RINGKASAN TULISAN DALAM BUKU
PENERAPAN PRINSIP PROPORSIONALITAS TERHADAP PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK DALAM KONFLIK BERSENJATA1
Oleh: Indira Dwi Astari2
RINGKASAN
Perkembangan tegnologi perang saat ini sudah sangat pesat, salah satu contoh penemuan tegnoogi perang yaitu Unmanned Aircraft System atau pesawat tanpa awak. Tegnologi ini tidak luput dari pro-kontra, terdapat pandangan keberadaan pesawat tanpa awak dapat mengurangi keterlibatan tentara militer di medan perang, sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa pesawat tanpa awak harus dilarang karena akuransinya diragukan.
Pesawat tanpa awak merupakan bagian dari perkembangan tegnologi perang modern. Pesawat tersebut telah dilengkapi pula dengan persenjataan sehingga dapat ikut bertempur di medan perang. Kemunculan pesawat tanpa awak ini sendiri mendapatkan dukungan dari pengamat karena penggunaannya lebih efesien dalam menentukan target secara cepat sehingga meminimalis korban seperti penduduk sipil. Pesawat tanpa awak telah dibekali kemampuan dalam menangkap informasi dilapangan dengan cepat dan tentunya pesawat tanpa awak masih dikendalikan manusia sehingga keputusannya sesuai dengan kehendak pengendalinnya.
Negara-negara yang mengembangkan tegnologi ini harus mencermati penggunaanya harus sesuai dengan hukum humaniter, sesuai dengan Pasal 36 Protokol Tambahan 1 Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Korban-Korban Pertikaian-Pertikaian Bersenjata Internasional 1977. Dalam pasal tersebut disimpulkan bahwa meskipun pesawat tanpa awak diciptakan diciptakan untuk memperkuat armada pertahanan suatu negara, tetapi penggunaannya harus sejalan dengan hukum humaniter. Mengingat bahwa hukum humaniter tidak hanya berfungsi mengatur perilaku permusuhan, tetapi secara langsung pula mengatur perlindungan korban konflik bersenjata.
Negara yang cukup sering menggunakan pesawat tanpa awak yaitu, Amerika Serikat. Tipe yang dimiliki oleh Angkatan Undara AS yaitu, MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper. Kedua tipe ini sangat dikenal dengan kemampuannya melemahkan target teroris, tetapi kegiatan melemahkan teroris menyebabkan banyak korban sipil di Pakistan (data: 3.428 korban meninggal dan 1.266 korban luka). Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan pesawat tanpa awak juga menyebabkan korban sipil pula.
Pesawat tanpa awak harus digunakan secara proposional dalam konflik bersenjata. Prinsip proposionalitas wajib diterapkan dalam penggunaan pesawat tanpa awak untuk menghindari korban sipil. Prinsip ini dapat dijelaskan fungsinya yaitu dalam rangka mencapai keberhasilan perang, negara tidak diperkenankan menjadikan penduduk sipil sebagai target atau tameng dalam permusuhan. Prinsip proposionalitas telah diterima sebagai sa;ah satu hukum kebiasaan internasional. Sehingga setiap negara yang terikat pada prinsip prinsip
1 Heriyanto, Dodik S.N., “Penerapan Prinsip Proporsionalitas terhadap Penggunaan Pesawat Tanpa Awak dalam Konflik Bersenjata”, dalam Denny Ramdhani, et. al, Konteks dan Perspektif Politik Terkait Hukum Humaniter Internasional Kontemporer, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm.211-224.
proposionalitas dalam konflik bersenjata. Dalam ketentuan Statuta Roma 1998 tersebut memberikan persyaratan dapat diterapkannya prinsip proposional tersebut antara lain: 1). harus dapat terdapat upaya antisipasi untuk mencegah timbulnya korban dari penduduk sipil; 2). harus terdapat upaya atisipasi untuk mencapai kepentingan militer;3) dimna upaya tersebut jelas dilakukan secara berlebihan dalam hubungannya untuk melakukan upaya yang kedua tersebut.
Berdasarkan pencermatan terhadap beberapa dokumen yang hukum yang ada, setidaknya terdapat beberapa ukuran atau batasan dalam menggunakan pesawat pesawat tanpa awak secara proposionalitas, antara lain:
1. Penduduk sipil harus mendapat prioritas utama dalam perlindungan. 2. Penggunaanya harus dilakukan dengan kendali langsung manusia. 3. Penggunaannya tidak boleh bertentangan hukum humaniter.
DAFTAR PUSTAKA
Heriyanto, Dodik S.N., “Penerapan Prinsip Proporsionalitas terhadap Penggunaan Pesawat Tanpa Awak dalam Konflik Bersenjata”, dalam Denny Ramdhani, et. al, Konteks dan Perspektif Politik Terkait Hukum Humaniter Internasional Kontemporer,