• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Bencana merupakan proses dinamis hasil kerja ancaman (hazards) terhadap komponen ekonomi, politik, dan ekologis yang disebut kerentanan.

Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan dari proses pembangunan, sehingga pembangunan wajib mengintegrasikan

faktor bencana demi keberlanjutannya. Manajemen pembangunan berkelanjutan

perlu mengandalkan kebijakan dan praktik pengurangan risiko bencana secara

berkelanjutan.

Permasalahan penelitian merujuk pada pengalaman penanggulangan

bencana yang diterapkan di berbagai daerah di Indonesia yang masih mengalami

berbagai kendala, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat. Kendala di

tingkat pemerintah terlihat pada lemahnya koordinasi antara pemerintah dan

para pemangku kepentingan lainnya, baik dalam tahap pra bencana, pada saat

terjadi bencana, maupun pada saat pasca bencana. Sementara itu di tingkat

masyarakat, nampak bahwa kemampuan komunitas dalam penanggulangan

bencana masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya pengetahuan

masyarakat mengenai kebencananaan dan cara penanggulangan bencana yang

dilakukan. Pedoman peningkatan kapasitas melalui pendidikan berbasis

kearifan lokal dan partisipatif geografis belum sepenuhnya terlaksana karena

(2)

2 kurangnya komitmen dan belum terdiseminasinya informasi secara

menyeluruh.

Peran pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lain dalam

penanggulangan bencana yang belum optimal dipengaruhi oleh belum adanya

landasan operasional penanggulangan bencana atau belum dipahami secara

utuh dalam pelaksanaannya Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat

memiliki peran yang maksimal dalam penanggulangan bencana dengan

adanya dukungan penuh dari berbagai pihak terutama aparatur pemerintah.

Namun demikian, belum dijumpai penelitian yang khusus melakukan penilaian

terhadap kolaborasi antara pemerintah dan organisasi non pemerintah mendetail

terkait kegiatan penanggulangan bencana, sehingga sangat penting untuk

dilakukan. Pengalaman yang terjadi di Indonesia bahwa manajemen

penanggulangan bencana dominan dilakukan dengan mekanisme eksternal

secara parsial, yaitu penangulangan bencana yang dilakukan oleh pihak-pihak di

luar komunitas masyarakat dan aparatur birokrasi dan tidak terintegrasi secara

utuh. Peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah selaku koordinator

pelaksana kedaruratan belum sepenuhnya mendapat dukungan dari berbagai

pihak karena kurangnya kapasitas yang ada. Hal ini tentunya mengakibatkan

kurangnya sistematika pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di setiap unit

aparatur pemerintah dalam hal penanggulangan bencana.

Upaya strategis di tingkat kelembagaan harus disinkronkan dengan

upaya pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan karakter dan

(3)

3 diterapkan antara lain desa tangguh bencana melalui pendekatan komunitas

partisipatif (community based disaster risk management atau CBDRM) di

tingkat lokal. Pemaduan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat ke

dalam perencanaan pembangunan tidak dapat lepas dari peran aparatur

birokrasi di semua tingkat. Hal ini mengilhami arti penting penguatan

kapasitas di berbagai level termasuk pada jajaran aparat birokrasi dan

kelembagaan yang diwakilinya.

Meski kejadian bencana sering terjadi di Indonesia dengan korban

yang tidak sedikit jumlahnya, namun hingga saat ini nampak belum terdapat

sebuah sistem manajemen penanggulangan bencana yang efektif yang disiapkan

oleh pemerintah sebagai sebuah bentuk fungsi perlindungan bagi warga.

Kirschenbaum dalam bukunya Chaos Organization and Disaster Management

(2004) menyatakan bahwa pengukuran keefektifan terhadap manajemen

penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan mengukur kinerja aktual

dari pemenuhan tujuan manajemen penanggulangan bencana yang diarahkan

untuk mencegah hilangnya korban jiwa dan kerugian material. Dengan

demikian, maka keefektifan manajemen penanggulangan bencana dapat dilihat

dari tersedia atau tidaknya (ketersediaan) upaya-upaya prevntif yang bersifat

memberdayakan bagi warga untuk dapat melindungi diri dan mencegah

kerugian materiil. Secara nyata indicator keefektifan dapat dilihat dari tersedia

atau tidaknya panduan dan informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan

dan kesadaran berbagai stakeholder untuk paham akan bencana dan selalu

(4)

4 yang bersifat negatif. Apabila bersandar pada paparan tersebut maka penilaian

tentang tidak efektifnya manajemen penanggulangan bencana di Indonesia tentu

terasa tidaklah berlebihan.

Berbagai permasalahan yang dialami pemerintah daerah dalam pelaksanaan

penanggulangan bencana menjadi salah satu poin yang mendasari penelitian ini.

Beberapa permasalahan yang terjadi di pemerintah daerah dapat dilihat dari tabel

dibawah ini.

Tabel 1

Permasalahan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Manajemen Bencana

Tahap Masalah

Mitigasi 1. Kesadaran masyarakat rendah karena bencana dipandang sebagai act of god atau kehendak tuhan.

2. Rendahnya komitmen pemerintah (misalnya rendahnya prioritas dan rendahnya visibilitas dari tujuan pemerintah dalam menangani tugas-tugas rutin dan menolak inovasi), tekanan politik, kepemimpinan, organisasi, dan keuangan yang tidak efektif.

Kesiapsiagaan 1. Sistem peringatan dini tidak memadai. 2. Keuangan.

Respon 1. Komunikasi, terutama arus informasi antardinas/lembaga. 2. Sering ditemui kesulitan dalam koordinasi, baik secara

horizontal atau vertikal.

3. Informasi publik, seperti sistem peringatan bencana, terbukti tidak memadai, laporan awal yang dikeluarkan media sering melebih-lebihkan tingkat bencana, meningkatkan isi pertanyaan tentang kesejahteraan penduduk setempat, dan beberapa korban melaporkan kesulitan yang dialami dalam menemukan anggota keluarga selama masa tanggap darurat.

(5)

5 4. Bantuan relawan: mereka yang tergabung dalam lembaga bantuan yang terorganisasi dapat menerima arahan yang lebih baik lagi dan terintegrasi secara lebih efektif dengan seluruh jaringan yang ada.

Pemulihan 1. Kendala anggaran. 2. Kurangnya keahlian.

3. Perintah dan kontrol dari pemerintah pusat.

Sumber: Dynes, et al.,1972;labadie,1948b;Wolensky.,1990;Wyner &

Mann,1983(Dalam Kusumasari, 2014:66)

Menyadari dengan Adanya berbagai permasalahan yang dialami

Pemerintah daeerah dalam tahapan manajemen bencana, Pemerintah Daerah DIY

berusaha melakukan kolaborasi dengan pihak lain, sesuai dengan amanat UU No

24 TAhun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa kegiatan

penanggulangan bencana tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Maka

dengan itu Pemerintah DIY berkolaborasi dengan Forum PRB DIY dalam upaya

kegiatan pengurangan risiko bencana serta kegiatan penanggulangan bencana di

DIY.

Hingga saat ini aparatur pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta

telah banyak melakukan kegiatan penanggulangan bencana dimulai dari

langkah strategis hingga teknis. Salah satu upaya strategis adalah dengan

menerbitkan beberapa peraturan perundangan pasca disahkannya

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana antara lain:

1. Pergub DIY No.49/2011 tentang SOP Penanggulangan Bencana

yang dalam salah satu bagiannya mengungkapkan bahwa tujuan

(6)

6 penanggulangan bencana adalah untuk memberikan kejelasan tugas,

fungsi, dan peran masing-masing SOPD dalam rangka penanggulangan

bencana secara terpadu.

2. Perda DIY No 8/2010 tentang Penanggulangan Bencana yang dalam

salah satu bagiannya memuat tentang peran lembaga usaha, satuan

pendidikan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya

kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, lembaga

internasional, dan lembaga asing non pemerintah dalam penanggulangan

bencana.

Selain peraturan kebijakan yang secara strategis telah menuangkan arti

penting peningkatan kapasitas antar kelembagaan dalam penanggulangan bencana,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki beberapa peraturan

pendukung lainnya seperti:

1. Perda DIY 10 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD Provinsi

DIY

2. Perka BNPB 03 tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah

Dalam Penanggulangan Bencana

3. Perka BNPB 01 tahun 2012 tentang Pedoman umum Desa/Kelurahan

Tangguh Bencana

Forum Pengurangan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta (Forum

PRB DIY) adalah Forum adalah wadah yang menyatukan organisasi pemangku

kepentingan (multy stakeholders) DI.Yogyakarta yang bergerak dalam mendukung

(7)

7 Sebagai Platform Pengurangan Risiko Bencana di tingkat provinsi yang

menyediakan mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kolaborasi & koordinasi

berbagai pemangku kepentingan dalam keberlanjutan aktivitas-aktivitas PRB

melalui proses konsultatif dan partisipatif yang selaras dengan pelaksanaan

kerangka kerja PRB sebagaimana ditetapkan kebijakan nasional.

Sejalan dengan cita-cita nasional untuk menjadi komunitas yang tangguh

terhadap bencana, Forum Pengurangan Risiko Bencana Daerah Istimewa

Yogyakarta melaksanakan misi yang diilhami oleh nilai-nilai kemanusiaan guna

mewujudkan komunitas Daerah Istimewa Yogyakarta yang tangguh terhadap

bencana. Berdasarkan keyakinan tersebut, Forum Pengurangan Risiko Bencana

Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan kontribusi dalam pengurangan risiko

bencana melalui advokasi, pengawasan, fasilitasi dan konsultasi yang

memungkinkan terjadinya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana bagi

semua pemangku kepentingan menuju komunitas yang tanggap dan tahan bencana.

Bentuk kerjasama yang terkoordinasi dengan baik antar berbagai lembaga

pemerintah dan non pemerintah dalam situasi kesiapsiaagaan dalam manajemen

penanggulangan bencana tentu saja akan menentukan performa yang diberikan

pada saat penanganan bencana.

FPRB adalah sebuah ruang administratif bagi seluruh unit-unit independen

yang bernaung didalamnya. Masing-masing unit mengimplementasikan seluruh

kegiatan yang telah disepakati bersama dalam forum. Seluruh unit yang tergabung

dalam 8 klaster selanjutnya akan bekerja sesuai dengan peran dan kompetensinya

(8)

8 dilaksanakan oleh masing-masing unit, pertukaran informasi serta sumber daya

menjadi hal yang akan terus berlangsung. Berikut ini adalah

Kegiatan FPRB terbagi menjadi dua sumber kegiatannya, yaitu kegiatan

internal forum dan kegiatan eksternal forum. Adapun yang dimaksud dengan

kegiatan internal forum adalah kegiatan yang dijalankan oleh anggota forum yang

mana kegiatan tersebut berjalan dibawah naungan FPRB. Bentuk nyata kegiatan

internal adalah penyusunan rencana strategis, rencana aksi daerah dan prosedur

operasional lapangan dikala bencana telah berlangsung. Sedangkan yang

dimaksud dengan kegiatan eksternal forum adalah kegiatan yang dijalankan oleh

masing-masing stakeholder yang menjadi anggota forum, dan seluruh kegiatan

yang mereka lakukan adalah kegiatan substansi pengarusutamaan kegiatan PRB

baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Secara singkat, anggota forum adalah

agen perubahan yan g membuka perspektif baru mengenai manajemen bencana

dan bagaimana bencana yang terjadi menjadi sebuah tanggung jawab kolektif.

Berikut ini adalah bentuk konkrit dari berbagai kegiatan yang dilakukan

oleh FPRB. Seluruh kegiatannya dirinci dan di klasifikasikan menjadi tiga bagian,

(9)

9 Tabel 2

Berbagai kegiatan yang dilakukan Forum PRB NO Jenis Rencana Kegiatan

1 Rencana

Penanggulangan Bencana

1. Memberi panduan tentang implementasi proyek, pemilihan dan komunikasi dengan berbagai stakeholder.

2. Membangun kesadaran dan dukungan untuk proyek diantara stakeholder dan masyarakat. 3. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai posisi

dari FPRB dalam kegiatan PRB.

4. Merancang dan menghasilkan dokumen mengenai dasar hukum, SOP mitigasi, Terms of reference dan pembagian cluster untuk masing-masing stakeholder.

2 Rencana Mitigasi

1. PRB di sekolah-sekolah terutama untuk sekolah inklusi (home-schooling, pesantren dan yang setara).

2. Pembentukan guru tanggap bencana yang tersebar satu orang dalam setiap sekolah dan gugus.

3. Praktek simulasi rutin yang melibatkan masyarakat di daerah rawan dampak bencana. 3 Rencana

Kontingensi

1. Kajian mikro zoonasi untuk bencana gempa. 2. Mengawal SC-DRR UNDP dalam menyusun peta

resiko yang akan disosialisasikan dan menjadi acuan umum untuk kegiatan forum.

3. Membentuk rencana penanggulangan bencana dan menyesuaikan dengan RAD (Rencana Anggaran Daerah).

4. Pembuatan peta sumber daya dan rencana mitigasi bencana.

5. Program sustainable livelihood untuk desa-desa rawan dampak bencana.

6. Mendampingi desa-desa rawan dampak bencana dengan pendekatan CBDRM (community Based Disaster Risk Management).

7. Masuknya pendidikan mengenai PRB dalam kurikulum sekolah.

(10)

10 Seluruh kegiatan yang dijelaskan diatas sepenuhnya dikerjakan oleh

anggota yang tergabung dalam internal FPRB. Seluruh kegiatan diatas

dilaksanakan oleh anggota namun tetap dalam pengawasan forum demi menjaga

beban tugas yang setara dari masing-masing anggota dan mencegah terjadinya

overlap kegiatan. Mengisi Kekosongan dan gap yang ada dalam kegiatan PRB adalah Tujuan utama dari forum ini.

Perancangan dan pengaplikasian kebijakan manajemen bencana melibatkan

negara dan privat untuk ambil bagian dalam hal distribusi bantuan. Negara dalam

hal ini tetap menjadi aktor superordinatif yang memegang kendali utama.

Sedangkan tugas dari FPRB dalam hal ini terbatas pada koordinasi antar lembaga

profit maupun non profit yang berada di wilayah bencana untuk bergabung dengan

posko pusat yang dimiliki oleh negara.

Kondisi geografis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberikan

tantangan tersendiri bagi para pemangku kepantingan wilayah ini. Wilayah yang

terdiri dari pegunungan, perbukitan, dan dataran rendah memungkinkan

terjadinya berbagai jenis potensi ancaman bencana yang beragam. Potensi

ancaman yang ada sewaktu-waktu dapat berubah menjadi potensi bencana ketika

potensi ancaman telah mengakibatkan kerugian, kerusakan dan kehilangan

terhadap elemen yang rentan. Hal ini tentunya membutuhkan suatu penanganan

yang tidak hanya khusus namun menyeluruh mulai dari kegiatan non kedaruratan

bencana hingga kegiatan kedaruratan kompleks dan proses yang mengikutinya.1

Risiko menghadapi bencana alam dan kerentanan masyarakat Daerah Istimewa

1 Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013-2017. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta.

(11)

11 Yogyakarta menunjukkan bahwa upaya penanggulangan bencana merupakan

program kerja yang wajib dimasukkan dalam agenda rencana pembangunan

pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan kondisi geografis Daerah yogyakarta yang terdiri dari

pegunungan, perbukitan, dan dataran rendah memungkinkan daerah ini memiliki

potensi bencana yang beragam. Jika dilihat kembali sejarah bencana yang pernah

terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bencana Alam dan Non Alam

serta bencana akibat ulah manusia. Terdapat 10 Potensi Bencana yang

teridentifikasi berdasarkan sejarah kejadiannya:

Tabel 3

Potensi Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta

NO POTENSI BENCANA DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

(Berdasarkan Catatan Sejarah)

1 Banjir

2 Epidemi & Wabah Penyakit 3 Gelombang Ekstrim & Abrasi 4 Gempa Bumi

5 Tsunami

6 Gagal Teknologi 7 Kekeringan

8 Letusan Gunung Api 9 Angin Kencang 10 Tanah Longsor 11 Kebakaran 12 Bencana Sosial

(12)

12 Dari data diatas beberapa potensi bencana yang menajdi ancaman bagi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang perlu diwaspadai oleh berbagai pihak yang ada,

dan untuk lebih jelas mengenai sejarah bencana yang pernah terjadi di Yogyakarta

dapat dilihat pada tabel catatan data bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun

(13)

13 Tabel 4

Catatan Data Bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta 1985-2011

NO Kejadian Jumlah Kejadian Menin ggal Luka-Luka Menderi ta Mengung si Rumah Rusak Berat Rumah Rusak Ringan 1 Banjir 34 2 5 3.090 869 139 0 2 Epidemi & Wabah Penyakit 1 16 0 0 0 0 0 3 Gelomba ng Pasang/ Abrasi 1 0 0 0 0 0 29 4 Gempa Bumi 10 4.923 22.40 6 0 1.403.617 95.903 107.04 8 5 Tsunami 1 3 3 0 0 0 0 6 Kegagala n Teknolog i 2 75 119 0 0 0 0 7 Kekering an 34 0 0 0 0 0 8 Letusan Gunung Api 7 4249 196 0 10.759 2 0 9 Cuaca Ekstrim 24 16 83 0 790 226 1.417 10 Tanah Longsor 12 32 5 0 589 47 500 Total 127 9.316 22.80 7 3.090 1.416.624 96.317 108.99 4 Sumber: Dokumen RPB DIY 2013-2017

Berdasarkan catatan data kejadian bencana yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta

tidaklah sedikit bencana yang pernah terjadi di wilayah ini dengan memakan korban yang juga

tidak sedikit, setidaknya sepanjang 26 tahun terdapat 127 kejadian bencana dengan memakan

korban meninggal dunia berjumlah 9.316 dengan korban terbanyak pada saat bencana gempa

(14)

14 dapat dipungkiri bahwa Daerah Istimea Yogyakarta perlu selalu siaga mewaspadai setiap

kemungkinan terjadi bencana.

Tantangan-tantangan yang muncul dalam proses penanganan korban bencana adalah

bagaimana membangun keharmonisan dalam bekerjasama antar sektoral terkait yang terlibat

dalam penanggulangan bencana. munculnya berbagai masalah pasca bencana, seperti banyaknya

korban yang tidak memperoleh layanan kesehatan yang memadai, tidak meratanya bantuan

logistik, banyaknya korban yang tidak terjangkau program bantuan, informasi yang tidak

pasti,kebijakan yang berubah-ubah, dan seterusnya merupakan indikasi yang memperlihatkan

bentuk kerjasama yang belum terkoordinasi secara optimal.

Berangkat dari beberapa peran yang dilakukan Forum PRB DIY dalam Penanggulangan

Bencana serta beberapa program yang dilakukan bekerja sama dengan pemerintah yang menjadi

bagian dari forum RPB ini maka penelitian ini ingin melihat Bagaimana Kolaborasi Antara

Aparatur Pemerintah DIY Dan Forum PRB DIY Dalam Penanggulangan Bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Bentuk kerjasama yang terkoordinasi dengan baik antar berbagai lembaga pemrrintah dan

non pemerintah dalam situasi kesiapsiaagaan dalam manajemen penanggulangan bencana tentu

saja akan menentukan performa yang diberikan pada saat penanganan bencana.

Bagaimana Kolaborasi antara Aparatur Birokrasi Pemerintah DIY dan Forum PRB DIY dalam penanggulangan bencana?

(15)

15 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiamana Kolaborasi antara

Aparatur Birokrasi Pemerintah DIY dan Forum RPB DIY sebagai upaya kesiapsiagaan dalam

penanggulangan bencana .

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Dari Penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti:

Memahami bagaimana Kolaborasi antara Aparatur Birokrasi Pemerintah DIY dan Forum

PRB DIY sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana.

2. Bagi Pemerintah:

Sebagai Rekomendasi bagi kebijakan selanjutnya dalam mendukung bagaimana sistem

hubungan kerja dan koordinasi dalam kesiapsiagaan penanggulangan bencana.

3. Bagi Akademisi:

- Sebagai referensi untuk Penelitian Selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan kalus optimal pada minggu ke-3 untuk semua perlakuan, sedangkan memasuki minggu ke-4 eksplan yang muncul kalus mengalami penurunan dan ada yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik syari’ah marketing yang terdiri dari Teistis ( Rabbaniyah ), Etis ( Akhlaqiyyah ), Realistis (

Kedudukan barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan yang disita oleh negara tidak menghilangkan sifat droit de suit dari barang jaminan tersebut sesuai

Massa sisanya terdistribusi sebagai massa dari benda-benda langit lainnya dalam planet-planet, satelit alam, komet, asteroid, dan meteorid yang ada dalam Sistem

 Jika kita melakukan kompilasi program ini, kita akan memperoleh pesan kesalahan menyatakan kalimat catch kedua tidak akan pernah dicapai karena Exception telah ditangkap

22 تكلا اذى ىلع ءاملعلا ؿابقإ رثك دق و تيوط تىح صاخ عونب وبتك تُب نم با ويلع فوديزي منهأ وعّدي وأ هوكايح فأب هدعب ءاج نم عفتني لم و ولبق نم

Memberitakan Injil dalam menjalankan mandat Amanat Agung Yesus Kristus adalah tugas bagi semua orang percaya yang telah menerima keselamatan dari Yesus

; Pertumbuhan ekonomi Riau tanpa migas (y-on-y) pada triwulan I 2010 terjadi pada semua sektor ekonomi, tertinggi pada sektor pertambangan dan penggalian 9,09 persen, sektor