• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSEPSI dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIV"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI

PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

OLEH: KELOMPOK V

MAENA 000801442016

ANDI NURQALBI 000501442016 SITI NURZAKIAH ISDIHAR 006301442016 MIFTAHUL JANNAH SAMAD 006801442016

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

(2)

PERSEPSI dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

A. Apakah dimaksud Persepsi?

Persepsi adalah sebuah proses individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk memberikan pengertian pada lingkungannya. Apa yang kita nilai bisa jadi berbeda secara substansial dengan realitas objektif. Persepsi penting bagi perilaku organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri. Dunia sebagaimana yang dinilai adalah dunia yang penting secara perilaku.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

Sejumlah faktor membentuk dan kadang-kadang mengganggu persepsi. Faktor-faktor ini bisa berada pada penilai, pada objek atau target yang dinilai, atau pada situasi di mana persepsi itu dibuat.

Ketika Anda melihat sebuah target, interpretasi Anda tentang apa yang Anda lihat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi Anda-sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lampau, dan ekspektasi. Misalnya, jika Anda mengharapkan petugas polisi agar otoritatif, Anda mungkin menilai mereka demikian, tanpa memandang sifat-sifat yang sebenarnya.

Karakteristik dari target juga memengaruhi apa yang kita nilai. Orang-orang yang tarisik mungkin lebih disadari daripada yang pendiam. Demikian halnya dengan mereka yang sangat menarik atau sangat tidak menarik. Oleh karena kita tidak melihat target dalam isolasi, hubungan antara sebuah target dan latar beiakangnya memengaruhi persepsi, sebagaimana kecenderungan kita untuk mengelompokkan hal-hal yang dekat dan mirip bersama-sama. Kita saring menilai wanita, pria, Kulit Putih, Afrika Amerika, Asia, atau anggota kelompok lainnya yang memiliki karakteristik-karakteristik yang secara jelas berbeda sebagai kesamaan dalam cara lain yang tidak berhubungan juga.

(3)

B. Persepsi Orang : Membuat Penilaian atas Orang Lain 1. Teori Atribusi

Benda-benda mati seperti bangku, mesin, dan bangunan mengikuti hukum alam, tetapi mereka tidak memiliki kepercayaan, motif, atau niat. Manusia memiliki semua itu. Ketika kita mengamati orang, kita mencoba menjelaskan perilaku mereka. Persepsi dan penilaian kita tentang tindakan orang dipengaruhi oleh asumsi yang kita buat di pikiran kita terhadap orang itu.

Teori atribusi mencoba menjelaskan cara-cara kita menilai orang bergantung pada pengertian yang kita atribusikan pada sebuah perilaku. Itu menyatakan bahwa ketika kita mengamati perilaku seorang individu, kita mencobaa menentukan apakah itu disebabkan dari internal atau eksternal. Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor: (1) perbedaan, (2) konsensus, dan (3) konsistensi. Mari kjta klarifikasi perbedaan antara penyebab internal dan eksternal, dan kita akan mendiskusikan faktor- faktor penentu itu.

Perilaku yang disebabkan Internal adalah yang dipercaya pengamat berada dalam kendali perilaku pribadi dari indlvidu. Perilaku yang disebabkan eksternal adalah apa yang kita bayangkan situasi memaksa Individu untuk,melakukannya. Jika salah satu pekerja Anda datang terlambat, Anda mungkin mengati ibusikannya pada bangun tidur kesiangan akibat pesta malam yang ia adakan. Ini adalah atrubusi internal. Tetapi jika Anda mengatribusikannya pada kecelakaan mobil yang membuat macet, Anda membuat atribusi eksternal.

Sekarang mari kita diskusikan ketiga faktor penentu. Perbedaan merujuk pada apakah seorang individu menampilkan perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Apakah pekerja yang datang telat hari ini adalah yang secara teratur mengingkari komitmen? Apa yang kita ingin ketahui adalah apakah perilakunya tidak biasa. Jika ya, kita mungkin memberikan atribusi eksternal. Jika tidak, kita mungkin menilai perilaku itu internal.

Jika setiap orang menghadapi situasi yang sama memberikan respons yang sama, kita dapat mengatakan perilaku itu menunjukkan konsensus. Perilaku dari pekerja yang terlambat memenuhi kriteria ini jika semua pekerja yang menempuh rute yang sama juga terlambat. Dari sebuah perspektif atribusi, jika konsensusnya tinggi, Anda mungkin memberikan atribusi eksternal pada keterlambatan pekerja itu, sedangkan jika pekerja lain yang menempuh rute yang sama bisa datang tepat waktu, Anda akan mengatribusikan keterlambatannya sebagai penyebab internal.

(4)

Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa kesalahan atau bias mengganggu atribusi. Ketika kita membuat penilaian mengenai perilaku orang lain, kita cenderung meremehkan pengaruh faktor eksternal dan melebihkan pengaruh faktor-faktor internal atau pribadi. Kesalahan atribusi fundamental ini dapat menjelaskan mengapa seorang manajer penjualan cenderung mengatribusikan buruknya kinerja agen penjualnya pada kemalasan dibandingkan pada lini produk inovatif kompetitor. Individu dan organisasi juga cenderung mengatribusikan kesuksesan mereka pada faktor-faktor internal seperti kemampuan atau usaha, tetapi menyalahkan kegagalan pada faktor-faktor eksternal seperti ketidakberuntungan atau rekan kerja yang tidak produktif. Orang-orang juga cenderung mengatribusikan informasi-informasi ambigu seperti pujian bagus menerima umpan balik positif dan menolak umpan balik negatif.Hal ini merupakan bias pelayanan diri/ Para peneliti menanyai sekelompok orang, "Jika seseorang menuntut Anda dan Anda memenangkan kasus itu, haruskah ia membayar biaya hukum Anda?” Delapan puluh persen merespons “ya”. Kelompok lainnya ditanyakan, “Jika Anda menuntut seseorang dan kalah dalam kasus itu, haruskah Anda membayar biayanya? Hanya 44% menjawab “ya”

Bukti dari perbedaan-perbedaan budaya dalam persepsi bercampur, tetapi kebanyakan menyatakan bahwa ada perbedaan iintas budaya dalam atribusi yang dibuat orang.5 Satu studi menemukan manajer Korea cenderung kurang bias pelayanan diri mereka cenderung menerima tanggung jawab atas kegagalan kelompok “Hal ini dikarenakan saya bukan pemimpin yang cakap” bukannya mengatribusikan kegagalan pada anggota kelompok.6 Di sisi lain, manajer-manajer Asia lebih mungkin menyalahkan institusi atau seluruh organisasi, sedangkan pengamat Barat percaya manajer-manajer individu seharusnya disalahkan atau dipuji.7 Hal itu mungkin menjelaskan mengapa surat kabar AS menampilkan nama-nama eksekutif individu ketika perusahaan berkinerja buruk, sedangkan media Asia memberitakan bagaimana perusahaan secara keseluruhan gagal. Kecenderungan untuk membuat atribusi berdasarkan kelompok ini juga menjelaskan mengapa individu dari budaya Asia lebih mungkin membuat stereotip berdasarkan kelompok. Teori atribusi dikembangkan berdasarkan eksperimen dengan pekerja AS dan Eropa Barat. Tetapi studi-studi ini menyarankan kehati-hatian dalam membuat prediksi teori atribusi dalam komunitas non-Barat, khususnya pada negara-negara dengan tradisi kolektif yang kuat.

(5)

dibutuhkan lebih banyak bukti bagi manajer Asia untuk menyimpulkan orang lain harus disalahkan.

2. Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain secara Umum

Jalan pintas untuk menilai orang lain sering kali memperbolehkan kita untuk membuat persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid untuk membuat prediksi. Bagaimana pun, mereka dapat dan memang kadang-kadang menghasilkan distorsi signifikan.

a) Persepsi Selektif

Karakteristik apa pun yang membuat seseorang, sebuah objek, atau sebuah peristiwa menonjol akan meningkatkan probabilitas kita menilainya? Mengapa? Oleh karena tidak mungkin bagi kita untuk mengasimilasikan semua hal yang kita lihat; kita dapat mengambil hanya rangsangan tertentu. Oleh karena itu, Anda lebih mungkin untuk menyadari mobil yang mirip dengan punya Anda, dan atasan Anda mungkin memarahi beberapa orang dan bukan yang lain yang melakukan hal yang sama. Oleh karena kita tidak dapat mengamati semua hal yang terjadi, kita menggunakan persepsi selektif. Tetapi kita tidak memilih secara acak: kita memilih menurut minat, latar belakang, pengalaman, dan sikap kita. Peisepsi selektif membuat kita membaca orang lain dengan cepat, tetapi berisiko menggambarkan gambaran yang tidak akurat. Melihat apa yang ingin kita lihat, kita dapat menggambarkan kesimpulan yang tidak dapat dijamin dari sebuah situasi yang ambigu.

b) Efek Halo

Ketika kita menggambarkan sebuah kesan mengenai seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik tunggal, seperti kecerdasan, kemampuan bersosialisasi, atau penampilan, sebuah efek halo sedang bekerja. Efek halo dikonfirmasi dalam sebuah studi klasik di mana subjek diberikan sebuah daftar sifat-sifat seperti cerdas, terampil, giat, rajin, berkemauan kuat, serta hangat; subjek diminta untuk mengevaluasi orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Subjek menilai orang itu bijaksana, humoris, populer, dan imajinatif. Ketika daftar yang sama menggantikan “dingin” dengan “hangat”, satu gambaran yang benar-benar berbeda muncul. Jelasnya, subjek membuat sebuah sifat tunggal memengaruhi kesan keseluruhan mereka atas orang yang mereka nilai.

c) Efek Kontras

(6)

menyukai anak-anak dan hewan sehingga Anda akan kelihatan buruk dalam perbandingan. Contoh ini menunjukkan bagaimana efek kontras dapat mengganggu persepsi. Kita tidak mengevaluasi orang yang sedang diisolasi. Reaksi kita dipengaruhi oleh hal-hal lain yang muncul baru-baru ini. Dalam sebuah rangkaian wawancara pekerjaan, pewawancara dapat membuat distorsi pada evaluasi kandidat tertentu akibat posisi jadwal wawancaranya. Seorang kandidat mungkin menerima evaluasi yang lebih menyenangkan jika diawali oleh pelamar rata-rata dan evaluasi yang kurang menyenangkan jika diawali oleh pelamar yang kuat.

d) Stereotip

Ketika kita menilai se'seorang berdasarkan persepsi kita atas kelompok asalnya, kita sedang melakukan stereotip. Kita berhadapan dengan jumlah rangsangan yang tidak dapat dikendalikan dari dunia yang kompleks dengan menggunakan heuristis atau stereotip untuk mengambil keputusan dengan cepat. Misalnya, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa Allison dari keuangan akan mampu membantu Anda menyelesaikan masalah anggaran. Masalah terjadi ketika kita menggeneralisasikan dengan tidak akurat atau berlebihan. Satu masalah dari stereotip adalah adanya generalisasi yang menyebar luas, meskipun mungkin tidak mengandung kebenaran ketika diaplikasikan pada orang atau situasi tertentu. Kita harus memonitor diri kita masing-masing untuk meyakinkan jangan sampai kita tidak adil dalam menerapkan stereotip dalam evaluasi dan keputusan kita. Stereotip adalah sebuah contoh peringatan, "Semakin berguna, semakin berbahaya disalahgunakan”

3. Aplikasi Spesifik dari Jalan Pintas dalam Organisasi

Orang-orang dalam organisasi selalu menilai satu sama lain. Manajer harus menilai kinerja pekerjanya. Kita mengevaluasi seberapa banyak usaha yang diberikan rekan kerja kita dalam pekerjaan mereka. Anggota tim segera menilai orang baru. Dalam banyak kasus, penilaian kita memiliki konsekuensi penting bagi organisasi. Mari kita lihat aplikasi- aplikasi yang paling nyata.

a. Wawancara Kerja

(7)

diperoleh dari awai wawancara membawa bobot yang lebih besar dibandingkan informasi yang diperoleh sesudahnya, dan pelamar yang baik mungkin dikarakterisasi lebih berdasarkan tidak adanya karakteristik yang tidak menyenangkan dibandingkan berdasarkan kehadiran karakteristik yang menyenangkan.

b. Ekspektasi Kinerja

Orang-orang mencoba untuk memvalidasi persepsi mereka mengenai realita bahkan ketika hal-hal ini salah. Istilah prediksi pemenuhan diri dan efek Pygmalion menjelaskan bagaimana perilaku seorang individu ditentukan oleh ekspektasi orang lain. Jika seorang manajer mengekspektasikan hal-hal besar dari pekerjanya, mereka tidak mungkin mengecewakannya. Sama halnya, jika ia mengharapkan hanya kinerja minimal, mereka akan mungkin memenuhi ekspektasi rendah itu. Ekspektasi menjadi realita. Prediksi pemenuhan diri telah didapati memengaruhi kinerja pelajar, tentara, dan bahkan akuntan.

c. Evaluasi Kinerja

Evaluasi subjektif, meskipun kadang kala perlu, adalah problematik karena kesalahan yang kita diskusikan persepsi selektif, efekkontras, efek halo, dan seterusnya. Kadang-kadang peringkat kinerja mengatakan tentang evaluator sebanyak yang dikatakannya tentang pekerja.

C. Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual

Individu mengambil keputusan, pilihan yang dibuat dari dua atau lebih alternatif. Manajer puncak menentukan sasaran organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan ditawarkan, cara terbaik apa untuk mendanai operasional, atau di mana lokasi sebuah pabrik manufaktur baru. Manajer level menengah dan lebih rendah menetapkan jadwal produksi, memilih pekerja-pekerja baru, dan menentukan bagaimana alokasi kenaikan gaji. Organisasi telah mulai memberdayakan pekerja non manajerialnya dengan otoritas pengambilan keputusan yang sejarahnya dikhususkan bagi manajer saja. Oleh karena itu pengambilan keputusan individu merupakan bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi cara individu mengambil keputusan dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka. Setiap keputusan membutuhkan kita untuk menginterpretasi dan mengevaluasi informasi. Kita umumnya menerima data dari banyak sumber yang perlu kita saring, proses, dan interpretasi. putusan dalam Organisasi.

(8)

Perilaku organisasi memperbaiki cara kita mengambil keputusan dalam organisasi dengan mengatasi kesalahan pengambilan keputusan yang dilakukan orang sebagai tambahan dari kesalahan persepsi yang telah kita diskusikan. Berikut ini kami menjelaskan kesalahan ini, dimulai dengan penjelasan singkat model pengambilan keputusan rasional.

1. Model Rasional, Rasionalitas Terbatas, dan Intuisi

Dalam perilaku organisasi, ada konsep pengambilan keputusan yang umumnya diterima oleh masing-masing individu untuk membuat determinasi: pengambilan keputusan rasional, rasionalitas terbatas, dan intuisi. Meskipun prosesnya secara eksternal masuk akal, mereka bisa saja tidak mengarah pada keputusan paling akurat (atau terbaik). Lebih penting lagi, ada saat-saat di mana satu strategi bisa mengarah pada hasil yang lebih baik dibandingkan yang lainnya pada situasi tertentu.

a. Pengambilan Keputusan Rasional

Kita sering kali berpikir pengambil keputusan terbaik adalah rasional dan membuat pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan spesifik. Keputusan-keputusan ini mengikuti enam langkah model pengambilan keputusan rasional.

Model pengambilan keputusan rasional mengasumsikan bahwa pengambil keputusan memiliki informasi yang komplet, mampu mengidentifikasi semua opsi yang relevan dengan tidak bias, dan memilih opsi dengan utilitas tertinggi, Kebanyakan keputusan tidak mengikuti model rasional; orang-orang biasanya puas menemukan sebuah solusi yang dapat diterima atau wajar atas sebuah masalah dibandingkan yang optimal. Pilihan- pilihan cenderung dibatasi pada gejala-gejala di sekitar masalah dan alternatif sekarang. Orang-orang sangat tidak sadar dengan pengambilan keputusan yang tidak optimal.

b. Rasionalitas Terbatas

Kemampuan terbatas kita dalam memproses informasi membuat tidak mungkin untuk mengasimilasikan semua informasi yang diperlukan untuk optimalisasi. Kebanyakan orang merespons masalah yang kompleks dengan menguranginya sampai level yang mereka siap mengerti. Banyak masalah tidak memiliki solusi yang optimal karena mereka terlalu rumit untuk cccok dengan model pengambilan keputusan rasional, sehingga orang-orang memutuskan dan mengejar tindakan yang memenuhi persyaratan minimum untuk mencapai tujuan; mereka mencari solusi yang memuaskan atau cukup.

(9)

Mungkin cara yang paling tidak rasional dalam mengambil keputusan adalah pengambilan keputusan intuitif, sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman yang diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif terjadi di luar pikiran sadar berpegang pada asosiasi holistis, atau kaitan antara potongan-potongan informasi yang tidak sama, cepat, dan secara afektif dibebankan, berarti melibatkan emosi.

Saat intuisi tidak rasional, la tidak selalu salah. Tidak juga ia selalu melawan analisis rasional; keduanya dapat melengkapi satu sama lain. Tidak pula bahwa intuisi itu ide yang salah, atau produk dari suatu indra keenam magis atau paranormal. Intuisi kompleks dan berdasarkan pengalaman dan pembelajaran bertahun-tahun.

2. Bias dan Kesalahan Umum dalam Pengambilan Keputusan

Pengambil keputusan terlibat dalam rasionalitas terbatas, tetapi mereka juga mengizinkan bias dan kesalahan sistematis merusak penilaian mereka. Untuk meminimalkan usaha dan menghindari trade-off, orang-orang cenderung terlalu mengandalkan pengalaman, impuls, tebakan, dan aturan jempol yang menyenangkan. Jalan pintas bisa membantu; meskipun demikian mereka dapat mengganggu rasionalitas. Berikut adalah bias-bias paling umum dalam pengambilan keputusan.

a. Bias Terlalu Percaya Diri

Riset tekini terus menyimpulkan bahwa kita cenderung terlalu percaya'diri dengan kemampuan kita dan kemampuan orang lain; juga, bahwa kita biasanya tidak sadar dengan bias ini. Individu yang memiliki kecerdasan intelektual dan interpersonal paling lemah paling mungkin berlebihan dalam mengestimasi kinerja dan kemampuannya. Ada pula hubungan negatif antara optimisme wirausaha dan kinerja bisnis barunya; semakin optimis, semakin tidak sukses. Kecenderungan untuk terlalu percaya diri akan ide-ide mereka mungkin menyebabkan tidak direncanakannya bagaimana menghindari masalah yang muncul.

b. Bias Jangkar

(10)

Kapan pun negosiasi terjadi, penjangkaran juga terjadi. Ketika pemberi kerja prospektif bertanya seberapa banyak gaji Anda sebelumnya, jawaban Anda umumnya menjangkar tawaran pemberi kerja. (Ingatlah ini ketika Anda menegosiasikan gaji Anda, tetapi tetapkan jangkar hanya setinggi yang sebenarnya.) Semakin tepat jangkar Anda, semakin kecil penyesuaiannya.

c. Bias Konfirmasi

Proses pengambilan keputusan rasional mengasumsikan kita mengumpulkan informasi secara objektif. Tetapi kita tidak. Kita secara selektif mengumpulkannya. Bias konfirmasi mewakili sebuah kasus persepsi selektif: kita mencari informasi yang membenarkan pilihan masa lalu kita, dan kita mengurangi informasi yang berlawanan dengannya. Kita juga cenderung menerima nilai nominal, informasi yang membenarkan pandangan semula kita, tetapi kita skeptis atas informasi yang menantangnya. Oleh karena itu, informasi yang kita peroleh umumnya bias pada pandangan yang mendukung yang sudah kita pegang. Kita bahkan cenderung mencari sumber-sumber yang paling mungkin memberikan apa yang ingin kita dengar, dan kita memberikan terlalu banyak bobot pada informasi yang mendukung dan terlalu sedikit pada yang menentang. Kita paling rentan pada bias konfirmasi ketika kita percaya bahwa kita memiliki informasi yang baikdan dengan kuat berpegang pada opini kita. Untungnya, mereka yang merasa ada kebululian yang kuat untuk akurat dalam pengambilan keputusan kurang rentan pada bias konfirmasi.

d. Bias Ketersediaan

Bias ketersediaan adalah kecenderungan kita untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang siap tersedia. Riset terbaru mengindikasikan bahwa sebuah kombinasi alas informasi yang siap sedia dan pengalaman langsung kita dengan informasi yang sama khususnya sangat berdampak pada pengambilan keputusan kita. Peristiwa yang memunculkan emosi, yang khususnya terang, yang kini cenderung lebih tersedia dalam ingatan kita, mengarahkan kita untuk mengestimasi berlebih kemungkinan peristiwa- peristiwa yang tidak mungkin seperti berada dalam pesawat yang jatuh, menderita komplikasi dari perlakuan media, atau dipecat.

e. Eskalasi Komitmen

(11)

yang lebih tinggi karena keputusan awai lebih umum (oleh karena itu individu merasa adanya kebutuhan yang lebih kuat untuk menjustifikasi keputusan awai dengan melanjutkannya). Terakhir, kesadaran akan biaya terbenam yang diasosiasikan denga keputusan mengurangi eskalasi ketika individu merasa bertanggung jawab (mereka sekarang memiki ”klausa pelarian”).

f. Kesalahan Acak

Kebanyakan dari kita suka berpikir bahwa kita memiliki kendali atas dunia kita. Kecenderungan kita untuk percaya kita mampu memprediksi hasil dari peristiwa acak adalah kesalahan acak.

g. Aversi Risiko

Kecenderungan untuk memilih hal-hal yang pasti daripada hasil yang berisiko adalah aversi risiko. Aversi risiko memiliki implikasi penting. Untuk mengimbangi risiko yang inheren dalam sebuah upah berbasis komisi, perusahaan membayarkan pekerja yang dikomisi cukup banyak daripada yang mereka lakukan pada mereka dengan gaji tetap. Pekerja yang menghindari risiko akan bertahan dengan cara yang ditetapkan dalam melakukan pekerjaannya* daripada mencaH peluang dalam metode yang inovatif. Bertahan dengan sebuah strategi yang berhasil di masa lampau meminimalkan risiko, tetapi akan berujung pada stagnasi, orang-orang ambisius dengan kekuasaan yang dapat diambil (kebanyakan manajer) tampaknya sangat menghindari risiko, mungkin karena merek? tidak ingin kalah dalam taruhan segala sesuatu yang mereka peroleh dengan kerja keras. CEO berada dalam risiko terminasi sangat luar biasa menghindari risiko, bahkan ketika sebuah strategi investasi yang lebih berisiko dalam kepentingan terbaik perusahaannya.

h. Bias Retrospeksi

Bias retrospeksi adalah kecenderungan untuk salah dalam mempercayai bahwa kita dapat memprediksinya secara akurat. Ketika kita memiliki umpan balik atas hasil, kita tampaknya baik dalam menyimpulkan itu kelihatan.

E. Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan : Perbedaan Individu dan Batasan Organisasi

(12)

1. Perbedaan Individu

Seperti yang kita diskusikan, pengambilan keputusan dalam praktiknya dikarakterisasikan oleh batasan-batasan rasionalitas, bias dan kesalahan umum, serta pengunaan intuisi. Perbedaan-perbedaan individu juga menciptakan deviasi dari model rasional. Dalam bagian ini, kita melihat perbedaan-perbedaan itu.

a. Kepribadian

Riset tentang kepribadian dan pengambilan keputusan menyatakan kepribadian memengaruhi keputusan kita

Aspek-aspek spesifik dari kehati-hatian daripada sifat-sifat luasnya bisa memengaruhi eskalasi komitmen. Khususnya aspek kehati-hatian usaha keras untuk pencapaian dan kepatuhan. Pertama, riset menyatakan bahwa orang-orang yang berjuang dalam pencapaiannya lebih mungkin mengeskalasi komitmennya, sedangkan orang yang patuh lebih tidak mungkin. Mengapa? Umumnya, orang-orang yang berorientasi pada pencapaian tidak suka gagal, meskipun demikian, lebih cenderung melakukan apa yang mereka pandang terbaik bagi organisasi. Kedua, individu yang mengejar pencapaian tampaknya lebih rentan pada bias retrospeksi, mungkin karena mereka perlu menjustifikasi tindakannya. Kita belum memiliki bukti mengenai apakah orang-orang yang patuh kebal pada bias ini. Orang-orang dengan harga diri tinggi sangat termotivasi untuk mempertahankannya, sehingga mereka menggunakan bias pemenuhan diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan orang lain atas kegagalannya, tetapi mengambil kredit atas kesuksesan.

b. Jenis Kelamin

(13)

c. Kemampuan Mental

Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang lebih tinggi mampu memproses informasi lebih cepat, memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih cepat, sehingga Anda mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih sedikit berisiko salah mengambil keputusan umum. Meskipun demikian, kemampuan mental tampaknya hanya membantu orang-orang menghindari beberapa dari masalah tersebut. Orang-orang yang cerdas sama mungkinnya untuk jatuh dalam jebakan penjangkaran, terlalu percaya diri, dan eskalasi komitmen, mungkin karena cerdas saja tidak mengingatkan Anda akan kemungkinan Anda terlalu percaya diri atau secara emosional defensif. Bukan berarti bahwa kecerdasan tidak pernah berarti. Begitu diingatkan akan kesalahan pengambilan keputusan, orang-orang yang lebih cerdas belajar lebih cepat untuk menghindarinya. Mereka juga lebih baik dalam menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah atau kesalahan interpretasi data.

d. Perbedaan Budaya

Model rasional tidak membuat pengakuan atas perbedaan budaya, demikian pula dengan banyaknya literatur riset perilaku organisasi tentang pengambilan keputusan. Tetapi orang Indonesia, misalnya, tidak selalu mengambil keputusan dengan cara yang sama dengan orang Australia. Oleh karena itu, kita perlu mengakui bahwa latar belakang budaya dari pembuat keputusan dapat memengaruhi dengan signifikan pilihan masalah, kedalaman analisis, pentingnya logika dan rasionalitas, dan apakah keputusan organisasi seharusnya dibuat secara autokrat oleh seorang manajer atau secara kolektif dalam kelompok. Budaya berbeda dalam orientasi waktu, pentingnya rasionalitas, kepercavaan dalam kemampuan orang memecahkan masalah, dan preferensi pengambilan keputusan kolektif.

2. Batasan Organisasi

Organisasi dapat membatasi pengambil keputusan, menciptakan deviasi dari model rasional. Misalnya, manajer membentuk keputusan untuk merefleksikan evaluasi kinerja dan sistem imbalan organisasi, untuk memenuhi peraturan baku dan untuk memenuhi batasan-batasan waktu organisasi. Contoh dapat juga membatasi keputusan.

a. Evaluasi Kinerja

(14)

b. Sistem Imbalan

Sistem imbalan organisasi memengaruhi pengambil keputusan dengan menyarankan pilihan apa yang memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika organisasi menghargai penghindaran risiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil keputusan konservatif. Dari tahun 1930-an sampai pertengahan tahun 1980-an General Motors secara konsisten memberikan promosi dan bonus pada manajer yang tetap low profile dan menghindari kontroversi. Eksekutif ini menjadi ahli dalam menghindari isu-isu dan menyerahkan keputusan-keputusan kontroversial pada komite.

c. Peraturan Baku

David, seorang manajer sif di restoran Taco Bell di San Antonio, Texas, menjelaskan batasan-batasan yang dihadapinya dalam pekerjaannya, “Saya menerima peraturan-peraturan yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya buat dari bagaimana membuat burrito sampai seberapa sering saya perlu membersihkan toilet. Pekerjaan saya tidak muncul dengan banyak kebebasan memilih” Situasi David tidaklah unik. Semua, kecuali sangat sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk memprogram keputusan dan mengarahkan individu bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan hal demikian; mereka membatasi pilihan-pilihan keputusan.

d. Batasan Waktu Akibat Sistem

Hampir semua keputusan penting muncul dengan tenggat waktu eksplisit. Sebuah laporan tentang pengembangan produk baru bisa saja harus siap untuk ditinjau komite eksekutif tanggai pertama bulan itu. Kondisi-kondisi demikian sering membuat sulit.jjika tidak mungkin, bagi manajer untuk memperoleh semua informasi sebelum mengambil keputusan.

e. Contoh Historis

(15)

F. Bagaimana Mengenai Etika dalam Pengambilan Keputusan

Pertimbangan etis seharusnya menjadi sebuah kriteria penting dalalm semua pengambilan keputusan organisasi. Pada bagian ini kami menampilkan tiga cara untuk membingkai keputusan secara etis. Para manajer juga perlu memahami pentingnya peran yang seharusnya dimainkan kreativitas dalam proses keputusan; manajer-manajer terbaik menggunakan strategi untuk meningkatkan potensi kreatif pekerjanya dan menuai ide- ide untuk aplikasi organisasional.

1. Tiga Kriteria Keputusan Etis

Ukuran etis pertama adalah utilitarianisme, yang mengusulkan pengambilan keputusan hanya berdasarkan outcomef keluaran, idealnya untuk memberikan yang paling baik dalam jumlah yang paling besar. Pandangan ini mendominasi pengambilan keputusan bisnis. Ia konsisten dengan sasaran seperti efisiensi, produktivitas, dan laba tinggi.

Kriteria etis lainnya adalah untuk membuat keputusan konsisten dengan kebebasan dan hak-hak fundamental, seperti yang tercantum dalam Piagam Hak Asasi. Sebuah penekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berati menghormati dan melindungi hak-hak asasi individu, seperti hak atas privasi, kebebasan berbicara, dan proses yang pantas. Kriteria ini melindungi whistle-blower ketika mereka mengungkapkan praktik tidak etis organisasi pada pers atau agen pemerintah, menggunakan hak kebebasan berbicara.

Kriteria ketiga adalah untuk menanamkan dan mendorong aturan-aturan dengan adil dan netral untuk memastikan keadilan atau distribusi yang merata atas manfaat dan biaya. Anggota serikat umumnya memihak pandangan ini. Adil membayar orang dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama tanpa memandang perbedaan kinerja dan menggunakan senioritas sebagai penentu utama dalam keputusan PHK.

Setiap kriteria memiliki keuntungan dan kewajiban. Sebuah fokus pada utilitarianisme mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi itu dapat menyerempet hak-hak beberapa individu, khususnya mereka dengan representasi minoritas. Penggunaan hak-hak melindungi individu dari cedera dan konsisten dengan kebebasan dan privasi, tetapi dapat menciptakan lingkungan legalistik yang mengurangi produktivitas dan efisiensi. Sebuah fokus pada keadilan melindungi kepentingan yang kurang diwakilkan dan kurang berkuasa, tetapi dapat mendorong rasa kepemilikan yang mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.

(16)

mengembangkan standar-standar etis berdasarkan kriteria nonutilitarian. Ini menampilkan sebuah tantangan karena memuaskan hak-hak individu dan keadilan sosial menciptakan ambiguitas yang lebih jauh lagi daripada efek utilitarian pada efisiensi dan laba. Meskipun demikian, saat menaikkan harga, menjual produk dengan efek-efek yang dipertanyakan atas krsehatan pelanggan, menutup pabrik yang tidak efisien, mem-PHK sejumlah becar pekerja, dan memindahkan produksi ke luar negeri untuk menghemat biaya dapat dijustifikasi dari sisi utilitarian yang mungkin tidak lagi merupakan ukuran tunggal oleh keputusan baik yang dinilai.

Semakin meningkat, para peneliti beralih ke etika perilaku sebuah area studi yang menganalisis bagaimana orang berperilaku ketika dikonfrontasikan dengan dilema etis. Riset mereka memberitahukan pada kita bahwa ketika standar etika ada secara kolektif (masyarakat dan organisasi) dan secara individual (etika pribadi), individu tidak selalu mengikuti standar etika yang ditanamkan dalam organisasinya, dan kita kadang-kadang melanggar standar kita sendiri. Perilaku etis kita sangat beragam dari satu situasi ke situasi berikutnya.

G. Kreativitas, pengambilan Keputusan Kreatif, dan Inovasi dalam Organisasi

Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering memperbaiki keputusan, seorang pengambil keputusan juga membutuhkan kreativitas, kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang inovatif dan berguna. Ide-ide ini berbeda dari apa yang telah dilakukan sebelumnya tetapi pantas untuk masalahnya.

Meskipun semua aspek dari perilaku organisasi memiliki kompleksitas, hal itu sangat benar adanya untuk kreativitas. Untuk simplifikari, Tampilan 6-4 memberikan sebuah model tiga tahap dari kreativitas dalam organisasi. Inti dari model itu adalah perilaku kreatif, yang memiliki sebab (prediktor dari perilaku kreatif) dan efek (hasil dari perilaku kreatif) Dalam bagian ini, kita membahas tiga tahap kreativitas, dimulai dengan pusatnya, perilaku kreatif.

1. Perilaku Kreatif

Perilaku kreatif terjadi dalam empat langkah, yang masing-masing mengarah pada yang berikutnya:

a. Formulasi masalah

(17)

b. Pengumpulan informasi

Dengan adanya masalah, solusinya jarang sekali ada di tangan. Kita membutuhkan waktu untuk belajar lebih dan memproses pembelajaran itu. Oleh karena itu, pengumpulan informasi adalah tahapan perilaku kreatif ketika solusi-solusi yang mungkin atas masalah diinkubasikan dalam pikiran individu.

c. Pemunculan ide

Jika kita telah mengumpulkan informasi yang relevan, saatnya untuk mentranslasikan pengetahuan menjadi lde*ide. Oleh karena itu, pemunculan ide adalah proses perilaku kreatif di mana kita mengembangkan solusi-solusi yang mungkin atas sebuah masalah dari Informasi dan pengetahuan yang relevan.

d. Evaluasi ide

Terakhir, saatnya memilih ide-ide yang dimunculkan. Oleh karena itu, evaluasi ide adalah proses perilaku kreatif di mana kita mengevalusi solusi-solusi potensial untuk mengidentifikasi yang terbaik. Kadang-kadang metode memilih bisa jadi inovatif. Ketika pemilik Dallas Mavericks Mark Cuban tidak senang dengan seragam tim, ia meminta fans untuk membantu merancang dan memilih seragam terbaik. Umumnya, untuk mengeliminasi bias nyata Anda ingin agar orang-orang yang melakukan evaluasi ide adalah orang yang berbeda dengan orang memunculkan ide.

2. Penyebab Perilaku Kreatif

Sesudah mendefinisikan perilaku kreatif, tahapan utama dalam model tiga tahap, kita sekarang melihat kembali pada; penyebab kreativitas: potensi kreatif dan lingkungan kreatif,

a. Potensi Kreatif

Apakah ada hal yang disebut kepribadian kreatif? Tentu saja. Ketika jenius kreatif baik dalam ilmu pengetahuan (Albert Einstein), seni (Pablo Picasso), maupun bisnis (Steve Jobs) langka, kebanyakan orang memiliki beberapa karakteristik yang merupakan bagian dari orang-orang yang luar biasa kreatif. Semakin banyak karakteristik ini kita miliki, semakin tinggi potensi kreatif kita.

(18)

Sifat kepribadian Lima Besar keterbukaan pada pengalaman berkorelasi dengan kreativitas, mungkin karena individu-individu yang terbuka kurang seragam dalam tindakan dan lebih menyebar dalam pemikiran. Sifat lainnya dari orang-orang kreatif termasuk kepribadian proaktif, kepercayaan diri, mengambil risiko, toleransi pada ambiguitas, dan daya tahan.

Keahlian adalah fondasi dari semua pekerjaan kreatif dan oleh karena itu merupakan aiat prediksi tunggal paling penting dari potensi kreatif. Penulis, produser, dan direktur film Queutin Taranlinc menghabiskan masa mudanya bekerja di sebuah toko penyewaan video, di mana ia membangun sebuah ensiklopedia pengetahuan film. Potensi tagi kreativitas ditingkatkan ketika individu memiliki kemampuan, pengetahuan, kecakupan, dan keahlian yang sama dengan bidang yang dijalaninya. Anda tidak akan mengharapkan seseoraag dengan pengetahuan minimal tentang pemograman untuk sangat kreatif sebagai Insinyur perangkat lunak.

b. Lingkungan Kreatif

Kebanyakan dari kita memiliki potensi kreatif yang dapat kita pelajari untuk diterapkan, tetapi sepenting apa pun potensi kreatif, tidaklah cukup jika hanya sendirian saja. Kita perlu berada dalam lingkungan di mana potensi kreatif dapat direalisasikan. Apa faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi potensi kreatif agar ditranslasikan dalam perilaku kreatif?

Pertama dan yang paling penting adalah motlvasi. Jika Anda tidak termotivasi untuk menjadi kreatif, tidak mungkin Anda akan menjadi kreatif. Sebuah tinjauan atas 26 studi mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik, atau keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena lebih menarik, menyenangkan, memuaskan, dan menantang, berkorelasi cukup kuat dengan hasil kreatif. Hubungan ini benar tanpa memandang apakah kita sedang berbicara mengenai kreativitas pelajar atau kreativitas pekerja.

Juga bernilai untuk bekerja di sebuah lingkungan yang menghargai dan mengakui pekerjaan kreatif. Organisasi harus mendorong arus bebas ide, termasuk memberikan penilaian yang adil dan konstruktif. Kebebasan dari aturaii-aturan berlebihan mendorong kreativitas; pekerja seharusnya memiliki kebebasan untuk memutuskan pekerjaan apa yang akan dilakukan dan cara mengerjakannya. Satu studi atas 385 pekerja yang bekerja di beberapa perusahaan obat di Cina mengungkapkan bahwa baik pemberdayaan struktural (di mana struktur unit kerja memungkinkan kebebasan pekerja yang cukup) dan pemberdayaan psikologis (yang membiarkan individu merasa diberdayakan secara pribadi) berhubungan dengan kreativitas pekerja.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 96 dan 97 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-

Dengan demikian, mereka tidak main- main dengan ucapan tiga kali talaq.Itulah ijtihad beliau.Beliau menetapkan seperti itu bertujuan untuk membina kemaslahatan/

baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air dampak  kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebab- kan penurunan

PENGARUH PENGGUNAAN GADGET DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII SMP NEGERI 13 MALANG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu

Melihat dari hasil rekapan yang setiap hari yang juga dibuat oleh SP merupakan salah satu pedoman untuk membuat perencanaan obat di Puskesmas Rowosari selain rumus

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi operasi pembuatan sol-gel yaitu konsentrasi silika dalam sol terhadap diameter pori lapisan sol gel silika

motivasi kerja p value 0.166 > 0.05 data berdistribusi normal, untuk selanjutnya dilakukan uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan dari kedua variable

Apabila penggilasan itu menghasilkan ketidak-rataan melebihi dari 10 mm, jika diuji dengan tongkat lurus 3 meter panjang, maka permukaan yang tidak rata harus dibongkar,