu dengan mewarnai wajah dan tubuh seperti suku-suku pedalaman. Wajah pemain diberi warna hitam dengan paduan putih dan merah. Pakaian yang dipakai juga mirip

10

Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992, hal 6

11

(38)

dengan rumbai-rumbai pada suku Asmat di Papua. Seiring dengan berkembangnya seni pertunjukan Topeng Ireng, pada beberapa grup kesenian mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian mirip kubro siswo. Sedangkan ikat kepala atau sering disebut kuluk pada seni pertunjukan Topeng Ireng mirip dengan yang dipakai suku Indian yaitu dengan bulu-bulu angsa. Mungkin pemberian nama topeng Ireng karena dalam mewarnai wajah seperti orang menggunakan topeng dengan dominasi warna hitam.

Sebelum popular dengan nama Topeng Ireng, orang mengenalnya dengan nama ndayaan namun bila diperhatikan, kata ndayaan akan memojokan suatu suku tertentu di Kalimantan, padahal suku dayak sendiri orangnya putih-putih dan cantik, sedangkan asumsi kita terhadap ndayaan adalah mirip orang asmat. Sisi lain untuk meluruskan maksud ndayaan adalah karena lidah jawa yang mengubahnya dari kata kebudayaan yang disingkat menjadi ndayaan. Maksud dari ndayaan adalah kebudayaan yang memiliki cipta, rasa dan karsa yang diwujudkan dalam bentuk kesenian.12

Penjelasan Ngasijan itu kemudian dipertegas oleh Jane Perlez yang mengatakan bahwa:

A Presentation of the traditional Topeng Ireng dance (literally, black mask) was updated with costumes designed to resemble the gear of American Indians.13

(Pertunjukan tari tradisional Topeng Ireng (harafiah, bertopeng hitam) desain kostum seperti pakaian orang-orang Indian Amerika.)

Ada kemungkinan juga disebut Ndayaan karena mirip dengan suku Indian yang ada di Amerika(sic.). Namun demikian seni pertunjukan Topeng Ireng tetap

12

Wawancara dengan Bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong

13

(39)

mempunyai ciri khas budaya lokal dengan kearifan dan identitas masyarakat pedesaan.

Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng mencapai puncaknya pada dekade 90-an. Pada dekade ini banyak bermunculan kelompok seni pertunj ukan Topeng Ireng di sekitar wilayah Magelang. Banyak desa-desa yang mulai mengembangkan kesenian ini dengan belajar dari desa Bojong maupun dari desa Tuksongo. Seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dijadikan tempat untuk belajar dengan ikut bergabung dalam setiap pertunjukan maupun latihan bersama. Setelah mahir dalam seni pertunjukanya mereka kembali ke desanya untuk menularkan kepada teman-temanya sehingga bisa mendirikan seni pertunjukan yang sama dengan dimodifikasi dan dengan namanya masing- masing.

Gerak tari seni pertunjukan Topeng Ireng, menggambarkan masyarakat desa dan gunung-gunung di Kabupaten Magelang yang me lakukan olah fisik setiap hari, dengan diiringai gamelan rampak.14 Seni pertunjukan Topeng Ireng di beberapa desa di Kabupaten Magelang mempunyai mana yang berbeda-beda seperti: grup "Lowo Ireng" dari desa Sidomulyo, Salaman, "Seto Aji Kumitir" dari desa Kepil, Dukun, "Satrio Mudo" dari desa Gupit, Borobudur, "Gagak Ngampar" dari desa Bandung Paten, Dukun, "Topeng Krido" dari desa Pabelan IV, Mungkid, "Topeng Seto" dari desa Cakran, Borobudur, "Anak Rimba" dari desa Srigetan, Borobudur, "Topeng Purba" dari desa Kurahan Borobudur 15 dan masih banyak lagi.

14

http://www.wisatanet.com/berita/berita_detail.php?kode=1&idnews=2734

(40)

Kehadiran kelompok-kelompok kesenian diberbagai daerah me nambah warna tersendiri bagi seni pertunjukan Topeng Ireng yang beragam dengan ciri khas masing- masing daerah. Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak hanya di Magelang saja, tetapi juga di daerah Yogyakarta.

Perkembangan Topeng Ireng tidak hanya didominasi laki- laki remaja tetapi juga diikuti kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng anak-anak dan perempuan. Dengan banyaknya bermunculan grup-grup seni pertunjukan Topeng Ireng menunjukkan bahwa masyarakat menjadi pendukung kesenian tersebut, karena kesenian tanpa ada dukungan dari masyarakat tak akan bisa hidup dan berkembang. Mati hidupnya kesenian tidak bisa dilepaskan dari komunitas pendukungnya.16

Berkembangnya seni perunjukan Topeng Ireng sangat mendukung industri pariwisata di kabupaten Magelang. Dinas pariwisata melihat hal ini sebagai aset untuk mempromosikan kabupaten Magelang sehingga beberapa kali diadakan festival kesenian diantaranya pada tahun 1997 yang diadakan di candi Borobudur dan pada tahun 2000 yang diadakan di hotel Pondok Tingal Borobudur. Sehingga seniman Magelang terus berupaya melakukan berbagai kreativitas untuk mengajarkan cinta akan kesenian daerah pada masyarakat selain untuk memperkaya sekaligus melestarikan budaya Jawa yang begitu kaya dan menakjubkan. Acara-acara festival kesenian sampai dengan diadakannya Festival Lima Gunung yang diprakarsai oleh Bapak Sutanto pemilik studio Mendut dan para seniman dari berbagai daerah pada tahun 2001.

16

(41)

Lingkungan Bojong, sebagai bagian dari kelurahan Mendut sudah sejak lama hidup berdampingan dengan kesenian tradisional. Seni pertunjukan Topeng Ireng yang dikembangkan oleh masyarakat Bojong banyak diminati masyarakat. Seni pertunjukan Topeng Ireng pun berkembang luas dengan varian yang beragam.

Seni pertunjukan merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung menggunakan gerak tubuh manusia sebagai media ekspresi. Dalam seni pertunjukan Topeng Ireng ada unsur bela diri, Topeng Ireng adalah bentuk penggabungan olah raga dan bela diri atau silat dengan tari yang diluweskan

diberi tembang-tembang atau nyanyian. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak ada pakemnya atau lebih bersifat dinamis, berbeda dengan lain seperti wayang atau ketoprak yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata.

Dimulai dari tahun 1988 masyarakat dan pemuda Bojong mendirikan sebuah kreasi kesenian baru untuk menjalin persatuan dan kesatuan pemuda. Dari semangat persatuan dari masyarakat dan pemuda maka didatangkan guru kesenian dari desa Tuksongo, Borobudur. Menurut cerita kesenian semacam Topeng Ireng pada tahun 1924 sudah ada di desa Tuksongo Borobudur.

(42)

yang dinyanyikan. Atau TOTO LEMPENG INTINE PEMUDA BOJONG dijabarkan menjadi: melaksanakan apa yang menjadi perintah agama maupun pemerintah dan menjauhi laranganNya dengan berkehidupan secara lurus. Toto lempeng itu berarti lurus dengan membangun pemuda Bojong ke jalan yang benar.17

Keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan iringan gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-maksud isi tari yang dibawakan.18 Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan salah satu seni tradisional yang identik dengan kebersamaan. Dari intinya topeng ireng itu menujukan bahwa nilai kebersamaan ditanamkan kepada masyarakat dengan tujuan kebersamaan. Kehadiran tari tak lepas dari beberapa aspek yang dapat dilihat secara terperinci antara lain: geraknya, iringan, tempat, pola lantai,

waktu, tata pakaian, rias, dan properti.19

Seni pertunjukan Topeng Ireng dibagi atas tiga babak yaitu babak pertama Rodhatan, pada babak kedua Monolan atau Montholan kemudian babak ketiga kewan-kewan. Bila waktu masih memungkinkan ditutup lagi dengan Rodhatan. Pada pementasan seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dalam tiga babak tersebut dijelaskan sebagai berikut :

17

Wawancara dengan bapak Mursanyoto, ketua kesenian Topeng Ireng Bojong dari 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong

18

Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 15 19

(43)

1. Rodhadtan

Rodhad adalah tarian yang terdiri dari dua baris, setiap baris bisa terdiri dari 10 orang atau bisa juga terdiri dari 12 orang yang dipimpin oleh ketua suku. Dalam penampilanya maksimal 25 orang penari per Rodad dengan iringan alat musik dan irama lagu, sedangkan pakaiannya mirip dengan suku Indian di Amerika. Tarian ini mengambil nuansa warna dan gerak yang sangat khas dibanding kesenian-kesenian lainya. Setelah dimainkan beberapa tarian diganti dengan babak

2. Monolan

Monolan adalah babak yang berisi humor atau sindiran-sindiran. setelah tampil dengan suasana keras seperti pada Rodad dan kewanan diberi suguhan monolan dengan nuansa humor untuk meredakan ketegangan dengan kesan kelucuan. Monolan menggunakan tata rias sepertu badut, lagu- lagu yang digunakan menggunakan sair-sair yang menyinggung masalah- masalah sosial masyarakat.

3. Kewan-kewanan

Kewan-kewanan adalah babak akhir yang terdiri dari lima binatang yaitu: Simo atau Harimau, Gajah, Warak/Badak, Sapi dan Kerbau. Kelima

(44)

sebagai teman kerja petani, gajah sebagai lambang kekuatan. Pada babak ini biasanya pemain yang menggunakan pakaian binatang-binatang ini akan lupa diri atau biasa disebut ndadi (in trance) kerasulan ruh. Makna dari kewanan adalah bahwa ada perbedaan mendidik manusia dan binatang. Dengan mencambuki itu berarti bahwa manusia tidak bisa berkomunikasi dengan binatang. Pada babak ini ingin menunjukan bagaimana perbedaan mendidik manusia dengan binatang

Dalam setiap pertunjukanya seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong menggunakan alat-alat musik tradisional. Setiap alat musik yang digunakan untuk mengiringi tariannya mempunyai makna sendiri-sendiri. Kesenian merupakan salah satu aktivitas yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan tindakan simbolis. Hal itu karena tidak semua tindakan dan pergaulan manusia

sehari- hari dapat diungkapkan secara benar, melainkan melalui bentuk-bentuk perlambang dalam seni pertunjukan. Iringan maupun lagu- lagu dalam seni pertunjukan Topeng Ireng mengambil beberapa makna dari alat-alat musik yang digunakan, seperti :

1. Bende

(45)

2. Kendang

Kon ndang tumandang. Artinya ayo segera bertindak untuk menuju kebaikan. Sering kali manusia malas- malasan dalam bekerja dan tidak mau berusaha. Dengan segera bertindak berarti secepatnya menyelesaikan aya yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Suling / seruling

Sue-sue supoyo eling. Artinya lama- lama supaya ingat kepada keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menjauhi larangan dan melaksanakan perintahNya. Perintah agama tidak boleh ditinggalkan atapun dilupakan sehinggan harus diingat terus menerus.

4. Kelinting

Kelingan limo kang penting. Artinya ingat lima hal yang penting seperti rukun is lam ada lima sebagai pedoman hidup seorang Muslim, pancasila sebaga i ideologi bangsa terdapat lima sila, Molimo yang harus dihindari karena bertentangan dengan ajaran agama.

5. Jedor / Beduk

(46)

6. Sempritan / peluit

Sempurnane purwo wiwitan. Artinya sempurnanya dari awal hingga akhir kehidupan. Diharapkan manusia mendapat kesempurnaan dari awal hingga maut menjemput dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.

7. Icik-icik / Tamborin

Isine kebecikan. Artinya isinya kebajikan. Diharapkan selalu membuat kebajikan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Manusia terkadang lupa diri, sering melakukan hal- hal yang menyimpang dari perintah agama maupun hukum pemerintah.

Setiap alat musik yang digunakan mempunyai makna untuk kebaikan umat manusia, meskipun menari dengan irama dan gerakan yang keras tetapi sebagai cerminan bahwa semua yang dilakukan mengandung ajaran. Tontonan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak hanya sekedar tontonan, tetapi memberi tuntunan. Sair-sair yang ada merupakan pesan-pesan pembangunan dan petuah-petuah yang diterima dari orang tua yang dituangkan lewat lagu. Pernyataan akan menjadi lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk perlambang atau symbol.20 Dengan menggunakan perlambang dan sombol orang akan lebih termotivasi untuk mengetahui apa dibalik maksud yang ingin disampaikan dalam kesenian tersebut. Tentang hal ini Suwaji mengatakan bahwa:21

20

Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992, hal 52

21

(47)

Bagi orang Jawa perlambang pada umumnya bermakna piwulang atau “pameling” (pesan-pesan) yang isinya tentu baik, menurut norma- norma Jawa. Oleh karena itu di dalam budaya Jawa terdapat kata-kata “lambang minongko piwulang” artinya lambang sebaga i ajaran, atau sebaliknya “lambang minongko piwulang” artinya ajaran sebagai lambang.

Syair-syair yang digunakan dalam seni pertunjukan topeng Ireng dapat disesuaikan dengan kebutuhan misalnya unt uk menghibur pada peringatan hari-hari besar umat Islam seperti Maulud Nabi dan Isra Miraj. Syair yang dikumandangkan para Bawa22 bernafaskan Islam. Hal ini dapat dilihat pada isi syair yang intinya mengajak para penonton untuk memeluk agama Islam, mematuhi semua perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah serta pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Selain untuk kepentingan agama juga ada syair untuk kepentingan umum seperti P4, sensus, pembangunan, dan lingkungan. Pada intinya semua lagu dapat disesuaikan dengan penanggap kesenian dan sesuai dengan peringatan yang bertepatan saat kesenian dimainkan.

Pada awal kemunculannya dalam menggunakan asesoris dan pakaian yang digunakan masih sederhana. Pakaian yang dipakai hanya menggunakan celana pendek dengan diberi rumbai-rumbai dari janur (daun kelapa muda). Riasan yang digunakan untuk mewarnai wajah dan tub uh menggunakan angus dan arang.

Seiring dengan perkembangannya mulai dibuatkan seragam untuk menambah estetika dalam berkesenian.

22

(48)

Seni pertunjukan Topeng Ireng sering ditampilkan pada acara-acara seperti pada bulan Rajab, perayaan Agustusan, hajatan perkawinan maupun sunatan tergantung dengan orang yang mau menyelenggarakan kesenian tersebut. Pada kesempatan tertentu seperti festival kesenian maupun acara yang digelar dinas pariwisata di candi Borobudur, seni pertunjukan Topeng Ireng juga ditampilkan bersama dengan kesenian-kesenian tradisional lainnya.

Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dalam menjalankan roda keorganisasia nnya sudah mempunya i struktur kepengurusan yang sudah baik yang resmi didirikan pada tanggan 15 Agustus 1988. Organisasi Topeng Ireng secara khusus mengelola seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian ini mempunyai tujuan siar Islam, maka dalam kepengurusan Kiai dilibatkan sebagai penasihat spiritual para anggotanya. Kiai tidak terlibat langsung dalam pertunjukan kesenian, tetapi

lebih pada nasihat-nasihat jika dibutuhkan anggotanya.

(49)

Organisasi Topeng Ireng lingkungan Bojong tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi juga dibina dan diawasi oleh kepala kelurahan Mendut, kepala lingkungan Bojong I dan Bojong II, serta sesepuh lingkungan Bojong selalu mendampingi para pengelola organisasi Topeng Ireng yang merangkap sebagai pemain seni pertunjukan Topeng Ireng agar mereka tetap bersemangat dalam membina dan melestarikan seni pertunjukan Topeng Ireng.

Menurut bapak Ngasijan, ketua kesenian menjadi penghubung orang yang ingin menyelenggarakan acara kesenian dan pemain seni pertunjukan Topeng Ireng. Urusan perijinan juga dikerjakan oleh ketua karena banyak anggota yang tidak bisa melakukanya. Seringkali dalam pertunjukan para penonton berkelahi dengan sesama penonton maupun dengan rombongan kesenian, disini peran ketua sangat dibutuhkan untuk mendamaikan ataupun menyelesaikan suatu masalah dengan musyawarah. Dalam menjalankan kegiatanya ketua dibantu oleh seksi-seksi yang sudah terstruktur.

PENASIHAT

KETUA I

KETUA II

BENDAHARA

(50)

Dengan adanya organisasi Topeng Ireng sebagai wadah untuk masyarakat

(51)

38 A. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional

Apabila dicermati dengan seksama, ternyata seni pertunjukan tradisional memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia.1 Di setiap daerah maupun negara sangat berlainan dalam memanfaatkan seni pertunjukan, setiap seni pertunjukan pun berlainan dalam fungsinya. Oleh karena komp leksnya fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat tidak ada keseragaman pendapat mengenai fungsi- fungsi seni pertunjukan tradisional.

Pada zaman sekarang ini kebanyakan seni pertunjukan sebagai sarana hiburan dan tontonan terutama dengan semakin banyaknya media televisi dan media komunikasi lainnya. Sebagai hiburan, seni pertunjukan mengandung makna bahwa keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan iringan musik gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung isi yang dibawakan penari seni pertunjukan.

Fungsi sosial seni pertunjukan tradisional rakyat bersifat profane atau sekuler sebagai sarana hiburan atau tontonan. Biasanya penonton melihat kesenian bertujuan mencari hiburan, melepas lelah, menghilangkan stres dan bersantai ria. Hal ini karena seni pertunjukan tradisional mengandung unsur keindahan yang bisa dinikmati masyarakat luas.

1

(52)

Seni pertunjukan di Indonesia yang mengandung hiburan biasanya bersifat sederhana seperti jathilan, kubro siswo yang dalam sajiannya semata- mata untuk menarik perhatian penonton. Namun demikian dalam seni pertunjukan tradisional tersebut mengandung isi, makna atau pesan tertentu yang ingin dikomunikasikan kepada penonton. Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-kesenian tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang sesuai pada masanya.2 Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral dan sebagainya.3

Namun di samping sebagai hiburan atau kesenangan, seni pertunjukan tradisional tidak lepas dari fungsinya sebagai sarana ritual maupun untuk keperluan upacara. Seni pertunjukan tradisional yang berhubungan dengan religi atau kepercayaan bersifat sakral atau suci. Kesenian yang digunakan untuk keperluan ritual biasanya dipentaskan pada saat-saat tertentu sesui dengan keperluan.

Dalam kebudayaan Jawa, seni pertunjukan memiliki fungsi ritual yang sangat beragam. Agama turut mempengaruhi bentuk-bentuk seni pertunjukan yang berkembang dalam masyarakat. Masuknya agama Hindhu turut mempengaruhi kehidupan seni pertunjukan di Indonesia. Adanya akulturasi antara kebudayaan Jawa dan agama hindhu membawa kemajuan dan membawa penghalusan warisan dan peninggalan nilai- nilai budaya Jawa.

2

Sujarno, Seni pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan Tantangannya, Yogyakarta, 2003, hal 47

3

(53)

Setelah masuknya Hindhu, kemudian di ikuti dengan masuknya agama Islam yang sampai sekarang masih tetap melekat pengaruhnya dalam seni pertunjukan. Dalam perkembangannya seni pertunjukan tradisional tidak bisa keluar dari pijakannya terhadap aturan-aturan tradisi yang berlaku.

Soedarsono mengelompokkan seni pertunjukan menjadi fungsi- fungsi primer dan fungsi- fungsi sekunder. Pada setiap lingkungan masyarakat baik itu dalam setiap kelompok etnis tertentu memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda. Namun demikian secara garis besar seni pertunjukan memiliki fungsi primer yaitu sebagai sarana ritual, sebagai sarana hiburan pribadi dan sebagai sarana presentasi estetis.4

Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, seni pertunjukannya memiliki fungsi ritual yang sangat banyak. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan, serta kematian, berbagai kegiatan yang dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang. Pada pertunjukan untuk kepentingan ritual ini penikmatnya adalah para penguasa dunia atas serta bawah, sedangkan manusia sendiri lebih mementingkan tujuan dari upacara itu dari pada menikmati bentuknya. Seni pertunjukan semacam ini bukan disajikan bagi manusia akan tetapi harus dilibati (Art of participation)5

Selanjutnya dikatakan fungsi sekunder apabila seni pertunjukan tersebut bukan sekedar untuk dinikmati, tetapi untuk kepentingan lain, seperti untuk solidaritas kelompok, sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa, sebagai media

4

Ibid., hal 57 5

(54)

komunikasi massa, sebagai media propaganda agama, sebagai media propaganda politik dan sebagainya.6

Seni pertunjukan sebagai hasil kebudayaan yang sarat akan makna dan nilai, seringkali diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol dalam penyampaiannya. Pernyataan akan menjadi lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk perlambang atau simbol.7 Seni merupakan salah satu aktivitas yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan-tindakan simbolis.8 Ada makna yang tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut yang ingin disampaikan kepada penonton. Seni pertunjukan sebagai proses simbolis dari tindakan-tindakan manusia dalam lingkungan masyarakatnya.

Kehadiran seni pertunjukan tradisional tidak lepas dari beberapa aspek yang dapat dilihat secara terperinci antara lain: gerakannya, iringan, tempat, pola lantai, waktu, tata pakaian, rias, dan properti.9 Namun demikian yang penting dala m mempertontonkan seni pertunjukan adalah bagaimana kesenian tersebut dapat memberikan suatu pesan atau nilai tertentu kepada para penontonnya.

Seni pertunjukan Topeng Ireng yang ada di wilayah Magelang pada umumnya dan di lingkungan Bojong pada khususnya memiliki fungsi primer dan fungsi sekunder yaitu sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan. Sehingga seni pertunjukan Topeng Ireng harus dipertahankan keberadaanya sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan jiwa seninya.

6

Taufik Rahzen, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MPSI), Bandung, 1999, hal 167-169

7

Suwaji Bustami, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992, hal 52

8

Ibid., hal 89 9

(55)

B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan

Seni pertunjukan seperti Topeng Ireng sebagai sarana hiburan biasanya dalam pertunjukan begitu lepas atau tidak dikaitkan dengan pelaksanaan upacara ritual. Pertunjukan ini diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai sarana hiburan dalam suatu keperluan seperti hajatan perkawinan dan sunatan. Namun demikian pemilihan lagu dalam pertunjukan Topeng Ireng disesuaikan dengan peristiwa yang diperingati. Hal ini karena seni pertunjukan Topeng Ireng sangat fleksibel atau bisa dikatakan dinamis.

Jenis gerakan yang diungkapkan dalam seni pertunjukan Topeng Ireng adalah gerakan yang dimiliki setiap orang dan biasanya gerakan-gerakan tersebut menarik dan menyenangkan. Tarian seni pertunjukan Topeng Ireng diambil dari pengalaman sehari-hari dan menggunakan gerakan tari yang dimiliki semua

orang, sehingga penonton ikut merasakan emosinya.

Sejak diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1988 di lingkungan Bojong, seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Bojong pada khususnya dan luar lingkungan Bojong pada umumnya.10 Seni pertunjukan Topeng Ireng seringkali dipentaskan untuk memeriahkan suasana, menjalin keakraban antar warga, untuk mengungkapkan rasa gembira, mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan.

10

(56)

Ungkapan rasa kegembiraan, seni pertunjukan Topeng Ireng sering di pentaskan pada bulan Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan. Salah satu syair yang dinyanyikan pada saat perayaan 17 Agustus terdapat pada lagu

Memperingati Hari Kemerdekaan, lagu untuk memperingati hari kemerdekaan berbunyi sebagai berikut:

Marilah kita peringati bersama Hari bahagia, lahirnya Negara kita Tujuh belas delapan tahun empat lima Lepas dari penjajah angkara murka

Sebagai lambing Negara kita

Burung garuda yang sedang kembang sayapnya Perisai di dada mencengkram pita

Yang bertuliskan bheneka tunggal ika

Sang dwi warna berkibar selama-lamanya Negara merdeka berdasar pancasila Wajib kita mengisi bersama

Giat membangun adil, makmur, dan sentosa

Marilah kita perlu memperingati

Hari proklamasi Negara republic Indonesia Tujuh belas Agustus empat lima hari suci Kita pertahankan sampai mati

Negara pembangunan perlu diisi Muda mudi aja nganti keri Aja lali dadi aseptor KB lestari11

Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan hiburan yang paling digemari oleh masyarakat Bojong. Bila ada pementasan Topeng Ireng dapat dipastikan hampir seluruh warga Bojong tumpah ruah dilokasi pertunjukan. Mereka betul-betul menyukai dan menikmati hiburan yang disuguhkan oleh penampilan seni

11

(57)

pertunjukan Topeng Ireng. Bahkan masyarakat diluar Bojong pun menyukai keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini disebabkan karena seni pertunjukan Topeng Ireng tidak membatasi permintaan atau panggilan dari si penanggap.

Apalagi seni pertunjukan Topeng Ireng sering mengikuti berbagai festival kesenian rakyat yang diadakan pemerintah daerah Magelang serta menjadi bagian dari komunitas Lima Gunung yang dapat dijadikan sebagai promosi seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong. Sehingga seni pertunjukan topeng Ireng semakin dikenal dan menjadi tontonan rakyat.

Pada upacara rasa syukur atas panen yang melimpah, upacara perkawinan maupun hajatan untuk memeriahkan kemerdekaan, seni pertunjukan Topeng Ireng sering dipentaskan. Masyarakat tidak takut mengeluarkan banyak uang untuk menanggap seni pertunjukan Topeng Ireng. Dengan menanggap seni pertunjukan topeng Ireng akan memberikan kesenangan bagi banyak orang, bukan hanya si penanggap saja. Kegembiraan bersama menjadi tujuan utama dari menanggap seni pertunjukan Topeng Ireng.

(58)

Dampak negatif seperti perjudian dan perkelahian antar penonton dapat ditekan dengan keamanan yang memadai. Sehingga tidak mempengaruhi fungsi seni pertunjukan sebagai tontonan hiburan rakyat.

C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tuntunan

Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi para penonton yang menikmatinya.12 Didalam setiap pementasan seni pertunjukan tradisional, pendidikan atau tuntunan menjadi sesuatu yang ingin disampaikan seniman kepada penontonnya.

Dalam sejarah munculnya seni pertunjukan di Indonesia, seni diciptakan salah satunya berdasarkan aspek religius untuk menjalankan unsur-unsur agama dan kepercayaan kepada Tuhan bagi para penganutnya. Sehingga dalam memahami seni pertunjukan perlu penghayatan dalam setiap penampilannya.

Bila ditinjau lebih lanjut, seni pertunjukan Topeng Ireng dipergunakan bukan hanya semata- mata untuk hiburan saja tetapi di dalamnya terkandung maksud yang hendak disampaikan si penanggap. Maksud si penanggap diutarakan melalui untaian kata-kata yang diselipkan diantara syair-syair yang dinyanyikan oleh bawa. Selain itu seni pertunjukan Topeng Ireng memang mempunyai tujuan untuk membangun masyarakat yang beragama dan taat pada perintah Tuhan.

12

(59)

Meskipun seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang sederhana, tariannya merupakan sumber inspirasi, banyak memberikan contoh-contoh perilaku manusia yang bisa dikembangkan sampai ke tingkat tinggi. Bila penonton mau menghayati dan mendalami isi syair maupun yang disampaikan lewat gerak taiannya akan mendapat perubahan yang lebih baik.

Seperti pada lagu- lagu yang mengajak para penonton untuk masuk agama Islam, mematuhi perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah serta pujian-pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Syair tersebut dapat didengarkan pada babak Rodhat dalam lagu Ayo Para kanca yang berbunyi sebagai berikut:

Ayo para sedulur islam sedaya Bebarengan ngormatono

Maring Mi’rate Nabi junjungan Kita Nabi Muhammad kang mulya

Ayo para kaum muslimin lan muslimat

Serta pemudha fattayat pada giyata anggone menghormat Maring Mi’rate Nabi Muhammad

Lamun urip ra gelem menghormat Mbesuk yen ono akhirat

Bakal keparingan siksa lan laknat Geni neraka kang laknat

Nanging sing pada gelem menghormati Mbesuk yen tumekaning pati

Diganjar swarga kang edi13

(Mari para saudara Islam semua/ bersama-sama menghormati/ terhadap Isra’miraj nabi junjungan kita/ nabi Muhammad yang mulia. Mari para kaum muslimin dan muslimat/ serta para pemuda giat untuk menghormat/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad. Seandainya tidak mau menghormat/ nanti di akhirat/ akan mendapat siksa dan laknat. Tetapi yang mau menghormati/ pada saat ajal menjemput/ diberi pahala yang mulia).14

13

Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng, Bojong, unpublished

14

(60)

Dalam syair lagu tersebut, penonton diajak untuk menghormati hari Isra’miraj hari besar umat Islam. Diharapkan dengan mendengar syair lagu tersebut akan tergugah untuk selalu ingat kepada Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Nabi utusan Allah. Kemudian pada babak kedua yaitu dalam tarian montholan juga berbau Islami seperti pada lagu Pak Monol pada bait ke 1 dan ke 4 yaitu sebagai berikut:

Monggo para mriksa Sampun sami lena Anggenipun nindakaken Rukun Islam ingkang lima

Rukun ingkang lima Iku kang luwih utama Sahadad, shalat, zakat Puasa, haji lamun bisa15

(mari para penonton/ jangan terlena/ untuk melaksanakan rukun Islam yang ada lima. Rukun ada lima/ itu yang lebih utama/ sahadad, sholat, zakat, puasa, haji kalau mampu.)16

Hal yang sama juga terdapat pada empat baris terakhir dari lagu pertama yang dinyanyikan pada saat akan mulai pertunjukan topeng Ireng yaitu lagu atur para kanca yang berbunyi sebagai berikut:

Nderek dawuhe Gusti Pangeran Sampun kasebut ing ndalem Qur’an Nabi Muhammad kang dados utusan Kautus deneng Pengeran17

(Ikut perintah Allah/ sudah disebutkan di dalam Al Qur’an/ Nabi Muhammad yang menjadi utusan/ diutus oleh Allah.)18

15

Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng, Bojong, unpublished

16

Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis 17

Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng, Bojong, unpublished

18

(61)

Pertunjukan yang diselenggarakan pada bulan Rajab sebagian besar dari syair-syairnya bernafaskan agama Islam. Bulan Rajab adalan salah satu bulan yang baik bagi pemeluk agama Islam sehingga nuansa islami menjadi lebih bermakna. Syair lagu bulan rajab seperti pada bait ke 1 sampai bait ke 5 yang berbunyi sebagai berikut:

Pada bulan rajab bulan yang besar sekali Itu kewajiban umat Islam untuk memperingati Karena waktu ini jatuh Mi;raj kanjeng Nabi Muhammad nabi waalihi salam

Maka mari kita bersama memperingati Oleh kaum Islam pemuda dan pemudi Jika tidak hormat akan dapat gada besi Tetapi yang hormat diberi amal yang suci

Sapa wong urip sing ora gelem meringati Maring Mi’rate Muhammad nabi kang suci Mbesuk sing wis mati dicemplungake aneng geni Kang aran neraka sak lawase ora mati

Mula wektu iki aran hari Rajaban

Kanggo meringati Mi’raj Nabi akhir zaman Nadyan rupo kewan kudu melu perayaan Supaya akhire bisa entuk kerahmatan

Mula aja wegah nadyan katon susah payah Sebab angelingi tinimbang sholat ngibadah Iku wis klebi ibadahe Gusti Allah

Gelem meringati Mi’raj Nabi kang indah19

(Siapa yang tidak mau memperingati/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad yang suci/ besok yang meninggal dimasukan kedalam api/ yang disebut neraka selamanya tidak mati. Maka waktu ini disebut Rajaban/ untuk memp[eringatu Isra’miraj Nabi akhir zaman/ meskipun

19

(62)

Referensi

Dokumen terkait

of Spirituality as Identified by Adolescent Mental Health

Perencanaan Rehabilitasi Gedung Kantor Paket I 12.000.000,00 1 Paket APBD Oktober November

Hubungan yang baik antara penyanyi dalam sebuah paduan suara akan menciptakan suasana yang menyenangkan ketika menyanyikan sebuah lagu, karena komunikasi

PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENANGANAN KONFLIK KEAGAMAAN (Studi Penelitian Tentang Konflik Keagamaan Antara Nahdhlatul Ulama Dengan Majelis Tafsir Al- qur’an Di Desa

Fresmon Pacifik Prima periode 31 Desember 2009 sampai dengan 31 Desember 2012 Dengan data perbandingan berdasarkan hasil pengamatan sementara menggunakan konsep

6. Kolom 6 diisi dengan jumlah pendapatan yang disetorkan.. penyetoran dilakukan pada saat bendahara penerimaan pembantu menyetorkan pendapatan yang diterimanya ke rekening

[r]

Kabupaten Bandung adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara