• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan antara Television Viewing,Perceived Realism, Materialism, dan Perceived Well-Being

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan antara Television Viewing,Perceived Realism, Materialism, dan Perceived Well-Being"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Maslow dalam Setiadi (2003:107) bahwa “Manusia adalah makhluk yang banyak keinginan.” Bila salah satu keinginan terpenuhi, maka keinginan lain muncul. Informasi adalah salah satu kebutuhan bagi manusia. Media televisi sebagai salah satu alat dalam penyebaran informasi yang menggunakan perangkat satelit, kini menjadi media informasi yang terus berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya stasiun televisi yang ada di Indonesia serta semakin luas jangkauannya, sampai ke pelosok desa. Artinya semakin banyak orang yang berkesempatan menonton TV.

Televisi merupakan salah satu media hiburan dan informasi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Hal ini dikarenakan televisi mempunyai kemampuan audio visual yang membuat televisi menjadi lebih unggul dibanding dengan media informasi lainnya.

(2)

komunikan. Informasi yang disampaikan oleh televisi akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual.

Televisi melalui iklan dan programnya memiliki karakteristik yang berkontribusi terhadap efek bersosialisasi. Anak-anak sering menggunakan televisi untuk mempelajari fakta-fakta baru atau informasi. Dengan menonton televisi anak-anak bisa belajar bagaimana setiap orang berperilaku (Stroman,

et al dalam Berry, 1998). Televisi dapat menciptakan perceived realism

dengan sifatnya yang visual, dengan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, 1997:110). Perceived realism didefinisikan sebagai derajat kesamaan persepsi antara karakter dan situasi di media dengan karakter dan situasi di kehidupan nyata (Barriga et al, 2009). Greenberg dalam Berry (1998), mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih dari rekan-rekan mereka, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Penelitian oleh Leifer et al dalam Berry (1998) menunjukkan bahwa anak-anak mengubah sikap mereka tentang orang dan peristiwa untuk mencerminkan yang ditemui dalam program televisi.

Bagi seseorang yang melihat iklan televisi sebagai gambaran realistis konsumen, Richins dalam Speck dan Roy (2008) lebih lanjut mengemukakan bahwa hubungan antara jam yang dihabiskan menonton televisi dan

(3)

materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen.

Perilaku materialism yaitu dimana seseorang menilai suatu objek berdasarkan kepemilikan atas barang tangible (Lamb dan Mc Daniel, 2001:205). Menurut Speck dan Roy (2008), materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material. Materialism menyebabkan semakin banyak orang yang mengejar nilai materi tersebut untuk kepuasan hidupnya. Seseorang yang memiliki perilaku materialism akan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan hidupnya dengan terus menambahkan kepemilikan barang dalam hidupnya untuk menikmati suatu status posisi sosial (Fitzmaurice dan Comegys, 2006).

(4)

Studi sebelumnya masih terdapat perbedaan hasil penelitian terkait dengan hubungan antara television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived well-being. Kondisi yang demikian ini merupakan peluang yang menarik untuk dilakukan studi lanjutan untuk memberikan penjelasan secara teoritikal. Berikut ini penjelasan terhadap perbedaan hasil penelitian yang dimaksud.

Perbedaan pertama terkait television viewing dengan perceived realism. Greenberg dalam Berry (1998), mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih dari rekan-rekan mereka, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Dari hasil studi literature yang dilakukan oleh O’Guinn dan Shrum (1997), efek dari menonton televisi adalah sebuah pandangan yang bias tentang kehidupan nyata dengan gambaran kehidupan dalam tayangan televisi. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) hubungan positif antara television viewing dan

perceived realism menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru), Amerika Latin dan Timur Tengah.

(5)

signifikan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru) Eropa Baru, dan Timur Tengah.

Perbedaan ketiga terkait dengan materialism dengan perceived socioeconomic statues. Penelitian oleh Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008) yaitu konsumen dengan materialisme rendah lebih puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material. Sebaliknya dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) di Eropa Baru dan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara materialism dan perceived socioeconomic statues dimana mengkonsumsi lebih akan memberikan kenyamanan, kemakmuran dan stabilitas masa depan. Dan hasil penelitian di Timur Tengah tidak menunjukkan hasil yang tidak signifikan hubungan antara materialism dan

perceived socioeconomic statues baik secara negatif maupun positif.

Perbedaan keempat terkait dengan materialism dengan relative life satisfaction.Menurut Keng et al dalam Speck dan Roy (2008), orang-orang dengan kecenderungan derajat materialistis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup dibanding kelompok dengan kecenderungan materialistis rendah. Hal tersebut didukung oleh hasil studi literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006), yaitu menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara materialisme dan kepuasan hidup. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) hubungan negatif antara materialism

(6)

di Eropa Barat. Selain itu dalam studi literature yang dilakukan oleh Sirgy et al (1998) hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues

tersebut juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Kanada. Perbedaan kelima terkait dengan perceived socioeconomic statues

dengan relative life satisfaction. Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) masih terdapat perbedaan yaitu hubungan negatif antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Amerika Latin dan Eropa Baru. Di Amerika Latin hasil tidak signifikan tersebut dikarenakan religiusitas

berpengaruh kuat terhadap life satisfaction di negara tersebut. Sedangkan di Eropa Baru perceived realism lebih secara langsung mempengaruhi relative life satisfaction daripada materialism dan perceived socioeconomic statues.

(7)

rasa perceived realism, pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialistis, yang pada akhirnya menemukan efek perceived well-being.

B. Permasalahan

Terkait dengan hubungan antar variabel yang dimodelkan berikut ini rumusan permasalahan yang didesain antara lain :

1. Hubungan antara television viewing dan perceived realism

Iklan dan program televisi merupakan salah satu media yang diperkirakan mampu menciptakan efek realism bagi penontonnya. Sehingga semakin sering orang melihat televisi diperkirakan perceived realism

semakin terbentuk. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah terdapat hubungan positif antara quantity of television viewing dan

perceived realism?

2. Hubungan antara perceived realism dan materialism

Seseorang yang percaya tayangan televisi sebagai realitas kehidupan, maka menonton televisi digunakan sebagai alasan keperluan sosial untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku yang merupakan prediktor kuat materialisme dan motivasi ekonomi untuk konsumsi. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan :

Apakah terdapat hubungan positif antara perceived realism dan

(8)

3. Hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008) menjelaskan bahwa konsumen dengan materialisme rendah lebih puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material. Berarti konsumen dengan materialisme tinggi lebih tidak puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih rendah pada hal-hal material. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan :

Apakah terdapat hubungan negatif antara materialism dan perceived socioeconomic statues?

4. Hubungan antara materialism dan relative life satisfaction

Menurut Keng et al dalam Speck dan Roy (2008), orang-orang dengan kecenderungan derajat materialistis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup dibanding kelompok dengan kecenderungan materialistis rendah. Hasil studi literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006) mengindikasikan bahwa materialisme memberikan kontribusi negatif terhadap kepuasan hidup. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan :

(9)

5. Hubungan antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction

Perceived socioeconomic status seorang individu, disisi lain, berkemungkinan mempengaruhi relative life satisfaction secara positif. Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008), mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan :

Apakah evaluation of perceived socioeconomic statues secara positif mempengaruhi relative life satisfaction?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived well-being. Berikut beberapa tujuan penelitian :

a. Untuk mengetahui hubungan antara television viewing dan perceived

realism

b. Untuk mengetahui hubungan antara perceived realism dan

(10)

c. Untuk mengetahui hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues

d. Untuk mengetahui hubungan antara materialism dan relative life

satisfaction

e. Untuk mengetahui hubungan antara perceived socioeconomic statues

dan relative life satisfaction

2. Manfaat Penelitian a. Kemanfaatan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pemahaman terkait dengan konsep yang dihipotesiskan. Hal ini dikarenakan fenomena yang diteliti bersifat spesifik, sehingga hasil yang diperoleh bersifat spesifik juga. Dengan demikian dapat digunakan sebagai referensi dalam studi-studi di bidang pemasaran. b. Kemanfaatan metodologi

Dalam studi ini model yang dikonstruksi bertumpu pada beberapa variabel yaitu television viewing, perceived realism, materialism, dan

(11)

c. Kemanfaatan praktis

Model yang dikembangkan dalam studi ini dapat dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh

television viewing yang dapat menciptakan rasa perceived realism, pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialistis, yang pada akhirnya menemukan efek perceived well-being. Hal ini juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki strategi pemasaran perusahaan dengan memanfaatkan potensi media televisi sebagai salah satu agen sosialisasi konsumen yaitu dengan menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan sehingga dapat menciptakan perceived realism, mempengaruhi individu menjadi materialistis yang selanjutnya berpengaruh terhadap status ekonomi sosial dan kepuasan hidup konsumen.

d. Kemanfaatan studi ke depan

(12)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori dan Hipotesis

Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan teoritikal terkait hubungan antar variabel yang diamati. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dasar dalam merumuskan hipotesis. Dengan demikian topik yang dibahas yaitu : hubungan antara television viewing dan perceived realism, hubungan antara perceived realism dan materialism, hubungan antara materialism dan perceived well-being (perceived sosioeconomic statues dan relative life satisfaction) serta hubungan antara perceived sosioeconomic statues dan relative life satisfaction.

1. Television viewing dan perceived realism

Menurut Ramdani (2007:131), media massa merupakan salah satu media sosialisasi selain media sosialisasi lainnya yaitu keluarga, teman sepermainan dan sekolah serta lingkungan kerja.

Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial (Soelaeman, 2009:166). Menurut Soekanto (1996:204) menjelaskan socialization

(13)

Pendapat yang sama juga dikemukakan dalam hasil studi literature

yang dilakukan oleh Moschis dan Churchill dalam Bush et al (1999) menjelaskan bahwa sosialisasi konsumen adalah proses dimana orang-orang muda mengembangkan kemampuan konsumen terkait pengetahuan dan sikap. Dan hasil studi literature yang dilakukan Berry (1998) mengambil kesimpulan Socialization adalah proses yang membantu anak untuk mempelajari sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk bergaul di masyarakat. Socialization juga mengacu pada informasi pembelajaran, proses kognitif, nilai, sikap, peran sosial, konsep diri, dan perilaku yang berlaku umum atau diharapkan dalam masyarakat. Jadi

socialization dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompoknya (Ramdani, 2007:110).

Hasil studi literature dalam Berry (1998) mengemukakan media massa yang paling berpengaruh dalam socialization adalah televisi. Pernyataan ini juga dipertegas oleh Leifer et al dalam Berry (1998) menyatakan bahwa anak-anak akan meniru sikap dan perilaku orang-orang dan kegiatan yang ditayangkan dalam program televisi.

(14)

banyak menghabiskan waktu luang dibeberapa negara (Kubey dan Csikszentmihalyi dalam Speck dan Roy, 2008).

Televisi dapat mencapai berbagai jenis penonton, termasuk di daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu televisi dapat mempengaruhi orang-orang yang buta huruf. Melendez dalam Speck dan Roy (2008) mengungkapkan bahwa bahkan mereka yang tidak dapat membaca atau menulis dapat dipengaruhi oleh konsumsi berbasis penggambaran gaya hidup dalam iklan dan program televisi, dan bahwa prioritas tinggi menganggap kepemilikan televisi juga dapat memfasilitasi peningkatan lebih lanjut aspirasi konsumen.

(15)

Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

Hipotesis 1 : Terdapat hubungan positif antara quantity of television viewing dan perceived realism

2. Perceived realism dan materialism

Menurut Speck dan Roy (2008), materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material. Materialism juga merupakan suatu nilai yang menggambarkan pedoman individu mengenai perasaan dan kepemilikan barang yang perlu dimainkan dalam kehidupan (Richins dan Dawson dalam Fitzmaurice dan Comegys, 2006).

(16)

sebagai sesuatu yang dapat digunakan atau diperlihatkan dengan tujuan menunjukkan kondisi keuangan yang baik, serta menyampaikan status kesuksesan dan martabat seseorang (Brown dan Kaldenberg dalam Fitzmaurice dan Comegys, 2006).

Morgan dalam Sirgy et al (1998) mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara pemirsa terlevisi dan materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen. Moschis dan Churcill dalam Bush et al (1999) menemukan hubungan yang kuat menonton TV dan motivasi sosial individu untuk konsumsi. Mereka menemukan bahwa alasan keperluan sosial untuk menonton televisi sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku merupakan prediktor kuat materialisme dan motivasi untuk konsumsi.

(17)

Penelitian sebelumnya memberikan kesimpulan bahwa televisi adalah media yang dapat menciptakan rasa perceived realism pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialism pada penelitian sebagian wilayah Asia (Hasil literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy, 2008). Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

Hipotesis 2 : Terdapat hubungan positif antara perceived realism

dan materialism

3. Materialism dan Perceived Well-Being

Mempelajari materialisme pada akhirnya menemukan efek

consumers’ well-being atau perceived well-being (Sirgy dalam Speck dan Roy, 2008). Diener dalam LaBarbera dan Gurhan (1997) subjective well-being didefinisikan sebagai penilaian kognitif dan afektif individu mengenai kepuasan hidup mereka. Menurut Speck dan Roy (2008) terdapat dua indikator kriteria untuk well-being yaitu : perceived socioeconomic statues dan relatife life satisfaction.

(18)

dan Dawson dalam Speck dan Roy, 2008). Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

Hipotesis 3 : Terdapat hubungan negatif antara materialism dan

perceived socioeconomic status

Sedangkan relative life satisfaction merupakan kebahagiaan seseorang sehubungan dengan tolok ukur yang spesifik dalam hidup mereka. Selain perceived socioeconomic status, relative life satisfaction

juga cenderung berbanding terbalik dengan materialism. Sebagai contoh, penelitian oleh Belk dalam Speck dan Roy (2008) memberikan bukti hubungan negatif antara materialisme dan kebahagiaan dalam hidup. Secara khusus, materialisme telah terbukti memiliki dampak negatif pada kepuasan hidup dan kesejahteraan subjektif (Richins dan Dawson, Sirgy, Anda et al dalam Tan et al, 2006). Dalam studi di Singapura oleh Keng et al dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa orang-orang dengan kecenderungan derajat materialis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup daripada kelompok dengan kecenderungan derajat materialis rendah. Selain itu dalam penelitian sebelumnya oleh Tan et al

(2006) menunjukkan bahwa materialisme memberikan kontribusi negatif terhadap kepuasan hidup. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

Hipotesis 4 : Terdapat hubungan negatif antara materialism dan

(19)

4. Perceived Socioeconomic Statues dan Relative Life Satisfaction

Perceived socioeconomic statues seorang individu, disisi lain, berkemungkinan mempengaruhi relative life satisfaction secara positif. Sebagai contoh, menggunakan data dari United States, Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Dari hasil literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006) menjelaskan bahwa penghasilan memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan hidup, hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai pendapatan yang lebih besar akan membantu dalam menciptakan rasa yang lebih besar terhadap kepuasan kehidupan. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

Hipotesis 5 : Evaluation of perceived socioeconomic statues secara positif mempengaruhi relative life satisfaction

B. Model Penelitian

(20)

Gambar II.1 Model penelitian

H3 H1 H2

H5

H4

Sumber : Speck dan Roy (2008)

Gambar II.1 menjelaskan bahwa H1 mengindikasi pengaruh television viewing dalam menciptakan perceived realism, H2 mengindikasi pengaruh

perceived realism terhadap materialism, H3 mengindikasi efek materialism

terhadap perceived socioeconomic statues, H4 mengindikasi efek materialism

terhadap relative life satisfaction, dan H5 mengindikasi pengaruh perceived socioeconomicstatues dengan relative life satisfaction.

Perceived well-being

Perceived

socioeconomic statues

Materialism Perceived

Realism Quantity of

Television Viewing

Perceived well-being

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dari segi metode dan prosedur pengujiannya. Untuk mendukung upaya tersebut, ada beberapa pembahasan yang diungkap antara lain : rancangan penelitian, metode pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data, variabel dan pengukuran, uji instrumen dan metode analisis data.

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini berjenis kausal yaitu tipe penelitian yang bertujuan mencari penyebab suatu gejala atau mengungkap adanya hubungan sebab akibat antar variabel yang diteliti (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:112). Penelitian ini berusaha untuk memahami hubungan antara variabel independen yang merupakan suatu penyebab dan variabel dependen yang merupakan akibat dari suatu fenomena yaitu penelitian ini menguji pengaruh

television viewing sebagai variabel independen terhadap perceived realism,

materialism dan perceived well-being sebagai variabel dependen. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian pengujian hipotesis (testing hypothesis).

(22)

informasi yang bersumber pada fenomena riil yang diamati. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan data dikelompokkan berdasarkan periode waktu kedalam data cross sectional. Cross sectional yaitu data yang pengamatannya dilakukan pada satu waktu tertentu dengan banyak sampel (Jogiyanto, 2010: 54).

B. Metode Pengambilan Sampel dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey yang dilakukan pada responden dengan cara mengisi kuesioner yang telah didesain sebelumnya. Survey dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dipandu dengan pertanyaan yang telah disiapkan. Hal ini untuk membatasi cakupan topik wawancara dan memperoleh keakuratan data.

(23)

informasi; (4) responden bebas menerima atau menolak survei, dan tidak ada ikatan kekerabatan, intimidasi atau hadiah-hadiah dalam bentuk apapun yang dapat menurunkan derajat keyakinan terhadap kualitas data yang dikumpulkan; hal ini dimaksudkan untuk menjaga keobyektifan dan keakurasian informasi yang diperoleh. Penentuan kriteria tersebut diharapkan mampu menghasilkan daya akurasi yang tinggi dalam memberikan informasi sesuai dengan kuesioner yang didesain.

Jumlah sample yang diambil sebanyak 200 orang responden didasarkan pada pertimbangan aspek kualitas responden dan kriteria kelayakan dalam menganalisis data sesuai dengan metode statistik yang dipilih yaitu Structural Equation Modeling (Ghozali, 2008).

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini terdapat lima variabel yang diukur dengan skala likert, yaitu :

1. Television viewing

Televisi merupakan media massa yang paling berpengaruh dalam

socialization (Berry, 1998). Televisi mempengaruhi penonton dan nilai mereka melalui program dan melalui iklan. Menonton televisi dapat menciptakan rasa perceived realism pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialisme (Speck dan Roy, 2008).

(24)

a. Saya menonton televisi setiap harinya.

b. Saya biasanya menghabiskan waktu luang dengan menonton televisi. c. Di hari-hari sebelumnya saya juga menghabiskan waktu dengan

menonton televisi.

d. Saya menghabiskan banyak waktu untuk menonton televisi setiap

minggunya.

2. Perceived realism

Televisi mampu menciptakan perceived realism dengan sifatnya yang visual, dan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, 1997:110).

Perceived realism didefinisikan sebagai derajat kesamaan persepsi antara karakter dan situasi di media dengan karakter dan situasi di kehidupan nyata (Barriga et al, 2009). Perceived realism diukur dengan menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu :

a. Menurut saya, program-program di televisi adalah realistis. b. Menurut saya, program-program di televisi adalah jujur. c. Menurut saya, iklan-iklan di televisi adalah realistis. d. Menurut saya, iklan-iklan di televisi adalah jujur.

(25)

3. Materialism

Materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material (Speck dan Roy, 2008).

Materialism diukur dengan menggunakan tigabelas item pertanyaan yang dikembangkan Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008), yaitu :

Success

a. Saya mengagumi orang-orang yang memiliki rumah mewah. b. Saya mengagumi orang-orang yang memiliki mobil mewah. c. Saya mengagumi orang-orang yang memiliki pakaian mahal.

d. Menurut saya memperoleh hal-hal yang bersifat materi merupakan salah satu prestasi penting dalam hidup.

e. Saya menitikberatkan pada banyaknya materi yang dimiliki seseorang sebagai tanda atau bukti kesuksesan.

f. Saya memberi perhatian lebih pada objek materi yang dimiliki oleh orang lain.

Centrality

a. Saya biasanya tidak hanya membeli barang-barang yang saya butuhkan saja.

(26)

c. Benda-benda yang saya miliki semuanya penting bagi saya.

d. Saya menikmati menghabiskan uang pada benda-benda yang tidak begitu diperlukan.

Pursuit of happiness

a. Saya merasa belum memiliki semua hal yang benar-benar diperlukan

untuk menikmati hidup.

b. Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki hal-hal tertentu yang

sekarang ini tidak saya miliki.

c. Saya senang apabila saya dapat membeli banyak barang mewah dalam hidup saya.

4. Perceived socioeconomic statues

Perceived socioeconomic statues merupakan perasaan seseorang tentang kedudukan dalam sistem sosial berkenaan dengan penggambaran di media (Speck dan Roy, 2008).

Perceived socioeconomic status diukur dengan menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu :

a. Saya lebih baik secara finansial daripada kebanyakan orang yang ditampilkan di iklan televisi.

b. Saya lebih baik secara finansial daripada kebanyakan orang yang ditampilkan di program televisi.

(27)

d. Saya secara material lebih baik daripada keluarga yang ditampilkan di iklan televisi.

e. Program televisi tidak menunjukkan bahwa orang kelas menengah ke

atas dan bahagia.

5. Relative life satisfaction

Relative life satisfaction merupakan kebahagiaan seseorang sehubungan dengan tolok ukur yang spesifik dalam hidup mereka (Speck dan Roy, 2008).

Relative life satisfaction diukur dengan menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu :

a. Saya merasa puas dengan hidup saya sekarang dibandingkan dengan tujuan hidup saya dan cita-cita yang saya harapkan.

b. Saya merasa puas dengan prestasi saya sekarang dibandingkan dengan prestasi yang telah diraih teman-teman saya.

c. Saya merasa puas dengan posisi saya sekarang dibandingkan dengan pencapaian kebanyakan orang di posisi saya.

d. Saya merasa puas dibandingkan dengan yang saya prediksikan tentang diri saya.

(28)

Jawaban responden dengan menggunakan skala likert dimana 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = cukup setuju, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju.

D. Metode Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan tingkatan jawaban yang diberikan responden terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam kuesioner yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang ditinjau dari nilai minimum (min), nilai maksimum (max), nilai rata-rata (mean), dan simpangan baku (standar deviasi).

2. Uji Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pengujian instrument dilakukan dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan data, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik apapun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur.

a. Uji validitas

(29)

2006:166). Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas dengan

Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan SPSS for Windows versi 18.0, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40 (Suliyanto, 2005:124). Confirmatory Factor Analysis

(CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modeling

(SEM). b. Uji reliabilitas

Reliabilitas (reliability) adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten. Suatu pengukur dikatakan reliabel (dapat diandalkan) jika dapat dipercaya (Jogiyanto, 2010:120). Koefisien reliabilitas mengukur tingginya reliabilitas suatu alat ukur. Pengujian ini dilakukan terhadap setiap konstruk atau variabel yang digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan “internal consistency Reliability Method”, kriteria pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat koefisien

(30)

Berdasarkan pernyataan di atas, kriteria pengambilan keputusan uji reliabilitas disimpulkan sebagai berikut :

- Jika Cronbach’s Alpha > 0,60 maka construct reliable

- Jika Cronbach’s Alpha < 0,60 maka construct unreliable

3. Structural Equation Modeling (SEM)

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Structural Equation Modeling (SEM), dengan menggunakan program AMOS versi 18.0. Melalui SEM diharapkan dapat menganalisa

structural model dan measurement model, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

Model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive

maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model (Ghozali dan Fuad, 2008:3). Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama :

a. Model struktural yaitu hubungan antara konstruk independen dan

dependen

(31)

1) Evaluasi Asumsi Structural Equation Model (SEM) a) Asumsi Kecukupan Sampel

Disarankan lebih dari 100 atau minimal 5 kali jumlah observasi. Namun apabila jumlah sampel yang terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penarikan sampel seluruhnya maka penelitian akan menggunakan rekomendasi untuk menggunakan Maximum Likelihood (ML) yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang, jumlah ini memenuhi prosedur Maximum Likelihood Estimation

yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel (Ghozali, 2008:64). b) Asumsi Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji terhadap normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan nilai critical ratio skewness dan kurtosis yang berturut-turut, yang merupakan ukuran penyimpangan dari distribusi normal yang simetris dan ukuran kecuraman dari distribusi data. Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z value (Critical Ratio) dari ukuran skewness

(32)

Curran et al., dalam Ghozali dan Fuad (2005:37), membagi distribusi data menjadi tiga bagian yaitu :

1)) Normal, apabila nilai z statistik (Critical Ratio) skewness < 2 dan nilai Critical Ratio kurtosis < 7,

2)) Moderately non-normal, apabila nilai Critical Ratio skewness

berkisar antara 2 sampai 3 dan nilai Critical Ratio kurtosis

berkisar antara 7 sampai 21,

3)) Extremely non-normal, apabila nilai Critical Ratio skewness > 3 dan nilai Critical Ratio kurtosis > 21.

c) Asumsi Outliers

(33)

2) Evaluasi Atas Kriteria Goodness of Fit

Sebelum menganalisa hipotesis, kesesuaian model secara keseluruhan (Goodness-of-fit model) terlebih dahulu harus dinilai untuk menjamin bahwa model tersebut dapat menggambarkan sebab akibat. Pengujian kesesuaian model goodness-of-fit model dilakukan dengan melihat beberapa kriteria pengukuran, antara lain :

a) X2 (Chi Square Statistic) dan probabilitas

Alat uji fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio chi square statistic. Model dikategorikan baik jika mempunyai chi square = 0 berarti tidak ada perbedaan. Tingkat signifikan penerimaan yang direkomendasikan adalah apabila p ≥ 0,05 yang berarti matriks input sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi tidak berbeda secara statistik.

b) CMIN/DF (Normed Chi Square)

CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi-square

dibagi dengan degree of freedom. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model adalah nilai CMIN/DF yang lebih kecil atau sama dengan 2,00.

c) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)

(34)

itu didasarkan degree of freedom. RMSEA merupakan indeks pengukuran yang tidak dipengaruhi oleh besarnya sampel sehingga biasanya indeks ini digunakan untuk mengukur fit model pada jumlah sampel besar.

d) GFI (Goodness of Fit Index)

Digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasikan. Indeks ini mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang diprediksi dibandingkan dengan data sebenarnya. Nilai Goodness of Fit Index biasanya dari 0 samapai 1. Nilai yang lebih baik mendekati 1 mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian baik. Nilai GFI dikatakan baik adalah ≥ 0,90.

e) AGFI (Adjusted GFI)

AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,9.

f) TLI (Tucker-Lewis Index)

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah

(35)

diterimanya sebuah model adalah lebih besar atau sama dengan 0,9 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. g) CFI (Comparative Fit Index)

CFI juga dikenal sebagai Bentler Comparative Index. CFI merupakan indeks kesesuaian incremental yang juga membandingkan model yang diuji dengan null model. Indeks ini dikatakan baik untuk mengukur kesesuaian sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel (Hair et al, 2006). Indeks yang mengindikasikan bahwa model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik adalah apabila CFI ≥ 0,90.

Tabel III.1

Indikator Goodness-of-Fit Model

Kriteria Control off value Keterangan

Chi-Square (c2) Diharapkan rendah Baik

Significance Probability (p) ≥ 0,05 Baik

CMIN/DF ≤ 2,00 Baik

RMSEA ≤ 0,08 Baik

GFI ≥ 0,90 Baik

AGFI ≥ 0,90 Baik

TLI ≥ 0,90 Baik

CFI ≥ 0,90 Baik

Sumber : Wijaya (2009:6)

Untuk dapat menganalisa data, metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan uji hipotesis dengan tingkat keyakinan

(36)

dengan membandingkan p-value dengan level of significantsebesar 5% (α

= 0,05) yaitu sebagai berikut :

(37)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Pengujian statistik diawali dengan pengujian instrumen penelitian yang meliputi uji validitas dan reliabilitas data penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan data, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik apaun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur.

Secara lengkap, bab ini berisi tentang analisis statistik deskriptif, uji instrumen yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, analisis data penelitian (analisis model struktural), analisis hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisis statistik deskriptif.

A. Analisis Statistik Deskriptif

(38)

jawaban (skala) terendah yang dipilih responden sedangkan nilai maksimum adalah jawaban (skala) tertinggi yang dipilih responden.

Gambaran tentang karakteristik responden diperoleh dari data diri yang terdapat pada bagian data responden yang meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan total pendapatan yang disajikan pada Tabel IV.1.

Responden wanita mendominasi penelitian ini (mean = 1,61). Hal ini dikarenakan pada saat penelitian di Pusat Grosir Solo (PGS) area tersebut merupakan area yang didominasi oleh wanita. Olehkarena itu pada penelitian ini responden wanita lebih mudah ditemui daripada pria.

Dilihat dari segi pekerjaan didominasi oleh responden dengan pekerjaan swasta (mean = 2,58). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan di Pusat Grosir Solo (PGS) dan CV. Ar-Rahman sebagai tenaga administrasi, marketing, gudang.

Mayoritas responden berusia 20-30 tahun (mean = 2,29). Hal ini didukung dengan pekerjaan responden yang bekerja sebagai tenaga administrasi, marketing, dan gudang. Dan rata-rata responden pada usia tersebut pada penelitian ini, secara kebetulan belum menikah (mean = 1,45).

(39)

Tabel IV.1

Sumber : data primer yang diolah, 2011.

B. Uji instrumen

(40)

1. Uji validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Suliyanto, 2005:40). Dalam penelitian ini digunakan uji validitas dengan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan SPSS for Windows versi 18.0, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40. Confirmatory Factor Analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modeling

(SEM). Teknik yang digunakan adalah dengan melihat output dari rotated component matrix yang harus terekstrak secara sempurna. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.2,IV.3 dan IV.4.

Sumber : Data primer yang diolah, 2011.

Tabel IV.2, menunjukkan nilai KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA) dalam penelitian ini sebesar 0,775. Karena nilai MSA di atas 0,5 serta nilai Barlett test dengan Chi-squares = 3356,210 dan signifikan pada 0,000 dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan.

Tabel IV.2

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,775

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 3356,210

df 496

(41)

Tabel IV.3

Sumber : Data primer yang diolah, 2011.

(42)

pengujian analisis faktor lagi secara trial and error untuk mendapatkan output rotated component matriks yang terekstrak sempurna agar tidak menyebabkan pembiasan hasil penelitian. Setelah peneliti merevisi uji CFA seperti yang disajikan pada tabel IV.4, maka terdapat 25 item pertanyaan yang valid, yaitu indikator variabel television viewing (TVIEW) sebanyak 4 item, indikator variabel perceived realism (PREAL) sebanyak 4 item, indikator variabel materialism (MATTER) sebanyak 10 item, indikator variabel perceived socioeconomic statues (PSOST) sebanyak 2 item, dan indikator variabel relative life satisfaction (LSATN) sebanyak 5 item.

(43)

2. Uji reliabilitas

Setelah pengujian validitas, maka tahap selanjutnya adalah pengujian reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui konsistensi item-item pertanyaan yang digunakan. Untuk mengukur reliabilitas dari instrument penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha.

Dari hasil pengujian reliabilitas variabel dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 18.0 didapatkan nilai Cronbach Alpha masing-masing variabel sebagai berikut:

Tabel IV.5

Hasil Pengujian Reliabilitas

Konstruk Jumlah Item Cronbach’s Alpha

Television Viewing 4 0,776

Perceived Realism 4 0,741

Materialism 10 0,844

Perceived Socioeconomic Statues 2 0,814

Relative Life Satisfaction 5 0,865

Sumber : Data primer yang diolah, 2011.

Berdasarkan tabel diatas Tabel IV.5 dapat dilihat bahwa semua instrumen dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,60. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel tersebut mempunyai konsistensi internal yang tinggi.

(44)

C. Structural Equation Modelling (SEM)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik Structural Equation Modeling (SEM). Sebelum melakukan pengujian struktural dengan pendekatan Struktural Equation Modeling, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :

1. Uji Asumsi Model

a. Asumsi Kecukupan Sampel

Disarankan lebih dari 100 atau minimal 5 kali jumlah observasi. Namun apabila jumlah sampel yang terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penarikan sampel seluruhnya maka penelitian akan menggunakan rekomendasi untuk menggunakan Maximum Likelihood (ML) yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang, jumlah ini memenuhi prosedur Maximum Likelihood Estimation

yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel (Ghozali, 2008:64). b. Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Normalitas

univariate dilihat dengan nilai critical ratio (Cr) pada skewness yaitu dibawah ± 2,58 dan nilai Cr kurtosis dibawah 7. Normalitas

(45)

Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 18,0. Hasil uji normalitas secara lengkap dapat dilihat pada tabel IV.6.

Tabel IV.6 menjelaskan bahwa secara univariate dan multivariate data dalam penelitian ini termasuk moderately non-normal yang ditunjukkan dengan nilai skewness > 2 dan nilai

(46)

Analisis terhadap data yang tidak normal dapat mengakibatkan pembiasan interpretasi karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likehood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu terpengaruh (robust) terhadap penyimpangan multivariate normality (Ghozali dan Fuad, 2005:35). Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang disajikan apa adanya dari data primer berdasarkan jawaban responden yang sangat beragam, sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti distribusi normal secara sempurna.

c. Uji outliers

Data outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat jauh berbeda dari data observasi lainnya. Deteksi terhadap

multivariate outliers dilakukan dengan memperhatikan nilai

mahalanobis distance. Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi-squares pada derajat kebebasan (degree of freedom) sejumlah variabel pada tingkat p < 0,001. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah sejumlah item pengukuran pada model.

(47)

Tabel IV.7 menjelaskan bahwa 5 data dikategorikan sebagai

outliers yaitu observation number 62, 147, 196, 125, dan 6. Hal ini tampak dari nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari x2 (25,0.001) = 52,619. Kemudian langkah selanjutnya adalah dilakukan uji outliers lagi dengan membuang data yang bersifat outlier untuk mendapatkan data yang bebas dari outlier sebagaimana disajikan dalam tabel IV.8.

Tabel IV.7

Hasil Jarak Mahalanobis Data Penelitian I Nomor

Sumber: Data primer yang diolah, 2011. Tabel IV.8

Hasil Jarak Mahalanobis Data Penelitian II Nomor

(48)

2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness-of-Fit Model)

Sebelum menganalisa hipotesis, kesesuaian model secara keseluruhan (Goodness-of-fit model) terlebih dahulu harus dinilai untuk menjamin bahwa model tersebut dapat menggambarkan sebab akibat. Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan dapat dilihat pada Tabel IV.9.

Tabel IV.9

Hasil Goodness-of-Fit Model

Goodness-of-fit Indices Control off value Hasil Evaluasi Model

Chi-Square (c2) Diharapkan rendah 846,365 ---

Significance Probability (p) ≥ 0,05 0,000 Belum memenuhi

CMIN/DF ≤ 2,00 3,135 Buruk

Sumber: Data primer yang diolah, 2011.

Tabel IV.9 menjelaskan hasil goodness of fit dari model penelitian

yang dilakukan. Dalam pengujian ini nilai c2 menghasilkan tingkat

signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan nilai c2 sebesar 846,365

(49)

keseluruhan pengukuran goodness of fit tersebut di atas mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian ini belum dapat diterima. Karena model yang diajukan dalam penelitian ini belum dapat diterima maka peneliti mempertimbangkan untuk melakukan modifikasi model untuk membentuk model alternatif yang mempunyai goodness of fit yang lebih baik.

3. Modifikasi Model

Salah satu tujuan modifikasi model adalah untuk mendapatkan kriteria goodness of fit dari model yang dapat diterima. Melalui nilai

modification indices dapat diketahui ada tidaknya kemungkinan modifikasi terhadap model yang dapat diusulkan. Modification indices

yang dapat diketahui dari output Amos 18.0 akan menunjukkan hubungan-hubungan yang perlu diestimasi yang sebelumnya tidak ada dalam model supaya terjadi penurunan pada nilai chi-square untuk mendapatkan model penelitian yang lebih baik.

Untuk mendapatkan kriteria model yang dapat diterima, peneliti mengestimasi hubungan korelasi antar error term yang tidak memerlukan justifikasi teoritis dan yang memiliki nilai modification indices lebih besar atau sama dengan 7,0. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan nilai

goodness of fit yang memenuhi syarat. Tabel IV.10 merupakan hasil

(50)

Tabel IV.10

Hasil Goodness-of-Fit Model Setelah Modifikasi

Goodness-of-fit Indices Control off value Hasil Evaluasi Model

Chi-Square (c2) Diharapkan rendah 423,570 ---

Significance Probability (p) ≥ 0,05 0,000 Belum memenuhi

CMIN/DF ≤ 2,00 1,736 Baik telah dimodifikasi. Dalam pengujian ini nilai c2 menghasilkan tingkat

signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan nilai c2 sebesar 423,570 menunjukkan bahwa chi-square dalam model penelitian ini belum memenuhi. Chi-Square sensitif terhadap ukuran sampel, sehingga diperlukan indikator-indikator lainnya untuk menghasilkan suatu justifikasi yang pasti mengenai model fit (Ghozali dan Fuad, 2005:30).

Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ≤ 2,00, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang baik dengan CMIN/DF sebesar 1,736 .

(51)

model pada jumlah sampel besar. Nilai penerimaan yang

direkomendasikan £ 0,08, maka nilai RMSEA sebesar 0,062 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik.

Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat

disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang marginal dengan nilai GFI sebesar 0,851.

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Nilai penerimaan yang

direkomendasikan ³ 0,9, maka nilai AGFI sebesar 0,802 menunjukkan tingkat kesesuaian yang marginal.

Tucker Lewis Index (TLI) merupakan sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji terhadap sebuah

baseline model. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan

bahwa model menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 0,907.

Comparative Fit Index (CFI) merupakan indeks kesesuaian

(52)

model. Indeks ini dikatakan baik untuk mengukur kesesuaian sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel. Dengan

memperhatikan nilai yang direkomendasikan ³ 0,9, maka nilai CFI sebesar 0,924 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik.

Berdasarkan keseluruhan pengukuran goodness-of-fit tersebut di atas mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian dapat diterima.

Setelah model penelitian dapat diterima, sub bahasan berikutnya akan menjelaskan analisis uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

D. Pengujian Hipotesis

Setelah kriteria goodness of fit model struktural yang diestimasi dapat terpenuhi, maka tahap selanjutnya adalah analisis terhadap hubungan-hubungan struktural model (pengujian hipotesis). Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights sebagaimana yang disajikan dalam tabel IV.11.

(53)

Tabel IV.11 menunjukkan bahwa terdapat 3 jalur yang dianalisis memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan 2 jalur yang tidak signifikan karena memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 5%, yaitu hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues, dan hubungan antara materialism dan relative life satisfaction.

Tabel IV.11 Regression Weights

Hubungan Antar Konstruk Estimate S.E. C.R. P

Perceived Realism<---Television Viewing ,240 ,064 3,769 ,000

Materialism<---Perceived Realism ,557 ,155 3,594 ,000

Perceived Socioeconomic Statues<---Materialism ,033 ,056 ,583 ,560

Relative Life Satisfaction<---Materialism -,051 ,047 -1,077 ,281

Relative Life Satisfaction<---Perceived Socioeconomic Statues ,311 ,080 3,886 ,000

Sumber: Data primer yang diolah, 2011.

E. Pembahasan

Berikut adalah pembahasan untuk setiap hipotesis dalam penelitian ini: 1. Hubungan antara television viewing dan perceived realism

Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara television viewing terhadap perceived realism yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang signifikan (C.r = 3,769 dan p<0,05). Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara television viewing dengan perceived realism didukung pada studi ini.

(54)

televisi lebih sering daripada rekan-rekannya, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Fenomena ini dapat terjadi karena semakin sering orang menonton televisi maka seseorang akan menerima pesan-pesan yang terkandung didalam tayangan televisi dan semakin seseorang menerima pengulangan tayangan televisi maka seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan mengevaluasi tayangan televisi tersebut sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya.

2. Hubungan antara perceived realism dan materialism

Hasil pengujian pada Tabel IV.11 mengindikasikan hasil yang mendukung hipotesis 2 yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived realism dengan materialism (C.r = 3,594 dan p<0,05).

(55)

tersebut sudah lazim terjadi maka nilai-nilai materialism yang diperoleh dan diyakini juga semakin kuat dalam diri orang tersebut.

3. Hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues

Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara materialism terhadap perceived socioeconomic statues yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang tidak signifikan (C.r = 0,583 dan p>0,05). Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara materialism

terhadap perceived socioeconomic statues tidak didukung pada studi ini. Hasil pengujian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) yang menyatakan bahwa konsumen yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material maka akan lebih tidak puas dengan status ekonomi sosial mereka. Fenomena ini dapat terjadi karena kemungkinan responden menilai tinggi rendahnya status ekonomi sosial seseorang tidak hanya diukur dengan perolehan materi saja tetapi dengan melihat faktor lain seperti pendidikan dan jabatan/pekerjaan seseorang.

4. Hubungan antara materialism dan relative life satisfaction

(56)

Hasil pengujian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tan et al (2006) yang menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara materialisme dengan kepuasan hidup. Fenomena yang dijelaskan adalah kemungkinan responden tidak hanya menilai kepuasan hidup diukur dengan perolehan materi saja tetapi dengan faktor-faktor lain seperti : kesehatan, daya tarik fisik, interaksi sosial, keberhasilan kerja, kondisi kehidupan dan keseimbangan emosi.

5. Hubungan antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction

Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara perceived socioeconomic statues terhadap relative life satisfaction

yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang signifikan (C.r = 3,886 dan p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 terdukung.

(57)

Berdasarkan pembahasan diatas bahwa materialism tidak mempengaruhi perceived well-being (perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction) responden, kemudian penulis melakukan analisis kembali terhadap hubungan-hubungan struktural model. Hasilnya ditunjukkan oleh nilai regression weights sebagaimana yang disajikan dalam tabel IV.12.

Tabel IV.12

Regression Weights (Model Alternatif yang Disarankan)

Hubungan Antar Konstruk Estimate S.E. C.R. P

Perceived Realism<---Television Viewing ,221 ,059 3,753 ,000

Materialism<---Perceived Realism ,640 ,192 3,330 ,000

Perceived Socioeconomic Statues<---Materialism ,028 ,059 ,474 ,635

Perceived Socioeconomic Statues<--- Perceived Realism ,489 ,172 2,851 ,004

Relative Life Satisfaction<---Materialism -,072 ,050 -1,438 ,150

Relative Life Satisfaction<---Perceived Socioeconomic Statues ,269 ,083 3,255 ,001

Relative Life Satisfaction<--- Perceived Realism ,187 ,127 1,471 ,141

Tabel IV.12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived realism dan perceived socioeconomic statues (C.r = 2,851 dan p<0,05). Hal ini berarti, perceived realism mempengaruhi

(58)

meningkatkan status ekonomi sosialnya yang kemudian mempengaruhi

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Bab ini bertujuan untuk memberikan kesimpulan yang diikuti dengan keterbatasan dan implikasi penelitian. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan sehingga menjadi bahan masukan bagi pihak yang terkait. Berikut ini adalah penjelasannya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, terdapat hubungan positif antara television viewing dan

perceived realism. Artinya semakin sering seseorang melihat tayangan televisi maka perceived realism juga semakin terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena semakin sering konsumen menonton televisi maka akan semakin sering pula menerima pengulangan pesan dari tayangan televisi sehingga konsumen akan lebih mudah untuk memahami dan mengevaluasi tayangan televisi tersebut sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya.

Semakin tinggi perceived realism yang dirasakan oleh seseorang maka

(60)

mendorong konsumen menjadi materialism dan memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi. Dengan demikian, memberikan pemahaman bahwa dalam mengiklankan produk, dibuat yang lebih realistis, jujur serta menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan agar meningkatkan perceived realism konsumen yang selanjutnya menciptakan

materialism sehingga dapat memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi dimana individu yang tingkat materialismenya tinggi menganggap perlu adanya penambahan barang yang sudah dimiliki.

Kesimpulan berikutnya dalam penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara materialism dan perceived socioeconomic statues. Hal ini dimungkinkan meskipun konsumen berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material tetapi konsumen menilai tinggi rendahnya status ekonomi sosial konsumen tidak hanya diukur dengan perolehan materi saja yaitu dengan melihat faktor lainnya juga seperti pendidikan, jabatan/pekerjaan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula status ekonomi sosialnya dan semakin tinggi jabatan seseorang atau semakin besar tanggung jawab dalam pekerjaannya maka semakin tinggi pula status ekonomi sosial yang dirasakan. Selain itu juga tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara

(61)

kesehatan, daya tarik fisik, interaksi sosial, keberhasilan kerja, kondisi kehidupan dan keseimbangan emosi.

Kesimpulan terakhir dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction.

Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya status ekonomi sosial konsumen mempengaruhi kepuasan hidup konsumen. Semakin tinggi status ekonomi sosial konsumen, semakin tinggi kepuasan hidup konsumen.

B. Keterbatasan

Selain kesimpulan, dalam bab ini juga mengungkap keterlibatan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan generalisasi model.

1. Obyek amatan yang digunakan dalam studi ini difokuskan pada perilaku menonton televisi sehingga berdampak pada generalisasi studi yang bersifat terbatas. Untuk mengaplikasi studi ini pada konteks yang berbeda, diperlukan kehati-hatian untuk mengamati obyek amatan yang diambil dalam studi. Hal ini diperlukan karena dalam obyek yang berbeda diperkirakan terdapat keragaman karakteristik responden baik usia, tingkat pendidikan, maupun penghasilan. Apabila hal ini diabaikan, diperkirakan berpotensi mengakibatkan pembiasan hasil-hasil pengujian yang dapat berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan yang diambil.

(62)

generalisasi studi yang bersifat terbatas. Dengan demikian untuk mengaplikasi studi ini pada setting yang berbeda diperlukan kehati-hatian untuk mencermati karakteristik respondennya. Hal ini diperlukan karena dalam setting yang berbeda diperkirakan terdapat latar belakang dan perilaku individu yang berbeda pula. Apabila hal ini diabaikan, kemungkinan berpotensi mengakibatkan pembiasan hasil-hasil pengujian, yang berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan yang disarankan.

C. Implikasi

Berikut ini beberapa implikasi penelitian : 1. Implikasi untuk studi lanjutan

Model yang dikembangkan bertumpu pada metode riset yang terbatas ruang lingkupnya. Hal ini berdampak pada keterbatasan model untuk diaplikasi pada setting yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena dalam setting yang berbeda diperkirakan terdapat latar belakang dan perilaku responden yang berbeda. Keterbatasan ini mengisyaratkan perlunya studi lanjutan pada konteks yang berbeda, sehingga konsep yang dimodelkan dapat ditingkatkan generalisasinya.

2. Implikasi teoritis

(63)

konsumen sehingga memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi terhadap produk yang ditayangkan pada program dan iklan televisi tersebut. Selain itu memberikan pemahaman teoritikal terhadap variabel-variabel yang diamati yaitu : television viewing, perceived realism, materialism, perceived well-being (perceived socioeconomic statues dan

relative life satisfaction). Hubungan variabel yang terbentuk diharapkan dapat menjadi referensi di bidang ilmu pemasaran.

3. Implikasi praktis

Gambar

Gambar II.1
Tabel III.1 Indikator Goodness-of-Fit Model
Tabel IV.1
Tabel IV.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

sangat penting untuk menciptakan kesejahteraan bagi setiap orang. Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok,

Usaha mengatasi hambatan pendidikan karakter SMP Stella Maris antara lain: a Memberi tahu langsung pada peserta didik mengenai sikap yang apa yang perlu mereka ambil supaya

[r]

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah produksi karkas, potongan komersial, edible portion karkas, dan rib-eye muscle area pada kambing Kejobong dapat diperbaiki dengan

Jaminan bebas cacat mutu ini berlaku sampai dengan 12 (dua belas) bulan setelah serah terima Barang. PPK akan menyampaikan pemberitahuan cacat mutu kepada Penyedia

Berdasarkan hasil penelitian dari data angket yang disebarkan kepada pengrajin sasirangan, sebagian besar menyatakan modal yang mereka gunakan adalah modal pribadi

Hipotesis nol yang dikemukakan dalam pengujian ini adalah bahwa semua variabel independen yang dipergunakan dalam model persamaan regresi serentak tidak berpengaruh terhadap

Dengan Sistem informasi ini, proses pencatatan yang dilakukan pekerja/ admin dapat diselesaikan dengan lebih cepat, tepat, dan lengkap dengan menginputkan data-data