• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah umum diakui bahwa suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja atau kedewasaan social pada masa dewasa awal. Selama manusia berkembang terjadi perubahan-perubahan.

Perubahan tersebut terjadi pada fungsi biologis dan motoris, pengamatan dan berpikir, motif-motif dan kehidupan afeksi, hubungan social serta integrasi masyarakat. Perubahan fisik yang menyebabkan seseorang berkurang harapan hidupnya disebut proses menjadi tua. Proses ini merupakan sebagian dari pada keseluruhan proses menjadi tua. Proses menjadi tua ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama dan faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri.

Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan, yang berarti bertambahnya usia, menjadi tua dan akhirnya meninggal. Tahapan terakhir dalam rentang kehidupan adalah usia lanjut. Usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.

Pada akhir perjalanan hidup, setiap manusia dihadapkan dengan usia lanjut yang merupakan fase terakhir yang harus dijalani dan tidak dapat dihindari dalam masa perkembangan hidup hingga akhirnya menjelang kematian.

Penduduk lanjut usia selama dua tahun terakhir mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang di bandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak

(2)

dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34 % atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9 % yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada usia lanjut, aktivitas yang dilakukan lansia semakin berkurang karena dengan bertambahnya usia akan membuat perubahan pada keadaan fisik maupun psikologis yang mengalami kemunduran seperti penglihatan dan pendengaran menjadi berkurang, gerakan menjadi lambat dan kurang lincah, rambut mulai memutih, ingatan tidak berfungsi dengan baik, osteoporosis, timbulnya penyakit-penyakit kronis, depresi, dan lain sebagainya yang tak jarang mengurangi semangat hidup mereka. Dilain hal, para usia lanjut atau lansia ini harus menghadapi kenyataan jika mereka akan ditempatkan dipanti perawatan khusus untuk menangani lansia atau biasa dikenal dengan sebutan panti jompo. Hanya sekitar 5% dari orang-orang dewasa lanjut berusia 65 tahun atau lebih yang menghabiskan waktu untuk tinggal di panti jompo dimasyarakat kita (Santrock, 2002).

Di zaman modern seperti sekarang ini panti jompo mengalami penguataan (reinforcement), sehingga panti jompo dianggap solusi bagi keluarga modern, terlebih bagi keluarga yang tinggal di kota besar dan teramat sibuk untuk merawat orang tuanya. Dewasa ini keluarga telah berubah menjadi mesin produksi uang dan relasi sosial hanya di ukur berdasarkan pragmatisme dan hitungan untung-rugi.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan seorang lansia bertempat tinggal dipanti jompo, seperti keadaan ekonomi yang kurang memadai untuk perawatan lansia atau mereka tidak mempunyai sanak saudara yang sanggup merawat. Disamping itu, kondisi lain misalnya, anak sekolah ke kota lain, mungkin diluar negeri sehingga terjadi apa yang disebut sangkar kosong., orang tua yang sudah lanjut usia terpaksa tidak dapat dirawat oleh anak-anaknya karena anak-anak bekerja di tempat lain, mungkin cukup jauh misalnya diluar negeri dan orang tua yang sudah lanjut usia tidak dapat dibawa, padahal membutuhkan perawatan (Monks, 2004).

(3)

Kebahagiaan adalah keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai denagan kepuasaan, cinta, kesenangan, atau kegembiraan yang intens. Peneliti psikologi positif menggunakan model teoritis yang menggambaarkan kebahagiaan terdiri dari emosi positif dan kegiatan-kegiatan positif (Wikipedia.com).

Lansia di panti jompo dapat melakukan aktivitas-aktiviatas yang berhubungan dengan fisik maupun kerohanian yang dapat menunjang perasaan bahagia, seperti merajut, menyanyi bersama, senam lansia dan kegiatan-kegiatan lain yang disenangi serta lansia juga di berikan kesempatan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masin-masing. Selain itu, dipanti jompo lansia juga dapat saling bertukar pikiran (sharing) denga sesama penghuni, seperti saling menceritakan kisah hidup masing-masing, masalah yang sedang dihadapi dan sebagai nya, yang mampu menumbuhkan keakraban dan rasa kekeluargaan diantara mereka.

Pondok lansia Al-islah merupakan salah satu dari beberapa panti jompo yang ada di Malang. Lokasinya cukup mudah di jangkau dan tidak sulit dicari. Biaya tinggal dan perawatan di pondok lansia Al-Islah terbilang cukup murah di banding dengan panti jompo yang lain yang ada di Malang yang terbilang cukup mewah. Jumlah penghuni yang ada di pondok lansia Al-islah saat ini ada 13 orang dan di rawat oleh 3 perawat yang bertugas untuk membantu kegiatan para lansia yang ada disana. Di pondok lansia Al-islah ini ada yang membuat berbeda dari panti jompo yang lain adalah seluruh penghuninya berjenis kelamin perempuan, tidak campur seperti panti jompo lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh pemimpin panti :

Pondok lansia ini didirikan memang hanya khusus menampung lansia perempuan saja, karena lansia perempuan ini lebih gampang diatur daripada lansia laki-laki, yang dibutuhkan lebih gak neko-neko dibandingkan dengan laki-laki (wawancara dengan pimpinan panti tanggal 5 Februari 2012)

Berdasarkan hasil observasi yang di lakukan peneliti pada awal penelitian di bulan februari para lansia yang tinggal di pondok lansia Al-Islah Malang rata-rata menikmati kehidupan mereka setelah tinggal di pondok lansia karena mereka seperti menemukan keluarga baru, itu terlihat dari kegiatan yang dilakukan oleh mereka di pondok lansia setiap harinya yang dilakukan hampir seluruh penghuni terlibat secara penuh dalam kegiatan tersebut.

(4)

Secara garis besar orang dianggap lanjut usia atau lansia setelah berusia sekitar 60 atau 65 tahun. Usia memang ditandai oleh suatu proses yang sangat nampak dan bisa dilihat jelas sekali. Secara fisik adalah yang paling kelihatan, akan ada perubahan-perubahan yang menandakan menuanya seseorang.

1. Lansia

a. Pengertian

Masa Lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Hurlock(1980) mengemukakan bahwa penyebab fisik kemunduran ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan penghidupan pada umumnya dapat menuju kepada keadaan uzur, karena terjadi perubahan pada lapisan otak, akibatnya, orang menurun secara fisik dan mental dan mungkin akan segera mati.

Pengertian lanjut usia ada 2 yaitu kronologis dan usia biologis. Usia kronologis adalah usia menurut kalender. Dalam kelompok ini ada kelompok usia tua muda adalah antara 60-75 tahun, usia tua antara 76-80 tahun dan usia sangat tua antara 81 tahun ke atas. Sedangkan usia biologis ditentukan oleh kondisi otak. Berkaitan dengan usia biologis ini ada orang yang berusia 50 tahun sudah mulai pikun sebaliknya ada yang sudah amat tua tapi masih mempunyai daya pikir tajam (www.indomedia.com/intisari.htm)

Proses menua atau aging adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun social yang saling berinteraksi satu sama lain. (www.e-psikologi/usia/120402.htm).

Sedangkan menurut Santrock (2002), masa dewasa akhir dimulai pada usia 60-an dan diperluas sampai sekitar usia 120 tahun, memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan manusia 50 sampai 60 tahun. Beberapa ahli perkembangan membedakan antara orang tua muda atau usia tua (65 tahun sampai 74 tahun) dan orang tua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) (Baltes, Smith & Staudinger, Charness & Bosman, Neugarten, dalam Santrock 2002).

(5)

b. Ciri-ciri Lansia

Dalam rentang kehidupan seseorang, ciri-ciri usia lanjut cenderung membawa pernyesuaian yang buruk dari pada yang baik dan oleh karena itu yang terkadang mengapa usia lanjut ditakuti oleh sebagian orang pada usia madya. Menurut Hurlock (1999) ciri-ciri usia lanjut tersebut adalah:

1. Merupakan periode kemunduran

Dalam periode ini terjadi kemunduran fisik dan mental secara bertahap dan kemunduran itu sebagian datang dari faktor fisik yaitu berkurangnya penglihatan dan pendengaran, sakit-sakitan dan sebagainya. Sedangkan dari faktor psikologis misalnya sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, dan pekerjaan.

2. Perbedaan individual pada efek menua

Orang menjadi tua secara berbeda karena lansia mempunyai sifat bawaan yang berbeda yaitu memiliki sosial ekonomi dan latar belakang penduduk dan pola hidup yang berbeda. Bila perbedaan-perbedaan itu bertambah sesuai dengan usia, maka akan membuat orang bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang sama. Contohnya, beberapa orang berpikir bahwa masa pensiun adalah merupakan berkah dan keuntungan, sedangkan orang lain menganggapnya sebagai kutukan.

3. Penilaian usia yang berbeda

Terkadang orang-orang menilai usia tua dengan kriteria yang berbeda karena arti tua itu sendiri kabur dan tidak jelas, maka orang lain cenderung menilai usia tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik berupa apa yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh seseorang yang berusia tua.

4. Adanya stereotype orang lansia

Bahwa pendapat masyarakat tentang lansia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya bungkuk, dan sulit hidup bersama orang lain. Sehingga konsep diri tentang usia lanjut yang dipunyai oleh seseorang, yang dibentuk pada awal terhadap kehidupannya lebih banyak dilandasi oleh budaya klise dari pada pengalaman seseorang pada usia lanjut. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan

(6)

menambah ketakutan mereka dalam menghadapi usia lanjut yang akhirnya menimbulkan konsep diri yang negatif.

5. Sikap sosial terhadap usia lanjut

Pada klise tentang usia berpengaruh besar terhadap sikap seseorang baik terhadap usia lanjut atau terhadap orang berlanjut usia. Karena pendapat klise tidak menyenangkan, maka sikap seseorang akan cenderung tidak menyenangkan juga terhadap usia lanjut.

6. Mempunyai status kelompok minoritas

Orang usia lanjut mempunyai status yang minoritas dari pada kelompok usia yang lain sehingga menimbulkan sikap sosial yang tidak menyenangkan (untuk tidak berinteraksi dengan kelompok yang lain, tidak memperoleh kekuasaan apapun) terhadap lanjut usia, maka mengakibatkan dalam memasuki masa usia lanjut terasa pahit atau tidak menyenangkan.

7. Mengalami perubahan peran

Orang usia lanjut akan mengalami perubahan peran yaitu bahwa orang berusia lanjut diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan seseorang bukan atas dasar tekanan yang datang dari orang lain. 8. Cenderung memiliki penyesuaian yang buruk

Adanya sikap seseorang yang tidak menyenangkan bagi orang usia lanjut akan menyebabkan usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan yang diwujudkan dalam perilaku yang buruk. Mereka yang pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri, akan cenderung semakin jahat ketimbang mereka yang penyesuaian diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan

c. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Masa Lansia Perubahan yang terjadi pada lansia biasanya meliputi : 1. Perubahan fisik

Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada alat indera dan sistem saraf mereka. Sistem pendengaran, penglihatan sangat nyata sekali perubahan penurunan keberfungsian alat indera tersebut. Sedangkan pada

(7)

sistem sarafnya adalah mulai menurunnya pemberian respon dari stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Pada lansia juga mengalami perubahan keberfungsian organ-organ dan alat reproduksi baik pria ataupun wanita. Dari perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya. (J.W.Santrock, 2002).

2. Perubahan psikis

Perubahan psikis pada lansia adalah besarnya individual differences pada lansia. Lansia memiliki kepribadian yang berbeda dengan sebelumnya. Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidak inginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat beinteraksi (Hurlock, 1980).

3. Perubahan sosial

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002).

d. Tugas Perkembangan Pada Lansia

Havighurst (seperti yang disebut Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai dengan adanya tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas pada setiap masa hidup seseorang. Keberhasilan maupun kegagalan dalam penguasaan tugas-tugas tersebut akan mempengaruhi individu untuk mendapatkan tugas selanjutnya. Tugas-tugas pada masa usia lanjut yaitu:

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, lansia diharapkan untuk melakukan perubahan peran, karena adanya pergantian kegiatan pada saat ia masih bekerja atau masih muda.

2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan (income) keluarga. Karena pendapatan berkurang maka lansia perlu

(8)

menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup setelah pensiun, akibatnya lansia perlu menyesuaikan diri dengan keadaan saat ini yang berbeda dengan masa lalu, karena pendapatan yang menurun mereka terpaksa mengundurkan diri dari kegiatan-kegiatan yag dulu mungkin sering dilakukan.

3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

Cepat atau lambat setiap orang pasti akan sendiri dan sebagian lansia perlu mempersiapkan diri dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami atau istri.

4. Membentuk hubungan dengan orang lain

Saat anak-anak tumbuh besar dan mulai banyak terlibat kegiatan di luar rumah atau satu persatu anak mulai berkeluarga dan keterlibatannya berkurang maka untuk mengurangi kesepian diperlukan untuk menjalin hubungan dengan kelompok masyarakat yang lebih besar atau orang-orang yang berbeda usia dengan mereka.

5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik dan psikis

Perubahan pada diri lansia adalah sebagian besar perubahan fisik yang mengarah pada kemunduran atau penurunan. Dan proses tersebut pada tiap-tiap individu sangat berbeda bergantung apa yang mereka kerjakan pada masa mudanya.

6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lanjut usia di masyarakat bahwa mereka kurang dapat menyesuaikan diri untuk itu lansia perlu melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan agar tidak merasa tersisih.

2. Kebahagiaan a. Pengertian

Kebahagiaan memiliki makna yang luas untuk dapat diartikan, kebahagiaan juga menghasilkan definisi yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula. Beberapa pakar psikologi memiliki pendapat tersendiri dalam mengartikan kebahagiaan. Menurut Seligman (2005) kebahagiaan adalah perasan positif (ekstase dan kenyamanan) serta kegiatan positif tanpa unsur perasaan sama

(9)

sekali (keterserapan dan keterlibatan). Kebahagiaan merupakan bentuk dari emosi positif. Seligman (2005) membagi emosi positif menjadi tiga macam yakni emosi yang ditunjukkan pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Emosi positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan dan kedamaian. Emosi positif tentang masa depan yakni optimis, harapan, percaya diri, kepercayaan dan keyakinan. Emosi positif tentang masa sekarang dibagi menjadi dua kelompok, yakni kenikmatan dan gratifikasi. Kenikmatan terdiri atas kenikmatan lahiriah dan batiniah. Kenikmatan lahiriah merupakan emosi positif yang bersifat sementara dan berasal dari indra: rasa makanan dan aroma yang enak, sensasi seksual, menggerakkan tubuh dengan nyaman, pandangan dan suara yang menyenangkan. Kenikmatan batiniah lebih pada memperhatikan perasaan yang ditimbulkannya: semangat, rasa senang, riang, ceria, gembira, santai dan lain-lain. Sedangkan gratifikasi adalah kegiatan yang senang kita lakukan pada masa sekarang seperti membaca, panjat tebing, menari, percakapan yang menyenangkan, bermain voli atau bermain bridge.

b. Karakteristik kebahagiaan

Tanpa membedakan kelompok sosial, jenis kelamin atau variabel lainnya, kondisi tertentu dapat diperhitungkan sebagai penunjang kebahagiaan dimasa usia lanjut (Hurlock, 1980), seperti berikut:

1. Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari kontak pada usia sebelumnya dengan orang usia lanjut yang menyenangkan.

2. Kenangan yang menggembirakan sejak masa anak-anak sampai masa

dewasanya.

3. Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan tanpa ada intevensi dari luar.

4. Sikap yang realistis terhadap kenyataan dan mau menerima kenyataan tentang perubahan fifik dan psikis sebagai akibat dari usia lanjut yang tidak dapat dihindari.

5. Menerima kenyataan diri dan kondisi hidup yang ada sekarang, walaupun kenyataan tersebut berada dibawah kondisi yang diharapkan.

(10)

6. Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan dan pola hidup yang diterima oleh kelompok sosial dimana ia sebagai anggotanya.

7. Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik. 8. Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial.

9. Perasaan puas dengan status yang ada sekarang dan prestasi masa lalu. 10. Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan seksualnya.

11. Kesehatan cukup bagus tanpa mengalami masalah kesehatan yang kronis. 12. Menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan khusus bagi orang lanjut

usia.

13. Menikmati kegiatan produktif, baik kegiatan dirumah maupun kegiatan yang secara sukarela dilakukan.

14. Situasi keuangannya memadai untuk memenuhi seluruh keinginan dan kebutuhannya.

Seligman (2005) menggambarkan bagaimana kebahagiaan otentik dapat dicapai dengan menggabungkan dan menyinambungkan tiga pendekatan dalam hidup :

a. Kehidupan yang menyenangkan: sebuah kehidupan yang berhasil

mendapatkan emosi positif tentang masa kini, masa lalu dan masa depan. b. Kehidupan yang baik: menggunakan “kekuatan khas” untuk mendapatkan

kepuasan yang melimpah (kegiatan yang suka dilakukan) di bidang utama kehidupan kita.

c. Kehidupan yang bermakna: menggunakan kekuatan khas dan kebajikan

dalam pelayanan sesuatu yang jauh lebih besar daripada diri kita sendiri. Peterson dan Seligman (2005) mendefinisikan kekuatan khas (signature strength) sebagai proses atau mekanisme psikologis yang membentuk keutamaan (virtue) individu. Kebahagiaan dapat dicapai jika kita dapat mengoptimalkan kekuatan khas yang dimiliki (Seligman, 2005).

Menurut Seligman (2005) lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan sejati, yaitu :

a. Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain

Hubungan positif atau positive relationship bukan sekedar memiliki teman, pasangan ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang positif dengan

(11)

individu yang ada di sekitar. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang.

b. Keterlibatan penuh

Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut.

c. Penemuan makna dalam keseharian

Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan.

d. Optimisme yang realistis

Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan.

e. Resiliensi

Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun.

Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G, Myers (2005), ada empat karakteristik yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu :

a. Menghargai diri sendiri

Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung setuju dengan pernyataan seperti “saya adalah orang yang menyenangkan”. Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti diatas.

(12)

b. Optimis

Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi). Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu.

c. Terbuka

Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain serta membantu orang lain yang membutuhkan bantuannya. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang tergolong sebagai orang extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan yang lebih besar.

d. Mampu mengendalikan diri

Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan.

Selain itu, Carr (2004) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan, sebagai berikut :

a. Budaya

Faktor budaya dan sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang (Triandis, dalam Carr, 2004)

b. Pernikahan

Orang yang menikah lebih bahagia daripada orang-orang yang belum menikah, dari mereka yang bercerai, berpisah/tidak pernah menikah (Myers, dalam Carr, 2004).

Perkawinan menyediakan keintiman fisik dan psikologis, konteks dimana mempunyai anak dan membangun sebuah rumah, peran sosial sebagai pasangan dan orang tua dan konteks dimana untuk menegaskan identitas dan membuat keturunan.

(13)

c. Hubungan sosial

Dukungan sosial ini meningkatkan kesejahteraan subjektif dan perspektif individu „terprogram‟ untuk memperoleh kebahagiaan dari hubungan persaudaraan (Argylc, Buss, dalam Carr, 2004).

Selain itu, hubungan dekat dengan seseorang (persahabatan) juga dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang.

d. Religiusitas dan Spiritual

Terdapat 3 pertimbangan serius dalam psikologi. Pertama, agama menyediakan keyakinan yang koheren sistem yang memungkinkan orang umtuk menemukan makna dalam hidup dan harapan untuk masa depan (Seligman dalam Carr, 2004). Kedua, keterlibatan dalam kehadiran rutin pada layanan keagamaan dan menjadi bagian dari orang-orang komunitas religius yang memberikan dukungan sosial. Ketiga, keterlibatan dalam agama sering dikaitkan dengan sehat secara fisik dan psikologis, gaya hidup yang ditandai oleh kesetiaan perkawinan, pro sosial perilaku alturistik (bukan kriminalitas) moderasi makan dan minum dan komitmen untuk kerja keras.

e. Uang

Di negara-negara maju secara ekonomi, orang-orang yang menghasilkan uang lebih dari tujuan-tujuan lain merasa kurang puas dengan standar kehidupan dan tempat tinggal mereka (Myers, Sirgy, dalam Carr, 2004). Ini mungkin karena proses dan hasil dari mengumpulkan uang tidak kondusif untuk memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis yang meningkatkan kebahagiaan dengan dasar kebutuhan fisik telah terpenuhi.

f. Kesehatan

Individu yang mampu menciptakan emosi positif dapat beradaptasi atau menyesuaikan dirinya dengan keadaan sakit sehingga mempercepat proses penyembuhan. Sistem kekebalan tubuh orang-orang bahagia bekerja lebih efektif daripada orang-orang yang tidak bahagia (Kamen-Siegel et al, Segerstrorn et al, Stone et al, dalam Carr, 2004)

(14)

g. Jenis kelamin

Dalam kaitan dengan gender, laki-laki dan perempuan sama-sama mungkin untuk menggambarkan diri mereka sebagai bahagia dan puas dengan kehidupan mereka (Myers, dalam Barbara, 2006)

h. Usia

Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman.

3. Panti Jompo

Pada pengertiannya, Panti Jompo merupakan tempat berkumpulnya orang-orang lanjut usia yang secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, tempat seperti ini ada yang dikelola pemerintah maupun swasta. Hal ini merupakan kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya. Sebagaimana tercantum dalam UU No.12 Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panti jompo diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo, dan perda No, 15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No 15 2000 tentang dinas daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha. Tetapi dalam skripsi ini tetap menggunakan panti jompo sebagai objek penelitian.

Pemerintah telah membentuk suatu wadah untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lansia yaitu Panti Wredha atau yang lebih dikenal sebagai panti jompo. Pada awalnya panti jompo diperuntukkan bagi lansia yang terlantar atau dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan perawatan bagi lansia maka kini berkembang Panti-panti berbasis swasta yang umumnya untuk lansia dengan ekonomi berkecukupan.

Lansia yang tinggal di panti jompo, dalam kenyataannya memang harus mendapat perhatian dari keluarganya. Walaupun begitu para lansia ini tidak

(15)

kehilangan kasih sayang karena mereka dapat berbagi dengan sesama lansia dan pengasuh panti yang merawat mereka. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia dalam kesehariannya yang dapat memotivasi mereka untuk tetap semangat dan bahagia tinggal di panti.

Berdasarkan permasalahan dan fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang “Gambaran Kebahagiaan (Happiness) Lansia yang Tinggal di Panti Jompo (Pondok Lansia Al-Islah Malang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran kebahagiaan (Happiness) pada lansia yang tinggal di Pondok Lansia Al-Islah Malang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kebahagiaan (Happiness) pada lansia yang tinggal di Pondok Lansia Al-Islah Malang.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya bidang psikologi perkembangan yang berkaitan dengan gambaran kebahagiaan lansia.

2. Manfaat secara praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada lansia dan keluarga serta masyarakat pada umumnya mengenai gambaran kebahagiaan lansia.

b. Memberikan masukan kepada panti jompo agar lebih memahami

kebutuhan lansia yang tinggal di panti jompo agar tercapai kebahagiaan lansia.

(16)

c. Menambah pengalaman serta pemahaman lebih dalam tentang kebahagiaan dan kebutuhan lansia, serta sebagai bentuk partisipasi aktif terhadap kehidupan lansia khususnya pada Pondok Lansia Al-Ishlah Malang.

E. Rencana Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan kata-kata sebagai penjelasan dalam hasil penelitiannya. Penelitian kualitatif dijelaskan oleh Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2007), menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen (Moleong, 2007)

Menurut Moleong (2007), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Metode kualitatif digunakan peneliti dengan tujuan untuk memahami fenomena yang dirasakan oleh lansia mengenai kebahagiaan tinggal di panti jompo hingga akhirnya menjelang kematian. Wawancara diperlukan untuk mengungkap kebahagiaan yang dirasakan oleh lansia. Tidak ada perlakuan khusus dalam penelitian ini sehingga hasil yang diperoleh bersifat alami sesuai dengan sumber data yang ada.

1. Subyek Penelitian dan Informan

Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah para lansia yang tinggal di Pondok Lansia Al-Islah Malang. Dengan informan adalah orang-orang yang sering berada di sekitar subyek penelitian yaitu pimpinan pondok lansia Al-Islah Malang

(17)

dan para perawat yang bekerja dan membantu merawat para lansia yang tinggal di pondok lansia Al-Islah Malang.

2. Metode dan Pengumpulan Data a. Jenis Data

Pada penelitian kali ini data yang digunakan adalah data kualitatif yaitu suatu data non angka.

b. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah di olah (Arikunto, 1992). Dalam penelitian ini studi kasus kali ini peneliti menggunakan kamera, catatan lapangan dan peneliti adalah instrument itu sendiri.

c. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2007). Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur dengan alsan bahwa wawancara tidak berstruktur informan diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara bebas sesuai dengan apa yang ia pikirkan tanpa ada batasan berupa pilihan jawaban dan dapat menjelaskan pernyataan yang telah diberikan secara rinci. Alasan lain adalah dengan wawancara tidak berstruktur pokok-pokok pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dapat dirubah saat melakukan wawancara untuk mencapai hasil yang relevan dalam penelitian.

Sedangkan observasi meliputi melakukan pengamatan, pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal lain-lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang

(18)

dilakukan (Iskandar, 2009). Dalam penelitian ini peneliti memakai jenis observasi partisipasi pasif. Dimana dalam hal ini peneliti datang ditempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

3. Metode Analisis Data

Analisa data adalah suatu upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapatkepada orang lain (Bogdan dan Bilken dalam Moleong, 2007). Menurut Miles & Huberman (1996) “Bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.

b. Penyajian Data

Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih.

c. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas

(19)

dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

4. Uji Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2007). Triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi dengan sumber, yakni membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini dengan memperoleh informasi dari pengasuh panti jompo, dan teman sesama lansia subyek.

Referensi

Dokumen terkait

Tanggal kadalu"arsa merupakan istilah yang umum digunakan untuk  menunjukkan suatu "aktu dimana produk sudah selayaknya tidak digunakan lagi. iasanya pada kemasan obat

Sedangkan untuk pemeriksaan syarat gradasi dan modulus kehalusan butiran tanah putih ini juga tidak layak digunakan sebagai bahan pengganti agregat halus pembuatan

4 Bagi peserta yang tidak menang lelang, pengembalian uang jaminan Lelang maksimal 5 (lima) hari kerja setelah penawaran umum dilaksanakan.. 5 Daftar Unit ini hanya merupakan

Menarik juga suatu catatan oleh Kepala Komnas HAM Papua, dalam acara tatap muka dengan Pangdam TNI di Timika (28/11) bahwa peranan Pangdam Kodam Cenderawasih cenderung

Dari hasil penelitian di atas diketahui bahwa pemberian pendidikan seks dapat memberikan pengetahuan yang baik khususnya pengetahuan tentang perilaku seksual,

Apabila seorang tidak waspada dengan hal-hal tersebut, mungkin saja seorang dapat menjadi pengguna narkoba tanpa disadari.. Makan dan minuman yang menjadi bahan perhatian

Sementara itu, below the line (BTL) dilakukan dengan ikut berpatisipasi diberbagai acara. Tentunya sesuai dengan target Magnum, misalnya acara Java.. Di sana Magnum

Suplai AC 1 Fasa yang digunakan adalah sumber tegangan AC satu fasa dengan tegangan 140V, 50 Hz kemudian disearahkan menggunakan penyearah gelombang penuh menjadi tegangan DC