• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG (1)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum pendidikan dipandang sebagai faktor utama dalam bidang pembangunan. Pandangan ini mengandung suatu pengertian bahwa pendidikan dapat memotori dan menopang proses pembangunan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu kebutuhan masyarakat yang dianggap sangat penting. Namun cukup banyak permasalahan yang dihadapi dalam proses pemenuhan akan pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu masalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan dari lembaga pendidikan pada jenjang tertentu dapat dilihat dari kualitas lulusan yang dihasilkannya.

Salah satu indikator untuk menilai kualitas pendidikan adalah prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Menurut Muhibbin (2011: 141), “Prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program”. Prestasi belajar ini digunakan untuk menilai hasil pembelajaran para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik (Syaodih, 2003: 102-103).

(2)

kompleks yang terkait dengan berbagai hal, dari masalah kebijakan pemerintah secara nasional sampai dengan masalah yang menyangkut masing-masing peserta didik.

Mengingat pentingnya mutu pendidikan, maka perlulah kiranya untuk menyelidiki variabel-variabel yang berhubungan dan sejauh mana hubungan tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Karena kebanyakan orang percaya kegagalan anaknya disebabkan oleh kemampuan otaknya yang kurang. Mereka belum menyadari bahwa masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan studi anak. Meskipun kita tidak dapat menyangkal bahwa otak yang cerdas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan studi seseorang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 54) yang menyatakan bahwa, “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Faktor ekstern yaitu faktor yang ada pada luar individu, dapat berasal dari keluarga, sekolah, masyarakat, sebagai contoh yaitu keharmonisan keluarga, pendidikan dan pendapatan orang tua. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu siswa, baik berasal dari jasmani maupun rohani seperti cacat tubuh, aspek psikologis anak dan sikap siswa terhadap pelajaran tertentu.

(3)

Belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Namun untuk pertama kalinya aktivitas belajar dilakukan dalam lingkungan keluarga, sebab keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi pendidikan anak. Kondisi keluarga sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa, karena dari lingkungan inilah siswa mulai berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

Variabel status keluarga seperti tingkat pendidikan orangtua telah dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik anak-anak. Tingkat pendidikan orang tua akan menentukan cara orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya dalam hal pendidikan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah akan cenderung sempit wawasannya terhadap pendidikan, sedangkan tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan lebih luas wawasannya terhadap pendidikan. Mereka akan mengarahkan dan membimbing anaknya untuk terus menambah ilmu sehingga anak tersebut mempunyai minat dalam belajar.

(4)

Sikap adalah faktor intern yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar siswa. Sikap diartikan sebagai penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka (respon positif) dan rasa tidak suka (respon negatif).

Dalam pembelajaran matematika sikap sangat penting karena sikap merupakan salah satu tipe karakteristik afektif yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran. Sikap belajar ikut menentukan intensitas kegiatan belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sikap belajar yang negatif. Siswa yang sikap belajarnya positif akan belajar lebih aktif dan dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan siswa yang sikap belajarnya negatif.

Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan tingkah laku (Azwar S, 2009: 4). Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Sikap belajar penting karena didasarkan atas peranan guru dalam proses belajar mengajar. Gaya mengajar yang diterapkan guru disekolah berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Sikap belajar bukan saja sikap yang ditujukan pada guru , melainkan juga pada tujuan yang dicapai, materi pelajaran, tugas, dan lain-lain. Sikap senang atau tidak senang siswa dalam belajar matematika akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar yang dicapainya.

(5)

2012. Dalam proses pembelajaran, peneliti banyak menemukan perbedaan sikap belajar antara satu siswa dengan siswa lainnya. Oleh karena itulah, peneliti menjadi tertarik untuk membuat penelitian tentang sikap siswa tersebut.

Di samping itu, di daerah pedesaan atau di daerah pelosok penghasilan orang tua relatif dianggap homogen. Tetapi akan menjadi lain bila kita mengamati hal yang sama pada SMP Negeri 3 Sigli, mengingat bahwa SMP ini adalah sekolah yang berlokasi di daerah pinggiran pantai. Sebagaimana yang dimaksudkan dari penelitian ini penulis melihat penghasilan sebulan dari orang tua siswa. Berlatar belakang sosiokultur pedesaan dan bahkan sekelompok orang pedesaan bersosiokultur perkotaan, maka tentu penghasilan keluarga disana juga jadi bervariasi dan heterogen. Keadaan dengan penghasilan orang tua yang bervariasi dan heterogen seperti ini menciptakan karakteristik tersendiri yang khas. Dengan kondisi penghasilan orang tua seperti di atas juga dapat menyebabkan prestasi belajar siswa yang beraneka ragam.

Dari paparan diatas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendidikan Orang Tua dan Pendapatan Orang Tua terhadap Sikap dan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 3 Sigli

Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2 Rumusan Masalah

(6)

matematika siswa serta interaksi dari variabel-variabel tersebut. Untuk lebih jelasnya maka masalah penelitian dirumuskan seperti berikut:

a. Bagaimana pengaruh pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua terhadap sikap belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli? Selanjutnya rumusan masalah ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh langsung pendidikan orang tua dan pendapatan orang

tua terhadap sikap belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli, baik secara individual maupun klasikal?

b. Bagaimana pengaruh pendidikan orang tua, pendapatan orang tua dan sikap siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli? Selanjutnya rumusan masalah ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh langsung pendidikan orang tua, pendidikan orang tua, dan sikap siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli, baik secara individual maupun klasikal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Pengaruh pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua terhadap sikap belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli, baik secara individual maupun klasikal.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Menjadi bahan informasi bagi orang tua siswa maupun para pengelola pendidikan dalam kaitannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan yaitu prestasi belajar siswa.

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya terutama yang erat kaitannya dengan permasalahan di atas.

1.5 Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Anggapan Dasar

Menurut Arikunto (2006 : 72-73), "Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian".

Adapun yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sikap dan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.

1.5.2 Hipotesis penelitian

Menurut Suryabrata (2004: 21), “Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara emperis”. Berdasarkan latar belakang masalah dan pendapat para ahli maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

(8)

b. Pendidikan orang tua, pendapatan orang tua dan sikap siswa mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Sigli.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini terbatas di SMP Negeri 3 Sigli tahun ajaran 2012/2013. b. Teknik pengumpulan data yang digunakan hanya angket dan dokumentasi. c. Penilaian yang digunakan untuk menilai prestasi belajar matematika siswa

diperoleh dari raport siswa semester ganjil.

1.7 Organisasi Laporan Penelitian

Operasi laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Sebagai bab pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar dan hipotesis penelitian, ruang lingkup penelitian, dan organisasi laporan penelitian.

(9)

Bab III Membahas tentang metodologi penelitian yang berisikan tentang tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, proses pengumpulan data dan teknik pengolahan data.

Bab IV Memuat hasil penelitian dan membahas tentang pengumpulan data, pengolahan data, tinjauan terhadap hipotesis penelitian dan pembahasan. Bab V Sebagai bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran

(10)

B A B II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Konsep dan Pengertian Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan sehingga menjadi kompleks. Definisi yang tepat tentang belajar menjadi semakin rumit, namun demikian dengan sudut pandang yang beragam para ahli pendidikan telah mencoba memberikan definisi tentang belajar. Winkel (Darsono, 2000: 4) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang bersifat menetap”.

Pendapat senada dikemukakan oleh Garrett (Rasyad, 2003: 29) yang menyatakan bahwa, “Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu”. Pengertian belajar selanjutnya dikemukakan oleh Slameto (2003: 57) yang menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara menyeluruh sebagai hasil pengalaman anak itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan”. Dari sudut pandang lain, Ahmadi (2003: 81) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses, bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai tujuan”.

(11)

terjadi perubahan-perubahan yang lebih baik dari yang dicapai sebelumnya. Perubahan terjadi karena adanya usaha anak yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan. Salah satu cara untuk mengetahui bahwa untuk mencapai tujuan tersebut sudah dicapai atau belum maka pengetahuan anak dapat dilihat melalui tes yang diberikan oleh gurunya.

2.2 Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

2.2.1 Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dari suatu kegiatan belajar. Darmadi (2009: 100) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah melakukan sebuah kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya”.

Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emseosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu (Abdullah, 2008: 13). Sedangkan menurut Haryati (2008: 43), ”Prestasi belajar merupakan hasil usaha yang dilakukan dan menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk simbol untuk menunjukkan kemampuan pencapaian belajar dalam waktu tertentu”.

(12)

ukuran berhasil tidaknya seorang siswa setelah mengikuti pelajaran tertentu termasuk pelajaran matematika.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor yang berasal dari diri sendiri meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kematangan fisik maupun psikis. Sedangkan faktor yang berasal dari luar dirinya meliputi faktor sosial (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan masyarakat), faktor budaya, faktor lingkungan fisik, dan faktor lingkungan spiritual.

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang

bersangkutan dengan seluruh pribadi baik fisik maupun mental. Faktor ini dibagi menjadi dua faktor yaitu:

a. Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut:

i. Kesehatan jasmani

(13)

Cacat yang telah disebut di atas, jika salah satunya ada pada anak didik maka si anak akan terganggu dalam proses belajar dan merasa minder sehingga dia akan tertinggal dalam belajar.

ii. Kesehatan rohani

Kesehatan rohani juga sangat penting dan berpengaruh dalam proses belajar, dapat kita lihat bahwa kegiatan yang disebut berpikir dalam prosesnya sangat berkait dengan kemampuan kecerdasan siswa. Kecerdasan sangat dipengaruhi oleh kegiatan belajar, jika siswa lemah dalam berpikir maka akan mengalami kesulitan dalam proses belajar. Kegiatan belajar siswa banyak tergantung pada faktor ingatan dan perasaan.

b. Faktor psikologis

Jika seseorang anak yang mengalami gangguan psikologis dalam belajar akan mengganggu kebahagiaan fisik yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Faktor psikologis adalah faktor yang

mempengaruhi kejiwaan. Adapun faktor ini antara lain: a. Intelegensi

(14)

prestasi yang dicapai oleh siswa, kenyataan ini semakin nampak dalam prestasi pada bidang studi yang menuntut banyak berpikir”.

b. Bakat

Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan seseorang yang perlu dilatih dan dikembangkan agar lebih tertuju. Menurut Slameto (2003: 57), ”Jika bahan pelajaran yang dipelajari dengan bakatnya maka hasil belajarnya lebih baik pula”.

Bakat juga merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap pemahaman dalam mencapai prestasi yang lebih baik bagi siswa. Kalau sebaliknya siswa tidak mengembangkan bakat yang ada pada dirinya maka sedikit demi sedikit bakat itu akan hilang dengan sendirinya. c. Minat

Minat merupakan keinginan untuk belajar. Jika siswa tidak berminat pada pelajaran maka siswa tersebut tidak memahami dengan baik pelajaran yang disajikan, sehingga tidak berhasilnya proses belajar seperti yang diharapkan. Menurut Sumardi (2004: 184), “Jika seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan bahwa ia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut”. d. Motivasi

(15)

penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar”.

Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu motivasi akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Motivasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam belajar. Apabila motivasi belajar kuat maka semangat belajar pun tinggi, sebaliknya apabila motivasi belajar lemah maka semangat belajar pun rendah. Dengan demikian motivasi adalah suatu faktor yang mempengaruhi belajar.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern merupakan faktor yang timbul dari luar diri siswa yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Slameto (2003: 2) membagi faktor ekstern kepada tiga bagian sebagai berikut:

1. Faktor keluarga

Keluarga merupakan tempat yang pertama bagi seorang anak dalam pembentukan moral serta tingkah laku sehari-hari dan juga memberi

ketenangan dan kegembiraan anak untuk menjalani hidup selanjutnya. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik relasi antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

(16)

memberikan dorongan untuk belajar. Apapun yang terjadi dalam belajar misalnya memperoleh nilai jelek, orang tua tidak pernah menanyakan atau memperhatikan.

2. Faktor sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan potensi siswa dan sekolah mempunyai tujuan sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat.

Lingkungan sekolah ditentukan oleh beberapa faktor, metode mengajar yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan

mengakibatkan siswa cepat bosan. Ketidaklengkapan sarana dan prasarana mengakibatkan gangguan dalam mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Kemampuan guru sangat dituntut dan memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan prestasi dan keberhasilan siswa.

Kurikulum yang baik, interaksi antara guru dan siswa harus terlihat akrab. 3. Faktor masyarakat

Diantara faktor-faktor masyarakat yang banyak mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah media, pergaulan siswa dan kegiatan siswa dalam masyarakat. Rahayu (2002: 6) mengatakan ada empat faktor, yaitu:

1.

Mess media, misalnya bioskop, TV, majalah, radio dan lain-lain. 2.

Teman bergaul. 3.

Aktivitas dalam masyarakat. 4.

(17)

2.3 Sikap Siswa Dalam Belajar 2.3.1 Pengertian Sikap

Menurut Muhibbin (2011: 132), “Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendence) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif”.

Menurut Djaali (2008: 114), “Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu. Sikap bukan tindakan nyata (overt behavior) melainkan masih bersifat tertutup (covert behavior)”. Menurut Robert R.Gabe (Siskandar, 2008: 440), “Sikap merupakan kesiapan yang terorganisir yang mengarahkan atau mempengaruhi tanggapan individu terhadap obyek”.

Definisi sikap yang telah dikemukakan di atas, masih umum dan bersifat teoritis. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam pengukurannya, oleh sebab itu Show dan Wright (Azwar, 2000: 5) menyatakan bahwa, ”Sikap memiliki referensi atau kelas referensi yang spesifik dan membatasi konstruksi sikap komponen afektif saja”. Lebih jauh mereka mengemukakan, aspek afektif ini mendahului tingkah laku dan didasarkan pada proses kognitif.

Menurut Azwar, sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

(18)

sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin dapat mengubah sikap seseorang. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Dari semua pengertian yang di ungkapan di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyebabkan perasaan senang (positif/sangat positif) atau tidak senang (negatif/sangat negatif).

2.3.2 Tingkatan Sikap

Menurut Silverius (Riyono, 2005: 11), sikap meliputi lima tingkat kemampuan yaitu:

a. Menerima (Receiving)

Tingkat ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam suatu fenomena atau stimulus khusus, misalnya dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menanyakan, menyebutkan, mengikuti, dan menyeleksi.

b. Menanggapi/Menjawab (Responding)

Pada tingkatan ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadapnya. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menjawab, berbuat, melakukan, dan menyenangi.

(19)

Tingkat ini berkenaan dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap sesuatu obyek atau fenomena tertentu. Tingkat ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerimaan sampai pada tingkat komitmen yang lebih tinggi. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah membedakan, mempelajari, dan membaca.

d. Organisasi (Organization)

Hasil belajar pada tingkat ini berkenaan dengan organisasi suatu nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya). Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menyiapkan, mempertahankan, mengatur, menyelesaikan, dan menyusun.

e. Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai

Hasil belajar pada tingkat ini meliputi banyak kegiatan, tapi penekanannya lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa tersebut. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menerapkan, membenarkan cara pemecahan masalah, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini tingkatan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dijabarkan sebagai berikut:

1. Pada tingkat pertama (menerima), sikap positif siswa dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mengikuti pembelajaran matematika di kelas.

2. Pada tingkat kedua (menanggapi), siswa yang bersikap positif akan cenderung menyenangi pembelajaran matematika di kelas.

3. Pada tingkat ketiga (menilai), siswa yang bersikap positif akan berusaha untuk mempelajari materi matematika lebih dalam lagi. Sebagai contoh mempelajari materi matematika saat di rumah.

(20)

5. Pada tingkat kelima (karakteristik), siswa yang bersikap positif terhadap pembelajaran matematika akan berusaha menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari atau dapat berpikir kritis dalam menghadapi segala hal.

2.3.3 Pengukuran sikap

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap. Menurut Bloom (Annisa, 2011: 20) dalam pengajaran matematika dikenal dua kategori skala sikap yaitu “Interest and Attitude” dan “Appreciation”. Kategori pertama mencakup lima dimensi afektif, yaitu:

1. Attitude yaitu tingkat kecenderungan positif atau Eegative yang berhubungan dengan suatu objek psikologis.

2. Interest atau minat yaitu kecenderungan menghayati suatu objek untuk mengenal objek tersebut.

3. Motivation (motivasi) yaitu kekuatan yang ada didalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

4. Anxiety yaitu kecemasan seseorang yang disebabkan oleh rasa ketidakmampuannya dalam memecahkan suatu permasalahan.

5. Self – concept yaitu pandangan individu terhadap dirinya sendiri yang sangat dipengaruhi oleh anggapan dan pendapat dari orang lain.

Kategori kedua dibedakan atas tiga dimensi, yaitu:

1. Extrinsic Appreciation adalah aktivitas yang timbul akibat dari dorongan yang berasal dari luar diri individu.

2. Intrinsic Appreciation adalah aktivitas yang timbul karena adanya dorongan dari dalam diri individu itu sendiri.

3. Operational Appreciation adalah bentuk perbuatan intelektual yang mungkin terjadi selama proses berpikir.

Beberapa aspek sikap yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu: a. Keyakinan

(21)

mempelajari matematika dengan baik, tidak merasa gugup dan tertekan saat belajar matematika, dapat memecahkan masalah matematika tanpa banyak kesulitan, dan percaya pada diri sendiri saat mengerjakan soal matematika.

b. Nilai

Nilai dari kategori matematika dirancang untuk mengukur keyakinan siswa pada relevansi, kegunaan dan nilai matematika dalam kehidupan mereka sekarang dan di masa depan. Contohnya dengan memahami matematika ada keyakinan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, dan berusaha memperdalam pengetahuan tentang matematika misalnya mengikuti kursus matematika di luar sekolah.

c. Kenikmatan

Kenikmatan dari kategori matematika dirancang untuk mengukur sejauh mana siswa menikmati pelajaran matematika dan kelas matematika. Contohnya senang mengikuti pelajaran mattematika dan mengerjakan latihan soal maupun tugas matematika tepat waktu.

d. Motivasi

Kategori motivasi ini dirancang untuk mengukur minat dalam matematika dan keinginan untuk melanjutkan studi dalam matematika. Contohnya siswa merasa tertantang jika guru memberikan soal matematika yang sulit, dan merasa penting untuk mendapatkan penilaian ataupun penghargaan atas latihan soal atau tugas matematika.

(22)

Menurut Arcavi (2006: 2), “Sikap matematika adalah kecenderungan intelektual terhadap matematika dan pemecahan masalah, termasuk perspektif tentang apa matematika dan aktivitas matematika”. Khalik (2006: 2) menjelaskan bahwa, “Sikap matematika adalah faktor afektif yang sangat penting dalam menentukan perilaku siswa dalam pemikiran matematika dan pemecahan masalah karena upaya siswa dalam pemikiran matematis tergantung pada bagaimana mereka tertarik dalam pemecahan masalah atau pelajaran”.

Definisi sikap matematika juga dikemukakan oleh Katagiri (2006: 13), yang menegaskan bahwa ,”Mathematical thinking seperti sebuah sikap, di dalamnya dapat dinyatakan sebagai keadaan "mencoba untuk melakukan" atau "bekerja untuk melakukan" sesuatu. Hal ini tidak terbatas pada hasil yang diwakili oleh tindakan, seperti dalam "kemampuan untuk melakukannya," atau "bisa melakukan" atau "tidak bisa melakukan" sesuatu”.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat kita pahami bahwa sikap matematika merupakan suatu kencenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu aktifitas pemecahan masalah matematika. Perubahan sikap seorang siswa dapat diamati dalam proses pembelajaran. Dalam konteks pemecahan matematika dan aktivitas matematika maka sikap matematika dapat diukur pada empat dimensi pengukuran sikap yang disintesis berdasarkan definisi-definisi di atas yaitu:

1. Memahami masalah dan tujuan serta substansi masalah dengan jelas secara mandiri

2. Mencoba mengambil tindakan logis

3. Mencoba untuk mengekspresikan hal-hal dengan jelas dan ringkas

4. Mencoba mencari penyelesaian yang lebih baik.

(23)

2.4.1 Pengertian Pendidikan

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Ihsan (2003: 05), pendidikan dapat diartikan sebagai: 1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;

2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya;

3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat;

4. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.

2.4.2 Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran (Ihsan, 2003: 18). Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

(24)

(Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 17 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Menurut Ihsan (2003: 22), “Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah”.

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 18 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan (Ihsan, 2003: 23).

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 19 dan 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Menurut Undang-Undang No.2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:

(25)

2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat 3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat 4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tingkat pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan menurut jenjang pendidikan yang telah ditempuh, melalui pendidikan formal di sekolah berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, yaitu dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.

2.5 Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa

Menurut Slameto (2003: 60-64), “Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan”. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki sumber daya yang cenderung lebih besar, baik pendapatan, waktu, tenaga, dan jaringan kontak, yang memungkinkan mereka untuk terlibat lebih jauh dalam pendidikan anak. Dengan demikian, pengaruh tingkat pendidikan orang tua pada prestasi terbaik siswa mungkin direpresentasikan sebagai hubungan yang dimediasi oleh interaksi antara proses dan variabel status.

(26)

Dengan demikian, siswa yang orang tuanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi mungkin memiliki hal untuk kesempurnaannya belajar, keyakinan akan kemampuan yang lebih positif, orientasi kerja yang kuat, dan mereka mungkin menggunakan strategi belajar yang lebih efektif daripada anak-anak dengan orang tua yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah.

Sementara banyak teori para ahli dan peneliti yang berpendapat bahwa siswa yang memahami makna prestasi telah memiliki dasar-dasar yang cukup baik dalam proses sosialisasi, seperti belajar melalui pengamatan permodelan orangtuanya, yang lain berpendapat bahwa melalui kualitas pribadi mereka, anak-anak aktif terhadap bentuk pengasuhan yang mereka terima. Orang tua mensosialisasikan anak-anak mereka, tetapi anak-anak juga mempengaruhi orang tua mereka. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam membantu anak-anak mereka belajar. Dengan tingkat keyakinan tersebut maka diperkirakan akan berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan akademis anak-anak.

2.6 Tingkat Pendapatan Orang Tua

(27)

mencukupi kebutuhan hidup sehingga pendapatan dapat mempengaruhi seseorang untuk mengejar apa yang mereka cita-citakan.

Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Karsidi, 2008:34).

Di dalam menyekolahkan anak, masyarakat membutuhkan pembiayaan yang tidak sangat kecil sehingga membutuhkan suatu pengorbanan sehingga pendidikan itu dianggap sebagai suatu investasi di masa depan. Menurut Schultz (Soenarya, 2000: 31), “Pembiayaan yang dialokasikan untuk pendidikan tidak semata-semata bersifat konsumtif, tetapi lebih merupakan suatu investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu bagian investasi dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia”.

Investasi yang dilakukan masyarakat dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pengaruh pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pekerjaan yang mereka jalani. Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah:

1. Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan

(28)

3. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan

4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan

Menurut Lipton (Rustiadi, 2007: 99) , “Meskipun secara historis negara Asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan jumlahnya tidak banyak berkurang”. Kemudian secara umum dia menyimpulkan bahwa di dalam ekonomi telah terjadi misalokasi sumber daya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan yang dia sebut sebagai urban biased. Kita ketahui bahwa jumlah penduduk perdesaan lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk kota, namun bentuk permukiman penduduk perdesaan lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Sebagai akibatnya terjadi bias dalam alokasi sumber daya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah perdesaan dan kawasan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien. Keadaan tersebut menyebabkan kurangnya investasi dilakukan di wilayah perdesaan sebagai akibat dari transfer sumber daya yang berlebihan ke arah kota-kota yang tercermin dari kurangnya fasilitas jasa-jasa umum yang disediakan kepada masyarakat perdesaan yang miskin.

(29)

sangat jauhnya perjalanan murid-murid pergi ke sekolah dan jarang dikunjungi penyuluh pertanian, sehingga produktivitas mereka rendah.

Berdasarkan uraian di atas, pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung jenis/profesi pekerjaan yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan ada yang dibayarkan per hari, mingguan atau bulanan sehingga pendapatan inilah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik keperluan makan atau keperluan lain seperti untuk keberlanjutan pendidikan anak yang merupakan suatu investasi untuk masa depan.

2.7 Hubungan Tingkat Pendapatan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa

Pendidikan memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang cukup untuk berhasil, disamping potensi fisik dan mental yang dimiliki. Biaya pendidikan yang dimaksud di sini adalah biaya pendidikan formal, ketika biaya ini tidak dipenuhi pada saat diperlukan maka akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan kemajuan belajar anak.

(30)

kebutuhan pokoknya. Jadi bagaimana mungkin memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain bila kebutuhan pokok pun sulit dipenuhi”.

Sementara itu orang tua sendiri akan mengalami tekanan yang bersifat fundamental, sehingga tidak dapat memberikan dorongan dan dukungan bagi keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Lain halnya dengan orang tua yang perekonomiannya mapan, maka sang anak akan mendapatkan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan berbagai kesempatan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada alat-alatnya. Hubungan sosial antara orang tua dan anak akan berlainan coraknya apabila orang tua hidup dalam keadaan ekonomi yang serba cukup, sebab orang tua kurang mengalami tekanan yang sifatnya fundamental.

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa siswa dengan penghasilan orang tua yang besar akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Sedangkan bagi siswa dengan tingkat penghasilan orang tua rendah maka kesempatan untuk itu relatif sempit.

BAB III

(31)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu SMP Negeri 3 Sigli Kabupaten Pidie tahun pelajaran 2012/2013. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 s/d 30 April 2013.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti dalam suatu penelitian penetapan suatu objek penelitian merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan, karena penelitian itu sendiri bertujuan untuk mengambil kesimpulan objek secara keseluruhan. Sedangkan sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

Untuk memperoleh keterangan mengenai populasi dan sampel dalam penelitian ini, penulis mengutip pendapat Sudjana (2005 : 6) yang menyatakan bahwa, “Totalisme semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya dinamakan populasi. Adapun sebagian yang di ambil dari populasi disebut sampeling”.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto (2006 : 134) bahwa, “Apabila subjeknya kurang dari 100, sampelnya lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Akan tetapi, jika jumlah subyeknya besar, sampel dapat diambil di antara 10-15% atau lebih, tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana”. Sedangkan populasi penelitian ini lebih dari 100, maka peneliti ini mengambil sampel 15% dari populasi untuk

(32)

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 3 Sigli yang berjumlah 195 siswa. Kemudian diambil sampel sebanyak 15% dari 195 siswa yaitu 29,25 dan digenapkan menjadi 30 siswa.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Data yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan dalam penelitian agar hasil penelitian yang dibuat tidak menyimpang dari tujuan. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan beberapa tehnik pengumpulan data, meliputi:

a. Kuesioner/angket

Yang dimaksud dengan kuesioner/angket yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan cara memberikan daftar-daftar pertanyaan yang kemudian akan diisi oleh responden atau objek penelitian untuk memperoleh data. Pada penelitian ini, jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup atau kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya. Jawaban Kuesioner disusun untuk mengetahui kecocokan responden dengan indicator-indikator yang sudah disusun dengan menggunakan skala Likert.

(33)

sebab-akibat tersebut adalah pendidikan orang tua (X1), pendapatan orang tua (X2), sikap belajar matematika siswa (X3), terhadap prestasi belajar matematika siswa (Y).

Dalam penelitian ini, pertama-tama kuesioner dijustifikasi oleh dosen pembimbing (pakar), kemudian dilakukan uji tryout kuesioner sementara yang disebar kepada siswa SMP Negeri 2 Peukan Pidie sebanyak 30 orang. Uji tryout ini dilakukan untuk menguji validitas dan realibilitas dari kuesioner. Jika tidak valid dan reliabel, maka yang tidak valid akan dibuang. Jika benar-benar valid dan reliabel, maka akan digunakan untuk penelitian pada responden sesungguhnya.

b. Dokumentasi

Tehnik dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari catatan-catatan (dokumen) yang sudah ada. Tehnik ini digunakan sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh dari tehnik angket.Tehnik dokumentasi dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar matematika siswa berupa nilai raport siswa di SMP Negeri 3 Sigli semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

3.4. Uji Coba Instrumen

(34)

harus dilakukan uji coba instrumen. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel.

3.4.1. Uji Validitas

Validitas data menunjukkan seberapa jauh suatu test atau satu set dari operasi-operasi untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Jogiyanto, 2004: 120) dan Azwar S (2000: 5) mengartikan validitas sebagai sejauh mana kesempatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dalam pengujian instrumen pengumpulan data, validitas bisa dibedakan menjadi validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara faktor yang satu dengan yang lain ada kesamaan).

Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengorelasikan antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor), sedangkan pengukuran validitas item dengan cara mengorelasikan antara skor item dengan skor total item. Rumus yang digunakan dalam Uji Validitas Data adalah sebagai berikut:

r

xy

=

X2−

(

X

)

2

N

¿

(

N

Y2

(

Y

)

2

)

¿ ¿

√¿

N

XY

(

X

)(

Y

)

¿

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item

N = jumlah subyek X = skor suatu butir/item

(35)

Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di

atas lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid. Tapi bila rhitung dari rumus di atas

lebih kecil dari rtabel maka butir tersebut tidak valid.

Menurut Juliandi (2007, 7-9), berikut langkah – langkah yang digunakan untuk melakukan uji validitas menggunakan progam SPSS:

1. Buka progam SPSS

2. Masukan skor – skor angket dan total skornya di lembar editor SPSS. Lalu klik Variable View

3. Pada kolom label, isi dengan keterangan (item X ke 1, item X ke 2, item X ke 3, dan seterusnya) sesuai dengan jumlah butir pertanyaan, dan total X

4. Lalu klik menu Analyze, Correlate, Bivariat

5. Blok semua item (item X ke 1,dst), klik ikon panah, sehingga seluruhnya akan berpindah ke kotak variable, lalu klik OK

6. Selanjutnya, perhatikan tabel Correlations pada halaman Output.

Instrumen valid apabila nilai korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] ≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05.

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang (Priyanto, 2008: 25). Supardi (2005: 159) menjelaskan bahwa, “Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih”. Dalam setiap penelitian, adanya kesalahan pengukuran cukup besar karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran itu sangat diperhitungkan.

(36)

menunjukkan reliabiltas yang tinggi dan makin rendah kesalah pengukuran. Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.

Dalam menguji reliabilitas dalam penelitian ini digunkaan uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut.

r11=

[

k

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

σ

b2 = jumlah varian butir/item

Vt2 = varian total

Menurut Juliandi (2007, 11-12), berikut langkah – langkah yang digunakan untuk melakukan uji reliabilitas menggunakan progam SPSS:

1. Pada progam SPSS, klik menu Analyze, Scale, Reliability Analysis

2. Blok butir – butir item pertanyaan, lalu pindahkan ke kotak items dengan mengklik tanda panah.

3. Pada menu Model, pilih salah satu, misalnya Alpha, lalu klik OK.

Suatu angket dikatakan reliable (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk menginterpretasikan tingkat keandalan dari instrument digunakan patokan dari Suharsimi Arikunto adalah sebagai berikut:

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,799 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,599 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,399 Rendah Antara 0,000 sampai dengan 0,199 Sangat rendah

(37)

Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel bila koefisien reliabilitas (r11) ≥ 0,6. Sedangkan bila koefisien reliabilitas (r11) < 0,6 maka instrumen

penelitian tidak reliabel.

3.5. Teknik Pengolahan Data

3.5.1 Uji Prasyarat Analisis 3.5.1.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data suatu variabel normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal merupakan salah satu syarat dilakukannya parametrik-test, sedangkan data yang tidak berdistribusi normal analisisnya menggunakan non-parametrik test. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode lilliefors sebagai berikut:

a. Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal b. Taraf signifikansi = 5%

c. Statistika uji

L = maks {[F(Zi) – S(Zi)]}

Dimana:

F(Zi) = P(Z ≤ Zi); Z ~ N(0,1)

S(Zi) = proporsi cacah Z ≤ Zi terhadap seluruh Zi

Zi =

(x1−x)

S ; S =

n

fi xi2− (

fixi)2

n (n - 1)

S = standar deviasi,

x

= mean sampel

(38)

Dk = {L L > Lα dari table lilliefors}

e. Kesimpulan

Ho ditolak jika L ¿ daerah kritik

Ho diterima jika L ¿ daerah kritik (Budiyono, 2000 : 169-170)

Menurut Ghozali (2009: 37) berikut langkah – langkah yang digunakan untuk melakukan uji normalitas menggunakan progam SPSS:

1. Pada progam SPSS, klik menu Analyze, Nonparametric tests, 1-sample K-S 2. Selanjutnya masukkan data variabel yang ingin diuji normalitasnya ke kolom

Test Variable List 3. Lalu klik OK

Kriteria pengujian adalah tolak Ho nilai sig. (P-value) < 0,05 dan terima Ho jika nilai sig. (P-value) ≥ 0,05.

3.5.1.2 Uji Linearitas Data

Uji linearitas digunakan untuk menguji apakah hubungan antara setiap variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian bersiat linear atau tidak. Sebelum menggunakan uji linearitas terlebih dahulu dicari persamaan regresinya. Dalam mencari persamaan regresi ini digunakan metode kuadrat terkecil.

Persamaan regresi : Y = a + bx

Statistik uji: F = s2Tc

s2e (Sudjana, 2002 : 15-18) Keterangan:

s = standar deviasi

Tc = rata-rata jumlah kuadrat e = jumlah kuadrat

(39)

Ho : model regresi linier H1 : model regresi tidak linier Keputusan uji:

Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel dengan α = 5%, dk = k-3

Menurut Santoso (2000: 48) langkah – langkah yang digunakan untuk melakukan uji linearitas menggunakan progam SPSS adalah sebagai berikut:

1. Klik Analyze - Compare Mean – Mean

2. Masukkan predictor (variabel bebas) ke Independent List dan variabel terikat ke Dependent List.

3. Klik Option dan Tandai Test For Linierity.

4. Kemudian klik OK.

Perhatikan Sig pada Deviation From Linierity. Jika Sig > 0.05, maka dinyatakan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah Linier. Jika sig < 0.05, dapat dinyatakan hubungan yang terjadi adalah tidak Linier (model signifikansinya terbalik dengan uji hipotesis).

3.5.1.3 Uji Multikolinieritas

(40)

r

xy

=

X2−

(

X

)

2

N

¿

(

N

Y2

(

Y

)

2

)

¿ ¿

√¿

N

XY

(

X

)(

Y

)

¿

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi X dan Y N = jumlah responden

XY

= total perkalian skor X dan Y

Y

= jumlah skor variabel Y

X

= jumlah skor variabel X

X

2 = total kuadrat skor variabel X

Y

2 = total kuadrat skor variabel Y (Arikunto, 2006 : 213)

Pengujian multikolinieritas melalui SPSS menurut Wijaya (2010: 51) dapat dilakukan dengan langkah berikut:

1. Buka progam SPSS

2. Pilih menu Analyze – Regression – Linier 3. Pada kotak Dependent, isikan variabel terikat 4. Pada kotak Independent, isikan variabel bebas 5. Pada kotak Method, isikan Enter

6. Pilih menu Statistic untuk memunculkan kotak dialog linear Regression : Statistic

7. Beri tanda pada pilihan Colinearity Diagnostic. Lalu klik continue

(41)

Deteksi multikolinieritas berdasarkan VIF dan Tolerence, yaitu model regresi bebas multikolinieritas bila mempunyai nilai VIF sekitar 1 dan angka Tolerance mendekati 1. Deteksi multikolinieritas berdasarkan korelasi antar variabel bebas, yaitu model regresi bebas multikolinieritas bila koefisien korelasi antar variabel bebas kecil (dibawah 0,5).Berdasarkan kedua kriteria tersebut dapat dilihat apakah model regresi yang dianalisis terjadi multikolinieritas atau tidak.

3.5.2 Uji statistik 3.5.2.1 Analisis Jalur

Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk menganalisis pola hubungan

antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui hubungan langsung atau tidak

langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).

Analisis jalur (path analysis) untuk pertama kali diperkenalkan oleh biolog bernama

Sewall Wright pada tahun 1921 dan selanjutnya dikembangkan ke dalam ilmu-ilmu

sosial oleh sosiolog O.D. Duncan pada tahun 1960.

Aspek teoritis analisis jalur model Sewall Wright tidak ada hal baru, analisis

regresi klasik dapat digunakan sehingga asumsi-asumsi regresi klasik terikat pada

analisis jalur tersebut. Tujuan analisis jalur adalah apakah model yang diusulkan

cocok tidak dengan data, yaitu dengan cara membandingkan matriks korelasi teoritis

dengan matriks korelasi empiris. Jika kedua matriks relatif sama, maka model

dikatakan cocok atau fit. Manfaat dari model analisis jalur adalah untuk menjelaskan

fenomena yang diteliti, memprediksi nilai variabel terikat (Y) berdasarkan nilai

(42)

Langkah-langkah menguji analisis jalur adalah sebagai berikut (Kuncoro,

2008: 116-117):

4. Merumuskan hipotesis dan persamaan struktural

5. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi

a. Gambar diagram jalur lengkap dengan sub-sub struktural yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

b. Menghitung koefisien regresi yang telah dirumuskan

6. Menghitung koefisien jalur secara srimultan (keseluruhan) Pengujian keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:

H0 : ρy x1 = ρyx2

= … =

ρy xk

= 0

H1 : ρy x1 = ρyx2

= … =

ρy xk

≠ 0

a. Kaidah pengujian signifikan secara manual : menggunakan tabel F F = (nk−1)Ryxk

2 k

(

1−R2yxk

)

Keterangan:

N = jumlah sampel

K = jumlah variable eksogen R2yxk =

R

square

Dengan taraf signifikan α = 0,05, mencari nilai Ftabel menggunakan tabel F dengan rumus :

Ftabel = F{(1-α)(dk = k), (dk = n-k-1)}

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak H0 artinya signifikan dan Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka terima H0 artinya tidak signifikan b. Kaidah pengujian signifikansi

7. Menghitung koefisien jalur secara individu

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis

(43)

Ha : ρy xk

> 0

H0 : ρy xk

= 0

Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t yang dihitung

dengan rumus (Kuncoro, 2008: 117)

tk= ρxi seρ k

; (dk = n – k - 1)

Keterangan

:

ρxi = Koefisien regresi dari variabel X

seρk = Standard error koefisien regresi

8. Mencari besar kontribusi bersama atau koefisien determinasi (KD) dengan mengalikan Rsquare dengan 100%

9. Meringkas dan menyimpulkan

BAB IV

PEMBAHASAN

(44)

4.1.1 Uji Validitas

a. Hipotesis :

Ho : Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor (item valid)

H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor (item tidak valid) b. Pengambilan keputusan

Syarat :

Ho diterima : jika rhitung positif dan rhitung ≥ rtabel Ho ditolak : jika rhitung negative dan rhitung < rtabel

Untuk mendapatkan nilai rtabel dapat dihitung dengan rumus :

rtabel = t

t2

+df Dimana: t = ttabel df = N – 2

N = jumlah sampel

rtabel = 1,701

1,7012

+30−2

= 0,306

4.1.1.1 Uji Validitas Variabel pendidikan orang tua (X1)

(45)

Tabel 4.1 Uji Validitas variabel pendidikan orang tua (X1) pendidikan terakhir ayah 3.1667 .695 .495 .245 .a

pendidikan terakhir ibu 3.3000 .769 .495 .245 .a

Nilai rhitung setiap item dapat dilihat dalam kolom Corrected Item-Total Correlation :

rhitung = 0,495 rtabel = 0,306

rhitung positif dan rhitung ≥ rtabel, sehingga H0 diterima.

Dari hasil uji coba instrumen penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dari 2 item yang diujikan untuk variabel pendidikan orang tua (X1), semua item dinyatakan valid sehingga bisa dipakai untuk penelitian selanjutnya.

4.1.1.2 Uji Validitas Variabel pendapatan orang tua (X2)

(46)

Tabel 4.2 Uji Validitas variabel pendapatan orang tua (X2)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted pendapatan perbulan ayah 1.4000 .455 .471 .222 .a

pendapatan perbulan ibu 2.2667 .271 .471 .222 .a

rhitung = 0,471 rtabel = 0,306

rhitung positif dan rhitung ≥ rtabel, sehingga H0 diterima.

Dari hasil uji coba instrumen penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dari 2 item yang diujikan untuk variabel pendapatan orang tua (X2), semua item dinyatakan valid sehingga bisa dipakai untuk penelitian selanjutnya.

4.1.1.3 Uji Validitas Variabel sikap siswa (X3)

Untuk variabel ini, terdapat dua puluh (20) pertanyaan yang mewakilinya. Dalam mengolah data ini, peneliti menggunakan bantuan progam SPSS 16.0, maka didapat hasil sebagai berikut:

(47)

Item-Total Statistics sikap positif (S1) 68.0667 84.685 -.324 .511 .864 sikap negatif (S2) 67.9000 67.266 .581 .802 .806 sikap negatif (S3) 67.6000 69.421 .512 .797 .811 sikap positif (S4) 67.4000 69.283 .611 .820 .807 sikap negatif (S5) 68.2000 66.993 .570 .829 .806 sikap positif (S6) 67.2667 70.685 .511 .821 .811 sikap positif (S7) 67.4333 77.013 .074 .716 .830 sikap negatif (S8) 67.6667 68.782 .701 .824 .803 sikap negatif (S9) 68.4333 68.047 .572 .774 .807 sikap positif (S10) 67.3333 70.368 .600 .778 .808 sikap negatif (S11) 68.8667 74.809 .183 .784 .827 sikap positif (S12) 67.4667 73.361 .338 .850 .819 sikap negatif (S13) 68.6333 71.413 .499 .583 .813 sikap negatif (S14) 68.5000 71.293 .342 .723 .820 sikap negatif (S15) 67.7333 71.099 .407 .711 .816 sikap positif (S16) 67.1333 71.706 .564 .875 .811 sikap negatif (S17) 68.1000 68.369 .601 .888 .806 sikap positif (S18) 67.4000 73.972 .337 .684 .820 sikap negatif (S19) 67.7000 71.321 .332 .849 .821 sikap positif (S20) 67.1333 72.947 .452 .807 .815

Nilai rhitung setiap item dapat dilihat dalam kolom Corrected Item-Total Correlation :

(48)

Tabel 4.4 Uji Validitas variabel sikap siswa (X3) setelah item tidak valid dikeluarkan sikap negatif (S2) 58.1667 67.247 .582 .753 .865 sikap negatif (S3) 57.8667 69.292 .521 .783 .867 sikap positif (S4) 57.6667 68.782 .649 .761 .862 sikap negatif (S5) 58.4667 66.120 .622 .750 .863 sikap positif (S6) 57.5333 70.395 .532 .799 .867 sikap negatif (S8) 57.9333 68.547 .720 .806 .860 sikap negatif (S9) 58.7000 67.872 .583 .768 .864 sikap positif (S10) 57.6000 70.386 .599 .763 .865 sikap positif (S12) 57.7333 72.754 .384 .822 .872 sikap negatif (S13) 58.9000 71.610 .484 .509 .869 sikap negatif (S14) 58.7667 70.875 .366 .714 .875 sikap negatif (S15) 58.0000 71.241 .398 .653 .873 sikap positif (S16) 57.4000 71.903 .546 .829 .867 sikap negatif (S17) 58.3667 68.585 .587 .843 .864 sikap positif (S18) 57.6667 74.161 .321 .626 .874 sikap negatif (S19) 57.9667 70.378 .386 .848 .874 sikap positif (S20) 57.4000 73.559 .398 .772 .872

Semua item dinyatakan valid sehingga bisa dipakai untuk penelitian selanjutnya.

4.1.2 Uji Reliabilitas

(49)

Ho: Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor (item reliabel)

H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor (item tidak reliabel)

b. Pengambilan keputusan Syarat :

Ho diterima : jika ralpha positif dan ralpha ≥ 0,6 Ho ditolak : jika ralpha negatif dan r alpha < 0,6

4.1.2.1 Uji Reliabilitas Variabel pendidikan orang tua

Tabel 4.5 Uji Reliabilitas variabel pendidikan orang tua (X1)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items .662 .662 2

Nilai Cronbach’s Alpha diatas terlihat sebesar 0.662 maka dapat dikatakan bahwa data diatas bersifat reliabel karena ralpha ≥ 0,6.

4.1.2.2 Uji Reabilitas Variabel pendapatan orang tua

(50)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items .626 .640 2

Nilai Cronbach’s Alpha diatas terlihat sebesar 0.626 maka dapat dikatakan bahwa data diatas bersifat reliabel karena ralpha ≥ 0,6.

5. Variabel sikap siswa

Tabel 4.7 Uji Reliabilitas variabel sikap siswa (X3)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items .875 .879 17

Nilai Cronbach’s Alpha diatas terlihat sebesar 0.875 maka dapat dikatakan bahwa data diatas bersifat reliabel karena ralpha ≥ 0,6. Karena semua item sudah valid dan reliabel, maka kuesioner sudah bisa digunakan dalam penelitian selanjutnya.

5.1 Uji Prasyarat Analisis

(51)

a. Hipotesis :

Ho : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1 : data berasal dari populasi yang terdistribusi tidak normal b. Pengambilan keputusan

Dengan menggunakan analisis data dengan SPSS 16.0, pengambilan keputusannya adalah:

Ho diterima : jika nilai sig ≥ 0,05 Ho ditolak : jika nilai sig < 0,05

5.1.1.1 Uji Normalitas Variabel Pendidikan Orang Tua (X1)

Tabel 4.8 Uji Normalitas variabel pendidikan orang tua (X1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pendidikan orang tua

N 30

Normal Parametersa Mean 2.3667

Std. Deviation .70629 Most Extreme Differences Absolute .208 Positive .125 Negative -.208 Kolmogorov-Smirnov Z 1.140 Asymp. Sig. (2-tailed) .148 a. Test distribution is Normal.

(52)

5.1.1.2 Uji Normalitas Variabel Pendapatan Orang Tua (X2)

Tabel 4.9 Uji Normalitas variabel pendapatan orang tua (X2)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pandapatan orang tua

N 30

Normal Parametersa Mean 1.9167

Std. Deviation .41695 Most Extreme Differences Absolute .213 Positive .208 Negative -.213 Kolmogorov-Smirnov Z 1.164 Asymp. Sig. (2-tailed) .133 a. Test distribution is Normal.

Dari hasil diatas terlihat bahwa data pendapatan orang tua siswa memiliki nilai sig = 0,133. Karena Nilai sig > 0,05, maka H0 diterima. Jadi, data pendapatan orang tua siswa berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

5.1.1.3 Uji Normalitas Variabel Sikap Siswa (X3)

(53)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sikap siswa

N 30

Normal Parametersa Mean 3.6353

Std. Deviation .35944 Most Extreme Differences Absolute .113 Positive .113 Negative -.067 Kolmogorov-Smirnov Z .617 Asymp. Sig. (2-tailed) .841 a. Test distribution is Normal.

Dari hasil diatas terlihat bahwa data sikap siswa memiliki nilai sig = 0,841. Karena Nilai sig > 0,05, maka H0 diterima. Jadi, data sikap siswa berasal dari populasi yang terdistribusi normal

5.1.1.4 Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Matematika Siswa

(54)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

prestasi matematika

siswa

N 30

Normal Parametersa Mean 7.4600

Std. Deviation .38291 Most Extreme Differences Absolute .192 Positive .192 Negative -.121 Kolmogorov-Smirnov Z 1.050 Asymp. Sig. (2-tailed) .220 a. Test distribution is Normal.

Dari hasil diatas terlihat bahwa data prestasi belajar matematika siswa memiliki nilai sig = 0,220. Karena Nilai sig > 0,05, maka H0 diterima. Jadi, data prestasi belajar matematika siswa berasal dari populasi yang terdistribusi normal

5.1.2 Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya.

a. Hipotesis:

(55)

Dengan menggunakan analisis data dengan SPSS 16.0, pengambilan keputusannya adalah:

Jika nilai sig ≥ 0,05, maka terima Ho Jika nilai sig < 0,05, maka tolak Ho

5.1.2.1 Uji Linieritas Variabel Pendidikan Orang Tua (bebas) dengan Variabel Sikap Siswa (terikat)

Tabel 4.12 Uji linieritas variabel pendidikan orang tua (X1) dengan variable sikap siswa (X3)

Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai sig = 0,863. Karena nilai sig > 0,05 maka terima H0, berarti model regresi linier.

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. sikap siswa *

pendidikan orang tua

Between Groups

(Combined) 1.039 5 .208 1.843 .142 Linearity .896 1 .896 7.941 .010 Deviation from

Linearity .143 4 .036 .318 .863 Within Groups 2.707 24 .113

(56)

5.1.2.2 Uji Linieritas Variabel Pendapatan Orang Tua (bebas) dengan Variabel Sikap Siswa (terikat)

Tabel 4.13 Uji linieritas variabel pendapatan orang tua (X2) dengan variable sikap siswa (X3)

D Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai sig = 0,719. Karena nilai sig > 0,05 maka terima H0, berarti model regresi linier.

5.1.2.3 Uji Linieritas Variabel Pendidikan Orang Tua (bebas) dengan Variabel Prestasi Belajar Matematika Siswa (terikat)

Tabel 4.14 Uji linieritas variabel pendidikan orang tua (X1) dengan variable prestasi belajar matematika siswa (Y)

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. sikap siswa *

pendapatan orang tua

Between Groups

(Combined) .154 3 .051 .372 .774 Linearity .062 1 .062 .448 .509 Deviation from

Linearity .092 2 .046 .335 .719 Within Groups 2.707 3.592 26 .138

(57)

Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai sig = 0,857. Karena nilai sig > 0,05 maka terima H0, berarti model regresi linier.

5.1.2.4 Uji Linieritas Variable Pendapatan Orang Tua (bebas) dengan Variable Prestasi Belajar Matematika Siswa (terikat)

Tabel 4.15 Uji linieritas variabel pendapatan orang tua (X2) dengan variable prestasi belajar matematika siswa (Y)

ANOVA Table

(Combined) 2.054 5 .411 4.486 .005 Linearity 1.934 1 1.934 21.123 .000 Deviation from

Linearity .120 4 .030 .327 .857 Within Groups 2.707 2.198 24 .092

Total 3.747 4.252 29

(Combined) .205 3 .068 .440 .727 Linearity .004 1 .004 .029 .867 Deviation from

Linearity .201 2 .100 .645 .533 Within Groups 2.707 4.047 26 .156

(58)

Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai sig = 0,533. Karena nilai sig > 0,05 maka terima H0, berarti model regresi linier.

5.1.2.5 Uji Linieritas Variabel Sikap Siswa (bebas) dengan Variabel Prestasi Belajar Matematika Siswa (terikat)

Tabel 4.16 Uji linieritas variabel sikap siswa (X3) dengan variable prestasi belajar matematika siswa (Y)

Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai sig = 0,933. Karena nilai sig > 0,05 maka terima H0, berarti model regresi linier.

5.1.3 Uji Multikolinieritas

Dalam uji multikolinieritas, menuntut bahwa antar variabel X tidak boleh ada korelasi yang sangat tinggi, yaitu apabila harga rhitung lebih besar 0,800. Dengan menggunakan analisis data dengan SPSS 16.0, didapat hasil sebagai berikut:

Table 4.17 Uji Multikolinieritas

(Combined) 2.842 17 .167 1.423 .271 Linearity 2.002 1 2.002 17.039 .001 Deviation from

Linearity .840 16 .052 .447 .933 Within Groups 2.707 1.410 12 .117

Gambar

Gambar diagram jalur lengkap dengan sub-sub struktural yang sesuai
Tabel 4.1 Uji Validitas variabel pendidikan orang tua (X1)
Tabel 4.2 Uji Validitas variabel pendapatan orang tua (X2)
Tabel 4.4 Uji Validitas variabel sikap siswa (X3) setelah item tidak valid dikeluarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa lingkungan belajar dan pola asuh orang tua bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar

Mengetahui terdapat hubungan yang positif dan Signifikan secara bersama-sama antara Prestasi Belajar Kompetensi Kejuruan dan Dukungan Orang Tua dengan Pilihan

Hal ini dapat diartikan bahwa keaktifan berorganisasi (X 1 ), variabel bebas prestasi belajar (X 2 ) secara bersama-sama (simultan) dinilai kuat memengaruhi

(3) Terdapat Pengaruh yang signifikan pada Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Disiplin Belajar Siswa secara bersama-sama terhadap Prestasi Belajar Siswa yang

Dari pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan latar belakang pendidikan orang tua (X1), prestasi belajar PAI siswa (X2) dan

Dapat disimpulkan bahwa hubungan berada dalam kategori rendah dan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan formal orang tua dengan

Artinya tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan orang tua dan keaktifan dalam proses akademik secara bersama- sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Penelitian menghasilkan pokok-pokok kesimpulan antara lain : Ada pengaruh yang signifikan dan positif serta berkadar sangat kuat sikap orang tua dalam mendidik anak terhadap prestasi