• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Faktor fa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Faktor fa"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik,

Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan

Kematian”

Dosen Pengampu : Ibu Ni’matuzahroh S.Psi, M.Si

DISUSUN OLEH :

Syifa Amalia E.P 201410230311187 Tia Harmita Amelia 201410230311188 Farida Alisha Fasa 201410230311203 Kholif Arimindani 201410230311197 Ramadhani Putri Isnaeni 201410230311226

Kelas D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………...i

KATA PENGANTAR...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK, KOGNITIF DAN SOSIOEMOSI…...7

BAB III PEMBAHASAN...22

BAB IV KESIMPULAN…...24

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan Kematian” ini kami buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Ni’matuzahroh S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing psikologi perkembangan. Dan semoga, makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.

Di dalam makalah ini kami menyampaikan hasil makalah kami.Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak dan berbagai media yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam upaya perbaikan dalam pembuatan makalah ini. Karena sangat kami sadari bahwa pembuatan makalah ini masih ada banyak kekurangan.

Malang, 20 November 2014

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tahap demi tahap perkembangan manusia dan faktor-faktor pendorong serta penghambat perkembangan seseorang sejak lahir hingga selanjutnya (Jahja, 2011).

Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Masa dewasa ahhir dapat juga disebut masa tua atau masa usia lanjut. Berbagai pengartian tentang usia lanjut adalah sebagai berikut:

Menurut Santrock (2012), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun ke atas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut, Sedangkan pandangan orang indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umumnya di indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuan. A. FISIK

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki. Panjang Usia :

1. Harapan Hidup : perkiraan jumlah tahun dari rata-rata orang yang dilahirkan di tahun tertentu masih akan hidup

(5)

2. Tua awal (65-74 tahun) ; Tua menengah (75 ke atas) ; Tua akhir (85 ke atas) Tua awal dengan tua akhir memiliki perbandingan yang terlihat jelas yang secara substansial, orang tua awal memiliki potensi untuk sehat secara fisik dan kognitif, memiliki kesejahteraan emosional yang lebih tinggi, dan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi keuntungan dan kerugian di usia lanjut. Hampir seperempat dari orang yang tua akhir ini tinggal di panti jompo dan mereka merasa aktifitasnya disana terbatas.

(Akbar, 2001) beberapa penurunan dan hilanagnya fungsi tubuh dalam hal fisiologis masa perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut: Otak dan sistem syaraf, Perkembangan Sensori, Sistem peredaran darah, Sistem pernafasan, dan Seksualitas. Obat anti penuaan :Acai Berry, Anggur Merah, Air, Yogurt, dan Ekstrak testikel anjing.

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem sirkulasi dan paru- paru, serta seksualitas.

(6)

kekebalan tubuh. Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya proses penyembuhan pada orang-orang lanjut usia dapat mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein berkaitan dengan menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).

Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada penampilan fisik dan pergerakan. Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat jelas. Disini pria dan wanita juga menjadi lebih pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer & Roodin, 2003). Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010). Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal, tingkat kesulitan ini bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk, 2009). Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada dewasa akhir dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson, dkk, 2009).

(7)

Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard, 2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga (Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang baik, dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi pria yang lanjut usia dibanding dengan wanita lanjut usia.

B. KOGNITIF

Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa usia lanjut juga kesulitan untuk mengulangi informasi yang telah disimpan dalam memori ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara pelan-pelan akan mengalami penurunan, namun faktor individual differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut usia melakukan aktivitas yang abstrak atau sederhana. Ketika kita memikirkan perubahan kognitif di masa dewasa, kita perlu mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional (Margrett &Deshpande-Kamat, 2009).Multidimensional adalah perkembangan terdiri atas dimensi biologis, kognitif, dan sosial.Dimensi inilah yang dikaji dalam setiap periode perkembangan manusia. Pendidikan, pekerjaan dan kesehatan merupakan tiga komponen penting yang berpengaruh pada fungsi kognitif orang-orang dewasa lanjut usia. Dari hasil penelitian kondisi kesehatan berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual individu (Hultsch, Hammer 7 Small, 1993).Semakin tua, semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi (Siegler & Costa, 1985).

(8)

Ketakutan Menjadi Korban, Kejahatan dan Perlakuan yang Salah Terhadap Orang Lanjut Usia: Hampir seperempat dari orang lanjut usia menyatakan bahwa mereka memiliki ketakutan dasar akan menjadi korban dari kejahatan. Dibanding para laki-laki lanjut usia, para perempuan lanjut usia lebih sering menjadi korban atau mengalami kekerasan.

C. SOSIOEMOSI

Pada tahap dewasa akhir, tujuan hidup merupakan gagasan yang menonjol dalam tahap terakhirintegritas versus kepuasan menurut Erikson. Disamping itu, di masa dewasa akhir ini terdapat tinjauan hidup yang juga mencakup dimensi-dimensi sosiobudaya, seperti budaya, etnisitas dan juga gender. Tinjauan hidup juga dapat melibatkan dimensi intrapersonal atau relasi, termasuk berbagi dan menjalin keakraban dengan anggota keluarga atau teman.(Cappeliez & O’Rourke, 2006).

Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa terjadi penurunan feminitas pada perempuan dan penurunan maskulinitas pada laki-laki saat mereka memasuki masa dewasa akhir. (Gutmann, 1975). Seperti halnya juga perubahan-perubahan sosiohistoris yang terjadi dan lebih sering diteliti dalam penyelidikan-penyelidikan masa hidup, apa yang orang persepsikan sebagai pengaruh usia mungkin adalah pengaruh kohort. (Schaie, 2007).

Dalam masyarakat pun partisipasi sosial oleh orang-orang lanjut usia sering kali tidak memperoleh dukungan karena adanya ageism. Ageism adalah prasangka terhadap orang lain sehubungan dengan usia orang tersebut, khususnya prasangka terhadap orang-orang dewasa yang lebih tua. (Leifheit-Limson & Levy, 2009).

Dukungan dan integrasi sosial berperan penting terhadap kesehatan fisik dan mental orang lanjut usia. (Antonucci, dkk, 2011; Birditt, 2009 ; Kahana, Kahana & Hammel, 2009). Perasaan mereka mencerminkan jaringan social yang lebih selektif dan penerimaan terhadap kesepian dalam hidup mereka (Koropeck-Cox, 2009).

(9)

D. AKHIR KEHIDUPAN

Menurut Kalish (1987) menyebut kematian sebagai berhentinya fungsi kognitif dan dengan sebuah tindakakan, fungsi kognitif tersebut akan berfungsi kembali. Manusia juga mengalami hilang kebolehan untuk mengalami apa saja perkara seperti berfikir, bertingkahlaku dan mempunyai perasaan. Secara umum kematian dapat dikatakan sebagai lenyapnya proses biologikal, psikologikal dan pengalaman social dalam sebuah budaya kehidupan.

Berkomunikasi dengan orang yang menjelang kematian, individu dapat menyesuaikan hidupnya dengan cara meninggal sesuai keinginan keduanya dan setelah itu mereka dapat menyelesaikan beberapa rencana dan proyek, lalu yang ketiga yaitu individu berkesempatan meninjau kembali hidupnya.

Dukacita : kumpulan emosi ketidayakinan kecemasan karena keterpisahan keputusasaan, kesedihan dan kesepian yang menyertai kehilangan seseorang yang kita cintai.

Memahami dunia ini : tidak hanya individu yang menjelang ajalnya yang mencari arti kehidupan, namun juga individu yang sedang berduka (Carr, 2009; Park 2009). Salah satu keuntungan yang diperoleh dari berduka cita adalah bahwa duka cita merangsang banak individu untuk mencoba memahami dunianya (Kalish, 1981).

Kehilangan pasangan hidup : setelah pasangan yang sangat di cintai meninggal pasangannya yang masih hidup sering kali mengalami duka cita mendalam dan sering kali diikuti dengan kesulitan keuangan, kesepian, meningkatnya penyakit fisik, gangguan psikologi termasuk depresi (Kowalski & BondMass, 2008).

(10)

BAB II

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif,

Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Pada Masa

Dewasa Akhir Menjelang Kematian

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem sirkulasi dan paru- paru, serta seksualitas.

(11)

kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).

Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada penampilan fisik dan pergerakan.Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat jelas.Disini pria dan wanita juga menjadi lebih pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer & Roodin, 2003).Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010). Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal, tingkat kesulitan ini bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk, 2009).Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada dewasa akhir dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson & kawan-kawan, 2009).

Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris. Penglihatan pada malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena berkurangnya toleransi terhadap cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer, 2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007). Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan informasi yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun pada orang lanjut usia karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang dewasa akhir juga kehilangan sebagian kemampuan mencium atau merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia, individu juga mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian bawah disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).

Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard, 2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga (Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang baik, dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi pria yang lanjut usia dibanding dengan wanita lanjut usia.

Perkembangan fisik pada dewasa akhir disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyakit, lingkungan, olahraga, dan pengobatan/terapi.

1. Faktor penyakit

(12)

demensia itu sendiri adalah penyakit semantic klasik yang terkait dengan atrofi korteks temporal lateral (Mummery, 2001), sedangkan penyakit Alzheimer yaitu penyakit yang ditandai dengan pemutusan dan atrofi struktur lobus temporal medial. Kedua penyakit ini berkaitan dengan berkurangnya daya ingat pada masa dewasa akhir. Penyebab spesifik dari penyakit demensia yaitu bisa disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku, misalnya penyakit yang diderita yaitu stroke, Huntington, Parkinson, dan AIDS. Sedangkan penyebab spesifik dari penyakit Alzheimer itu sendiri belum dapat dipastikan hingga sekarang, tetapi kemungkinannya disebabkan karena adanya peran plak, kemungkinan adanya peran neurofibrillary tangles, inflamasi serta kekurangan zat kimiawi pengantar di otak. Faktor usia pun juga ada dalam penyakit ini.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan juga berpengaruh dalam perkembangan fisik usia lanjut. Menurut Widjayanti (2007), kualitas fisik yang terjaga disebabkan oleh adanya lingkungan yang baik. Yang dimaksut lingkungan baik itu adalah sebuah rumah yang memiliki tata udara yang baik, pencahayaan yang cukup, suhu kelembapan yang sesuai, terdapat MCK, serta jaluran air hujan atau air limbah tersedia. Jika lingkungan yang baik terjaga dengan baik, maka kualitas fisik yang dimiliki oleh lansia akan meningkat. Jika kualiatas itu meningkat, maka kesehatan dari lansia tidak akan terganggu dan dapat menurunkan tingkat kematian yang lebih cepat. Lingkungan yang baik ini berpengaruh pada kualitas fisik sudah terbukti di daerah Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik, Semarang. Penelitian di daerah itu menghasilkan hasil yang akurat dan memang lingkungan berpengaruh pada perkembangan fisik usia lanjut.

(13)

Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau perawatan penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian pada jari- jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang dan kegemukan pada lansia.

3. Faktor olahraga

Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini juga dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan kardiovaskuler akan berkurang karena kegiatan senam ini dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara alami, lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak, dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya disebut dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa. Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk penderita nyeri sendi lutut.Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau perawatan penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang dan kegemukan pada lansia.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Pada Masa

Dewasa Akhir Menjelang Kematian

1. Faktor Depresi

(14)

bersamaan dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan fungsi kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis.

Masalah yang timbul atau dampak dari depresi adalah perubahan perilaku pada dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi, emosi dan perasaan, tingkah laku, sampai pada penurunan kondisi fisiknya. Dan perubahan inilah yang merupakan indicator terdapatnya masalah psikososial pada lansia yaitu depresi. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas hidup lansia hingga pada kematian, dan meningkatnya kebutuhan akan pelayanan terhadap lansia.

Depresi lansia di pelayanan kesehatan lebih tinggi dari pada lansia yang mendapatkan asuhan rumah, peneliti jurnal ini adalah Nur Asniati Djaalia & Dra. Nursiah Sappaileb, Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas Negeri Jakarta.

Dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan kejiwaan yang umum dialami oleh usia lanjut. Kejadian depresi tersebut didukung oleh adanya proses penuaan yang dialami para lansia yang menyebabkan penurunan dalam fungsi hidup dan timbulnya berbagai kondisi psikologis seperti kehilangan pekerjaan, perubahan status sosial, berkurangnya kemandirian, dan munculnya penyakit degeneratif. Gejala yang timbul akibat depresi dapat berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau fungsi diri, tingkah laku, dan biologis.Hal tersebut berakibat pada penurunan kualitas hidup lansia.

2. Faktor Kebermaknaan Hidup

Berdasarkan hasil penelitian Uswatun & Suprapto (2013) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan subjek merasa kehilangan kebermaknaan hidup, diantaranya faktor usia yang sudah memasuki masa lansia. Subjek sering mencari pelayanan medis karena mengeluh sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan dan kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak.

(15)

tidak menuruti perkataannya.Subjek merasa bahwa dirinya tidak berharga dan merasa bahwa hidupnya tidak bermakna.

Dampak yang ditimbulkan pada subjek diantaranya subjek menjadi mudah marah.Merasa hidupnya tidak memiliki makna.Keadaan rumah tangga jadi kurang harmonis.

Tahap yang seharusnya dicapai dalam usia dewasa akhir (lansia) adalah jika dilihat secara kognitif seharusnya lebih dekat kepada Tuhan, dan dapat berfikir dewasa, mulai berfikir kearah kematian. Sedang secara sosioemosi, menjadi orang tua yang lebih sabar.Menikmati sisa kehidupan bersama keluarga besar. Hidup sejahtera bersama keluarga, dan memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa lansia yang tidak mampu menjalani proses lansia dengan baik akan menimbulkan rasa depresi dan tidak memiliki rasa kebermaknaan hidup, sedangkan lansia yang mampu melewati masa lansianya dengan baik akan memiliki rasa kebermaknaan hidup.

3. Faktor Penyakit pada Saraf Otak seperti Demensia dan Gangguan Aktivitas

Menurut Muharyani (2010) faktor yang menyebabkan timbulnya demensia adalah penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Disamping itu juga disebabkan oleh melambatnya proses peredaran darah dikarenakan kurangnya aktivitas.

Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.

(16)

4. Faktor Terapi dan Senam Melatih Otak

Menurut Prasetya , Hamid & Susanti faktor yang dapat menyebabkan turunnya tingkat depresi pada lansia adalah dengan melakukan terapi kognitif dan senam latih otak. Terapi ini melatih untuk mengontrol distorsi pikiran/gagasan/ide.Terapi ini berprinsip bahwa pikiran dapat mempengaruhi mood

individu.

Dampak yang ditimbulkan pada pasien adalah perubahan pikiran negatif dari lansia depresi dengan harga diri rendah menjadi lebih kearah positif.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini di dapatkan bahwa dengan terapi kognitif dan senam latih otak dapat mengurangi kadar depresi pada klien. Karena terapi ini bertujuan untuk melatih pengontrolan distorsi pikiran/gagasan/ide.

5. Faktor-faktor Persepsi yang Memperngaruhi Lansia

Dalam jurnal ini melibatkan di UPT PSTW Khusnul Khotimah sebanyak 77 orang dengan jumlah partisipan pada penelitian ini adalah sebanyak 4 orang lansia yang dipilih dengan memperhatikan prinsip saturasi data yang berusia 60 tahun ketas. Jurnal ini dibuat oleh Puspita Harapan, Febriana Sabrian, Wasisto Utomo.

Menurut World Health Organization (WHO) (2010) lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Secara umum telah diindentifikasi bahwa usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari fisik atau mental, penyakit yang mengancam nyawa, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan sumber material, kehilangan otonomi, kehilangan peran, kesepian, isolasi, kebosanan, dan kekhawatiran terhadap saat kematian dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan.

(17)

persiapan khusus dari lansia dalam mengahdapi kematiannya membuat lansia semakin siap.

Dengan adanya bantun dari para perawat sampai dengan perawat yang profesional pada lansia oleh asuhan keperawatan terutama dalam perawatan menghadapi ajal. inti penerimaan diri pada individu lanjut usia adalah individu mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, dan mau hidup dengan keadaan tersebut. Dan adanya kematangan emosi berkorelasi positif dengan penerimaan diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi lansia tentang kematian dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu: spiritual, dukungan keluarga, dan pengalaman pribadi. Sebagian besar lansia ingin menghadapi kematian dengan proses yang cepat, khusnul khotimah dan lansia lainnya pasrah ingin meninggal dalam kondisi apapun. Adanya dukungan dari keluarga dalam lansia mempersiapkan kematiannya itu sangat dibutuhkan.

Dengan adanya perawat yang mendampingi lansia dan juga dukungan keluarga diharapkan bisa mendampingi lansia dalam menghadapi kematian.Dengan kecerdasan spiritual lansia dalam kehidupannya, juga mendukung dalam kualitas hidup pada lansia untuk mempersiapkan kematiannya.Dan lansia juga berharap bisa meninggal di tempat yang mereka inginkan, misalnya di rumah, di panti, dalan lain sebagainya.

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 50 orang lanjut usia yang meliputi pria dan wanita. Penelitian ini dibuat oleh Fredy Setya Wijaya dan Ranny M.S dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai arah penurunan seperti menurunnya barbagai fungsi organ tubuh. Perasaan cemas yang dialami lansia mengganggu dalam kegiatan sehari-hari lansia.Terutama kecemasan dalam nasib dan kematian pada lansia.

Sehingga dalam memikirkan kematian pada lansia memiliki dampak kecemasan dalam keadaan yang tidak pasti dalam menghadapi kepastian tersebut. Pikiran tersebut muncul dikarenakan adanya pikiran-pikiran pada lansia yang meliputi tempat selanjutnya yang ia huni setelah kematiannya adalah tempat yang buruk, merasa akan kehilangan hidupnya.

(18)

permasalahan yang berhubungan dengan keamatian. Dan ada juga reaksi perilaku yaitu tindakan yang dilakukan individu ketika dirinya sedang terancam oleh kematian. Adanya kecemasan dalam mengahadapi kematian berdampak pada kondisi emosional yang tidak nyaman, tegang, gelisah, tidak tenag, was-was, bingung, dan lain sebagainya. Penyebab kecemasan ini bisa berupa dari faktor stimulus internal maupun eksternal lansia itu sendiri. Faktor internal bisa berupa kecemasan lansia dalam kewaspadaan yang menyebabkan dia meninggal.Adanya perspersi dalam lansia dalam mengahdapi kematian merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi kematian. Lansia yang memiliki persepsi yang positif dalam kematiannya akan menimbulkan perilaku yang positif.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi Pada Masa

Dewasa Akhir Menjelang Kematian

1. Faktor-faktor Kesejahteraan Lansia

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan hidup lansia paling utama adalah mengenai usia lansia yang juga pemikiran lansia terhadap bagaimana hidup yang kesejahtera di akhir masa-masa hidupnya. Hidup sejahtera pada lansia juga memiliki standart masing-masing atau bernilai subjektif diteliti oleh Yeniar (2011) dengan melibatkan lansia yang berusia 60-70 tahun, pada lansia di PMI Semarang.

Faktor yang paling utama dalam Kesejahteraan Psikologis Lansia menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) mempengaruhi lansia dalam di panti werdha adalah karena usia yang semakin renta yang menyebabkan kondisi fisik, kognitif dan sosioemosi menurun, disamping itu karena adanya faktor dari kerluarga, lingkungan dan masyarkat itu sendiri yang membuat lansia berada di Panti Werdha juga, dan sebaliknya.

(19)

adanya pikiran pada lansia bahwa tidak ada hidup yang abadi merupakan faktor pendorong juga.

Faktor yang muncul menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) adalah saat lansia berada di panti werdha, lansia terkadang merasa kesepian karena keluarga yang jarang menjenguk, adanya kesulitan dalam berkomunikasi sosial dengan lansia lain,mindset lansia yang berpresepsi tentang teman dalam berkomunikasi sosial, dan lansia juga mulai terkena penyakit-penyakit orang tua.

Sehingga dampaknya menimbulkan adanya rasa syukur yang dialami lansia dalam hal segi psikologis maupun dalam kondisi sosial mereka. Sehingga, dalam hal kesejahteraan dan religuiusitas pada lansia, letak kesadarannya ada pada diri masing-masing, tidak pada pasangannya. Yeniar (2011).

Dampaknya yang terjadi adalah lansia lebih memilih menghindari konflik antar sesama teman yang berupa kegiatan sosial atau berkomunikasi, lansia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atau meningkatkan sisi religiusitasnya dengan mengadakan atau mengahdiri pengajian, dan juga menolong sesama teman yang membutuhkan jika ada teman yang sedang sakit. Nurlailiwangi, dkk (2013).

Dan seharusnya tahap yang sudah dicapai oleh lansia pada usia ini adalah adanya tahap kesadaran berserah diri kepada Tuhan, kepada kepercayaan masing-masing, karena dianggap telah mendekati kematian. Yeniar (2011).

Tahap yang dicapai lansia menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) pada masa iniharusnya adasikap wibawa, dihormati, menjadi sesepuh dan siap menghadapi atau mempersiapkan kematian. Lansia tahu akan keterbatasan yang dimilikinya, semakin tua, kondisi fisik, kognitif semakin menurun, dan sosial emosinya semakin sadar akan kondisinya sekarang.

2. Faktor Kualitas Lansia

(20)

Faktor penghambat masalah yang biasa dialami oleh lansia diantaranya adalah kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga. Karena dukungan keluarga yang kurang mengakibatkan lansia harus memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. (Yulianti dan Boraya).

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Domain sosial memiliki perbedaan kualitas hidup menurut status pernikahan pada lansia yang tinggal di komunitas. Sementara itu, domain sosial memiliki perbedaan kualitas hidup lansia menurut usia, partisipasi sosial, dukungan keluarga, dan tingkat kemandirian pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Berdasarkan domain lingkungan, terdapat perbedaan kualitas hidup lansia antara lansia yang tinggal di komunitas dengan Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember menurut dukungan keluarga. Sementara itu, domain lingkungan memiliki perbedaan kualitas hidup lansia menurut partisipasi sosial dan tingkat kemandirian hanya pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. (Yulianti dan Boraya).

3. Faktor Self-Esteem Pada Lansia

Faktor Self-Esteem pada pensiunan PNS diteliti oleh Setyarini dan Atamimi (2011) di daerah Ranting Srandakan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdaftar sebagai anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI). Subjek di ambil dengan purposive sampling sebanyak 32 orang.Variabel independen (X) adalah self-esteem, sedangkan variabel dependen (X) adalah makna hidup.Instrumen untuk pengumpulan data menggunakan skala self-esteem (29 aitem) dan skala makna hidup (34 aitem) yang disusun oleh peneliti. Pengumpulan data tambahan juga dilakukan mewawancarai lima subjek penelitian.

Self-esteem dianggap sebagai hal esensial dalam psychological survival

(Mckay & Fanning, 2000) dan sebagai faktor primer kualitas hidup.Self-esteem

mempengaruhi kebahagiaan, resiliensi, dan memotivasi individu untuk hidup sehat dan produktif.Self-esteem merupakan faktor esensial bagi kesehatan, kemampuan

(21)

fungsional, kepuasan hidup, dan berkaitan dengan well-being seumur hidup secara signifikan (Guindon, 2010).

Pensiun sendiri merupakan sebuah transisi atau proses yang disertai dengan perubahan status atau aktivitas (Phillips, Ajrouch, & H-Nallétamby, 2010). Sistem pensiun di Indonesia menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia yang bekerja di kantor dipensiunkan pada usia 56 tahun, sedangkan guru dan pengawas dipensiunkan setelah berusia 60 tahun..

Penelitian menunjukkan bahwa selfesteem tinggi pada masa kanak-kanak.Kemudian menurun ketika masa remaja (Robins, Trzesniewski, Tracy, Gosling, & Potter, 2002). Pada usia dewasa tengah, selfesteem meningkat lalu menurun secaradrastis pada usia dewasa akhir (Agarwal,2012) dan saat memasuki usia pension (Nauert, 2012). Tren tersebut berlaku untuksegala usia, lintas gender, etnis, skala

selfesteem, kebangsaan, dan tahun publikasi penelitian (Trzesniewski, Donnellan, & Robins, 2003).

Masalah yang timbul pada tingginya self-esteem pada individu ketika masih bekerja disebabkan karena adanya perasaan berguna bagi orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Sebenarnya pensiun bisa membuat individu senang karena bebas dari beban pekerjaan namun menurut Ilmuwan gerontology, pensiun akan menimbulkan sejumlah efek negatif. Pensiun dapat menyebabkan masalah seperti kesulitan ekonomi, demoralisasi, menurunnya self-esteem, berkurangnya aktivitas, meningkatkan isolasi dan kesepian, menurunkan kondisi fisik dan kesehatan mental (Atchley, 2007), serta perasaan tidak berguna bagi lingkungan dan sesamanya. Mampu menyebabkan tekanan.Ketika individu meninggalkan pekerjaan, pendapatan maupun partisipasi sosial di dunia kerjanya menurun (Wegman & Mcgee, 2004).

Perubahan status sosial ekonomi dan kesehatan fisik diketahui dapat mempengaruhi penurunan self-esteem pada orangdewasa akhir (Orth, Trzesniewski, & Robins, 2010).Individu yang berpendidikan diketahui memiliki self-esteem lebih tinggi daripada yang tidak berpendidikan (McMullin & Carney, 2004).

(22)

Kebermaknaan hidup berkaitan dengan kesehatan dan secara tidak langsung mempengaruhi tingkat lamanya usia dan memperlambat kematian individu. Makna hidup selalu berubah namun tidak pernah bisa berhenti (Frankl, 1992). Relatif stabil meskipun usia seseorang terus bertambah (Baumeister & Vohs, 2002).

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dimana tingkat self-esteem individu mampu meningkatkan kebermaknaan hidup pensiun. Lalu penelitian pun mampu memperkuat teori sumber makna hidup Westerhof, dkk. (dalam Wong, 2012). Sumber makna hidup dalam diri seseorang menurut Westerhof, dkk. (Wong, 2012): (1) Berasal dari dalam diri (sifat dan karakter, perkembangan personal dan prestasi, penerimaan diri, pleasure/kesenangan, pemenuhan, dan kedamaian). (2) Relasi (perasaan terikatan, intimasi, kualitas relasi, altruisme, pelayanan, dan kesadaran komunal/berhubungan dengan umum). (3) Integritas fisik (fungsi, kesehatan, dan penampilan yang tampak). (4) Aktivitas (kerja, leisure, dan aktivitasaktivitas hedonis). (5) Kebutuhan materi (kepemilikan, keamanan keuangan, dan meeting basicneeds/ kebutuhan dasar dalam hierarchyneed Abraham Maslow). Sumber makna hidup lain yang mempengaruhi makna hidup yaitu kebutuhan holistik, pandangan filosofis (nilai-nilai dan kepercayaan), idealisme, perhatian pada kemanusiaan.

4. Faktor Kematangan Emosi Pada Lansia

Faktor kematangan emosi pada lansia diteliti pada 32 lansia dengan usia minimal 65 tahun, yang memenuhi syarat minimal lulusan SMP mampu merespon dengan baik dan seorang pensiunan serta tidak tinggal di Panti Tresna Werdha. Subjek berasal dari anggota Perhimpunan Puna Karyawan PERTAMINA (HIMPANA) di DIY, Ranting Utara pada 10 Agustus 2002. Sari dan Nuryoto (2002) menggunakan analisis kuantitatif.Data diperoleh dengan menggunakan metode skala dan lembar identitas yang berisi data faktual tentang subjek. Variabel Independen (x) adalah kematang emosi yang di ukur dengan menggunakan skala kematangan emosi berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Overstreet (dalam Schneiders, 1955) dan variabel dependen (x) adalah penerimaan diri yang menggunakan pengukuran skala penerimaan diri berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963).

(23)

semakin tinggi pula peneriman diri, dan sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka semakin rendah pula peneriman dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah pendidikan dan dukungan sosial.Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973).

Kematangan Emosi Schneiders (dalam Kurniawan, 1995) mengemukakan bahwa individu disebut matang emosinya jika potensi yang dikembangkannya dapat ditempatkan dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat dihadapi dengan cara yang efektif dan positif. Hurlock (1959) berpendapat bahwa individu yang matang emosinya dapat dengan bebas merasakan sesuatu tanpa beban.

Individu yang memiliki kematangan emosi dapat mengatasi masalah yang dihadapinya dengan memunculkan mekanisme psikologi yang sesuai dan bermanfaat untuk menghadapi berbagai keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana individu beradaptasi pada perubahan yang ada pada dirinya untuk mencapai successful aging.

Seorang individu dapat saja secara kronologis sudah memasuki periode perkembangan dewasa, tetapi secara psikologis masih belum matang hal ini lah yang akan menimbulkan masalah dimana masih saja ada lansia yang berperilaku seperti anak-anak.

Reichard’s (dalam Decker, 1980) menyatakan bahwa ada dua gambaran dari individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi, yaitu (1) Angry. Individu-individu akan memusuhi lingkungan, menyalahkan lingkungan apabila ada sesuatu yang salah, melihat dunia sebagai suatu perlawanan yang kompetitif. (2) Self-haters. Individu-individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan sosial yang buruk, dan sangat depresi dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Individu yang tidak dapat menerima perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapinya

(24)

5. Faktor Kesepian dan Kerohaniahan Pada Lansia

Penelitian ini dilakukan dengan subjek yang berjumlah 60 orang Lansia dan berusia diatas 60 tahun. Jurnal ini dibuat oleh Della Adelina dan Triana Noor E.S dari Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Adanya faktor teknologi yang canggih dengan didukung perbaikan gizi di indonesia telah meningkatkan jumlah lansia dari tahun ke tahun. Namun adanya peningkatan dalam jumlah lansia, membuat bagaimana adanya kesejahteraan pada lansia. Adanya penurunan fisik seperti penyusutan berat badan, peningkatan jumlah masa lemak bagian yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh, munculnya keriput, sensivitas mata terhadap ketajaman penglihatan, dll. Dalam kognitif juga terdapat penurunan terhadap performasi intelektual, psikomotor menjadi lambat, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam sosioemosinya adanya perlakuan dari masyarakat terhadap lansia itu sendiri bisa berupa pengurangan dalam kegiatan aktivitas bagi lansia di masyarakat.

Faktor penghambat dari permasalahan tersebut dari segi fisik, kognitif dan sosioemosi menyebabkan penyakit reumatik, tekanan darah tinggi, kepikunan, ketidakpercayaan diri pada lansia di masyarakat sampai dengan menimbulkan stress dan depresi pada lansia. Tanpa adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan sosialnya, ternyata stress dan depresi dapat menyebabkan kematian pada lansia yang kemampuan merespon stressnya telah menurun. Disamping itu, ketakutan lansia pada dosa-dosa yang pernah ia perbuat dan akan mendapatkan pertanggungjawaban setelah kematian, berpisahnya dengan orang-orang yang telah dikasihi, dll.

Sehingga, dampaknya lansia yang mengalami fase kehilangan dalam hidupnya pun ada yang merasa belum siap dalam menerima datangnnya kematian, sehingga lansia takut menjalani kehidupan lansianya. Sehingga, adanya kegiatan memperbaiki ketakutan lansia yang berupa hobby yang lansia lakukan, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, adanya thap integritas pada lansia sehingga lansia siap dalam menghadapi kematiannya.

(25)
(26)

BAB III

PEMBAHASAN

1. Ciri-ciri perubahan fisik yang terjadi pada lansia di masa dewasa akhir :

a. Bertambahnya kerutan pada wajah dan bertambah pendek. Pada masa dewasa akhir, terjadi penyusutan tulang belakang pada lansia pria dan wanita (Hoyer & Roodin, 2003). Pada usia 60 tahun, biasanya terjadi penurunan berat badan yang disebabkan oleh penyusutan otot, sehingga tubuh terlihat mengendur (Evans, 2010).

b. Pada masa tua, orang dewasa lanjut usia cenderung mengalami perubahan pergerakan. Gerak tubuh menjadi lebih lambat. Bahkan untuk melakukan kegiatan seperti menggenggam, bergerak dari satu tempat ke tempat lain, orang lanjut usia cenderung makin lambat dibandingkan ketika masih muda (Mollenkopf, 2007).

2. Ciri-ciri perubahan kognitif yang terjadi pada lansia diantaranya, seperti : a. Depresi

Faktor yang mempengaruhi depresi menurut Djaali dan Sappaile (2013) terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri mereka saat memasuki usia lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan, perubahan rutinitas, dan hilangnya lingkungan sosial, dimana semua hal tersebut terjadi bersamaan dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan fungsi kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis. Hal ini bersangkutan dengan sebuah studi yang menemukan bahwa, semakin rendah frekuensi simtom depresi pada orang dewasa lanjut usia dibanding orang dewasa paruh baya dikaitkan dengan kesulitan ekonomi yang lebih kecil, pertukaran sosial negatif yang lebih jarang, dan meningkatnya religiusitas (Schieman, van Gundy, & Taylor, 2004). b. Demensia

(27)

Martin-Kahn, & Lie, 2010). Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional.Gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.

3. Ciri-ciri perubahan sosioemosi yang terjadi pada lansia di masa dewasa akhir diantaranya adalah :

a. Ciri-ciri yang tampak pada perubahan sosioemosi yang dialami lansia, seperti integritas versus keputusan yang dialami individu di masa dewasa akhir yang melibatkan refleksi terhadap masa lalu, yang menyimpulkan bahwa kehidupannya belum dimanfaatkan secara baik (Santrock, 2012), sehingga menyebabkan adanya perilaku positif yang dilakukan lansia, menghindari konflik antar sesama, lebih berwibawa dan bersikap positif.

b. Pada lansia memiliki feminitas dan maskulinitas pada lansia di masa dewasa akhir ini (Gutmann,1975). Hal ini menimbulkan penurunan dalam segi fisik dan seksualitas pada lansia. Sehingga adanya penerimaan diri pada lansia, agar lansia siap menghadapi kematian. Kualitas hidup dan kesejahteraan pada lansia memiliki standar masing-masing pada setiap lansia.

c. Kemajuan teknologi dalam peralatan penunjang-hidup menimbulkan isu-isu mengenai kualitas hidup (Durnova & Gottweis, 2010; Givens & Mitchell, 2009). Itu mengapa terjadi pertumbuhan jumlah lansia tiap tahun. Adanya kualitas hidup bagi lansia, membawa lansia menjadi mendekatkan diri kepada Tuhan atau semakin meningkatkan sisi religiusitasnya, sehingga siap dalam menghadapi kematiannya dalam masa-masa tua.

d. Berbagai emosi dan gejolak mulai dialami lansia dalam mempersiapkan diri pada kematiannya dengan menjadi lebih spiritual (Park, 2009). Elisabeth Kubler-Ross (1969) membagi perilaku dan pikiran manusia yang mendekati ajal kedalam 5 tahapan yaitu:

 Penolakan dan isolasi dimana pada tahapan awal ini orang yang akan meninggal menyangkal keadaan itu.

(28)

 Menawar adalah tahapan orang itu menawar kematiannya untuk di undur atau ditangguhkan.

 Depresi merupakan tahapan keempat mulai menerima keadaannya dengan tekanan dalam dirinya

 Menerima adalah tahapan akhir dimana orang itu menerima dengan rasa damai kematiannya.

(29)

BAB IV

KESIMPULAN

Jadi, pada masa dewasa akhir atau atau pada usia 60 tahun keatas bila ditinjau dari segi kognitif adalah adanya penurunan daya ingat atau mengalami kepikunan, serta adanya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kognitif misalnya adalah dimensia dan alzaimer yang juga ada pada usia masa tua ini.

Bila ditinjau dari segi fisik, usia dewasa akhir ini sudah memiliki daya tahan tubuh yang tidak sekuat masa-masa sebelumnya. Satu masalah stres misalnya, akan menimbulkan banyak penyakit fisik, diantaranya adalah tekanan darah tinggi, linu kaki dan tangan, migrain dan sebagainya. Tenaga yang semakin berkurang, juga menyebabkan adanya masa pensiun, sehingga, pekerjaan yang berat sudah tidak bisa dikerjakan lagi. Sehingga mengalami kondisi yang bermasalah pada sosioemosinya.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Nurlaili, E., Coralia, F., Verawati. (2013). Studi Mengenai Kesejahteraan Psikologis Lansia Di Balai Perlindungan Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung. Jurnal Psikologi Indonesia. Bandung: No 1). Vol. X. ISSN 0853-3098.

Indriana, Y., Desiningrum, D.R., Kristiana I.F. (2011. Religiositas, keberadaan pasangan dan kesejahteraan sosial (social well being) pada lansia binaan PMI Semarang. Jurnal Psikologi Undip. Semarang: PSIKOLOGI UNDIP.Vol. 10. No. 2.

Reily, J.(2010). Effects of Semantic and phonological reladness on world list recall : a case study in semantic dimentia and alzheimer’s disease. ScienceDirect Predia Social and behavioral science 6.

Harapan, P., Febriana, S.,& Wasisto, U.(2014).Studi Fenomenologi Persepsi Lansia dalam mempersiapkan diri menghadapi kematian. Pekanbaru: JOM PSIK vol 1 No.2

Wicaksono, W.(2003). Ketakutan Terhadap Kematian ditinjau dari Kebijaksanaan dan Orientasi Religius pada Periode Remaja Akhir yang Berstatus Mahasiswa. Yogyakarta: Jurnal Psikologi. No 1, 57-65.

Pamungkas, A., Sri W., &Rin W.A. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi Tutup Usia pada Lanjut Usia di Kelurahan Jebres Surakarta. Surakarta.

Wijaya, F.S. & Ranni, M.S.(2006). Persepsi Terhadap Kematian dan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia. Yogyakarta.

Melati, K., Yayan S.& Faizah. Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningful Life) Setelah Kematian Pasangan Berdasarkan Teori Viktor Frankl pada Janda Lanjut Usia. Malang.

Adeliana, D.& Triana N.E.D.S. Hubungan Kecerdasan Ruhaniah dengan Kesiapan Menghadapi Kematian pada Lansia. Magelang.

Suprapto, H.U.H.(2013).Konseling Logoterapi untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Lansia.Jurnal sains dan praktik psikologi. Vol 1.

Muharyani, P.W.(2010).Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

(31)

Widjayanti. (2007). Hubungan Kualitas Fisik dan Lingkungan dengan Pola Kehidupan Lansia di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman. Vol 6.No 1. Maret 2007.

Astari, P.D., Adiatmika, P.G., dkk. (2011). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi pada Kelompok Senam Lansia di Bajar Kaja Sesetan Denpasar Selatan. Universitas Udayana Denpasar.

Handono, S.& Richard, S.D. (2013). Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera.Jurnal Stikes. Vol 6. No. 1. Juli 2013.

Asniati, N.D. & Nursiah, S.(2014).A Syistem Review: Group Counselling for Older People with Depression.Jakarta: Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas Negeri Jakarta.

Yulianti, A.,dkk.(2014).Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia.Jember: JurnalFakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.

Setyarini, R & Nuryati, A. (2011). Self-Esteem dan Makna Hidup padaPensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: Vol. 38 N.

Sari, E.P.& Sartini, N. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usiaditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: No. 2

Referensi

Dokumen terkait