• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah. Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan yang berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari komponen pendidikan yang terkait, yaitu guru maupun siswa (Sutrisno, 2010). Peningkatan kinerja tersebut termasuk dalam perubahan konsep pembelajaran.

Pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber ilmu, menjadi pembelajaran berbasis siswa dengan memberikan kebebasan siswa untuk mengakses sumber-sumber belajar melalui Internet (Suyanto, 2005). Tung (2000) dalam Suyanto (2005) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, Internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Internet merupakan bagian dari Teknologi Informasi (TI), dimana TI diambil kemanfaatannya oleh pemerintah selama akhir dekade ini untuk meningkatkan proses bisnisnya. TI menawarkan kesempatan kepada pemerintah untuk mengantarkan informasi dan layanan lebih baik (Wahid, 2010).

TI sudah menjadi kebutuhan di semua bidang. Dalam dunia bisnis dikenal dengan istilah e-business atau e-commerce, di dunia pemerintahan dikenal dengan istilah e-government dan bagi dunia pendidikan dikenal dengan istilah e-learning (Ali et al., 2008). E-learning adalah bentuk inovasi dalam pemanfaatan TI di bidang pendidikan. Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi Internet untuk mengirimkan serangkaian

(2)

2 solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002) dalam Suyanto (2005), yang intinya menekankan penggunaan Internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Menurut Turban et al .(2006), e-learning merujuk pada proses pembelajaran yang didukung oleh web. E-learning juga dapat dilakukan dalam kelas virtual dimana semua kegiatan dilakukan secara online dimana web sekarang menyediakan lingkungan multi media interaktif untuk belajar mandiri.

Sutanta (2009) menjelaskan, e-learning adalah proses pembelajaran menggunakan Information and Communication Technology (ICT) sebagai alat yang tersedia kapanpun dan dimanapun dibutuhkan, sehingga dapat mengatasi kendala ruang dan waktu. Secara lebih jelas, Daryanto (2012) mengatakan bahwa e-learning adalah proses pembelajaran secara elektronik, yang dimaksud elektronik disini bukan semata-mata peralatannya, tapi juga meliputi metode dan medianya, bagaimana kita berbagi ilmu dan pengetahuan, mengunduh materi pelajaran, mengunggah tugas, melakukan diskusi dengan guru/dosen dan sebagainya, dilakukan secara elektronik.

E-learning dalam dunia pendidikan adalah sebuah perubahan konsep pembelajaran. Ashby (1972) dalam Komang et al, (2012) menyatakan bahwa dunia pendidikan telah memasuki revolusinya yang kelima. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio dan televisi untuk pemerataan dan perluasan pendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini, dengan dimanfaatkannya teknologi

(3)

3 komunikasi dan informasi mutakhir, khususnya komputer dan internet untuk pendidikan. Revolusi ini memberi dampak terhadap beberapa kecenderungan pendidikan masa depan.

E-learning sebagai suatu inovasi, dipersepsikan sebagai sesuatu yang baru bagi individu maupun unit adopsi lain (Rogers, 2003). Jika memperhatikan perilaku manusia, disadari atau tidak, sebuah ide dikatakan baru diukur sejak pertama kali digunakan atau ditemukan. Persepsi dari suatu kebaruan dari sebuah inovasi bagi individu ditentukan dari reaksi individu tersebut terhadap inovasi. Rogers (2003) menambahkan bahwa pengetahuan mengenai inovasi TI menciptakan suatu ketidakpastian tentang dampaknya dalam pikiran orang yang mengadopsi. Akankan inovasi tersebut memecahkan masalah persepsi dari individu tersebut? Bisa dikatakan bahwa adopsi penggunaan e-learning merupakan persepsi dalam karakteristik inovasi.

Rogers (2003) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu diantara anggota suatu sistem sosial. Rogers (2003) mengidentifikasi lima karakteristik inovasi yang secara teratur mempengaruhi adopsi, yaitu : keuntungan relatif, kesesuaian, kompleksitas, keteramatan, dan mudah diuji coba. Berdasarkan kajian literatur mengenai difusi, Moore and Benbasat (1991) menambahkan dua karakteristik dari instrument Perceived Characteristics of Innovating (PCI) yaitu citra (image) dan kesukarelaan (voluntariness). Namun dalam perkembangannya, Moore and Benbasat mengklarifikasi definisi dari berbagai PCI. Perkembangannya menunjukkan bahwa dapat diamati (observability) sebagai definisi asli dari Rogers, terlihat sebagai dua fungsi yang berbeda yaitu keteramatan hasil (result demonstrability) dan visibilitas (visibility), sehingga model PCI yang dikembangkan oleh Moore and Benbasat (1991) ada delapan komponen karakteristik.

(4)

4 Kedelapan karakteristik dalam model PCI menurut Schwarz dan Schwarz (2007) didefinisikan sebagai berikut ; (1) keuntungan relatif (relative advantage), adalah tingkat penggunaan inovasi yang dirasakan lebih baik dari sebelum inovasi, (2) kesesuaian (compatibility) adalah tingkat penggunaan inovasi ketika sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan budaya yang ada, pengalaman-pengalaman masa lalu dan saat ini, dan kebutuhan pengadopsi yang potensial, (3) mudah diuji coba (trialability) adalah tingkat penggunaan inovasi dimana sebuah inovasi dapat diujicobakan, (4) kemudahan penggunaan (ease of use) adalah tingkat penggunaan inovasi ketika inovasi dirasakan sebagai sesuatu yang mudah digunakan, (5) visibilitas (visibility) adalah tingkat penggunaan inovasi dimana inovasi bisa terlihat dengan panca indera, (6) keteramatan hasil (result demonstrability) adalah tingkat penggunaan inovasi ketika hasil dari inovasi tersebut bisa diamati dan bisa dikomunikasikan kepada orang lain, (7) citra (image) adalah tingkat penggunaan inovasi dimana dirasakan mampu meningkatkan citra atau status seseorang dalam sistem sosial, (8) kesukarelaan (voluntariness) adalah tingkat penggunaan inovasi dimana pengguna inovasi dilihat sebagai kesukarelaan.

Rogers (2003) menambahkan bahwa saluran-saluran komunikasi seperti media massa dan interaksi secara personal juga mempengaruhi keefektivan pembentukan dan perubahan sikap terhadap ide baru, sehingga mempengaruhi keputusan untuk mengadopsi atau menolak ide baru tersebut. Sejalan dengan pendapat Rogers (2003) bahwa waktu terlibat dalam proses difusi inovasi, Sa’ud (2008) menyatakan bahwa waktu merupakan aspek yang utama dalam proses komunikasi.Waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan, termasuk dalam kegiatan mengadopsi teknologi. Rogers (2003) menambahkan sistem sosial sebagai fasilitas difusi inovasi. Aspek struktur sosial tersebut adalah norma. Hal ini mirip dengan efek yang diajukan oleh Venkatesh dan Davis (2000), dimana norma subyektif ditemukan untuk mempengaruhi persepsi kegunaan

(5)

5 dalam adopsi teknologi informasi. Proses perubahan adopsi TI tersebut juga berdampak bagi dunia pendidikan (Fani dan Purwoadi, 2003). Terutama adopsi Internet untuk pembelajaran atau

e-learning di sekolah. Saat ini, 110 SD, SMP dan SMA/K di DIY sudah menerapkan program

pemanfaatan TIK (Kusumaputra, 2011). Penerapan program TIK di SD, SMP dan SMA/K DIY merupakan kelanjutan gagasan Pemerintah Provinsi DIY, yang tahun 2007 mencanangkan diri sebagai cyber province dengan pelaksanaan Jogja Learning Gateway (Kusumaputra, 2011).

SMK YAPPI Gunungkidul sebagai salah satu sekolah di DIY yang menerapkan TI e-learning, merupakan sekolah kejuruan yang memiliki tiga program keahlian yaitu Teknik Instalasi Listrik (Terakreditasi B), Teknik Mekanik Otomotif (Terakreditasi B) dan Teknik Informatika (Terakreditasi A/SSN). Dari ketiga program keahlian tersebut yang menjadi unggulan dan merupakan kompetensi unggulan (distinctive competencie) di sekolah tersebut adalah Teknik Informatika. Bahkan SMK YAPPI Gunungkidul pernah menjadi sekolah model swasta di kabupaten Gunungkidul pada tahun 1999.

SDM guru TI di sekolah tersebut sangat kompeten di bidangnya, serta sarana dan prasarananya sangat memadahi. Hal ini terlihat dari tersedianya website sekolah beserta e-learning-nya yang lengkap, fasilitas laboratorium komputer yang terdiri dari ruang multi media, bengkel hardware, bengkel jaringan dan ruang administrasi jaringan. SMK YAPPI Gunungkidul telah banyak mencetak lulusan yang outcome-nya menjadi pakar TI di institusi yang menaunginya dan sering diundang sebagai instruktur pelatihan di Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) Yogyakarta. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa SMK YAPPI Gunungkidul merupakan sekolah kejuruan swasta yang cukup menjual (marketable) di tengah pesatnya persaingan dengan sekolah-sekolah negri maupun swasta lain di Gunungkidul.

(6)

6 Keunggulan-keunggulan diatas ternyata belum mampu mendorong guru untuk lebih mengoptimalkan penggunaan TI dalam proses belajar-mengajar maupun untuk pengembangan diri. Sesuai dengan amanat Permendiknas No. 16 tahun 2007 mengenai kompetensi guru terutama pada kompetensi pedagogik dan profesional. Berdasarkan wawancara singkat dengan dua pakar TI di SMK YAPPI Gunungkidul, guru yang memanfaatkan e-learning secara intensif dalam pembelajarannya hanya 50%, sementara bermacam-macam diklat mengenai TI seperti Lectora, pembuatan website dan lain-lain sudah dilaksanakan. Bahkan guru difasilitasi dalam kepemilikan laptop. Namun demikian masih banyak guru yang belum memanfaatkan e-learning dalam proses belajar-mengajar. Penolakan terhadap perubahan merupakan suatu sikap yang muncul dalam proses perubahan organisasi baik berasal dari individu maupun kelompok yang menentang atau menolak perubahan (Robbins, 2003).

Adopsi teknologi baru mengandung resiko dan ketidakpastian. Orang-orang di negara dengan tingkat penolakan ketidakpastian tinggi, lebih menghindari resiko dan tidak mendukung perubahan serta memiliki angka adopsi yang lebih rendah terhadap teknologi atau inovasi baru (Wahid, 2010). Terlihat dari intensitas guru mengunggah materi, soal serta penugasan siswa untuk menggunakan e-learning terbilang kecil. Hal ini menjadi sangat dilematis dimana pakar TI di SMK YAPPI merupakan pakar-pakar yang sering diundang sebagai instruktur dalam pelatihan diklat TI di tingkat propinsi. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan kajian mengenai penggunaan e-learning sebagai sumber dan media pembelajaran. Adopsi TI e-learning sebagai sumber maupun media pembelajaran diperlukan untuk meningkatkan keefektivan dalam pembelajaran dan meningkatkan kinerja guru yang tujuannya meningkatkan keunggulan kompetitif SMK YAPPI sebagai sekolah swasta di Gunungkidul yang memiliki kompetensi unggulan Teknik Informatika.

(7)

7 1.2 Rumusan Masalah

Sebagai sekolah kejuruan swasta di Gunungkidul yang mempunyai kompetensi unggulan TI di Gunungkidul, SMK YAPPI mengalami permasalahan dimana 50% guru di sekolah tersebut belum secara intensif memanfaatkan TI e-learning dalam proses pembelajaran (hasil wawancara dengan guru TI SMK YAPPI). Banyak faktor yang mempengaruhi individu maupun organisasi dalam mengambil keputusan adopsi TI baru yaitu e-learning. Dengan demikian perlu adanya kajian mengenai persepsi karakteristik inovasi e-learning.

Alasan lain penelitian ini dikarenakan semenjak diterapkannya e-learning berbasis web di SMK YAPPI Gunungkidul pada tahun 2008, belum ada kajian tentang pemanfaatan e-learning di sekolah tersebut. Dengan demikian penelitian ini bisa menjadi rekomendasi bagi Kepala Sekolah sebagai pemangku kepentingan untuk mempengaruhi keputusan adopsi e -learning bagi guru-guru di sekolah tersebut yang selama ini dinilai masih kurang optimal.Hal ini sejalan dengan pendapat Rogers (2003) bahwa pendapat pemimpin (opinion leader) dapat mempengaruhi maupun menjadi model perilaku inovasi bagi pengikutnya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pemanfaatan e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul ? (sumber informasi, pengenalan e-learning sebelum di SMK YAPPI Gunungkidul, mulai kenal e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul, mulai menggunakan e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul, frekuensi penggunaan e-learning, durasi penggunaan e-learning dan keterkaitan materi pelajaran dengan e-learning) ?

(8)

8 2. Seberapa besar persepsi inovasi warga sekolah di SMK YAPPI Gunungkidul terhadap pemanfaatan e-learning menurut delapan komponen persepsi karakteristik inovasi adopsi TI ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi pola pemanfaatan (sumber informasi, pengenalan e-learning sebelum di SMK YAPPI Gunungkidul, mulai mengenal e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul, mulai menggunakan e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul, frekuensi penggunaan e-learning, durasi penggunaan e-learning dan keterkaitan materi pelajaran dengan e-learning) e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul.

2. Untuk mengidentifikasi seberapa besar persepsi warga sekolah di SMK YAPPI Gunungkidul terhadap pemanfaatan e-learning menurut delapan komponen persepsi karakteristik inovasi adopsi TI.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. SMK YAPPI Gunungkidul

Memberikan informasi mengenai pola pemanfaatan e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul serta seberapa besar persepsi warga sekolah di SMK YAPPI Gunungkidul terhadap pemanfaatan e-learning menurut delapan komponen persepsi karakteristik inovasi adopsi TI.

(9)

9 Penelitian ini menambah pengetahuan peneliti mengenai pola pemanfaatan e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul serta seberapa besar persepsi warga sekolah di SMK YAPPI Gunungkidul terhadap pemanfaatan e-learning menurut delapan komponen persepsi karakteristik inovasi adopsi TI. Selain itu, penelitian ini dilakukan sebagai syarat kelulusan peneliti dalam program studi yang diambil peneliti yaitu Manajemen Kepengawasan Pendidikan.

1.6 Batasan Penelitian

Agar penelitian bisa fokus pada inti permasalahan yang akan diamati, maka penelitian ini dibatasi hanya meneliti mengenai persepsi warga sekolah dalam adopsi TI e-learning di SMK YAPPI Gunungkidul. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah persepsi karakteristik adopsi inovasi menurut Rogers (2003) yang kemudian dikembangkan oleh Moore dan Benbasat (1991) menjadi delapan karakteristik yaitu keuntungan relatif, kesesuaian, dapat diuji coba, kemudahan penggunaan, visibilitas, keteramatan hasil, citra, dan kesukarelaan.

Kajian ini sangat penting diteliti karena berdasarkan wawancara singkat dengan guru TI di sekolah tersebut, partisipasi guru dalam pemanfaatan e-learning masih rendah sementara SDM yang bertanggung jawab terhadap TI sudah sangat kompeten. Begitu juga dengan sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup lengkap. Terlebih lagi dengan keunggulan kompetensi yang ditawarkan oleh SMK YAPPI sebagai sekolah swasta yang maju dalam bidang TI, sangat tidak relevan jika guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut masih rendah partisipasinya terhadap pemanfaatan e-learning.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami alur dari penelitian ini, maka penulisan pada penelitian ini disusun terdiri atas lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang

(10)

10 permasalahan yang akan diteliti. Setelah menguraikan permasalahan, maka peneliti merumuskan pertanyaan dan tujuan serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini baik bagi sekolah yang diteliti maupun bagi peneliti sendiri. Agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka diberikan batasan penelitian.

Bab kedua membahas teori-teori mengenai definisi adopsi dan difusi inovasi teknologi, karakteristik persepsi inovasi, definisi e-learning serta peran e-learning.

Bab ketiga menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bab ketiga ini juga akan dijelaskan mengenai cara untuk pengumpulan data, pengujian validitas dan reliabilitas penelitian, analisis data, serta ringkasan mengenai obyek penelitian.

Bab empat menjelaskan proses pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dengan penyebaran kuesioner kepada para responden serta wawancara dengan beberapa guru, Kepala Sekolah dan Waka Kurikulum. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

Bab kelima sebagai bab terakhir adalah penarikan kesimpulan berdasarkan penafsiran hasil analisis pada bab empat. Bab ini juga memberikan saran-saran bagi obyek penelitian berdasarkan hasil kesimpulan yang dianalisis oleh peneliti.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat Desa Klampok beragama Islam, terbukti dari sarana peribadatan yang sangat memadai. Salah satunya yaitu masjid

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul