• Tidak ada hasil yang ditemukan

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN DAN TEKNOLOGI PRODUKSI IKAN BETUTU ( Oxyeleotris marmorata Blkr) DENGAN SISTEM TERKONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN DAN TEKNOLOGI PRODUKSI IKAN BETUTU ( Oxyeleotris marmorata Blkr) DENGAN SISTEM TERKONTROL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN DAN TEKNOLOGI PRODUKSI

IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata Blkr)

DENGAN SISTEM TERKONTROL

Zaf r il Im r an Az w ar dan Ir m a M elat i

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sem pur No. 1, Bogor 16154

E- m ail: zafril_ia@yahoo.com

(Naskah diterima: 19 April 2011; Disetujui publikasi: 8 November 2011)

ABST RAK

Suat u percobaan unt uk m em perbaiki sint asan ikan bet ut u f ase “Growt h out ” t elah dilakukan di Laboratorium Basah Balai Riset Perikanan Budidaya Ar Tawar, Bogor. Wadah percobaan yang digunakan adalah fiber glass berdiam eter 1,5 m dan ketinggian 0,5 m . Wadah dirancang sistem resirkulasi, m elalui bak stok air (2,5 m3) dan bak pem anasan air (0,6 m3), kem udian pada m asing- m asing wadah pem eliharaan dirancang biofilter yang berfungsi m em bersihkan air. Air dari bak stok, dialirkan ke dalam bak pem anasan, kem udian didist ribusikan ke wadah pem eliharaan (6 unit ) secara gravit asi. Dengan adanya sistem pem anasan suhu air dalam bak pem eliharaan dipertahankan 28oC- 29oC. Pada m asing- m asing bak ditebar 25 ekor ikan betutu ukuran sekitar 40± 3,7 g. Sebagai perlakuan dalam percoban ini adalah frekuensi pem berian pakan yaitu pem berian 2 kali (pukul 08.00 dan 16.00); 3 kali (pukul 08.00, 12.00, dan 16.00); dan 4 kali (pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00). Percobaan dilaksanakan dengan rancangan acak kelom pok, dan terdiri atas tiga kelom pok periode waktu sebagai ulangan (blok). Setiap p er i od e p er cob aan d i l ak san ak an sel am a 6 0 h ar i . Pak an yan g d i g u n ak an d al am p er co b aan ad al ah i k an r u cah , Tubifex b ek u , d an d i b er i k an d en g an p r i n si p dikenyangkan (ad satiasi). Param eter yang dievaluasi adalah penam bahan bobot badan, laju pert um buhan spesif ik, dan sint asan. Sebagai param et er penunjang adalah laju p eng osong an l am b ung d an usus, ser t a p r of i l enz i m p r ot ease p ad a usus. Unt uk m end ap at k an d at a ini d ilak uk an p er cob aan t er p isah, d engan m enggunak an ik an berbobot sekit ar 40 g sebanyak 60 ekor. Ikan diberi pakan hingga kenyang, kem udian dilakukan sampling setiap 30 m enit, isi organ pecernaan diam ati dan ditim bang, juga dilakukan pengam atan enzim protease. Hasil percobaan m em perlihatkan, bahwa laju pertum buhan spesifik dan penam bahan bobot tertinggi dicapai pada pem berian pakan 2 kali/ hari. Lam bung ikan bet ut u akan kosong set elah 6 jam dari saat pem berian pakan, sedangkan profil enzim prot ease m em perlihat kan pola yang sejalan dengan laju pengosongan lam bung.

KATA KUNCI: f r ek uensi pem ber ian pak an, t ek nik k ult ur benih, ik an bet ut u, laju per t um buhan

ABST RACT : Feeding frequency and culture technique of betutu (Oxyeleotris marmorata Blk r) in cont rolled syst em . By: Zaf ril Im ran Az w ar a n d I r m a M e l a t i

(2)

PENDAHULUAN

Kelestarian terhadap populasi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr) di alam habi-t ahabi-t nya sudah harus diperhahabi-t ikan, m engingahabi-t t ingkat eksploit asi yang t inggi sebagai ikan k onsum si m aup un seb ag ai sum b er b eni h unt uk budidaya pem besaran, t anpa adanya upaya pemulihan stok populasi. Produksi ikan konsum si hasil t angkapan di alam cenderung m enurun, tercerm in dari m enurunnya ukuran rata- rata hasil tangkapan. Demikian pula hasil t angkapan benih ukuran siap t ebar (100- 150 g) pem besaran, cenderung sem akin sulit . Hal ini tercermin dari semakin banyaknya keramba t ancap yang t id ak op er asi lagi d i wilayah b u d i d aya (Su m at er a Sel at an , Kal i m an t an Selat an, Kalim ant an Barat , dan Kalim ant an Tim ur). Di sisi lain, perm intaan terhadap jenis ikan ini dari tahun ke tahun semakin meningkat baik di pasar international maupun lokal.

Penelit ian t er had ap asp ek r ep r od uk si, pem eliharaan larva, dan benih uk uran fry unt uk t uj uan produk si m assal benih t elah b an yak d i l ak u k an . Dar i asp ek r ep r od u k si diket ahui bahwa ikan bet ut u dapat m em ijah sepanjang t ahun dengan jum lah t elur 5.000 hingga 25.000 but ir t ergant ung bobot induk (Azwar et al., 2003). Dari pengamatan ini, dapat

d i si m p u l k an b ah wa i k an b et u t u m em i l i k i p o t en si u n t u k d i k em b an g k an p r o d u k si benihnya. Penelit ian bersif at kom ponen riset t elah m endapat kan inf orm asi m engenai t ek-nologi produksi benih, aspek t ingkah laku makan pada stadia awal dan ukuran fry hingga benih um ur 60 hari (Azwar et al., 2005). Hasil uji coba produksi benih ikan bet ut u secara m assal d ar i st ad i a aw al , t er cat at b ah w a sint asan m asih sangat bervariasi m aksim al mencapai 20% pada kisaran umur benih antara 14- 21 hari. Fase krit is produksi benih, pada saat awal mencari makan dari luar, karena pada f ase ini dibut uhkan ukuran m akanan yang sangat kecil (< 60 µm). Selain bergantung pada k et er sed i aan p ak an al am i , k eb er h asi l an p r o d u k si j u g a san g at d i p en g ar u h i o l eh kestabilan suhu medium kultur (28oC- 29oC) dan cara perawatan. Percobaan penggunaan pakan alam i subst it usi Moina sp. t erhadap art em ia p ad a b en i h u si a 2 4 h ar i h i n g g a 6 0 h ar i m em perlihat kan bahwa subst it usi sebanyak 50% m em berikan respons pertum buhan yang terbaik, dengan tingkat sintasan masih rendah m encapai 50% (Azwar et al., 2005). Penelitian lebih lanjut unt uk benih um ur 30 hingga 60 hari m em perlihat kan bahwa Moina sp. yang diperkaya dengan minyak ikan atau telur ayam m au p u n m ak an an b u at an (5 0 µ m ) d ap at fiberglass tank each 1.5 m in diameter and 0.5 m in height. The containers were arranged to constitute a recirculatory system with a water supply tank of 2.5 m3 in volume and a water-heating tank of 0.6 m3 in volume in which a biofilter was installed to clean up the water. Water from the supply tank flowed into the heating tank from which the water was then distributed by gravitation into the rearing tanks (6 units). By using a heating system, the water temperatures in the rearing containers were maintained within 28oC-29oC. Into each rearing tank, 25 betutu individuals of 40±3.7 g body weight were stocked. The treatments tested were different fish feeding frequencies, namely two times daily (at 08.00 am and 04.00 pm), three times daily (at 08.00 am, 12.00 noon, and 04.00 pm) and four times daily (at 08.00 am, 12.00 noon, 04.00 pm, and 8.00 pm). The same experiment was repeated three times in three different times each lasting for 60 days. The experimental design used was the randomized block design with three blocks. The fish were fed to satiation with trash fish, frozen Tubifex sp. The parameters evaluated were body weight gain, specific growth rate, survival rate, and the profile of enzymes proteases of digestive organs. The latter data were obtained by conducting a separate feeding experiment using fish of 40 g in size average where samples of the fish digestive organs were taken after the fish were fed at 30 minute intervals. The organ samples were then examined for stomach and intestinal contents, stomach weight, and the enzimes protease. The r esults of the experiment showed that the highest specific growth rate and body weight gain were found on fish fed 2 times daily. The stomach of the fish emptied within 6 hours of feeding while the profile of proteases showed a pattern consistent with the intestine emptying rate.

KEYWORD : f eeding f r equency, cult ur e t echnique bet ut u, specif ic gr ow t h r a t e

(3)

digunakan sebagai pengganti nauplii Artemia sebagai pakan benih um ur lebih dari 30 hari (Azwar et al., 2006). Berbagai uji coba pem e-liharaan benih um ur lebih 30 hari t erlihat bahwa terjadi hirarkhi cara m akan akibat dari perbedaan t um buh saat m asa pem eliharaan. Kondisi ini kadang kala m engakibat kan t er-jadinya pem angsaan t erhadap ikan ukuran lebih kecil, sehingga tingkat kematian menjadi tinggi.

Perbaikan sist em pem eliharaan dengan pengendalian suhu air (kisaran 28oC- 30oC), dan p en g g u n aan shelter t el ah m em p er b ai k i si nt asan b eni h (um ur 6 0 har i ). Di p er ol eh sintasan benih rata- rata 75%, lebih tinggi dari percobaan sebelum nya t anpa kendali suhu dan shelter yait u rat a- rat a 50% (Azwar et al., 2 0 0 7 ). Mem an g sa d an sal i n g m en yer an g terjadi jika ikan mengalami gangguan/ stres dan kondisi lapar. Gangguan pem angsaan ini juga t erjadi pada benih ukuran (growth-out) siap tebar budidaya pembesaran. Untuk mencegah at au m engurangi pem angsaan at au saling m enyerang m aka perlu dilakukan penelit ian u p aya m en ceg ah st r es d an l ap ar m el al u i t eknologi dan m anajem en pem berian pakan, dalam hal ini frekuensi pemberian pakan pada fase tumbuh (growth-out).

BAHAN DAN METODE

Ikan uji yang digunakan dalam percobaan i n i ad al ah i k an b et u t u u k u r an 4 0 ± 3 ,7 g ; dipelihara dalam bak fibre glass berdiam et er 1,5 m dan kedalam an 0,60 m yang dirancang dengan sist em resirkulasi. Sist em resirkulasi t erdiri at as bak st ok air (volum e 2,5 m3), bak pem anas air (volum e 0,6 m3), dan bak pem e-liharaan (6 unit ). Pem anasan air dilakukan dengan m enggunak an “heather” k apasit as en er g i 1 .0 0 0 wat t . Ai r d ar i b ak st ok d i -pom pakan ke bak pem anas air yang let aknya l eb i h t i n g g i , d an ai r d ar i b ak p em an as didist ribusikan secara gravit asi ke bak- bak pem eliharaan m elalui sist em pem ipaan. Pada bak pem eliharaan dirancang biofilter yang t erdiri at as drum berisi bat uan kerikil dan dakron. Air dari bak pem eliharan dialirkan ke bak filter dan kembali lagi ke bak pemeliharaan dengan menggunakan pompa. Dengan sistem pem anas (heather), suhu air pada bak pem e-liharaan dijaga pada kisaran 28oC- 29oC. Pada bak pemeliharaan dipasang pula sistem aerasi pada 4 t it ik sehingga selam a pem eliharaan kandungan oksigen berkisar antara 4,78- 6,99 mg/ L; amonia 0,02- 0,10 mg/ L; nitrit 0,26- 0,65

mg/ L; karbondioksida 5,09- 6,29 mg/ L. Kisaran param et er kualit as air ini berada pada bat as layak unt uk kehidupan dan kesehat an ikan bet ut u. Ke dasar bak dit ebar shelter yang dibuat dari unt aian t ali dan pipa- pipa PVC d i am et er 4 i n ci d an p an j an g 3 0 cm . Bak p em elihar aan d it ut up dengan st er eof or m , untuk mencegah fluktuasi suhu yang lebar dan m enciptakan suasana gelap.

Seb ag ai p er l ak u an d al am p er co b aan adalah f rekuensi pem berian pakan yait u; (a) pem berian pak an 2 k ali (puk ul 08.00 dan 16.00); (b) pem berian m akan 3 kali (08.00, 12.00, dan 16.00); (c) pemberian makan 4 kali (08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00) per hari. Pakan yang d igunak an ad alah Tubifex sp . b ek u, diberikan hingga kenyang (ad satiasi), dan sisa pak an dik um pulk an, k em udian dit im bang. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Acak k el om p ok / b l ok , d an p er i od e wak t u pem eliharaan dianggap sebagai kelom pok. Percobaan dengan t iga ulangan, dan set iap p er i o d e d i l ak san ak an sel am a 6 0 h ar i . Penim bangan ikan dilakukan pada awal dan ak hir percobaan unt uk m enek an k em at ian akibat stres. Parameter utama yang digunakan u n t u k eval u asi r esp on s p er l ak u an ad al ah penam bahan bobot badan, laju pertum buhan spesifik, dan sintasan.

Dal am p er co b aan i n i j u g a d i l ak u k an pengam at an wak t u evak uasi pak an dalam lambung dan usus, serta profil enzim protease sebagai data pendukung. Percobaan dilakukan dengan m em elihara ikan ukuran kisaran 40 g sebanyak 60 ekor dalam wadah pemeliharaan. Kemudian setelah mengalami proses adaptasi terhadap makanan Tubifex sp. beku dilakukan pengamatan dengan cara memberikan makan ikan secara satiasi, kem udian t iap int erval 30 menit dilakukan sampling dengan mengambil 4 ekor ikan. Ikan dibedah dalam kondisi dingin, dengan m eletakkan ikan di atas pecahan batu es dan isi lambung serta usus diambil, diamati d an d i t i m b an g . Kem u d i an i s i s al u r an p ecer n aan d i sen t r i f u s d en g an k ecep at an pemusingan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Sup er nat an yang d ip er oleh d i-simpan dalam tabung mikro dan dii-simpan pada deep frezeer su h u - 2 0oC h i n g g a an al i si s ak t ivit as enz im p r ot ease. Met od e analisis enzim mengikuti petunjuk Moreau (2001).

(4)

pengosongan lam bung dan akt ivit as enzim prot ease dilakukan secara deskript if m elalui grafis.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan

Pertumbuhan dinyatakan dari penambahan b o b o t i k an d i ak h i r p er co b aan d an l aj u pertum buhan spesifik yang dinyatakan dalam persen per hari disajikan pada Tabel 1.

Penam bahan bobot tertinggi dicapai pada perlakuan frekuensi pem berian pakan 2 kali/ har i yai t u seb esar 2 6 ,9 3 g d an l aj u p er -tumbuhan spesifik mencapai 0,84 %/ hari, dan terendah pada perlakuan frekuensi pemberian p ak an 4 k al i / h ar i yai t u 2 4 ,1 3 g d an l aj u pert um buhan spesif ik m encapai 0,79%/ hari. Bai k p en am b ah an b o b o t m au p u n l aj u p er t u m b u h an sp esi f i k m en u r u n d en g an m eningkat nya f rekuensi pem berian pakan. Walaupun secara statistik tidak terlihat bahwa f r ek u en si p em b er i an p ak an m em b er i k an respons berbeda terhadap penambahan bobot dan laju pert um buhan spesif ik ikan uji. Dari penelitian ini terlihat bahwa kisaran bobot rata-rat a ikan pada sem ua perlakuan dan set iap ulangan m em perlihat kan kisaran yang lebar pada akhir penelitian (Tabel 1). Kisaran bobot m aksim um dan m inim um rata- rata ikan pada frekuensi pemberian pakan dua kali lebih kecil dibandingkan dengan pemberian pakan 3 dan 4 kali. Penelit ian Jobling (1983) pada ikan Salvelinus alpinus m en d ap at k an b ah w a sem akin jarang f rekuensi pem berian m akan ak an sem ak i n l eb ar k i sar an i k an u k u r an maksimum dan minimum. Kisaran ukuran ikan pada saat panen yang diberi m akan frekuensi 2 kali adalah 59,88- 76,08 g; yang diberi makan m asing- m asing 3 dan 4 kali per hari adalah 52,68- 78,08 g; dan 48,03- 78,33 g.

Ikan- ikan besar peluang kompetisi makan lebih kuat dibandingkan ikan kecil, apalagi didukung sifat penguasaan teroterial dari ikan bet ut u. Ini t ercerm in persent ase rasio ukuran lam bung sesaat set elah ik an diberi pak an dikenyangkan terhadap bobot badan pada ikan besar (0,029- 0,070) dan kecil (0,007- 0,020). Kond isi ini yang m enyeb ab k an t er j ad inya k isaran lebar dari uk uran ik an pada ak hir percobaan. Kisaran bobot badan yang sem pit p ad a f r ek u en si p em b er i an p ak an 2 k al i , m engakibat kan kem at ian ikan lebih rendah dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata (P< 0,05) (Tabel 1).

(5)

Table 1. Initial and final average body weight, weight gain (g), spesific growth rate (LPS) (%), and survival rate (%)

Rat a- rat a nilai dalam baris dengan kode abjad yang sam a t idak m enunjukkan perbedaan (P> 0,05)

The average values in the same row followed by same supercript are not significantly different at 95% levels confidence

Bo b o t aw al

In it ia l b od y weig h t

Bo b o t akhir

Fin a l b od y weig h t

Penamb ahan b o b o t

Weig h t g a in

Laju p ert umb uhan sp esif ik

Spesif ic g r owt h r a t e

( g ) ( g ) ( g ) ( %)

2 kali 41.05±2.01 67.98±8.10 26.93±2.15a) 0.84±0.08a) 45.28±5.69

3 kali 40.10±2.26 65.38±12.70 25.28±3.57a) 0.81±0.10a) 41.33±4.62

4 kali 39.05±2.48 63.18±15.15 24.13±8.81a) 0.79±0.25a) 38.33±11.27

Perlakuan/ f rekuensi p emb erian makan

T r ea t m en t / f eed in g f r eq uen cy

Sint asan

Sur viva l r a t e

Frekuensi pemberian pakan dan teknologi produksi ikan ... (Zafril Imran Azwar)

4

5

(6)

wakt u relat if dekat akan m engakibat sekresi lebih cepat dari m akanan sebelum nya, yang belum tercerna maupun terabsorbsi maksimal. Ko n d i si d em i k i an m em u n g k i n k an b ah wa sem akin sering f rekuensi pem berian pakan maka penambahan bobot ikan semakin rendah. Gal an o et al. (2 0 0 3 ) p ad a i k an Sn o o k , Centropomus undecimalis m en u n j u k k an bahwa ikan yang diberi pakan 1, 2, 3 kali m em pelihat k an perbedaan wak t u evak uasi pakan. Em pat jam set elah pem berian pakan, evakuasi pakan pada masing- masing perlakuan telah m encapai 38%, 66%, dan 80%.

Hasi l p en g am at an d ar i wak t u p en g o-songan lambung ikan betutu memperlihatkan bahwa wakt u pengosongan lam bung t erjadi h i n g g a j am k een am d ar i saat i k an m u l ai m em an g sa, Di l i h at d ar i p ol a k er j a en z i m prot ease m enunj uk k an bahwa enzim ak an meningkat dan mencapai maksimal setelah 90 menit ikan memangsa, kemudian menurun dan m eningkat kem bali pada 5 jam set elah wakt u m akan (Gam bar 1). Dari pola enzim ini dapat m endukung t eori bahwa pem berian m akan yan g ser i n g d en g an i n t er val wak t u yan g p en d ek t i d ak d ap at m en d u k u n g ef i si en si absorbsi pakan yang baik. William s & Naylor (1 9 6 7 ) dalam Gr o ve & Cr aw f o r d (1 9 8 0 ) m engem ukakan bahwa feeding rhythms di bawah siklus norm al t erjadi m alam dan siang adalah pada int erval 6 hingga kurang dari 24 jam, namun dapat dipercepat di bawah kondisi penyinaran yang t et ap. Di sam ping kondisi lingkungan (sinar, suhu) rhytme dari m akan j uga sangat t er gant ung pada uk ur an ik an (Alberto et al., 2000), bobot ikan, jumlah, jenis, dan kualitas makanan yang diberikan (De Silva & Owoyem i, 1983), dan t ipe (spesies) ikan (Job ling et al., 1 9 7 7 ). Per cob aan Gr ove & Crawford (1980) mencatat bahwa ikan kecil 0,5 g akan mengosongkan makanan dari lambung sebesar 1 hingga 7% dari bobot badan dalam 1,5- 2,5 jam pada suhu 18oC, sedangkan ikan ukuran besar 30 g relat if lebih lam a 4- 5 jam . Pada jenis udang, Penaeus subtilis kemampuan m encerna pakan set ara dengan 2,3%/ bobot b ad an p er j am . Kecep at an p en g o so n g an saluran pecernaan m encapai puncak 3 jam set elah pem berian m akan, dan sisa m et a-bolism e padat pert am a keluar dicapai 1 jam set el ah m ak an (Nu n es & Par son s, 2 0 0 0 ). Pen el i t i an Can i n o & Bai l ey (1 9 9 5 ) yan g mengamati evakuasi pakan alami dari usus dari larva ikan m encat at bahwa lam a wakt u pakan tertahan dalam usus (gut resident time) sangat

tergantung pada sistem pemberian pakan. Pada pemberian pakan sistem kontinus (pakan alami tersedia setiap saat) lama pakan tertahan lebih cepat dibandingkan larva yang diberi pakan t idak sist em kont inus (pakan t idak t ersedia set iap saat ). Rat a- rat a “gut resident time” m en cap ai 5 j am p ad a si st em k o n t i n u s, sedangkan pada sist em t idak kont inus dapat mencapai 8 jam.

Waktu Evakuasi Pakan dan Profil Enz im Protease

Mem pelajari waktu evakuasi pakan dalam sist em pecernaaan sangat pent ing art inya dalam m anajem en pakan unt uk kepent ingan budidaya, agar pakan yang diberikan dapat d i ef i s i en s i k an d en g an b ai k o l eh i k an p el i h ar aan . Wak t u evak u asi p ak an d al am l am b u n g san g at m en en t u k an j u m l ah d an frekuensi pakan yang dapat diberikan kepada i k an . Ik an - i k an yan g m em i l i k i l am b u n g um um nya wakt u evakuasi pakan lebih lam a dibandingkan ikan yang tidak memiliki lambung. Ik an b et u t u sep er t i i k an - i k an k el o m p o k karnivora lain memiliki lambung sebagai bagian awal dari sist em / organ pecernaan. Menurut Do s San t o s & Jo b l i n g (1 9 9 1 ), i k an - i k an kelom pok karnivora, sepert i ikan cod Gadus morhhua L. m em b u t u h k an wak t u h i n g g a beberapa hari unt uk m encerna benih- benih i k an yan g t er m ak an , d an b i asan ya d ap at m en g k o n su m si m ak an an t am b ah an l ag i sebelum m akanan yang t erm akan t erdahulu dikeluarkan. Namun evakuasi pakan dari sistem pecernaan sangat tergantung dengan kondisi l i n g k u n g an , j u m l ah p ak an , f r ek u en s i pem berian pakan, jenis pakan, dan jenis ikan (Canino & Bailey, 1995; Hannan, 2004). Ikan bet ut u, sepert i ikan- ikan karnivora lainnya dalam sistem pecernaan memiliki lambung dan usus. Int erval t iga puluh m enit set elah ikan betutu diberi pakan uji (Tubifex beku) diam ati bobot lambung dan usus, isi lambung dan usus, k on d i si p ak an d al am l am b u n g d an u su s. Pengam at an pada lam bung t erlihat bahwa, jum lah pakan dalam lam bung m enunjukkan pola kuadratik dari waktu ke waktu. Tiga puluh m enit set elah pakan diberikan, baru dit em ui sedikit pakan dalam lambung ikan uji, kemudian akan terisi penuh setelah 1 jam, namun jumlah pak an k em udian ak an t erus m enurun dan m encapai at au m endekat i kosong pada jam keenam (Tabel 2 dan Gambar 1).

(7)

maksimal waktu usus mulai terisi penuh setelah 120 m enit dari m asa pem berian pakan (Tabel 3). Pada 30 menit pertama, kondisi pakan dalam usus m asih ut uh dan m ulai hancur set elah lewat 120 m enit dari pem berian. Usus hingga anus t erisi penuh m akanan set elah 2 jam dari pemberian. Baik pakan dalam lambung maupun dalam usus masih ditemui hingga pengamatan ke- 12, yaitu menit ke- 330.

Hasil analisis akt ivit as enzim usus ikan b et u t u t er l i h at b ah w a en z i m p r o t ease m enunjukkan akt ivit as yang berbeda sejalan

d en g an p er k em b an g an i s i u s u s d an m enunj uk k an pola polinom ial (Gam bar 2). Ak t ivit as enzim prot ease m eningk at t ajam sejak menit ke- 60 dan mencapai puncak pada menit ke- 120, dan kemudian menurun hingga menit ke- 180, kemudian meningkat lagi hingga menit ke- 300 (Gambar 2). Dari profil protease ini dapat dik et ahui bahwa ak t ivit as enzim prot ease dalam jum lah banyak t idak t erjadi secara t erus- m enerus. Enzim prot ease di-p r o d u k si h an ya di-p ad a k o n d i si t er t en t u , dipengaruhi oleh adanya enzim regulat ori Tabel 2. Kondisi lambung ikan betutu setelah pemberian pakan

Table 2. Stomach condition of betutu seed after feeding

Wakt u ( menit )

T im e (m in ut e)

Ko nd isi lamb ung

St om a ch con d it ion

0 Kosong (Empty)

30 Sedikit (Low)

60 Sedikit (Low)

90 Sedang (Medium)

120 Penuh (Full)

150 Penuh (Full)

180 Sedikit (Low)

210 Sedikit (Low)

240 Sedikit (Low)

270 Sedikit (Low)

300 Sangat sedikit (Very low)

330 Sangat sedikit (Very low)

Gambar 1. Grafik bobot lambung ikan betutu setelah pemberian pakan Figure 1. Chart of stomach weight of betutu seed after feeding

Waktu (m enit) Time (minute) 3 0

B

o

b

o

t

la

m

b

u

n

g

Stomach weight

(

g

)

0 6 0 9 0 1 2 0 1 5 0 3.50

0

1 9 0 2 1 0 2 4 0 2 7 0 3 0 0 3 3 0 3.00

2.50 2.00

(8)

yang juga berperan dalam m eningkat kan dan m enurunkan aktivitas katalik. Aktivitas enzim regulat ori dipengaruhi oleh adanya m odula-t or (pengaodula-t ur) aodula-t au ef ekodula-t or, yang biasanya berupa subst rat at au produk m et abolism e (Lehninger, 1982). Proses pencernaan protein bahan pakan, sudah dimulai sejak pakan berada dalam lambung, pada saat pakan dalam lambung sel- sel lam bung akan m engeluarkan asam lam bung dan m enst im ulasi enzim prot ease lambung untuk mencerna makanan. Proses ini

berjalan hingga pakan mencapai usus. Di usus, pencernaan pakan dan penyerapan nut rien m asih berlangsung (Hepher, 1988). Dengan m eningkat nya kadar prot ein di usus sam pai bat as t ert ent u akan m eningkat kan ekspresi enzim regulatori dalam menyintesis enzim pro-t ease dan sebaliknya sinpro-t esis akan m enurun di saat subst rat berkurang. Dengan dem ikian p er u b ah an p r o f i l en z i m p r o t ease d al am p er cob aan i n i (Gam b ar 2 ) san g at sej al an dengan perkem bangan pakan dalam usus. Tabel 3. Kondisi usus ikan betutu setelah pemberian pakan

Table 3. Intestine condition of betutu seed after feeding

Wakt u ( menit )

T im e (m in ut e)

Ko nd isi usus

In t est in e con d it ion

0 Kosong (Empty)

30 Sangat sedikit (Very low)

60 Sangat sedikit (Very low)

90 Penuh (Full)

120 Penuh (Full)

150 Penuh (Full)

190 Sedang (Medium)

210 Sedikit (Low)

240 Sedikit (Low)

270 Sedikit (Low)

300 Sedikit (Low)

330 Sedikit (Low)

Gambar 2. Profil enzim prot ease pada usus ikan bet ut u set elah pem berian pakan

Figure 2. Protease enzyme profile of intestine of betutu seed after feeding Waktu (m enit)

Time (minute) 3 0

A

k

ti

v

it

a

s

Activity

(

m

L

-1

,

m

in

-1

)

0 6 0 9 0 1 2 0 1 5 0 2 0

0

1 9 0 2 1 0 2 4 0 2 7 0 3 0 0 3 3 0 1 8

1 6 1 4

8 1 2 1 0

6 4 2

(9)

Dari perkem bangan isi lam bung dan usus serta dikaitkan dengan data profil enzim pro-t ease, m aka dapapro-t diyakini bahwa pem berian pakan dua kali per hari dalam interval waktu 8 jam (pukul 8 pagi dan 4 sore) m em berikan r esp o n s p er t u m b u h an yan g b ai k d en g an p en g g u n aan p ak an caci n g b ek u . Wak t u evakuasi pakan dalam lambung maupun dalam usus sangat t ergant ung dengan jenis pakan, Tubifex sp . m em i l i k i j ar i ng an yang l unak sehingga m em berikan wakt u evakuasi pakan relat if cepat . Dari hasil pengam at an isi perut contoh ikan betutu yang ditangkap dari alam , diket ahui bahwa ikan bet ut u m em anf aat kan sum ber pakan berupa serangga, ikan- ikan h i d u p , caci n g , d an u d an g . Pak an p al i n g dom inan adalah ikan dan udang- udang kecil. Hopkin & Larson (1990) pada ikan black dan yellow rockfish, Sebastes chrysomelas m en-cat at bahwa jika ikan diberi pakan udang dan kepiting rucah yang relatif keras (mengandung khitin) waktu evakuasi pakan dapat m encapai 12 jam hingga 24 jam . Penelit ian Yam in & Pal i n g g i (2 0 0 7 ) p ad a i k an k er ap u m acan berdasarkan akt ivit as enzim m enyim pulkan evakuasi pakan t erjadi set elah 18- 21 jam . Nagata (1989) mencatat bahwa, lamanya waktu evakuasi pakan juga sangat dit ent ukan oleh f ak t o r su h u . Pen el i t i an n ya d en g an i k an yuwana Masu salmon m encat at bahwa ikan yang dipelihara pada suhu t inggi (16,2o C-16,8oC). Waktu evakuasi pakannya lebih cepat dibandingkan ikan yang dipelihara pada suhu rendah (8,6oC- 9,4oC). Dalam percobaan ini ikan bet ut u uji, dipelihara pada suhu yang relat if tinggi dan dipertahankan pada 28oC- 29oC.

Dari evaluasi enzim prot ease ini m em -perkuat bahwa pem berian pakan ikan rucah dan Tubifex sp. beku dengan f rekuensi dua kali unt uk ikan bet ut u ukuran 30- 60 g sudah cukup untuk m enunjang pertum buhan. KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disim pulkan bahwa: 1. Pemberian pakan untuk ikan betutu dalam

sist em pem eliharaan t erkont rol cukup 2 kali/ hari, dengan laju pert um buhan ikan terbaik mencapai 0,84%/ hari.

2. Pengosongan lambung ikan betutu ukuran 40 g t erjadi set elah 6 jam dari pem berian pakan pertama.

3. Unt uk m enekan kem at ian ikan perlu juga diam ati tingkah laku sosial kelom pok ikan betutu.

DAFTAR ACUAN

Azwar, Z.I., Arif in, O.Z., Pam ungkas, W., & Yosm aniar. 2003. Pengelolaan produksi massal ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, hlm. 77- 184.

Azwar , Z.I., Pr iyadi, A., & Sut r isno. 2 0 0 5 . Pengaruh pemberian pakan alami Moina sp. sebagai substitusi Artemia dalam produksi m assal b en i h i k an b et u t u Oxyeleotris marmorata Blkr ukuran Fry. Laporan Hasil-Hasil Penelit ian Tahun 2005. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Badan Riset Kel au t an d an Per i k an an , Dep ar t em en Kelautan dan Perikanan, hlm. 377- 389. Azwar, Z.I., Puspaningsih, D., & Taufik, I. 2006.

Per b aik an p r od uk si b enih ik an b et ut u melalui manajemen pakan buatan dan alami. Laporan Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bad an Ri set Kel au t an d an Per i k an an , Departemen Kelautan dan Perikanan, hlm. 221- 131.

Az war , Z.I., Mel at i , I., & Tau f i k , I. 2 0 0 7 . Peningkat an Kelulusan Hidup Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr) Dalam Sist em Produk si Secara Massal Melalui Pen yed i aan Pak an Al am i d ar i Ko l am Bi o r em ed i asi , Pen g g u n aan Shelter, Manajemen Pakan dan Lingkungan. Laporan Hasil- Hasil Penelit ian Tahun 2005. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, hlm. 236- 247. Albertto, Nunes, J.P., & Parsons, G.J. 2000.

Size-relat ed f eeding and gast ric evacuat ion m easurem ent s for t he sout hern brown shrim p, Penaeus subtilis. J. Fish Biology, 187: 133- 151.

Canino, M.F. & Bailey, K.M. 1995. Gut evacua-t ion of walleye pollock larvae in response t o feeding condit ions. J. Fish Biology, 46: 389- 403.

Dewyer, K.S., Brown, J.A., Parrish, C., & Lall, S.P. 2 0 0 2 . Feed ing f r eq uency af f ect s f ood co n su m p t i o n , f eed i n g p at t er n an d g r owt h of j uveni l e yel l owt ai l f l ound er (Limananda ferruginea). J. Aquaculture, 213: 279- 292.

(10)

mossambicus (Pet ers) fry. J. Fish Biology, 23: 347- 355.

Dos Sant os, J. & Jobling, M. 1991. Fact ors af-fect ing gast ric evacuat ion in cod, Gadus morhua L., fed single- meals of natural preys. J. Fish biology, 38: 697- 733.

Galano, T.G., Perez, J.C., Gaxiola, G., & Sanchez, J.A. 2003. Effect of feeding frequency on food intake, gastric evacuation and growth i n j u v en i l e sn o o k , Centropomus undecimalis (BLOCH). Rev. Invest., 24(2): 145- 154.

Grove, D.J. & Crawford, C. 1980. Correlat ion bet ween digest ion rat e and feeding fre-quency in st om achless t eleost , Blennius pholis L. J. Fish Biology, 16: 235- 247. Nannan, K. 2004. Det erm inat ion of gast ric

evacuat ion rat e in im m at ure Spyny Dog-fish (Squalus acanthias). Friday Harbor Labo-ratories, Marine Fish Ecology, 11 pp. Hepher, B. 1988. Nut rit ion of pond f ishes.

Cam bridege Universit y Press, New York, 383 pp.

Hopkins, T.E. & Larson, R.J. 1990. Gastric evacu-at ion of t hree food t ypes in t he black and yellow rockfish Sebastes chrysomelas (Jor-dan and Gilbert ). J. Fish Biology, 36: 673-681.

Jobling, M. 1983. Effect of feeding frequency on food intake and growth of Arctic charr,

Salvelinus alpinus L. J. Fish Biology, 23: 177-185.

Jobling, M. 1982. Som e observat ions on t he effect s of feeding frequency on t he food int ake and growt h of plaice, Pleuronectes platessa L. J. Fish Biology, 20: 431- 444. Jobling, M.D., Gwyther, & Grove, D.J. 1977. Some

effects of temperature, meal size and body weight on gast ric evacuat ion t im e in t he dab, Limananda limananda (L). J. Fish Biol-ogy, 10: 291- 298.

Leh n i n g er , A.L. 1 9 8 2 . Pr i n ci p l es o f b i o -ch em est r y, Wo r t h Pu b l i sh er In c. Ah l i Bahasa, Maggy, T.S, 369 pp.

Moreau, Y. 2001. Protein purification protocols work practise handbook. Institut de recher-che pour le deveppem ent , 50 pp. Nagata, M. 1989. Satiation and Gastric

Evacua-tion in Juvenile Masu Salmon. Nipon Suisan Gakkaishi, 55(9): 1,523- 1,528.

Yamin, M. & Palinggi, N.N. 2007. Aktivitas enzim prot ease dan kondisi pecernaan di usus i k an k er ap u m acan (Epinephelus fuscoguttatus) set elah pem berian pakan. J. Ris. Akuakultur, 2(2): 281- 288.

Santos, J.D. & Jobling, M. 1991. Gastric empty-ing in cod, Gadus morhua L.: emptyempty-ing and retention of indigestible solids. J. Fish Biol-ogy, 38: 187- 197.

Gambar

Tabel 1.Rata- rata bobot awal dan akhir, penambahan bobot (g), laju pertumbuhan spesifik (LPS) (%), dan sintasan (%)Table 1.Initial and final average body weight, weight gain (g), spesific growth rate (LPS) (%), and survival rate (%)
Table 2.Stomach condition of betutu seed after feeding
Gambar 2. Profil enzim protease pada usus ikan betutu setelah pemberianpakanFigure 2.Protease enzyme profile of intestine of betutu seed after feeding

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan panjang serat dari hasil kombinasi dua jenis murbei dengan empat varietas ulat sutera menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang dihasilkan Perbedaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang

Pada bait (1) terungkap sebuah nilai keilmuan yaitu bahwa dalam kehidupan bermasyarakat jangan hanya pintar berbicara tetapi harus dibuktikan dengan hasil

65 mempunyai kekuatan mekanik (kekuatan tarik dan kekuatan lentur) lebih besar dibandingkan dengan serat pandan, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Raghavendra dkk

Telah dilakukan sintesis talk dari bahan baku lokal dolomit dan kuarsa dengan metode pemanasan/kalsinasi dan hidrotermal.. Proses pengadukan bahan baku secara konvensional dan

Arah korelasi yang cenderung negatif yang memiliki arti bahwa semakin positif konsep diri seseorang maka akan cenderung terhindar dari menjadi korban

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pendekatan secara buttom up , peran masyarakat dalam proses pembangunan dapat dimaksimalkan, melihat beberapa kelebihan komunikator

Hal tersebut telah menunjukkan adanya implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)