• Tidak ada hasil yang ditemukan

TugasUshul Fiqh Al Ahkam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TugasUshul Fiqh Al Ahkam"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TugasUshul Fiqh Al Ahkam

Nama kelompok :

Nining Maesaroh

Nursa’adah

Tb. Hanzalah

EKONOMI SYARIAH 2/E

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SULTAN MAULANA HASANUDINBANTEN

(2)

A. Pengertian Al - AhkamDalamUshulFiqih

Al-ahkam (نكحلأا) maknanya dilihat dari segi bahasa merupakanbentukjamakdari kata hukmun ) مٌنكح( yang artinya keputusan / ketetapan. Sedangkan menurut istilah dalam ushul fiqh, yaitu اه هُااتق اْا هُاا خِ عرشلاا قخِ لعقهُولا لاعاْفَأخِب نيخِفَّلَكهُولا نه بٍلل رييختوأ عضووأ

"Apa-apa yang ditetapkan oleh seruan syari'at yang berhubungan denganperbuatan mukallaf(orang yang dibebani syari'at) dari tuntutan atau pilihanatau peletakan" 1

Dalam hal ini yang dimaksud denganعرشلاا اا خِ (seruan syariat) adalah Al Quran dan As Sunnah.

Dari pengertian di atas terdapat tiga poin yang menjadi bentuk dari Al-Ahkam, 1. Tuntunan بٍلَلَ .

Tuntunan dalam hal ini dapat berupa tuntunan melakukan sesuatu (perintah) atau pun tuntunan untuk meninggalkan sesuatu (larangan) baik itu berupa keharusan (wajib) atau pun hanya keutamaan

2. Pilihan راْيخِيخت .

Sesuatu hal yang dalam melakukan atau pun meninggalkannya tidak ada suatu ketentuan syara’ yang mengatur maka akan menjadi suatu kebebasan untuk memilih melakukan atau pun tidak atau sering disebut mubah

3. Peletakan عضو

Wadh’i adalah suatu hal yang diletakkan oleh pembuat syari'at dari tanda-tanda, atau sifat-sifat untuk ditunaikan atau dibatalkan. Seperti suatu ibadah dapat dikatakan “sah” atau “batal”

Menambahkan sedikit dari pemaparan di atas, al-ahkam dalam bahasan ilmu ushul fiqh adalah hukum-hukum yang hanya terkait dengan amalan manusia yang bersifat dhohir. Menurut istilah ahli fiqh, yang disebut hukum adalah bekasan dari titah Allah atau sabda Rasulullah SAW. Apabila disebut syara’ maka yang dikehendaki adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia, yaitu yang dibicarakan dalam ilmu fiqh, bukan hukum yang berkaitan dengan akidah dan akhlak.2 Jadi, tidak termasuk bahasan al-hakam dalam ushul fiqh hukum-hukum yang bersifat bathiniyah seperti hukum aqidah dan akhlaq.

(3)

B. Pembagian Al-Ahkam

Dalam ushul fiqh hukum-hukum syariat dibagi menjadi dua macam. 1. Al-Ahkam at-Taklifiyyah (hukum taklifiyah)

2. Al-Ahkam al-Wadh'iyyah(hukum wadh’iyah) I. Al-Ahkam at-Taklifiyyah

Hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan meninggalkan.

Al-Ahkam at-Taklifiyyah dibagi menjadi lima yaitu Wajib, Mandub (Sunnah), Harom, Makruh, dan Mubah.

1. Wajib. Makna wajib dilihat dari segi bahasa adalah "yang jatuh dan harus" dan makna wajib menurut istilah dalam ushul fiqh adalah,

اه خِ خِبرهأ هُعااشلا ىلع خِ وو خِاا مازل

"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at dengan bentuk keharusan" 3.

Hukum wajib dibagi menjadi beberapa macam dilihat dari berbagai aspek yaitu: 1) Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, wajib ada 2 macam, yaitu

a) Wajib muwaqqat, yaitu kewajiban yang ditentukan batas waktu untuk melaksanakannya, seperti shalat fardhu yang lima waktu, kapan mulai dan berakhirnya waktu sudah ditentukan.

b) Wajib muwassa’, yaitu waktu untuk melaksanakan kewajiban memmpunyai waktu yang luas. Seperti waktu untuk melaksanakan shalat dzuhur kurang lebih 3 jam, tetapi waktu yang diperlukan untuk melakukan sholat tersebut cukup 5-10 menit saja.

c) Wajib mudhoyaq, yaitu waktu yang disediakan untuk melaksanakan untuk melaksanakan kewajiban sangat terbatas. Seperti puasa Ramadhan lamanya 1 bulan.

d) Wajib mutlak, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas waktu untuk melaksanakannya. Seperti kewajiban membayar kifarat bagi orang yang melanggar sumpah.

2) Dilihat dari segi orang yang dituntut mengerjakan, wajib dibagi sebagai berikut.

a) Wajib ‘Ain, artinya kewajiban yang harus dikerjakan tiap-tiap mukallaf. Seperti :shalat, puasa, zakat, dan lain-lain.

(4)

b) Wajib kifayah, artinya kewajiban yang boleh dilakukan oleh sebagian mukallaf (boleh diwakili oleh kelompok tertentu).

Contoh : mengurus jenazah, menjawab salam, dan lain-lain.

3) Dilihat dari segi kadar (ukuran kuantitasnya) wajib dibagi menjadi berikut ini. a) Wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang sudah ditentukan kadarnya. Contoh : jumlah rakaat dalam shalat, jumlah besarnya zakat.

b) Wajib ghoiru muhaddad, yaitu kewajiban yang belum ditentukan kadarnya.

Contoh : infaq, tolong-menolong, dan shodaqoh.

4) Dilihat dari segi tertentu atau tidaknya yang diwajibkan, wajib dibagi menjadi berikut ini.

a) Wajib mu’ayyan, yaitu kewajiban yang telah ditentukan jenis perbuatannya.

Contoh : shalat, puasa, zakat fitrah.

b) Wajib mukhoyyar, yaitu wajib tetapi boleh memilih di antara beberapa pilihan.

Contoh : Kifarat bagi orang yang berkumpul suami-istri di siang hari Ramadhan boleh memilih memerdekakan budak, bila tidak mampu maka berpuasa 2 bulan berturut-turut, bila tidak mampu berpuasa maka member makan 60 fakir miskin

2. Mandub. Makna mandub dilihat dari segi bahasa adalah "yang diseru" dan makna mandub menurut istilah dalam ushul fiqh adalah,

خِ خِبرهأاه عرشلا لا ىلع وو مازلاا

"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at tidak dalam bentuk keharusan”4

Mandub secara mayoritas kita kenal dengan istilah sunnah, selain sunnah terdapat beberapa istilah lain dalam ushul fiqh yaitu nafilah, tathawwu’, mustahab, dan ihsan.

Mandub (sunnah) di bagi menjadi dua yaitu,

1. Sunah muakkad, artinya perintah melakukan perbuatan yang sangat dianjurkan (sangat penting)

2. Sunah ghoiru muakkad, artinya sunah yang tidak begitu penting (kurang dianjurkan).

(5)

3. Haram. Makna haram dilihat dari segi bahasa adalah "yang dilarang" dan makna haram menurut istilah dalam ushul fiqh adalah,

اه ىهن هُ عع اشلا عا ىلع وو مازلاا كرَّقلاخِب

"sesuatu yang dilarang oleh pembuat syari'at dalam bentuk keharusanuntuk ditinggalkan".

4. Makruh. Makna makruh dilihat dari segi bahasa adalah "yang dimurkai" dan makna makruh menurut istilah dalam ushul fiqh adalah,

اه ىهن هُ عع عااشلا لا ىلع وو مازلاا كرَّقلاخِب

"sesuatu yang dilarang oleh pembuat syari'at tidak dalam bentukkeharusan untukditinggalkan".

5. Mubah. Makna mubah dilihat dari segi bahasa adalah "yang diumumkan dan dizinkan denganya" dan makna mubah menurut istilah dalam ushul fiqh adalah,

اه لا قَّلعقي ب مٌرهأ , لاو مٌههن خِ تا خِل

"sesuatu yang tidak berhubungan dengan perintah dan larangan secaraasalnya"5.

II. Al-Ahkam al-Wadh’iyyah

Hukum wadh’i adalah kitab syar’i yang menuntut untuk menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang dari sesuatu yang lain.

1) Sebab. Yaitu sesuatu yang jelas adanya mengakibatkan adanya hukum, sebaliknya tidak adanya mengakibatkan tidak adanya hukum. Contohnya, perbuatan zina mengakibatkan adanya hukum dera.

2) Syarat. Yaitu sesuatu yang harus ada sebelum ada hukum, karena adanya hukum bergantung kepadanya

3) Azimah, yaitu hukum syara’ yang pokok dan berlaku untuk umum bagi seluruh mukallaf, dalam semua keadaan dan waktu. Misalnya, puasa wajib pada bulan Ramadhan, sholat fardhu lima waktu sehari semalam dan lain sebagainya. 4) Rukhsoh, yaitu peraturan tambahan yang ditetapkan Allah SWT sebagai keringanan karena ada hal-hal yang memberatkan mukallaf sebagai pengecualian dari hukum-hukum yang pokok.

Pembagian Rukhsah terbagi menjadi 4 macam.

a) Dibolehkannya melakukan sesuatu yang seharusnya diharamkan. Hal ini dilakukan karena dalam keadaan darurat. Contoh : “memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah,

(6)

dalam Keadaan terpaksa memakannya sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas.

b) Diperbolehkan meninggalkan hal-hal yang diwajibkan, apabila ada udzur yang bersifat dibolehkan secara syar’i.

c) Menganggap sah sebagian aqad-aqad yang tidak memenuhi syarat tetapi sudah biasa berlaku di masyarakat. Contohnya jual-beli salam (jual-beli yang barangnya tidak ada pada waktu terjadi aqad jual-beli / sistem pesanan).

d) Tidak berlakunya (pembatalan) hukum-hukum yang berlaku bagi umat terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW. Contoh : memotong bagian kain yang terkena najis, mengeluarkan zakat ¼ dari jumlah harta, tidak boleh melakukan sholat selain di masjid.

5) Mani’ (Penghalang) Yaitu sesuatu yang karenanya menyebabkan tidak adanya hukum. Meskipun sebab telah ada, dan syarat telah terpenuhi, akan tetapi apabila terdapat mani’ maka hukum yang semestinya bisa diberlakukan menjadi tidak bisa diberlakukan.

Contohnya, apabila seseorang mempunyai keluarga / kerabat sebagai ahli waris. Akan tetapi, apabila keduanya berlainan agama, maka keduanya tidak berhak saling mewarisi. Hal ini karena berlainan agama menjadi mani’ atau penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan harta peninggalan.

6) Sah اه تب ترت هُاااا خِ لاْعف يلع ةًداابع اةًدقع

"apa-apa yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya, baik ituibadah atau pun akad." 7) Fasid لااه تب ترت هُاااا خِ لاْعف يلع ةًداابع اةًدقع

"apa-apa yang pengaruh perbuatannya tidak berakibat kepadanya, baikitu ibadah atau akad."

Referensi

Dokumen terkait

Melalui representasi ini, Croteau (2000:196), berpendapat bahwa film berusaha bercerita dan memukau khalayak dengan bahasa khusus film sebagai suatu pesan

Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi sistem pengendalian akuntansi atas siklus produksi yang sedang diterapkan oleh

BAB V METODE HUKUM ULAMA BANJAR DALAM MENANGGAPI PERSOALAN-PERSOALAN PERKAWINAN ISLAM DI KALIMANTAN SELATAN ... Menjadikan Fatwa Ulama sebagai Referensi ... Diferensiasi

Kegiatan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 akan terus meningkat, dan berpotensi Kegiatan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 akan terus meningkat, dan berpotensi Kegiatan

Ghasani A.Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun kelor ( Moringa oleifera Lam ).. Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa dan Diameter Tubulus Semineferus

Selain berdasarkan bentangnya, jembatan juga dikategorikan berdasarkan fungsinya, diantaranya adalah jembatan jalan raya yang difungsikan untuk memikul beban lalu

Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul diberi tugas untuk membacakan dan mengajarkan wahyu kepada umat manusia, menerangkan makna yang tersurat

Pertama alasan yuridis, berdasarkan Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4, ayat 20, ayat 24 dan ayat 25, dalam Al-Hadis juga ada beberapa hadis yang menyebutkan kewajiban pembayaran