• Tidak ada hasil yang ditemukan

306609436 12 Analisis Variabel Makroekonomi Dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "306609436 12 Analisis Variabel Makroekonomi Dan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VARIABEL MAKROEKONOMI DAN

PEMULIHAN EKONOMI DI INDONESIA :

STUDI DETEKSI DINI KRISIS MATA UANG

Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Simposium Riset Ekonomi ke-4 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Cabang Surabaya

DIAJUKAN OLEH :

DIMAS BAGUS WIRANATA KUSUMA

Master Kandidate International Islamic University Malaysia Asisten Dosen Departemen Ekonomi Syariah FE UNAIR

Email : [email protected] Tel : +6285645337945/+60169026445

KULLIYAH OF ECONOMICS AND MANAGEMENT

SCIENCES

INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY

MALAYSIA

DECEMBER 2009

ABSTRACT

Economy recovery on post-crises happened last year has to be viewed in many angles. Ones is the source and the probability to coming back in the nearly time after crises. In matter of fact, they normally need to be implemented in order to make sure that the recovery done is able to bring the sustainable effect on economy and importantly they will avoid much to re-back to the same problems. In terms of economy recovery, the monitoring of macroeconomics variables need to be monitored indeed. So that. We can justify whether the indicators are able to respond precisely or just false signal. Therefore, this paper is attempting to implement a model that can apparently be justified as the basis of economy recovery which use currency crises as the main issue happened. Finally, this paper intends to convey the main cause of economic instability based on leading indicators behavior observed

Keywords: Crises, leading indicators, early warning system model

PENDAHULUAN

(2)

terjadi berdasarkan gejalanya, sehingga antisipasi dan penanggulangannya menjadi lebih efektif dan efisien. Krisis keuangan (Financial Crisis) dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : krisis mata uang (Currency Crisis), krisis perbankan (Banking Crisis) dan krisis utang (Debt Crisis). Pada penelitian ini akan hanya akan dibahas krisis mata uang yang dialami Indonesia, baik dari sisi fundamental ekonomi maupun dari sisi dampak penularan (contagion effect) krisis yang terjadi di negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kaminsky et al. (1997), definisi krisis mata uang (Currency crises) adalah suatu situasi dimana adanya serangan pada mata uang yang mengakibatkan depresiasi yang sangat tajam pada mata uang atau penurunan besar – besaran pada cadangan devisa, atau merupakan kombinasi antara keduanya. Definisi ini juga cukup komperehensif untuk menjelaskan tidak hanya serangan pada sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate), tapi juga dapat digunakan untuk menjelaskan serangan pada sistem nilai tukar yang lain.

Krisis mata uang diawali dengan serangan spekulatif terhadap mata uang Bath di negara Thailand pada tahun 1997, yang kemudian sering disebut krisis Asian Flu. Sebagai akibatnya, timbul krisis mata uang (currency crisis) yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar Baht terhadap dollar Amerika , capital outflow, dan krisis cadangan devisa. Keterbukaan perekonomian saat itu tidak hanya membuat krisis di Thailand saja, namun dalam waktu singkat krisis ini menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya terutama Philipina, Malaysia dan Indonesia. Sementara itu beberapa negara yang dikenal dengan sebutan macan Asia (Korea, Hongkong, Singapura dan Taiwan) karena berhasil menjadi negara industri baru, juga mengalami serangan yang sama walaupun dampaknya berbeda. Terjadinya krisis “Asian Flu” di Indonesia karena lembaga – lembaga keuangan di Indonesia gagal memprediksi dan mendeteksi adanya krisis ini.

Pola perilaku dari indikator-indikator tersebut akan menggambarkan ketangguhan maupun kerentanan sebuah perekonomian yang merupakan potensi terjadinya krisis. Kondisi fundamental yang lemah ini selanjutnya menyebabkan mudahnya terkena efek penularan krisis (contagion effect). Di Indonesia sendiri dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efek penularan tampaknya lebih berperan sebagai penyebab timbulnya krisis mata uang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini bermaksud untuk menganalisis perilaku fundamental ekonomi dengan menganalisis indikator-indikator dari keempat sektor tersebut (eksternal, keuangan, domestic and real public dan sector perekonomian global) yang dapat dijadikan sinyal pada saat akan terjadinya krisis mata uang (currency crisis) di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga akan menganalisis dampak penularan (contagion effect) dari krisis mata uang dan krisis perbankan di negara-negara yang perekonomiannya paling erat hubungannnya dengan perekonomian Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan periode krisis mata uang (currency crisis) dengan menghitung indek tekanan spekulatif pasar valas (Index of ExchangeMarket Pressure), membangun suatu model Sistem Peringatan Dini “Early Warning Systems” dari sisi fundamental ekonomi dengan mengekstraksi indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan untuk melihat sinyal terjadinya krisis mata uang dari berbagai literatur yang paling sesuai diterapkan di Indonesia selama pasca krisis yang bisa menimbulkan krisis utang yang dapat digunakan untuk melihat indikasi terjadinya krisis financial sekaligus sebagai mekanisme untuk memprediksi krisis mata uang, membangun suatu model Sistem Peringatan Dini “Early Warning Systems” dari sisi contagion effect (dampak penularan) pada krisis mata uang dan krisis perbankan

2. STUDI LITERATUR

(3)

dengan krisis perbankan dan berbagai penyebab krisis krisis nilai tukar dengan mengidentifikasi berbagai indikator potensial yang bisa digunakan sebagai peringatan dini sebelum terjadinya krisis mata uang.

Sejarah Perkembangan Teori Krisis a. Krisis Generasi Pertama

Krisis generasi pertama diperkenalkan oleh Salant dan Handerson (1978), yang kemudian dikembangkan oleh Krugman (1978) dan Flood & Garber (1984) yang disebut dengan teori Canonical Crisis adalah krisis nilai tukar atau krisis neraca pembayaran yang dialami oleh suatu negara dengan perekonomian terbuka berukuran kecil dan menerapkan rezim nilai tukar tetap (fixed exchange rate). Teori Canonical Crisis dilatarbelakangi oleh model stabilitas harga Salant yang menerangkan terjadinya serangan spekulatif pada suatu komoditi. Para spekulan akan mengambil inisiatif untuk membeli persediaan suatu komoditas ketika mereka memperkirakan bahwa komoditas tersebut meningkat secara cepat pada masa yang akan dating (misalnya komoditas emas), hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan. Dari model Salant tersebut Krugman mengembangkannya untuk menganalisis proses terjadinya krisis mata uang (currency crisis).

Dalam canonical crisis model terdapat dua asumsi yang melandasi. Pertama, pemerintah suatu negara mencetak uang secara besar-besaran untuk membiayai defisit anggarannya. Kedua, bank sentral memiliki sejumlah cadangan devisa yang digunakan untuk melakukan intervensi pasar agar nilai tukar stabil sesuai yang ditargetkan. Kebijakan pemerintah untuk mencetak uang secara terus menerus guna membiayai defisit anggaran akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap luar negeri akan mengalami trend yang terus melemah, untuk itu bank sentral akan melakukan intervensi pasar dengan melepas cadangan devisa ke pasar valas. Pada titik tertentu ketika bank sentral mulai mengalami kelangkaaan pada cadangan devisanya, maka spekulan akan melakukan aksi borong mata uang asing atas dasar estimasi nilainya akan meningkat tajam pada masa yang akan datang.

b. Krisis Generasi Kedua

Pada suatu perekonomian yang kondisi fundamental sistem kursnya menunjukkan trend yang baik tidak menutup kemungkinan bahwa negara tersebut bisa mengalami krisis. Perekonomian tersebut bisa mengalami krisis akibat serangan spekulatif meskipun fakta yang ada menunjukkan fundamental sistem kurs yang kuat (artinya bank sentral memiliki cadangan devisa yang cukup untuk menyokong kurs tetap), krisis semacam ini dinamakan self-fullfing crises. Krisis Generasi kedua kembali dialami oleh Meksiko pada tahun 1994-1995, setelah berhasil pulih dari krisis yang pertama dimana kondisi fundamental ekonomi Meksiko semakin membaik dan stabil. Menurut Martnez (1998) proses penyesuaian struktural yang dilakukan sepanjang pertengahan tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an yang sangat memberikan kontribusi besar terhadap kestabilan kondisi makroekonomi Meksiko selama periode tersebut. Berbagai kebijakan ekonomi Meksiko memberikan harapan kepada pelaku pasar terhadap perekonomian Meksiko. Optimisme para pelaku pasar tersebut dapat dilihat dari mengalirnya aliran masuk modal asing yang mencapai USD 104 milliar selama tahun 1990-1994 atau setara dengan 20% dari total capital inflows ke seluruh negara berkembang saat ini.

c. Krisis Generasi Ketiga

(4)

penjaminan tersebut menyebabkan para investor asing memberikan dana investasi pada aset-aset yang beresiko tinggi serta terjadinya capital inflow yang berlebihan pada negara yang bersangkutan. Aset pemerintah yang dijadikan sebagai backing dari hutang-hutang luar negeri itu merupakan cadangan devisa.

Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai Early Warning System pada krisis moneter dengan menggunakan pendekatan Signal Approach telah banyak dilakukan dan berkembang dengan cepat. Antara lain : Kaminsky, Lizondo and Reinhart (1998), yang membahas tentang krisis mata uang di Asia Tenggara serta Bustelo (2000) dan Bukart dan Coudert (2002) mengenai topik bahasan yang sama. Penelitian lainnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Gonzalez-Hermosillo (1996) dan Dermirg¨u¸c-Kunt dan Detragiache (1997) yang meneliti tentang krisis perbankan. Penelitian lainnya oleh Marchesi (2003), yang melakukan survey pada krisis utang. Penelitian Tulus Tambunan (2002) yang berjudul “Building An Early WarningSystem For Indonesia With The Signal Approach”, menggunakan model dari pengembangan Kaminsky et.al. Periode penelitiannya yakni dari tahun 1999-2001 menggunakan 9 varibel sinyal untuk mendeteksi akan terjadinya krisis. Disamping itu, dalam menentukan Indeks Market Pressure (IEP), Tulus Tambunan menentukannya dari perubahan cadangan internasional dengan perubahan nilai tukar dengan standar deviasi 1,1 SD, menyebutkan bahwa dari sinyal leading indicator tahun 1997 menyebabkan terjadinya krisis tahun 1999.

3. METODE PENELITIAN

Model Nonparametrik dengan Pendekatan Sinyal (Signal Appaoach)

Model ini dikembangkan oleh Kaminsky et.al (1998) untuk memantau sekumpulan indikator ekonomi atau keuangan yang akan memberikan sinyal yang berbeda dan sistematis apabila akan terjadi krisis atau sering disebut dengan model pendekatan sinyal (Signal Approach Model). Sinyal sinyal tersebut akan terlihat ketika indikator-indikator yang digunakan melampau batas ambang yang dapat menyebabkan krisis. Dalam penelitian ini ambang batas tiap indikator dihitung dari nilai rata-rata dan 1 (satu) standar deviasi. Indikator-indikator ekonomi yang telah dihitung dalam suatu indeks komposit. digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya krisis dalam periode waktu sampai 24 bulan kedepan.

Menentukan Periode Krisis Nilai Tukar

Pada bagian ini, khusus pada krisis nilai tukar terlebih dahulu akan digambarkan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan krisis nilai tukar dengan menggunakan Indeks tekanan pasar valuta asing (index of exchange market pressure, disingkat dengan EMP) yang menunjukkan penghitungan besarnya nilai indeks. Memang sangat sulit untuk mendefinisikan krisis itu sendiri, mengingat definisi dan parameter yang digunakan tidak ada yang baku. Namun demikian, bisa dirasakan bagaimana krisis itu terjadi dalam suatu perekonomian. Berdasarkan Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000) dan Edison (2000), definisi indeks pergolakan pasar valas (index of exchange market turbulence) yaitu rata-rata tertimbang dari perubahan nilai kurs (disimbolkan dengan et d ), tingkat perubahan cadangan devisa / rate of change of the reserve (dRt ). Bobot yang dipilih merupakan dua komponen indeks yang sama dengan volatilitas sampel. Jika diumpamakan de s merupakan simpangan baku/ standar deviasi dari tingkat perubahan nilai tukar dan dR s merupakan simpangan baku/ standar deviasi dari tingkat perubahan cadangan devisa, maka indeks tekanan pasar valas (EMP) didefinisikan

t R e

t R

e

EMP

δ

σ

σ

δ

δ δ

(5)

Dimana

Antara perubahan nilai tukar dan perubahan cadangan devisa, masing-masing berhubungan positip dan negatip dengan indeks tekanan pasar valas. Perekonomian dikatakan krisis jika EMP melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar m. Dalam penelitian yang dilakukan kali ini besarnya m ditentukan sama dengan 1.5 mengacu pada penelitian sebelumnya (Dimas, 2008) dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestano, Jacobs dan Kuper (2003). Jika EMP merupakan rata-rata dari indeks EMP dan EMP s menunjukkan standar deviasi dari indeks EMP-nya, maka secara formal dikatakan krisis mata uang (currency crisis), jika

Menentukan indikator yang mempunyai peran penting terjadinya krisis

Seperti yang pernah dilakukan Kaminsky et al (1998), krisis mata uang yang didahului masalah ekonomi dan bahkan politik, maka membangun model yang mampu memprediksi krisis seharusnya memasukkan berbagai indikator ekonomi yang luas. Sebagian besar penelitian, memasukkan berbagai indikator ekonomi seperti yang pernah dilakukan oleh Kaminsky et al (1998). Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan (lihat, misalnya Herrera&Garcia, 1999; Park, 2002; Adiningsih, 2002; Tambunan, 2002; Bussiere&Fratszcher, 2002; Mariano et al, 2003, Leastano et al, 2003; Heun&Schlink, 2004 dan lain-lain), indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pendekatan “Sinyal” Untuk Mengukur Kinerja Indikator

Setelah indikator yang digunakan untuk memprediksi krisis ditentukan, sekarang akan dilakukan penentuan sinyal tejadinya krisis dari indicator indikator di atas. Masing-masing indikator akan dianalisis secara terpisah dengan pendekatan univariate untuk memprediksi terjadinya krisis. Masing-masing indikator akan dilihat apakah mengalami deviasi dari perilaku “normal” melebihi pagu ketentuannya (beyond the treshold). Jika indikator melewati batas pagu ketentuannya maka dikatakan ada isu sinyal (to issue a signal) terjadinya krisis. Definisi sinyal, seperti yang dilakukan oleh Heun dan Schlink (2004), adalah sebagai berikut. Jika X dinotasikan untuk menunjukkan vektor ke-14 indikator di atas, maka Xt,j adalah nilai indikator j pada periode t. Sehingga, sinyal untuk indikator j periode t didefinisikan dengan

………(4) Sebagai catatan di sini, beberapa indikator mengalami peningkatan di atas nilai ketentuannya yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya krisis yang semakin besar, sementara indikator yang lain berada di bawah pagu ketentuannya.Melewatnya indikator dari pagu ketentuannya dapat disimpulkan pada berdasarkan table berikut berikut.

(6)

Sementara Anailsis sensitifitas pernah dilakukan oleh Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000) yang menunjukkan kesimpulan yang hampir sama untuk mensinyalkan krisis dalam waktu 18 dan untuk jangka waktu 12 bulan terlalu restriktif. Sinyal krisis yang lebih panjang memberi kondisi yang lebih kondusif bagi pengambil kebijakan untuk menyesuaikan kebijakan sekaligus mengambil langkahlangkah yang tepat dalam mengantisipasi keadaan sebelum terjadinya krisis baru. Penggunaan jangka waktu panjang (24 bulan) sebagai signaling windows memberikan hasil yang lebih akurat dengan parameter seperti noise yang kecil, dan probabilitas krisis yang tinggi (Dimas, 2008). Dari definisi sinyal ini, maka kinerja indikator bisa diukur. Jika indicator menunjukan sinyal yang mengarah pada kemungkinan kondisi terjadinya krisis, maka dikatakan sinyal bagus (good signal). Sebaliknya, jika sinyal tidak mengarah pada kondisi terjadinya krisis setelah 24 bulan kemudian, maka dikatakan sinyal palsu/gangguan (false signal / noise). Rasio sinyal palsu terhadap sinyal bagus disebut noise-to-signal ratio dan rasio ini memainkan peran penting dalam menentukkan bekerjanya sistem peringatan dini (early warning system) sebelum krisis. Hasil dari masing-masing indikator yang disebutkan diatas dapat disimpulkan dalam tabel matrik 2x2 berikut (Kaminsky et al, 1998):

TABEL 3.

MATRIKS SINYAL INDIKATOR Krisis

(dalam 24 bulan)

Tidak ada krisis (dalam 24 bulan)

Ada Sinyal (signal issued) A B

Tidak ada sinyal (No signal Issued) C D Sumber: Kaminsky et al (1998)

• A = Jumlah bulan dimana indikator menunjukkan sinyal baik, indikator dalam penelitian melewati batas atas pagu ketentuannya (treshold).

• B = Jumlah bulan dimana indikator menunjukkan sinyal palsu atau gangguan (tidak terjadi krisis dalam kurun waktu 24 bulan)

• C = Jumlah bulan dimana indikator tidak menunjukkan sinyal untuk krisis, namun dalam kurun waktu 24 bulan berikutnya terjadi krisis

• D = Jumlah bulan dimana indikator tidak menunjukkan sinyal untuk krisis dan dalam kurun waktu 24 bulan berikutnya tidak terjadi krisis

Pemodelan Krisis

Setelah menentukan aturan signaling windows dan threshold krisis, maka dilanjutkan dengan menyusun model, dengan leading indicator yang memiliki probabilitas >50% yang akan diolah dalam estimasi model logit. Hal ini merupakan langkah kedua untuk melihat konsistensi dari variabel-variabel yang memiliki probabilitas terjadinya krisis, sehingga pada akhirnya diperoleh leading indicator yang berpengaruh kuat mendorong terjadinya krisis mata uang di Indonesia. Pengukuran kinerja indikator ini sangat konsisten dalam beberapa penelitian yang dilakukan, misalnya oleh Kaminsky dan reinhart (1999); Kaminsky, Lazondo dan Reinhart (1998); Edison (2000); Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000). Beberapa penelitian yang dilakukan ternyata menunjukkan bahwa peringkat masingmasing indikator tidak berubah banyak jika diukur dengan pengukuran kinerja yang berbeda. Namun demikian, dalam penelitian ini pengukuran kinerja indikator yang digunakan dipusatkan pada :

(7)

2. Noise-to-signal-ratio. Rasio ini didefinisikan

dengan

) /(

D) B/(B

C A A ratio signal to

noise

+ + =

− −

− mengukur/membandingkan

jumlah sinyal yang salah (kesalahan tipe 2) terhadap jumlah sinyal benar (kesalahan tipe 1), sehingga semakin kecil NTS maka semakin kecil NTS, maka semakin baik untuk digunakan sebagai indicator

3. % Of Crises Correctly Called, =

, merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa tepatkah suatu indikator dapat menginyaratkan bahwa suatu sinyal dapat memberikan respon terjadinya krisis secara tepat. Sehingga semakin besar respon benar dalam peringatan krisis, maka semakin baik sebagai indikator sistem peringatan dini

4. % Of False Alarms Of Total Alarms, = merupakan ukuran yang menunjukkan besar atau jumlah false alarm dalam dominasi terhadap total alarm. Sehingga semakin kecil % false alarm, semakin baik indeks komposit indikator sebagai sistem peringatan dini

5. % Prob. Of Crisis given an Alarm (Pc )= , merupakan ukuran probabilitas terjadinya krisis ketika sinyal dikeluarkan. Semakin tinggi peluang terjadinya krisis saat sinyal muncul, semakin baik indeks komposit indikator sebagai sistem peringatan dini

6. % Prob. Of Crisis given No Alarm = merupakan ukuran yang menunjukkan terjadinya krisis ketika sinyal tidak muncul. Dengan demikian semakin kecil peluang terjadinya krisis saat sinyal tidak muncul, maka semakin baik indeks komposit indikator sebagai sistem peringatan dini

Model Logit

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa model logit merupakan sebuah konsep transformasi logaritma atas sebuah peluang (probabilitas). Hal tersebut menyebabkan distribusi dari peluang (P) akan tampak seperti grafis berikut:

Sumber: Hadad, et al (2003)

GAMBAR 1 KURVA LOGISTIK

(8)

metoda yang dilakukan adalah dengan mentransformasikan P dan memperoleh Y=ln [P/ (1-P)]. Setelah itu, prosedur berikutnya adalah dengan melakukan regresi Y terhadap suatu konstanta dan variabel Xi. Namun demikian apabila nilai P berupa angka binary [0, 1], maka prosedurnya adalah dengan menggunakan metoda maximum likelihood karena nilai logaritmik P/(1-P) akan menjadi tidak terdefinisikan (Hadad et al, 2003).

Mangunsong (2005) menyebutkan bahwa kemungkinan terjadinya sebuah peluang kejadian P dalam sebuah model logit dapat dituliskan sebagai berikut:

)

Persamaan tersebut juga dapat ditulis sebagai berikut:

Z

ekonomi), maka kemungkinan tidak terjadinya suatu peristiwa (1-Pi) adalah:

Zi terjadinya suatu peristiwa terhadap kemungkinan tidak terjadinya suatu peristiwa (Mangunsong, 2005). Jika digunakan operasi transformasi logaritma, maka akan diperoleh model sebagai berikut:

L merupakan log daripada odds suatu peristiwa, sehingga model tersebut merupakan bentuk umum daripada model logit. Observasi yang dilakukan dalam model logit meliputi 3 hal, yaitu:

1. Penentuan signifikansi dengan uji Z

2. Pengukuran goodness of fit dengan pseudo R2serta count R2 3. Pengukuran likelihood ratio

Dalam pengujian derajat signifikansi atas variabel-variabel dalam model logit dipergunakan uji Z. Penggunaan ini didasari oleh pendapat bahwa dalam model logit error terms terdistribusi secara normal (bell shaped). Penggunaan distribusi normal tersebut memerlukan perhitungan tentang luas daerah x = + dan x = – , serta x = + 2 dan x = – 2 , serta x = + 3 dan x = – 3 (Pasaribu, 1986).

Hal tersebut disajikan dalam grafis berikut:

Sumber: Pasaribu, 1986

(9)

DISTRIBUSI KURVA NORMAL

Nilai batas (threshold) kurva normal tersebut apabila dibandingkan dengan nilai z-statistic akan menghasilkan probabilita atas derajat signifikansi atas sebuaha variabel. Observasi yang kedua dalam analisis model logit melibatkan nilai prediksi serta nilai aktual atas variabel Y. Proses tersebut menghasilkan nilai count R2, yaitu sebuah nilai (rasio) yang membandingkan antara nilai prediksi yang tepat dengan nilai aktual. Secara matematis, rasio tersebut dituliskan sebagai berikut (Mangunsong, 2005):

observasi jumlah

tepat yang prediksi jumlah

countR2 =

Sedangkan untuk goodness of fit dalam model logit menggunakan pseudo R2 atau yang biasa disebut sebagai McFadden R2 (R2MCF).

Sebagaimana R2, nilai R2MCF juga berkisar antara angka 0 dan 1. Karena nilai

variabel terikat berkisar antara 0 dan 1, maka jika nilai R2MCF berada di atas nilai 0.5

disebut bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya peristiwa 1 (fokus penelitian). Jika angka R2MCF menunjukkan nilai di bawah 0.5, maka

dsebut bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan peristiwa 0. Dengan kata lain, variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap pembentukan fokus penelitian.

Menurut Mangunsong (2005) bahwa observasi utama dalam model logit adalah pada tanda dan signifikansi daripada variabel. Dalam hal tersebut, pengamatan selayaknya difokuskan kepada tanda serta signifikansi variabel dan uji goodness of fit menjadi prioritas kedua.

Uji simultanitas (keserempakan) pada model logit mengacu kepada nilai likelihood ratio (LR). LRstatistic mengikuti kaidah distribusi 2 dengan derajat kebebasan

sama dengan jumlah variabel bebas (Mangunsong, 2005).

Financial Contagion Channel

Pada bagian ini akan dilakukan pengujian terhadap jalur krisis karena imbas penularan (contagion effect) dari negara yang terkena krisis dalam satu kawasan. Metode yang akan dipakai dalam melihat unsur contagion di sini adalah mengikuti model yang dikembangkan oleh Fratzscher tahun 1998. Fratzscher tahun 1998, dalam Bussiere dan Fratzscher (2002) menggunakan korelasi residual dari imbal hasil di pasar ekuitas (correlation of equity market return residuals) t selama masa normal sebagai ukuran dampak penularan pasar uang (measure of financial market contagion) di antara dua pasar i dan j. Ide dasarnya adalah semakin tinggi integrasi pasar financial menunjukkan krisis terjadi karena penyebaran/penularan antar pasar mata uang dalam

rentang waktu tertentu. Pertama, akan dicari terlebih dahulu residual imbal hasil (return residuals) untuk masing-masing negara dengan cara melakukan regresi imbal hasil pasar ekuitas (ri,t) pada indikator yang relevan pada masing-masing negara, seperti persamaan berikut :

(10)

lain yang mengalami krisis terlebih dahulu. Dalam berbagai estimasi empiris, jalur penularan mata uang (financial contagion channel) banyak memainkan peranan penting dalam menyusun model Early Warning System untuk berbagai kawasan regional, seperti Eropa, Amerika Latin dan Asia (untuk studi lebih lanjut, lihat Bussiere dan Fratzscher, 2002)

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Krisis Mata Uang

1. Periode Krisis Mata Uang di Indonesia

Pada penelitian ini periodisasi krisis dibedakan menjadi periode sebelum dan setelah krisis. Pembagian periodisasi tersebut, tercermin dari perbedaan EMP (Exchange Market Pressure) setiap bulannya mulai 1990.1 sampai dengan 2008.10. Untuk rata – rata ( ) dan standar deviasinya (s ), ditentukan dua, yaitu sebelum terjadi krisis moneter (1990.1-1998.12) dan sesudah terjadinya krisis moneter (1999.1-2008.10).

GRAFIK 1

EMP DAN BATAS AMBANG MAKSIMUM (THRESHOLD) Sumber : Data Diolah

TABEL 4

PERIODE KRISIS MATA UANG DI INDONESIA 1990.1-2008.10 DENGAN PENDEKATAN GARCIA

Pendekatan Bulan-Bulan Krisis 1990 April (4), Mei (5)

1997 Agustus (8), Oktober(10), Desember(12) 1998 Januari (1), Juni(6)

1999 September(9) 2000 September(9) 2001 April(4) 2006 Juni(6) 2008 Oktober(10) Sumber : data diolah

(11)

diperhitungkan sebagai satu episode. Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa krisis yang menimpa Indonesia terjadi dalam 7 episode. Epsiode pertama terjadi pada tahun 1990 (April dan Mei), Episode kedua pada tahun 1997 – 1998 (Agustus, Oktober, Desember, Januari, Juni), Episode ketiga pada 1999 (September). Episode keempat pada tahun 2000 (September), Episode kelima pada tahun 2001 (April), Episode keenam pada tahun 2006 (Juni). Episode 7 pada tahun 2008 (Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun 1997 – 1998, dimana terdapat 5 bulan krisis mata uang dalam satu episode.

Setelah diketahui kinerja indikator dari masing-masing variabel, maka tahap selanjutnya yang juga merupakan tahap akhir untuk menentukan leading indicators, dapat dilakukan. Pada tahap ini, proses yang dilakukan adalah dengan menghitung nilai noise to signal ratio (NSR) dan probability of crisis (PC). NSR digunakan untuk mengukur jumlah sinyal yang salah terhadap sinyal yang benar, sehingga nilai NSR yang semakin kecil akan semakin baik. Jika nilai NSR sama dengan satu, hal tersebut menunjukan bahwa sinyal palsu sama baiknya dengan sinyal yang benar. Sedangkan PC digunakan untuk mengukur probabilitas terjadinya krisis setelah sinyal dikeluarkan oleh suatu indikator. Nilai PC yang semakin besar maka semakin baik dengan nilai maksimal adalah 100%. Namun demikian, pada penelitian ini tidak melakukan ekstraksi leading indicator karena mengadopsi model penelitian yang dilakukan oleh Herrera dan Garcia (1999). Dalam model penelitian ini, mengacu pada model Garcia,dkk, menggunakan leading indicator, M2/Reserve, Real Domestic Credit growth (GKRED), Real Effective Exchange Rate(REER), dan inflasi. Adaptasi variable ini untuk kasus Indonesia sudah melalui pengujian oleh oleh Susatyo (2002) menggunakaan ekstraksi sinyal seperti yang dikembangkan oleh pendekatan Kaminsky dan Reinhart (1999). Dan ternyata model yang dibangun oleh Garcia menunjukkan hasil yang bagus, ditandai dengan noise to signal ratio yang rendah. Selengkapnya hasil indicator keempat variable dengan pendekatan Garcia tampak sebagai berikut :

Berdasarkan grafik di bawah ini digambarkan bahwa sinyal muncul pada periode krisi, utamanya pada tahun 1997-1998 dan pada tahun 2008. Patahan tersebut

(12)

GRAFIK 2

PERGERAKAN LEADING INDIKATOR TERHADAP PAGU KETENTUAN

Estimasi Variabel Contagion

Sebelum melakukan estimasi dengan model Logit, maka pertama – tama akan dilakukan perhitungan variabel Financial Contagion sesuai dengan persamaan berikut. Dari hasil estimasi di atas kemudian residunya menjadi variabel baru yang diberi nama Financial Contagion dan kemudian variabel ini akan diikutsertakan dalam perhitungan estimasi model logit. Hasil estimasi dari persamaan tersebut adalah :

L_STOCK = 9.988424206 + 0.09539689805TB_IND - 0.6185965226ER

(2.261456) (0.708954) (-1.457306) ………(7) + 0.0501158292CPI + 0.3868786596LNASDAQ - 0.6564743484IR

(1.935817) (1.314808) (-4.201316)

(13)

logit nanti salah satu dari variable yang mengalami keterkaitan harus dibuang untuk menghindari perhitungan yang bias.

Hasil Estimasi Model Logit

Dengan menggunakan estimasi model logit dapat dilihat seberapa besar elastisitas atau pengaruh dari kesepuluh Leading Indicator yang terpilih dalam memicu terjadinya krisis nilai tukar di Indonesia. Dalam penelitian ini model logit dibedakan menjadi dua model, yaitu : model pertama, seluruh variabel yang terpilih sebagai Leading Indicator dan telah melalui proses pemilihan variabel yang mengalami multikol, dimasukkan ke dalam estimasi logit. Sedangkan pada model kedua, variabel - variabel yang memiliki probabilitas lebih dari 10 % tidak disertakan dalam estimasi model logit. Tujuan dari pembentukan dua model tersebut adalah untuk mencari nilai kriteria informasi model ekonometri yang lebih baik dengan nilai kriteria informasi yang lebih rendah. Adapun kriteria informasi model ekonometri tersebut adalah Akaike Info Criterion, Schwarz Criterion dan Hannan-Quin Criterion

Berdasarkan model Herrera dan Garcia di atas, maka leading indicator yang akan diestimasi setelah dikurangi variable yang terkena multikol adalah : inflasi, REER, dan GKRED. Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

KRISISt = ln

Pi Pi

1 = 1 + 2 INFLi + 3 REERi + 4 GKREDi + i……….(8)

Dimana : Pt = kemungkinan (probabilitas) terjadinya krisis

(1 - Pt) = kemungkinan (probabilitas) tidak terjadinya krisis

KRISISt = Krisis 1 = intercept

2…… 4 = koefisien variabel bebas i = error term

INFL = Inflasi

REER = Real Effective Exchange Rate GKRED = Pertumbuhan Riil Kredit Domestik Model 1 Memasukkan semua variable leading indicator

KRISISt = ln Pi

Pi

1 =289.141765+0.991251046 5INF+1.271577593 GKRED- z-stat (-1.761887) (-0.525644) (-0.870379)

32.86026598 REER+16.14530904 FINCONT +ui

(1.751704)* (-1.787017)*………(9) Keterangan :

INF = Inflasi

GKRED = Pertumbuhan Kredit Domestik REER = Real Effective Exchange Rate FINCONT = Financial Contagion

*= Signifikansi pada nilai kritis 10%

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, terdapat 2 variabel yang signifikan pada =10%, yaitu Pertumbuhan Kredit Domestik (GKRED) dan Penyebaran Keuangan (FINCONT). Kemudian Variabel-variabel yang tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan diatas 50% akan dikeluarkan dari dalam model, yaitu REER. Sehingga variabel yang tersisa di dalam model hanya variabel-variabel yang memiliki pengaruh signifikan. Selanjutnya ditunjukkan bahwa beberapa kriteria informasi pada model logit yaitu: Akaike Criterion, Schwarz Criterion dan Hannan-Quin Criterion pada model 1

(14)

tersebut maka semakin baik hasil estimasinya, sehingga usulan pemilihan model dengan membandingkan nilai terendah dari ketiga kriteria informasi tersebut

Model 2. Mengeluarkan Variabel REER

KRISISt = ln

Pi Pi

1 =3.586552436-0.4352289495INF+0.2757313508 GKRED z-stat (-2.476954) (0.461975) (-0,252113)

+16.14530904 FINCONT +ui ………(10)

(-1.940511)* Keterangan :

INF = Inflasi

GKRED = Pertumbuhan Kredit Domestik REER = Real Effective Exchange Rate FINCONT = Financial Contagion

*= Signifikansi pada nilai kritis 10%

Dalam model 2 ini setelah mengeluarkan 1 variabel yang dimiliki, maka diperoleh hanya variable contagion yang signifikan pada =10%. Dan hasil dari estimasi logit menunjukkan hanya GKRED dan FINCONT yang berpengaruh terhadap terjadinya krisis mata uang.

TABEL 6

PERBANDINGAN HASIL MODEL

Variabel Model 1 Model 2

COEFFICIENT ODDS COEFFICIENT ODDS

INF -0.991251 73% 0.435229 39%

REER 32.86027 - - -

M2/RESERV - - -

GKRED 1.272578 78% -0.275731 57%

FINCONT* 16.14531 99% -4.144247 98%

Dioagnosa Statistik dan Ekonometerik

Akaike info criterion 0.488603 0.644223 Schwarz criterion 0.691352 0.806422 Hannan-Quinn

criter.

0.563792 0.704374

McFadden R-squared 0.571078 0.241054 Sumber : Data Diolah

Interpretasi Model

Berdasarkan table di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa model pertama merupakan model yang paling tepat dalam memprediksi krisis mata uang di Indonesia pada periode penelitian. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan yaitu :

1. Nilai odds ratio pada model 1 menunjukkan proporsi yang lebih besar. Odds ratio merupakan nilai yang menindikasikan probabilitas suatu akan terjadi karena perubahan sesuatu yang lain. Dengan demikian pada model 1 tampak bahwa krisis mata uang memiliki probabilitas yang lebih tinggi bila variable yang diamati terjadi tekanan/fluktuasi

2. Odds ratio pada variable FINCONT menunjukkan besaran yang mendekati sempurna. Artinya memang krisis mata uang di Indonesia lebih dikarenakan dampak penularan dari Negara lain dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan model 2 3. Nilai Akaike, Schwarz, dan Hannan menunjukkan besaran yang lebih kecil. Sehingga

(15)

4. Memiliki nilai Mcfadden R-Square terbesar pada model 1, dimana nilai Mc Fadden menunjukkan seberapa besarkan krisis dapat dijelaskan oleh model. Ternyata pada model 1 krisis dapat dijelaskan oleh model sebesar 57% dibandingkan 24% (model 2)

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1. Krisis nilai tukar yang menimpa Indonesia terjadi dalam 7 episode. Epsiode pertama terjadi pada tahun 1990 (April dan Mei), Episode kedua pada tahun 1997 – 1998 (Agustus, Oktober, Desember, Januari, Juni), Episode ketiga pada 1999 (September). Episode keempat pada tahun 2000 (September), Episode kelima pada tahun 2001 (April), Episode keenam pada tahun 2006 (Juni). Episode 7 pada tahun 2008 (Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun 1997 – 1998, dimana terdapat 5 bulan krisis mata uang dalam satu episode

2. Berdasarkan model peringatan dini yang dibangun oleh Herrera dan Garcia didapat bahwa leading indicators pertumbuhan kredit domestic (GKRED), Inflasi (INF), dan ditambah dengan Penularan Keuangan (FINCONT) menjadi model terbaik dalam melakukan antisipasi/deteksi terhadap krisis mata uang di Indonesia

3. Krisis mata uang di Indonesia pada rentang waktu penelitian, yaitu tahun 1997-2008 dominan lebih disebabkan oleh efek penularan keuangan (contagion effect) dari Negara lain

4. Melalui estimasi logit, terdapat 2 variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap krisis mata uang di Indonesia, yaitu Pertumbuhan Kredit Domestik (GKRED), dan Penularan Keuangan (FINCONT)

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka pemerintah perlu mewaspadai beberapa leading indicators yang secara signifikan mampu memprediksi terjadinya krisis nilai tukar, yaitu pertumbuhan kredit domestic (GKRED), Inflasi (INF), dan Penularan Keuangan (FINCONT). Oleh karena itu saran-saran yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait variable di atas adalah :

1. Untuk varibel inflasi, pemerintah perlu memperhatikan tekanan dari sisi permintaan dan penawaran yang bisa berimbas pada kenaikan inflasi. Koordinasi secara intensif dan akomodatif dengan otoritas fiscal menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Aspek permintaan seperti control pada permintaan atas asset-aset domestik, perubahan pada suku bunga domestik dan asing, serta pengendalian terhadap ekspektasi kurs yang akan dating. Aspek penawaran seperti pembelian dan penjualan valuta domestic oleh bank sentral, perubahan suku bunga dan perubahan jumlah uang beredar

2. Untuk variable pertumbuhan kredit domestic (GKRED), pemerintah dan Bank Indonesia perlu melakukan kebijakan kredit yang selektif dengan mengedepankan aspek prudential banking principle. Kebijakan kredit meliputi pembatasan kredit untuk keperluan konsumtif, dan sebaliknya pertumbuhan kredit diarahkan untuk mendukung pembiayaan usaha riil rakyat

(16)

seperti Korea Selatan dan Jepang dan negara – negara yang berada dalam satu kawasan regional (ASEAN) untuk menggalang dana cadangan bersama (stand by loan) yang dapat digunakan sewaktu – waktu apabila ada serangan terhadap nilai tukar Rupiah. Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain memperketat peraturan yang mengatur tentang lalu lintas modal di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S., D.N. Setiawati, and Sholihah, 2002, Early Warning Systems For Macroeconomic Vulnerability in Indonesia, Final Report, EADN Regional Project.

Aghion, P., P. Bacchetta dan A. Banerjee (2001), Currency Crises and Monetary Policy in an Economy with Credit Constraints, European Economic Review, 45(7), 1121-1150.

Arias, Guillaume dan ULF G. Erlandsson. 2004. Regime Switching as an Alternative Early Warning System of Currency Crises an Applicant to South-East Asia. Department ofEconomics, Lund University, Sweden.

Arias, Guillaume dan ULF G. Erlandsson. 2005. improving EWS with Markov Switching Model- An Application to South East Asian Crises. CEFI working papers 2005, Department of Economics, Lund University, Sweden.

Arifin, Sjamsul. 2007. IMF dan Stabilitas Keuangan Internasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Ariff, Mohamed, dan Ahmed M. Khalid. 2005. Liberalization and Growth in Asia : 21 st Century Challenges. United Stated : Edward Elgar Publishing.

Asian Development Bank, 2005, East Aasi: Early Warning System For Financial Crises Application To East Asia, Asian Development.

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Nomor Penerbitan. Berg, A. and C. Pattillo (1999), “Predicting currency crises: the indicator approach an

alternative”, Journl of International Money and Finance, 18 (4), 561-586. Bussiere, Matthieu dan Fratzscher, Marcel, 2002, Toward A New Early Warning System

of Financial Crises, European Central Bank Working paper no. 145. Boediono. 1997. Ekonomi Makro. Edisi Keempat.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. ---, 1990. Ekonomi Internasional. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Carbaugh, Robert J. 2002. International Economics. Eighth Edition. Ohio: South

Western- Thomson Learning.

Ciarlone, Alessio dan Giorgio Trebeschi. 2005. Designing an Early Warning System for Debt Crises. Elsevier – Emerging Market Review. Roma: Bank of Italy. Cramer, J. S. 2003. The Origins and Development of The Logit Model. Amsterdam:

University of Amsterdam and Tinbergen Institute.

Caprio, G., dan D. Klingebiel, 1996, Bank Insolvencies: cross country experience, Policy Research Working Papers 1620, Worls Bank, Washington,DC.

Carbaugh, Robert J. 2004. International Economics. Ninth Edition. USA: South-Western. Ciarlone, Alessio dan Trebeschi Giorgio, 2005, An Early Warning System for Debt Crisis, Emerging Market Review 6, p. 376-395.33

Daniel, Hardy,CL dan Pazarbasioglu Ceyla. 1998, Leading Indicators of Banking Crises: Was Asia Different?, IMF Working Paper 98/91, International Monetary Fund, Washington.

Davis, Philip dan Dilruba Karim, Comparing Early Warning System for Banking Crises, dikutip dari www. Zeni3767.zen.co.uk/early warning.pdf. West London : Brunei University dan NIESR.

Diamond D dan Dybvig P. 1983. Bank Runs, Deposite Insurance and Liquidity. Journal of Political Economiy, 91, 401-19.

(17)

Edision. McGraw-Hill. New York.

Demirguc-Kunt, A. And E. Detrgiache (1997), “The determinants of banking crises in developing and developed countries”, IMF Working Paper 106.

Demirguc-Kunt, A. And E. Detrgiache (2000), “Monitoring banking sector fragility: a multivariate logit approach”, World Bank Economic Review, 14(2), 287-307. Djalal, Nachrowi. et. al. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Dornbusch, Rudinger dan Stanley Fischer. 2004. Macroeconomics. 9th edition. Ohio: South Western.

Edison, H.J. (2003), “Do Indicators of financial crises work? An evaluation an early warning system”, International Journal of Finance and Economics, 8 (1), 11-53

Eichengreen, B. And C. Arteta (2000), “Banking Crises in emerging markets: presumptions and evidence”, Working ppers 115, Centre for International and DevelopmentEconomics Research, California, Berkley.

Eichengreen, B. And R.Portes (1987), “ The anatomy of financial crises”, in R. Portes and A.K. Swoboda, editors, Threatsto International Financial Stability, Cambridge University Press, Cambridge, 10-58

Eichengreen, B., A.K. Rose, and C. Wyplosz (1995), “Exchange rate mayhem: the antecedents and aftermath of speculative attacks”, Economic Policy, 21,251-312.

Eichengreen, B., A.K. Rose, and C. Wyplosz (1996), “Contagious currency crises”, Scandinvian Journal of Economics, 98(4), 463-484

Flood, Robert, dab Peter Garber (1984) Gold Monetization and Global Dicipline. Journal of Political Economy. 92 (1), pp.90-117.

Frankel, J.A., dan A.K. Rose, 1996, Currency Crashes in Emerging Markets: An empirical treatment, Journal of International Economics, 98(4), 463-484 Girton, L dan D. Roper (1977), A Monetary Model of Exchange Market pressure applied

to the postwar Canadian Experience, American Economic Review, 67(4), 537-548.

Goldstein, Morris, 1996, Contagious Currency Crises: First Tests, Scandinavian Journal Of Economics, 98, 434

Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000). Assesing Financial Vulnerability: An Early Warning System for Emerging Markets. Washington DC, Institute for International

Economics.

Goeltom, Miranda S dan Doddy Zulferdi. 1998. Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahnnya. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Volume 1 Nomor 2. Jakarta:

Bank Indonesia.

Grauwe, P dan Marianni Grimaldi, 2002, Exchange Rate Regimes And Financial Vulnerability, EIB Papers, vol 7, No.2

Gujarati Damodar N, 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill Inc. Gunawan, H Anton. 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Hadad, Muliaman D., Wimboh Santoso dan Bambang Arianto. 2003. Indikato Awal Krisis Perbankan. http:www.bi.go.id/NR/rdonlyres/47E2ED4-9B4D-4EF- 997D36121DBD7C2E/1401/IndikatorAwalKrisisPerbankan.pdf yang diakses pada 3 Maret 2007.

Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Buku Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Handoyo, Rossanto Dwi. 2006. Majalah Ekonomi: Early Warning System of Financial Crisis- Implementation of a Currency Crises Model for Indonesia.Tahun XVI, no.3.Desember,pp.245-260.

(18)

Herrera, Santiago and Conrado Garcia, 1999, User’s Guide to An Early Warning System for Macroeconomics Vulnerability in Latin American Countries, Paper presented in theXVII Latin American Meeting of the Econometric Society, August, Cancun.

Heun, M dan T. Schelink, 2004, Early Warning Systems Of Financial Crises-Implementation Of Currency Crisis Model For Uganda, HfB-Business School Of Finance AndManagement, 59

http//:www.parisdeclub.com. Dikutip Tanggal 16 Maret 2008. Jam 22.19. http//:www.hukmas.depkeu.go.id. Dikutip Tanggal 16 Maret 2008. Jam 22.19.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI),2005, Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir: Krisis dan Pemulihan, Yogyakarta:Kanisius.

International Monetary Fund.2007. International Financial Statistics. http:// www.ifs.apdi.net.

Iswardono. 1997. Uang dan Bank. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. 35

Juddisseno, Rimsky K. 2002. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Cetakan Pertama.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama.

Kuncoro, Mudrajad, dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan. Edisi pertama. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.

Kunt, Demirg_ç,A dan Detragiache Enrica, 1998. The Determinants of Banking Crises in Developed and developing Countries. IMF Staff Paper, Vol. 45, No.1,

InternationalMonetary Fund.

Kaminsky, Graciela, Saul Lizondo , dan C.M Reinhart, 1997, Leading Indicators Of Currency Crises, July, IMF Working Paper 97/98, Washington DC: IMF Kaminsky, Graciela, Saul Lizondo dan Reinhart, 1998, Currency and Banking Crisis: The

Early Warning of Distress, International Finance Discussion Po.629, Board OfGovernors of the Federal Reserve System.

Kaminsky,G dan C.M., Reinhart, 1999, The Twin Crisis: The Causes of Banking Crises and Balance Of Payment Problems, The American Economic Review, June, pp.473-500.

Krugman, Paul dan Maurice Obstfeld. 2003. International Economics: Trade and Policy. Sixth Edition. Boston: Pearson Education.

Krugman, Paul. 2001. The Return Of Depression Economics. Terjemahan. Bandung: Ganesa.

---, (1978). A Model of Balance of Payments Crises. Journal of Money Credit and Banking.11.pp.311-25

Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2003

Lestano, Jan Jacobs and Gerard H. Kuper. 2003. Indicator Financial Crises Do Work! An Eraly-Warning System for Six Asian Countries. December, NAKE Research, University of Groninghen.

Lindert, Peter.,H.1995. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga Lindgren, C.J., G. Garcia dan M.I. Saal., 1996, Bank Soundness and Macroeconomic

Management, International Monetary Fund, Washington, DC.,

Mankiw, N Gregory.1999. Teori Ekonomi Makro Ekonomi. Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Martinez, Guilermo Ortiz. 1998. What Lesson Does the American Crisis Hold for Recovery in Asia?. Finance and Development, vol 35, number 2.

(19)

Nopirin. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Obstfeld, Maurice, 1996, Rational And Self-Fulfilling Balance Of Payment Crises, The

American Economic Review, 76, March 36

Purwanto, Djoko. 2002. Merger Bank : Mengapa Harus Dilakukan?.

www.members.tripod.com/dipi_solo/artikel/merger.html. Dikutip pada tanggal 5 April 2008 0830 GMT.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2001. Teori Ekonomi Makro. Jakarta: FE UI Rogoff, K(1999), International Institutions for Reducing Global Financial Instability,

Journal of Economic Perspectives, 13(4), 21-42.

Sachs, J.D., A. Tornell dan A. Velasco, 1996, Financial Crises in Emerging Markets: the Lessons from 1995 (with comments and Discussions), Brooking paper on Economic

Activity, 1, 147-198.

Sahminan. 2005. Interest Rates and the Role of Exchange Rate Regimes in Major Southeast Asian Countries. Chapel Hill: The University of North Carolina. Salvatore, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jilid Satu. Jakarta:

Erlangga.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jilid Dua. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono, F.X. 2002. Neraca Pembayaran: Konsep, Metodologi dan Penerapan. Seri Kebanksentralan No. 4. Jakarta: Bank Indonesia.

Suminto. 2006. Rescheduling Utang Luar Negeri Pemerintah melalui Paris Club. Majalah Treasury Indonesia No. 1/2006.

Suparmoko. 2003. Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktek. Edisi Kelima. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Sabirin, Syahril. 2003. Perjuangan Keluar dari Krisis. Edisi pertama. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.

Suseno, dan Piter Abdullah. 2003. sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia.

Samuelson, Paul. 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi Ketujuh belas. Terjemahan. Jakarta: Media Global Edukasi.

Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2005. Sistem Kebijakan Nilai Tukar, no.12. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Kebanksentralan.

Statistical Year Book of Indonesia BPS, Jakarta, Indonesia.

Stephen. Salant dan Dale Handerson (1978). The Vulnerability of Price Stabilization Schemes to Speculative Attacks. Journal of Political Economy, pp1-38

Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern. Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Supranto, J. 2004. Ekonometri. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sussangkarn, Chalongphob, 2002, Indicators And Analysis Of Vulnerability to Currency Crises: A Synthesis Report, EADN Project. 37

Tambunan,Tulus, 2002, Building An Early Warning System For Indonesia with Signal Approach, Paper prepared for EADN meeting, Singapore, Juni 25-27. Tambunan, Tulus. 1998. Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. Jakarta:LPFE UI Warjiyo, Perry dan Solikin. 2003. Sistem Nilai Tukar. Edisi Pertama. Jakarta: Pusat

Pendidikan dan Kebanksentralan.

Gambar

GAMBAR 1 KURVA LOGISTIK
GRAFIK 1 EMP DAN BATAS AMBANG MAKSIMUM (THRESHOLD)
TABEL 5 HASIL MATRIK INDIKATOR
GRAFIK 2 PERGERAKAN LEADING INDIKATOR TERHADAP PAGU KETENTUAN
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuat perancangan SaaS Private Cloud Computing ini, dibutuhkan input berupa kondisi eksisting jaringan dan sistem informasi yang ada di Fakultas Rekayasa Industri

Menyusun rencana asuhan pada remaja dengan kehamilan usia dini. Melaksanakan rencana tindakan pada remaja dengan kehamilan

(5) Keterpaduan kompetensi yang terjadi lintas kelas.. Dalam mengajarkan bahan ajar dilakukan oleh guru mata pelajaran yang dominan. Misalnya bahan ajar tersebut dominan biologi

[r]

Mengetahui tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi serta daya terima pasien rawat inap penyakit kardiovaskular terhadap makanan yang disajikan RSUP H. Mengetahui gambaran

memperbaiki kualitas pembelajaran yang di lakukan di dalam kelas. 16) yang menyatakan bahwa “PTK merupakan suatu bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan dan

sedangkan lerumDu o.notrut"no mulai tumbuh di bagian luar (seaward) gugus-pulau' i"pJtti v"'il ditunjukkan dalam Gambar 4 '1d.(terumbu penghalang di Pula;

Dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi dengan akan dapat membantu sisiwa untuk terbiasa bertanya dan menjawab, karena dengan bertanya dan