• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Identifikasi adalah proses untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Identifikasi adalah proses untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi

Identifikasi adalah proses untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson. Menurut Kusuma (2012), identifikasi merupakan proses menetapkan nama individu atau kelas yang sudah ada untuk suatu organisme individu. Jika ditinjau dari segi ilmiah, identifikasi sangat penting artinya karena seluruh urutan pekerjaan selanjutnya tergantung kepada hasil identifikasi yang benar dari suatu sampel yang sedang diteliti.

2.2 Tinjauan Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagaian ramuan obat, baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Rahayu, 2006). Sementara Sofowora (1982), mendefinisikan tumbuhan obat sebagai tumbuhan yang mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik. Tumbuhan obat umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak nenek moyang telah menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun temurun dijadikan sebagai tumbuhan obat (Simbala, 2009).

(2)

Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia sudah berkembang dengan pesat. Beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian-penelitian dibidang pemanfaatan tumbuhan obat. Peran tumbuhan sebagai bahan obat sangat penting diketahui oleh masyarakat, untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka (wardah dan Setyowati, 2007).

Sejak dulu tumbuhan obat ini berperan karena sulitnya jangkauan fasilitas kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang terpencil dan masih banyaknya masyarakat yang mencari pertolongan pengobatan kepada tenaga-tanaga penyembuh tradisional seperti tabib dan dukun, bahkan banyak pula masyarakat yang mencoba tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit hanya berdasarkan informasi dari keluarga atau tetangga saja. Jadi pada saat itu peranan tumbuhan obat sangat terbatas pada sekelompok penduduk daerah tertentu dan pada keadaan tertentu, seta dipengaruhi pula oleh kepercayaan tertentu serta mantera-mantera yang diyakini mempunyai kekuatan penyembuh bila dikerjakan oleh orang-orang tertentu seperti dukun (Zein, 2005).

Belakangan ini permintaan akan obat-obatan yang bersumberkan herbal semakin meningkat. Obat tradisional menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Widjayakusuma, 2000 dalam Setyawati 2010).

(3)

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menkategorikan sediaan obat herbal ke dalam tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu adalah sediaan obat herbal Indonesia yang keamanan dan khasiatnya telah diketahui secara turun temurun berdasarkan pengalaman (empiris). Obat herbal terstandar adalah sediaan obat herbal Indonesia yang dibuat dari bahan berupa ekstrak atau serbuk yang telah distandarisasi. Status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah yaitu melalui uji pra-klinik (uji khasiat dan toksisitas pada hewan percobaan). Fitofarmaka adalah sediaan obat herbal Indonesia dengan bahan baku yang telah distandarisasi, telah dilakukan uji praklinik dan uji klinik (uji pada orang sakit) (Yuliawaty, 2008).

Menurut Sari Kumala (2006) untuk menghindari efek negatif dari tanaman obat tradisional, harus diperhatikan hal-hal meliputi:

1) Kebenaran Bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyang dipasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain.

Lempuyang emprit (Zingiber amaricans) memiliki bentuk yang relative lebih kecil, berwarna kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyang emprit ini ber- khasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang kedua adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) yang memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, jenis ini pun ber- khasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi

(4)

(Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyang sebelumnya, jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing (Sastroamidjojo S, 2001 dalam Sari Kumala, 2006).

2) Ketepatan dosis

Tanaman obat, seperti halnya obat sintesis memang tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetapi ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Contohnya Jahe ( Zingiber officinale) merupakan tanaman obat yang berfungsi sebagai obat batuk, hanya boleh dikonsumsi dengan perbandingan diambil jahe sebesar ibu jari kemudian diparut atau ditumbuk dalam 1 gelas air hangat (Hamzari, 2007). Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisional tak memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman dikonsumsi walaupun gejala sakit sudah hilang adalah keliru. Sampai batas-batas tertentu, mungkin benar. Akan tetapi bila sudah melampaui batas, justru membahayakan.

Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian, tetapi peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Apabila digunakan sesuai dengan dosis yang tepat, maka tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Sari Kumala, 2006).

(5)

3) Ketepatan waktu penggunaan

Jeruk nipis merupakan tumbuhan yang bisa mengobati batuk apabila dicampur dengan garam dan gula pasir secukupnya (Hamzari, 2007). Namun apabila diminum setiap hari sebelum makan akan beresiko terserang sakit maag. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.

4) Tidak disalahgunakan

Tanaman obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut. Contohnya jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk menggugurkan kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian.

2.3 Deskripsi Morfologi Tumbuhan Obat 2.3.1 Akar

Akar mempunyai peranan yang sangat penting bagi tumbuhan diantaranya dapat berfungsi sebagai penyerap zat-zat makanan dan air dari dalam tanah dan penopang berdirinya tumbuhan (Irwansyah, 2006). Selain mempunyai beberapa fungsi tersebut akar juga dapat dijadikan sebagai bahan obat, contohnya Beluntas (Pluchea indica). Menurut Purnobasuk (2004), akar beluntas (Pluchea indica) bermanfaat sebagai astringent, antipiretik dan juga sebagai obat penurun panas.

(6)

2.3.2 Rimpang

Rimpang merupakan bagain tumbuhan yang juga dimanafaatkan sebgai bahan obat, misalnya rimpang kunyit (Curcuma longa) yang menurut Iskandar (2006) dapat dimanfaatkan sebgai obat melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan, peluruh haid (emenagog), anti radang, memper mudah persalinan, peluruh kentut, anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum) dan astringent.

2.3.3 Batang

Batang merupakan bagian yang penting bagi tumbuhan karena memiliki fungsi diantaranya sebagai jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bagian bawah menuju bagian ke atas tumbuhan demikian sebaliknya dengan hasil asimilasi. (Irwansyah, 2006). Batang juga mempunyai fungsi lain yang sangat penting bagi manusia yaitu sebagia bahan obat, contohnya Tuanseng (Costus speciosus). Menurut Kinho dkk (2011), batang tuanseng (Costus speciosus) dapat dijadikan sebagai obat penurun panas, peluruh air kemih, serta menghilangkan gatal.

2.3.4 Daun

Daun merupakan organ tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh pengobat sebagai bahan obat, contohnya daun Cermai (Phyllantus acidus) yang dapat dijadiakan sebagai obat asma karena pada daunnya mengandung senyawa saponin, flavonoida, dan tanin Iskandar (2006). Selain daun Cermai (Phyllantus acidus) daun Coleus amboinicus juga dapat dimanfaatkan sebagai obat kuat, memperbanyak ASI, batuk, perut kembung, sakit kepala, demam dan sariawan Khino dkk (2011).

(7)

2.3.5 Bunga

Bunga merupakan bahan obat yang tidak terlalu banyak digunakan sebagai obat, contohnya bunga tumbuhan Kecubung (Datura metel) yang digunakan untuk mengobati penyakit asama, dengan cara bunga kecubung (Datura metel) di jemur sampai kering dan digulung seperti rokok kemudian dihisap, Iskandar (2006).

2.3.6 Buah dan Biji

Buah dan biji merupakan bagian tumbuhan yang tak kalah pentingnya dengan bagain lainnya. Buah dan biji tumbuhan juga sering digunakan sebagai bahan obat, contohnya buah Mundung (Donax caniformis) dimanfaatkan sebagai obat bisul karena pada buah Mundung (Donax caniformis) mengandung senyawa alkaloid dan tanin. Biji Kemangi (Ocimum sanctum) dimanfaatkan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan dan bau mulut.

2.4 Masyarakat Atinggola

Atinggola merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Masyarakat Atinggola dahulunya adalah orang Ternate hal ini ditandai dengan adanya marga “Patilima” di Atinggola. Orang Ternate datang ke Atinggola sekitar abad pertengahan, karena tidak setuju dengan kebijakan kolonial Belanda di Ternate.

Leluhur masyarakat Atinggola pertama kali berlayar ke pulau Lembeh (pulau seberang kota Bitung, Sulawesi Utara) dan Inobonto. Tetapi di pulau Lembeh dan Inobonto para leluhur masyarakat Atinggola belum menemuka kesesuaian hingga

(8)

akhirnya para leluhur masyarakat Atinggola tiba di Tuntung, Dalapuli, Buko dan Tontulouw (Kec. Kaidipang, Kab Bolaagmongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara) dan tiba di muara sungai Andagile (Andagire).

Masyarakat Atinggola mempunyai kearifan lokal tersendiri dalam memanfaatkan tumbuhan obat. Kearifan lokal itu dapat dilihat dari syarat-syarat dalam mengambil tumbuhan dan proses pembuatannya. Contohnya ketika mengambil tumbuhan harus berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa dan harus diambil pada pagi hari dan sore hari kemudian ketika dalam proses pembuatan obat harus dicampur dengan air sumur atau air yang tidak dimasak. Masyarakat Atinggola percaya bahwa air sumur dapat mempercepat penyerapan obat di dalam tubuh.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola jajan kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi terhadap kejadian karies gigi molar pertama permanen pada anak

(c) dalam menjalankan rencana, subjek yang satu tidak menggunakan metode pembuktian yang telah direncanakan pada langkah merencanakan pemecahan masalah sedangkan

Untuk mengatasi masalah keamanan PJAS, peran pemerintah untuk mengawasi penjualan makanan jajanan di sekolah sangat diperlukan misalnya dengan memberikan penyuluhan

Tujuan penelitian : (1) Untuk memperoleh lokasi-lokasi yang layak dan sesuai untuk dibudidayakan tanaman jarak pagar menggunakan system informasi geografis,(2) Untuk

Pada tabel tersebut terlihat bahwasanya metode NWKNN cenderung menghasilkan hasil akurasi yang lebih baik dibandingan dengan metode KNN khususnya pada saat K besar

Pembahasan dalam penelitian ini Dibatasi hanya pada perkembangan bentuk dan tata ruang rumah Kampung Margasari dari sudut pandang pengembangan bentuk pada lingkungan sekitar

Kurang lebih, demikian proses mengurus surat nikah secara umum. Di beberapa tempat mungkin ada beberapa aturan yang berbeda sedikit. Setelah proses mengurus

Secara operasional peneliti ini mene liti “Pengaruh Terapi Musik Islami untuk Menurunkan Kecenderungan Burnout pada Pekerja Praktik Dokter di Sobontoro-