• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Muharwati TK Dharma Wanita 2 Jati, Karangan, Trenggalek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Muharwati TK Dharma Wanita 2 Jati, Karangan, Trenggalek"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PERMULAAN MEMBACA MELALUI

PERMAINAN MEMANCING KATA PADA SISWA KELOMPOK B-1-1

TK DHARMA WANITA 2 JATI KECAMATAN KARANGAN

KABUPATEN TRENGGALEK SEMESTER I TAHUN 2014/2015

Oleh: Muharwati

TK Dharma Wanita 2 Jati, Karangan, Trenggalek

Abstrak. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk mendapatkan gambaran objektif tentang Peningkatan Kemampuan Permulaan Membaca Melalui Permainan Memancing Kata Pada Siswa Kelompok B-1-1 TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek Semester I Tahun 2014/2015. Membaca permulaan. Kecakapan yang dimaksud adalah penguasan kode alfabetik, di mana pembaca hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata. Memancing kata adalah games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek. Penelitian dilakukan di Kelompok B-1 TK Dharma Wanita 2 Jati dilaksanakan pada Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015 selama dua bulan sejak bulan September-Oktober 2014. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: Kemampuan Permulaan Membaca Melalui Permainan Memancing Kata Pada Siswa Kelompok B-1-1 TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek Semester I Tahun 2014/2015 mengalami Peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata rata siswa pra siklus mencapai 74,67 dengan ketuntasan sebesar 66,67%, pada siklus I nilai rata ratanya menjadi 74,64 dengan ketuntasan sebesar 80,00% sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dengan nilai rata rata 82,00 ketuntasan 100%. Dilihat dari segi aktifitas belajar siswa dikelas, aktifitas pra siklus hanya sebanyak 3 siswa atau dengan persentase 20,00% anak sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada siklus I sejumlah 11 siswa atau dengan persentase 73,33% anak sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 13 anak atau dengan persentase 86,67% siswa sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung

Kata Kunci: Permainan Memancing Kata, Membaca Permulaan, Kelompok B

Dunia anak adalah dunia bermain yang penuh keceriaan dan canda tawa. Keceriaan itu terbesit di wajah anak–anak yang sedang mengalami pertumbuhan baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya melalui aktivitas bermain yang dikemas secara edukatif pada dasarnya anak–anak sedang belajar banyak tentang permainan. Anak–anak yang sedang bermain pada hakekatnya sedang belajar tentang banyak hal. Setiap permainan yang disuguhkan di TK memiliki sisi edukatif tersendiri. Tanpa

disadari anak-anak telah belajar banyak hal dengan cara bermain. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini, khususnya TK, perlu menyediakan beragam kegiatan dalam mengembangkan berbagai aspek perkem-bangan salah satunya adalah perkemperkem-bangan bahasa. Bahasa sangat vital karena merupakan alat komunikasi verbal utama keseharian. Oleh karena itu bahasa anak perlu dikembangkan baik dalam aspek perbendaharaan kata ataupun kemampuan berbicara karena kedua aspek bahasa

(2)

tersebut yang paling dasar harus dikuasai dan dipahami serta diungkapkan sesuai dengan usianya

Dalam instutisi pendidikan yang

concern dengan pendidikan anak usia dini adalah TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek yang berusaha keras untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk mencapai hasil yang maksimal untuk kemampuan siswa. Banyak media yang terdapat di TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek yang digunakan dalam pembelajaran, tetapi menjadi sangat kurang terasa manfaatnya apabila kurang tepat penggunaannya. Dalam pembelajaran bahasa, terdapat beberapa media misalnya: papan flannel, kartu gambar, kartu kata serta papan tulis. Semua media bisa digunakan, tetapi hasilnya kurang efektif. Guru terlihat lebih aktif saat KBM berlangsung, padahal pembelajaran yang kondusif adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, jadi siswa dituntut lebih aktif. Guru mengalami kesulitan dalam memilih metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan Permulaan Membaca anak Kelompok B-1.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indo-nesia (1999, h. 623), “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa yang tertulis (KBBI, 1999, h. 72). Petty dan Jensen (Ampuni, 1998, h. 16) menyebutkan bahwa definisi membaca memliki beberapa prinsip, di antaranya membaca merupakan interpretasi simbol-simbol yang berupa tulisan, dan bahwa membaca adalah mentransfer ide yang disampaikan oleh penulis bacaan. Maka dengan kata lain membaca merupakan

aktivitas sejumlah kerja kognitif termasuk persepsi dan rekognisi.

Terdapat beberapa tahap dalam proses belajar membaca. Initial reading (Permula-an Membaca) merupak(Permula-an tahap kedua dalam membaca menurut Mercer (Abdurrahman, 2002, h. 201). Tahap ini ditandai dengan perbendaharaan kode alfabetik, di mana anak hanya sebatas membaca huruf per huruf atau membaca secara teknis (Chall dalam Ayriza, 1995, h. 20). Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata (Mar‟at, 2005, h. 80). Kemampuan membaca ini berbeda dengan kemampuan membaca secara formal (membaca pemahaman), di mana seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak ada rentang usia yang mendasari pembagian tahapan dalam proses membaca, karena hal ini tergantung pada tugas-tugas yang harus dikuasai pembaca pada tahapan tertentu.

Menurut Depdikbud tahun 1986 (dalam Ayriza, 2005, h. 85), Chaer (2005, h. 204), serta Purwanto dan Alim (1997, h. 35), huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk perben-daharaan kataadalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf-huruf ini, ditambah dengan huruf-huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan Permulaan Membaca, sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan perbendaharaan katamengacu pada keca-kapan (ability) yang harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap Permulaan Mem-baca. Kecakapan yang dimaksud adalah penguasan kode alfabetik, di mana pembaca

(3)

hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.

Grainger (2005, h. 185) menyebutkan adanya tiga tahapan dalam proses membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak untuk memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang dinyatakan siap (biasanya pada anak-anak yang baru memasuki usia prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam proses membaca. Tahap pertama adalah tahap logografis, anak-anak taman kanak-kanak atau awal kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk. Kemudian setelah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat membe-dakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum dapat membaca kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca awal pada tahap logografis secara umum tidak bersifat fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global atau visual di mana pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali. Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca awal memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana membagi kata-kata ke dalam fonem-fonem dan bagaimana me-representasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini mampu memecahkan kata-kata yang beraturan dan tak beraturan dengan meng-gunakan konteks. Biasanya tahap ini berlangsung ketika anak berada pada pertengahan sampai akhir kelas 3 dan kelas 4 sekolah dasar.

Mercer (Abdurrahman, 2002, h. 201) membagi tahapan membaca menjadi lima, yaitu: (1) Kesiapan membaca; (2) Permu-laan Membaca; (3) Ketrampilan membaca cepat; (4) Membaca luas; (5) Membaca yang sesungguhnya.

Chall (Ayriza, 1995, h. 20) menya-takan bahwa tahap pertama membaca adalah tahap perbendaharaan katayang ditandai dengan perbendaharaan kode alfabetik. Tahap kedua adalah tahap membaca lanjut di mana pembaca mengerti arti bacaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak umumnya sebagai pembaca awal berada pada tahap Permulaan Membaca. Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu perbendaharaan kode alfabetik yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut.

Pengajaran perbendaharaan kata di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung disandingkan dengan ketrampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya. Metode ini diberikan sama pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar

(4)

membaca tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap harinya.

Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf abjad sejak minggu kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk dengan belajar menulis huruf dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya sekedar mengikuti pola yang ada.

Abdurrahman (2002, h. 214) menge-mukakan adanya 2 kelompok metode pengajaran membaca, yaitu pengajaran membaca bagi anak pada umumnya dan metode pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan belajar.

Metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya, antara lain: (1) Me-tode membaca dasar. MeMe-tode membaca dasar pada umumnya menggunakan pende-katan eklektik yang menggabungkan ber-bagai prosedur untuk mengajarkan kesiapan, perbendaharaan kata, mengenal kata, pemahaman, dan kesenangan membaca; (2) Metode fonik. Metode fonik menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf; (3) Metode linguistik didasarkan atas pandangan bahwa membaca adalah proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai dengan percakapan; (4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik). Metode ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara metode fonik dan linguistik; (5) Metode alfabetik. Metode ini menggunakan dua langkah, yaitu

memper-kenalkan kepada anak berbagai huruf alfabetik dan kemudian merangkaikan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata, kata, dan kalimat; (6) Metode pengalaman bahasa. Metode ini terintegrasi pada per-kembangan anak dalam ketrampilan men-dengarkan, bercakap-cakap, dan menulis. Bahan bacaan yang digunakan didasarkan atas pengalaman anak.

Metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar, antara lain: (1) Metode Fernald. Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata diajarkan secara utuh. Fernald (Yusuf, 2005, h. 95), beranggapan bahwa anak yang mempelajari kata sebagai pola utuh akan dapat memperkuat ingatan dan visualisasi; (2) Metode Gillingham. Metode ini merupakan pendekatan terstruktur taraf ting-gi yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun; (3) Metode Analisis Glass. Metode ini memberikan pengajaran melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata.

Anak prasekolah adalah anak berusia 3-6 tahun. Biasanya mengikuti program pra-sekolah atau kindergarten (Biechler dan Snowman, dalam Patmonodewo, 1995, h. 19). Di Indonesia, sistem Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melibatkan anak berusia 0-8 tahun (Suyanto, 2005, h. 1). Pendidikan yang diberikan pada anak di rentang usia tersebut dibagi berdasarkan sumbernya. Anak berusia 0-2 tahun mendapat pendi-dikan dari lingkup nonformal, yaitu keluar-ga; anak berusia 2-6 tahun mendapat pendi-dikan anak usia dini (Kelompok B-1ermain) dan taman kanak-kanak (TK); sementara anak usia 7-8 tahun mendapat pendidikan Sekolah Dasar (SD) kelas 1 dan 2.

(5)

Anak yang duduk di bangku TK umumnya berusia 4-5 tahun. Menurut Piaget (Santrock, 2002, h. 45), anak berada pada tahap perkembangan kognitif praoperasional yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan gambar-gambar. Pemikiran simbolis melampaui hubungan sederhana antara informasi inderawi dan tindakan fisik.

Akan tetapi, meskipun anak-anak prasekolah mampu melukiskan dunia secara simbolik, namun mereka masih belum mampu melaksanakan apa yang disebut Piaget sebagai “operasi (operations)”, yaitu

tindakan mental yang diinternalisasikan dan memungkinkan anak melakukan secara mental sesuatu yang sebelumnya dilakukan secara fisik. Selanjutnya Piaget (Chaer,

2005, h. 106) menyatakan bahwa dalam subtahap pemikiran simbolik tahap pra-operasional, anak melambangkan suatu ben-da dengan benben-da lain. Anak ben-dapat melaku-kan peniruan yang ditunda, di mana peni-ruan dilakukan setelah benda atau objek yang ditiru sudah tidak ada. Jadi, peniruan yang dilakukan tanpa kehadiran benda aslinya tersebut merupakan salah satu jenis simbolisasi atau bayangan mental (kemam-puan akal).

Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap pra-operasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkem-bangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.

Bahasa berkaitan erat dengan perkem-bangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Lev Vygotsky (Santrock, 2002, h. 241) mengemukakan

hu-bungan antara bahasa dan pemikiran, bahwa meskipun dua hal tersebut awalnya berkem-bang sendiri-sendiri, tetapi pada akhirnya bersatu. Prinsip yang mempengaruhi penya-tuan itu adalah pertama, semua fungsi men-tal memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak-anak harus berkomuni-kasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung. Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk mengasah ketrampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.

Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute ganda (Grainger, 2005, h. 190). Teori rute ganda menjelaskan mekanisme yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata-kata yang belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak. Rute pertama (rute visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan menco-cokkan pola visual, di mana anak-anak me-natap jalinan huruf cetak dan memban-dingkan pola itu dengan simpanan kata-kata yang telah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya diguna-kan bila rute pertama gagal. Pembaca lemah sebagaimana pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda

(6)

dalam hal kesadaran fonemis, karena anak-anak normal memiliki kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi-simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata berdasar-kan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.

Maka dapat disimpulkan bahwa anak-anak usia Taman Kanak-anak-kanak-anak memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memberi ke-sempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, anak-anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar menggunakan metode yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 4 tahap. Secara rinci prosedur penelitian tindakan ini sebagai berikut.

Siklus I

Dalam tahap ini terdiri dari: (1) Perencanaan, meliputi: (a) Merencanakan proses pelaksanaan pembelajaran bahasa tentang Permulaan Membaca; (b) Mengem-bangkan skenario model pembelajaran dengan membuat RPP yang mengacu pada permainan memancing kata; (c) Menyusun kuis (tes). (2) Pelaksanaan, dalam tahap ini,

guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang mengacu pada permainan memancing kata. (3) Observasi, mengamati keaktifan peserta didik pada proses pelaksanaan pembelajaran Permulaan Mem-baca melalui permainan memancing kata, dan menganalisis nilai siswa setelah diadakannya tes evaluasi sudahkah terjadi peningkatan kemampuan belajar siswa. (4) Refleksi, meliputi: (a) Meneliti hasil kerja siswa terhadap kuis/ permainan yang diberikan; (b) Menganalisis hasil pengamatan untuk membuat kesimpulan sementara terhadap pelaksanaan pengajaran pada siklus I; (c) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan pada pelaksanaan kegiatan penelitian dalam siklus II.

Siklus II

Pelaksanaan kegiatan pada siklus II pada hakekatnya sama dengan siklus I dengan ditambah rencana perbaikan untuk memperbaiki kendala pembelajaran yang ditemukan pada siklus I.

Subyek penelitian adalah siswa Kelompok B-1 TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Treng-galek. Dengan jumlah siswa 15 anak. Alasan penelitian adalah siswa Kelompok B-1 mengalami kesulitan dalam Permulaa Membaca.

Instrumen yang peneliti gunakan untuk menilai tingkat keberhasilan peserta didik adalah: (1) Instrumen evaluasi, adalah alat untuk memperoleh data hasil belajar yang telah diberikan kepada siswa. Sedang bentuk tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa soal menjodohkan sebanyak 10 soal, dimana setiap item yang benar nilai 10, dan salah 0; (2) Lembar observasi, adalah lembar pengamatan yang harus diisi oleh

(7)

observer. Lembar observasi berisi tentang aktifitas peserta didik dalam pembelajaran.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari: (1) Data tentang keaktifan peserta didik; (2) Data tentang kerjasama peserta didik; (3) Data tentang pelaksanaan pembelajaran oleh guru; (4) Data tentang evaluasi hasil belajar peserta didik.

Teknik Pengumpulan Data, terdiri dari: (1) Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara meng-adakan pengamatan langsung terhadap aktivitas peserta didik dalam proses pelak-sanaan pembelajaran Permulaan Membaca melalui permainan memancing kata; (2) Metode Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah mengimplementasikan permainan meman-cing kata sebagai bentuk evaluasi; (3) Metode Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai seluk beluk proses pembelajaran Permulaan Membaca di TK Dharma Wanita 2 Jati

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Siklus

Berdasarkan hasil pengamatan sebe-lum siklus, Guru terlalu mendominasi kegiatan belajar sehingga siswa kurang mandiri dan metode pembelajaran yang digunakan masih menggunakan cara lama yang membuat siswa menjadi bosan. Siswa

hanya pasif mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Siswa tidak tanggap dan kurang cekatan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Hasil belajar siswa sangat rendah dan jauh dari standar kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Adapun hasil belajar siswa pada Pra siklus adalah sebagai berikut: (1) Rata-rata hasil belajar 74,67; (2) Ketuntasan hasil belajar 66,67%.

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang memdapat 4 bintang. Yang mendapatkan 3 bintang ada 10 anak dengan prosentasi 66,67% dan telah tuntas dalam pembe-lajaran. Sedangkan 5 siswa lainnya hanya memperoleh 2 bintang sehingga tergolong tidak tuntas belajar dengan persentase 33,33 %.

Setelah diobservasi lebih lanjut, ter-nyata siswa cenderung mengalami kejenuh-an ykejenuh-ang ditunjukkkejenuh-an dengkejenuh-an adkejenuh-anya respon siswa yang rendah dalam pembelajaran. Ada indikasi munculnya kejenuhan selama pem-belajaran ini diantaranya dikarenakan strategi pembelajaran yang digunakan guru monoton, yaitu dengan menggunakan meto-de cerita, tanya jawab, media bernyanyi dan media gambar dinding seadanya. Kemam-puan Permulaan Membaca masih rendah sehingga peneliti melakukan sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pene-liti melakukan penePene-litian ini dalam dua siklus melalui permainan memancing kata dalam setiap pembelajarannya.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian Pra siklus

No Nilai skor Frekuensi Persentase Keterangan

1 86-100 - -

2 70 - 85 10 66.67% Tuntas

3 55 - 69 5 33.33% Tidak Tuntas

(8)

Siklus I

Perencanaan

Pada tahap ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a) Merencanakan proses pelaksanaan pembela-jaran Permulaan Membaca melalui permain-an mempermain-ancing kata; (b) Mengembpermain-angkpermain-an skenario model pembelajaran dengan membuat RPP; (c) Menyusun LOS (Lembar Observasi Siswa); (d) Menyusun kuis (tes) Pelaksanaan (Action)

Peneliti selaku guru kelas melaksana-kan pembelajaran sesuai RPP yang dibuat mengacu pada permainan Memancing kata. Langkah kegiatan pembelajarannya adalah sebagai berikut: (1) Kegiatan awal, meliputi: (a) Berdoa; (b) Mempersiapkan materi ajar, model, alat peraga dan media pembelajaran; (c) Memotivasi siswa dengan menyayi bersama “Lihat Kebunku”. (2) Kegiatan inti, meliputi: (a) Guru mem-berikan apersepsi dengan bertanya tentang materi sebelumnya; (b) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran; (c) Guru menempelkan gambar dan kartu kata di papan tulis; (d) Siswa diminta untuk menyebutkan nama gambar yang ditempel oleh guru; (e) Siswa diminta untuk mencocokan gambar dan kartu kata yang sesuai, dan menempelkan-nya di bawah gambar; (f) Guru meminta semua siswa untuk mencocokan gambar dengan kartu kata di papan tulis secara bergantian; (g) Guru membagikan tugas individu; (h) Siswa mengerjakan tugas individu. (3) Kegiatan penutup, meliputi: (a) Guru menyampaikan ucapan terima kasih dan mengingatkan anak untuk rajin belajar di rumah; (b) Guru menyampaikan salam penutup.

Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan oleh kolabora-tor (Guru/ teman sejawat). Pada tahap pengamatan ini yang diamati adalah tingkat keaktifan siswa dalam proses belajar, kebe-ranian siswa, dan hasil belajar siswa. Aktifitas guru dalam pembelajaran pada putaran pertama adalah cukup baik dalam hal memberi motifasi, melaksanakan pembelajaran sesuai dengan SKH, memantau kemajuan siswa, melaksanakan tindak lanjut.

Refleksi

Diskripsi hasil pembelajaran tindakan I adalah diskripsi hasil observasi pem-belajaran dan hasil tes siswa berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh obser-ver ditemukan beberapa hal diantaranya: (1) Suasana proses belajar mengajar aktif, siswa terlihat sungguh-sungguh dalam memper-hatikan penjelasan guru; (2) Terjadi interak-si antara guru dan interak-siswa, belum ada interakinterak-si antara siswa dengan siswa; (3) Suasana dalam kelas agak gaduh karena anak berebut ingin memancing; (4) Rata-rata hasil belajar adalah 74,44 dan persentase ketuntasan siswa sebesar 66,67 %

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian Siklus I

No Nilai Frekuensi SIKLUS I N x F Persentase Ket

1 100 1 100 6.67 T 2 90 2 180 13.33 T 3 80 3 240 20.00 T 4 70 6 420 40.00 TT 5 60 3 180 20.00 TT Jumlah 15 1120 100.00 74.67

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 100 ada 1 siswa dengan persentase 6,67%. Siswa yang mendapat nilai 90 ada 2 siswa dengan persentase sebesar

(9)

13,33%. Siswa yang mendapat nilai 80 ada 3 siswa dengan persentase sebesar 20,00%. Siswa yang mendapat nilai 70 ada 6 siswa dengan persentase sebesar 40,00%. Sedangkan siswa yang mendapat nilai 60 ada 3 siswa dengan persentase sebesar 20,00%.

Dengan hasil dari r e f l e k s i pada siklus I ini diharapkan peneliti dapat semakin memperbaiki kekurangan-keku-rangan yang terdapat pada pelaksanaan siklus I agar dalam melaksanakan pembe-lajaran selanjutnya akan lebih baik. Pe-ngambilan data melalui observasi ini ber-tujuan untuk mengetahui perilaku siswa selama proses pembelajaran. Perilaku siswa yang diamati selama mengikuti pembela-jaran seperti melamun, bersenda gurau, berjalan-jalan, suka mengganggu temannya, mengantuk, bermain-main, memperhatikan dengan penuh konsentrasi.

Tabel 3. Hasil Observasi Perilaku Siswa Siklus I

No Perilaku Siswa f %

1 Melamun 1 6.67

2 Bersenda gurau 1 6.67 3 Berjalan-jalan 1 6.67 4 Suka menganggu teman 1 6.67

5 mengantuk 0 0.00

6 Bermain-main sendiri 0 0.00 7 Memperhatikan dengan penuh 11 73.33

konsentrasi

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mengatuk dan bermain sendiri saat pelajaran berlangsung tidak ditemukan lagi. Hampir seluruh siswa memperhatikan dengan penuh konsentrasi sebesar 73,33%.

Analisis dan Refleksi

Berdasarkan hasil evaluasi prestasi belajar pada table 4.2 dapat diketahui belum tercapainya ketuntasan belajar, karena ke-tuntasan yang tercapai hanya 40,00%. Kegagalan Siklus I disebabkan beberapa hal,

sebagai berikut: (1) Materi buah dan sayur yang diajarkan tidak dikenal siswa; (2) Siswa yang duduk di belakang, tidak dapat melihat dengan jelas permainan memancing kata.

Berdasarkan temuan lapangan tersebut di atas maka peneliti melakukan perbaikan kegiatan dalam siklus II, antara lain sebagai berikut: (1) Materi buah dan sayur yang diajarkan yang telah dikenali siswa; (2) Guru akan membagi siswa dalam sebuah kelompok-kelompok kecil dan membimbing tiap kelompok; (3) Guru akan memberikan kesempatan pada semua siswa untuk ber-main memancing kata; (4) Diimplementasi-kannya permainan memancing kata agar lebih menarik siswa dan dikondisikan sedemikian rupa; (5) Perhatian guru atau peneliti hendaknya secara menyeluruh, sehingga tidak ada kesempatan siswa untuk bermain.

Siklus II

Perencanaan (Planning)

Berdasarkan hasil tindakan yang dilakukan pada putaran pertama yang dijelaskan diatas, maka peneliti dan kolaborator merumuskan rencana tindakan untuk putaran kedua yaitu dengan perubahan sebagai berikut ini: (1) Guru lebih mengoptimalkan pembelajaran ini; (2) Mengoptimalkan alokasi waktu dalam pembelajaran.

Pelaksanaan (Action)

Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: (1) Kegiatan awal, meliputi: (a) Guru menyampaikan salam pembukaan, kemudian membimbing siswa untuk berdoa; (b) Guru mendata kehadiran peseta didik sambil memperhatikan peserta

(10)

didik yang dipanggil namanya. (2) Kegiatan inti, meliputi: (a) Guru memberikan apersepsi dengan bertanya tentang materi sebelumnya; (b) Mempersiapkan materi ajar, model, alat peraga dan media pembelajaran; (c) Memotivasi siswa dengan menyayi bersama; (d) Guru memperlihatkan kartu gambar dan kata; (e) Guru melakukan Tanya jawab; (f) Guru menjelaskan peraturan permainan adu cepat; (g) Guru membagi siswa dalam 6 kelompok dengan jumlah anggota 3 siswa; (h) Siswa melakukan kegiatan adu cepat dengan mencocokan kata acak yang sesuai dengan gambar yang ditempelkan depan kelas; (i) Kelompok yang menjawab paling banyak dianggap sebagai pemenang; (j) Guru memberikan reward kepada siswa yang dapat menyeleseikan tugas dengan baik; (k) Guru membagikan soal tes. (3) Kegiatan Akhir, meliputi: (a) Guru menyampaikan ucapan terima kasih dan mengingatkan anak untuk rajin belajar di rumah; (b) Guru menyampaikan salam penutup.

Pengamatan (Observation)

Pada putaran kedua ini pembelajaran sudah terlaksana dengan baik, guru sudah optimal dalam mengelola pembelajaran dan juga pengalokasian waktu sudah sesuai dengan Satuan Kegiatan Harian (SKH). Demikian juga respon dan keberanian siswa juga meningkat. Siswa menjadi aktif, antusias, senang dalam pembelajaran ini melalui permainan memancing kata untuk pemahaman konsep Permulaan Membaca. Refleksi

Diskripsi hasil pembelajaran tindakan II adalah hasil observasi yang dilakukan oleh observer dan hasil tes siswa. Dari diskripsi tersebut ditemukan hal-hal sebagai

berikut: (1) Suasana proses belajar mengajar semakin interaktif. Siswa terlihat antusias dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa banyak yang berani bertanya dan mengeluarkan pendapat; (2) Interaksi yang terjadi hampir multi arah yang me-rupakan interaksi optimal dalam proses belajar mengajar; (3) Kemampuan guru da-lam mengelola pembelajaran sudah mak-simal; (4) Nilai Rata-rata hasil belajar adalah 80,8 dan persentase ketuntasan individual (> 70) sebesar 91,7 %.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian Siklus II

No Nilai Frekuensi SIKLUS II N x F Persentase Ket

1 100 3 300 20.00 T 2 90 2 180 13.33 T 3 80 5 400 33.33 T 4 70 5 350 33.33 TT 5 60 0 0 0.00 TT 6 50 0 0 0.00 TT 7 40 0 0 0.00 TT 8 30 0 0 0.00 TT 9 20 0 0 0.00 TT 10 10 0 0 0.00 TT Jumlah 15 1230 100.00 Rata-rata 82.00

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai 100 ada 3 siswa dengan persentase 20,00%, nilai 90 ada 2 siswa dengan persentase 13,33%, nilai 80 ada 5 siswa dengan persentase 33,33%, nilai 70 ada 5 siswa dengan persentase 33,33%. Perilaku siswa yang diamati selama mengikuti pembelajaran seperti melamun, bersenda gurau, berjalan-jalan, suka mengganggu temannya, mengan-tuk, bermain-main, memperhatikan dengan penuh konsentrasi.

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa siswa yang mengatuk dan bermain sendiri saat pelajaran berlangsung tidak ditemukan lagi. Hampir seluruh siswa memperhatikan dengan penuh konsentrasi sebesar 86,67%.

(11)

Tabel 5. Hasil Observasi Perilaku Siswa Siklus II

No Perilaku Siswa f %

1 Melamun 0 0.00

2 Bersenda gurau 0 0.00 3 Berjalan-jalan 1 6.67 4 Suka menganggu teman 1 6.67

5 mengantuk 0 0.00

6 Bermain-main sendiri 0 0.00 7 Memperhatikan dengan penuh 13 86.67

konsentrasi

Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini difo-kuskan pada perolehan skor yang dicapai siswa berdasarkan pengamatan yang dilaku-kan baik terhadap aspek perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung maupun aspek peningkatan perbendaharaan kata siswa Kelompok B-1 TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabu-paten Trenggalek. Aspek yang diamati yaitu penilaian adalah penilaian membaca gambar dan mengelompokkan gambar nama buah atau sayur. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu prasiklus, siklus I, siklus II. Pada tahap prasiklus untuk mengetahui kondisi awal kemampuan Permulaan Membaca.

Adapun untuk menggambarkan hasil perkembangan dari pelaksanaan pra siklus sampai siklus II pada permainan memancing kata dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini.

Tabel 6. Distribusi Data Hasil tiap siklus

Pra siklus Siklus I Siklus II Rata-rata 74,67 74,64 82.00 Ketuntasan 66,67 80,00 100,00

Peningkatan kemampuan Permulaan Membaca melalui permainan Memancing kata ini merupakan bukti keberhasilan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan Permulaan Membaca. Peningkatan perbendaharaan kata siswa juga diikuti dengan perubahan perilaku yang dialami oleh siswa setelah mengikuti pem-belajaran bahasa melalui permainan meman-cing kata. Sebelum dilaksanakan pembela-jaran bahasa melalui permainan Memancing kata siswa mengaku kurang tertarik dengan pembelajaran membaca Perubahan perilaku siswa setelah pembelajaran dapat dilihat dari hasil observasi perilaku siswa pada tabel berikut.

(12)

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Observasi Perilaku Siswa

No Perilaku Siswa f Pra-siklus % f Siklus I % f Siklus II %

1 Melamun 3 20.00 1 6.67 0 0.00

2 Bersenda gurau 2 13.33 1 6.67 0 0.00

3 Berjalan-jalan 3 20.00 1 6.67 1 6.67

4 Suka Mengganggu Teman 2 13.33 1 6.67 1 6.67

5 Mengantuk 1 6.67 0 0.00 0 0.00

6 Bermain-main 1 6.67 0 0.00 0 0.00

7 Memperhatikan dgn penuh Konsentrasi 3 20.00 11 73.33 13 86.67

Pada tabel di atas, menunjukkan bahwa perubahan ke arah yang positif. Pada siklus I sejumlah 11 siswa atau dengan persentase 73,33% anak sudah memper-lihatkan konsentrasi saat kegiatan pembela-jaran berlangsung. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 13 anak atau dengan persentase 86,67% siswa sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Perubahan perilaku siswa ke arah yang positif di atas, menunjukkan bahwa per-mainan memancing kata mampu mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Hal ini dikarenakan anak kelas rendah berada dalam tahap bermain Sehingga mereka lebih tertarik belajar sambil bermain.

PENUTUP

Kesimpulan

Kemampuan Permulaan Membaca Melalui Permainan Memancing Kata Pada Siswa Kelompok B-1-1 TK Dharma Wanita 2 Jati Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek Semester I Tahun 2014/2015 mengalami Peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata rata siswa pra siklus mencapai 74,67 dengan ketuntasan sebesar 66,67%, pada siklus I nilai rata ratanya menjadi 74,64 dengan ketuntasan sebesar

80,00% sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu dengan nilai rata rata 82,00 ketuntasan 100%. Dilihat dari segi aktifitas belajar siswa dikelas, aktifitas pra siklus hanya sebanyak 3 siswa atau dengan persentase 20,00% anak sudah memper-lihatkan konsentrasi saat kegiatan pembe-lajaran berlangsung. Pada siklus I sejumlah 11 siswa atau dengan persentase 73,33% anak sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Sedang-kan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 13 anak atau dengan persentase 86,67% siswa sudah memperlihatkan konsentrasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Saran

Siswa hendaknya dapat memanfaatkan media belajar yang dipersipakan guru secara optimal. Guru TK hendaknya harus dapat mengembangkan dan membuat kreasi baru untuk meningkatkan kemampuan Permulaan Membaca melalui Permainan Memancing kata, agar para siswanya tertarik pada materi yang sedang diajarkan sehingga tidak membuat bosan. Hal ini sebagai modal utama agar dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa. Sekolah hendaknya menyediakan fasilitas pembelajaran yang memadai

(13)

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman. 2002. Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada Pokok Bahasan Bangun Segi-empat di Kelas VIII SLTPN 16 Pekan Baru. Tesis yang tidak dipublikasikan. Surabaya: UNESA

Chaer, Abdul. 2005. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Grainger, J. 2003. Problem Perilaku, Perha-tian, dan Membaca pada Anak: Stra-tegi Intervensi Berbasis Sekolah (Alih Bahasa: Enny Irawati). Jakarta: Grasindo.

Mar‟at Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Rosda Karya.

Patmonodewo, Soemiarti. 1995. Buku Ajar Pendidikan Prasekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direkto-rat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Purwanto., M.N, dan Alim, D. 1997. Meto-dologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Rosda Jayaputra.

Santrock, J.W. 2002. Life-Span Develop-ment: Perkembangan Masa Hidup (edisi kelima). (Penerj. Achmad Chusairi, Juda Damanik; Ed. Herman Sinaga, Yati Sumiharti). Jakarta: Erlangga.

Suyanto. 2005. Konsep Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian Pra siklus
Tabel 6.  Distribusi Data Hasil tiap siklus  Pra  siklus  Siklus  I  Siklus II  Rata-rata  74,67  74,64  82.00  Ketuntasan  66,67  80,00  100,00  Peningkatan  kemampuan  Permulaan  Membaca  melalui  permainan  Memancing  kata  ini  merupakan  bukti  keberh
Tabel 7.  Rekapitulasi Hasil Observasi Perilaku Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Radiasi yang lebih rendah diperlukan untuk paparan radiografi gigi pada anakanak karena jaringan dan struktur tulang pada anak-anak kurang padat bila dibandingkan dengan

Rokan (lelang ulang) maka dengan ini di sampaikan bahwa waktu pelaksanaan Aanjwizing. mengikuti yang ada pada dokumen pemilihan halaman 8 dan 29,

ada tidak akan segan- segan untuk merekrut murid yang dinilai sudah “lumayan” atau “pintar” dalam berkemampuan Bahasa Inggris (misal dalam grammar, speaking, dll.).

Motivasi dan Mental Kewirausahaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Mental untuk Berwirausaha pada mahasiswa Program Studi Manajemen, Universitas

Daun insang, berfungsi sebagai dalam sistem pernafasan dan peredaran darah, tempat terjadinya pertukaran gas O2..

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil, Inflasi, Dan Indeks Saham Asing Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Indonesia) Apri Anita Sari ,Saimul Respon Perubahan Suku Bunga Acuan

Sebuah sistem konstruksi yang mempunyai 4 dasar r-proses, - proses 1 diikuti oleh r-proses 2 dan r-proses 3 kemudian diikuti lagi oleh r–proses 4, sebuah kotak dapat digunakan untuk

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah